Prologue
Kalian tahu.
Pikirku sambil berjalan di jalanan Kota Akademik Aramthurst.
Tanggung jawab bisa jadi hal yang cukup berat.
Sekarang setelah aku—Lyle Walt, mantan bangsawan dan putra tertua seorang Earl—mengambil alih tugas kelompok petualang, aku mengerti bagaimana rasanya memikul beban yang cukup berat. Sebelumnya, aku adalah bocah manja yang tidak peduli apapun, menjalani kehidupan yang sangat terisolasi di kediaman milik keluargaku—setidaknya begitulah kebanyakan orang menggambarkanku, jika kalian bertanya.
Namun, semua itu berubah ketika adik perempuanku, Ceres, mengalahkanku dalam pertarungan dan mengusirku dari Keluarga Walt. Sekarang aku adalah seorang petualang, pemimpin kelompokku, dan—menurutku, setidaknya—seseorang yang sedikit banyak tahu tentang betapa beratnya tanggung jawab. Keputusanku adalah memindahkan markas kelompokku dari Kota Darion ke Kota Akademik Aramthurst, tugas yang akan segera kami selesaikan secara resmi. Kota Darion merupakan tempat yang cukup nyaman bagi sekelompok petualang pemula, namun Kota Akademik Aramthurst adalah tempat orang-orang berkumpul untuk belajar dan memperoleh keterampilan baru.
Aku melirik ke sekeliling jalan Kota Akademik Aramthurst saat aku berjalan dengan susah payah, tiga anggota kelompokku yang lain di sampingku. Kota itu benar-benar aneh, dengan banyak bangunan yang dibangun dengan cara yang hanya bisa disebut eksentrik. Bangunan-bangunan itu juga tampak bangga dengan arsitekturnya yang aneh, masing-masing menjulang tinggi di atas kepala kami, seolah-olah menembus langit dalam sebuah kompetisi untuk melihat siapa di antara mereka yang bisa tumbuh paling tinggi.
Bayangan panjang dari bangunan-bangunan aneh ini adalah satu-satunya yang melindungi kami dari terik matahari, namun meskipun teduh, aku bisa melihat kilau keringat yang menetes di kening semua gadis. Meskipun demikian, kami berusaha sebaik mungkin untuk menghindari melangkah ke bagian mana pun dari jalan setapak berlapis batu bata yang terkena sinar matahari saat kami berjalan.
Tunggu dulu.
Pikirku, menatap batu bata di bawah kakiku.
Bukankah jalan setapak itu terbuat dari batu beberapa saat yang lalu....?
"Tempat ini sama sekali tidak konsisten."
Kataku sambil mendengus sambil merapikan rambut biruku dengan satu tangan. Aku bisa merasakan keringatku sendiri yang basah di bawah jari-jariku.
Panasnya sangat menyengat sehingga aku melepas jaketku dan menyelipkannya di bawah satu lengan, yang memperlihatkan liontin perak yang menjuntai di atas kaus dalamku—warisan dari Keluarga Walt. Batu permata biru berkilauan tertanam di bagian tengahnya.
"Ketika aku melihat tempat ini dari luar, tempat ini tampak seperti kotak mainan anak laki-laki bagiku."
Kata gadis berambut merah yang berjalan beberapa langkah di belakangku. Namanya Aria Lockwood, dan saat itu dia memiliki aura yang sangat energik.
"Kota ini juga terasa seperti itu di dalamnya."
Aku mengangguk setuju.
Yah, setiap bangunan memiliki.... keunikannya sendiri, kurasa. Ketidaksesuaian itu benar-benar memberikan kesan seperti kotak mainan yang berantakan.
Mata berwarna ungu Aria beralih ke anggota kelompok kami yang lain—Sophia Laurie. Sophia mengenakan jubah hitam dan membawa kapak perang di punggungnya yang telah diwariskan turun-temurun di keluarganya. Keringat membasahi wajahnya, dan dia harus terus mengangkat tangan untuk menyibakkan rambut hitam panjangnya dan menyekanya berulang kali.
"Bahkan menatapmu membuatku merasa lebih panas."
Kata Aria, menatap gadis lainnya dengan tatapan lelah.
"Kenapa kau tidak melepas jubah itu saja?"
"Aku menjaga harga diriku sambil mencegah kulitku terbakar."
Sophia menyatakan, menatap Aria dengan tatapan tegas dengan matanya yang hitam pekat dan mengintimidasi.
"Apa yang aku kenakan di balik jubah ini sangat mirip dengan apa yang kau kenakan sekarang, Aria. Aku... tidak akan pernah bisa berjalan seperti itu di depan umum."
Sophia-san terlalu bersungguh-sungguh untuk menjadi seorang petualang.
Pikirku. Aku menghela napas dalam hatiku.
Mungkin bagian dari kepribadiannya itu karena pengaruh dari keluarga ksatria bawahan tempat dia berasal.
Dari apa yang Sophia katakan, sepertinya dia memakai pakaian yang dibuat untuk mobilitas di balik jubahnya, namun dia sangat menentang untuk melepaskan pakaian luarnya dan memperlihatkan lebih banyak kulitnya. Aku melihat Sophia mengamati Aria dari ujung kepala sampai ujung kaki, wajahnya memerah karena malu melihat bagaimana pakaian Aria menonjolkan lekuk tubuhnya. Sebaliknya, Aria tampak sama sekali tidak terganggu dengan apa yang dipakainya.
Hmm....
Pikirku dalam hati.
Aria-san juga berasal dari keluarga bangsawan—setidaknya keluarga baron. Itu berarti dia memiliki pangkat yang lebih tinggi daripada Sophia-san. Jadi, jika kesungguhan Sophia-san itu bukan karena pangkat keluarganya.... dari mana sebenarnya itu berasal?
Saat aku teralihkan oleh pikiran-pikiran ini, Sophia melingkarkan lengannya di tubuhnya, seolah-olah untuk menutupi dadanya. Gerakan itu memaksa Aria untuk melirik dadanya sendiri, yang...
Aku mungkin tidak berani membuat perbandingan seperti itu, tapi.... miliknya, uh, jauh lebih kecil dari Sophia-san....
"Apa yang dilakukan kedua gadis idiot itu?"
Bentak suara laki-laki yang dingin.
"Dan Lyle, jangan melihatnya. Novem tidak akan terlihat terlalu senang dengan itu."
Aku meringis saat mendengar komentar itu. Untungnya, suara itu berasal dari dalam Jewel biru yang melingkari leherku, dan bukan dari seorang pejalan kaki acak yang memutuskan untuk mengolok-olokku. Jewel itu menyimpan Art dari semua anggota keluargaku yang pernah mereka gunakan di masa lalu, dan memberiku kemampuan untuk berbicara dengan ingatan para leluhurku yang bereinkarnasi. Mereka dapat berbicara langsung ke dalam pikiranku, seperti kepala keluarga kedua—seorang pemburu yang memimpin Keluarga Walt di masa-masa awalnya—yang baru saja berbicara itu. Bukan berarti salah satu Kepala Keluarga Walt di masa lalu bisa disebut sebagai orang yang berbudi luhur....
"Apa kau menyukai dada perempuan, Lyle?"
Tanya kepala keluarga ketiga yang berambut pirang dan tampak agak halus. Dia tampaknya sedang mencoba menambah panasnya suasana.
"Secara pribadi, aku lebih suka bagian belakang. Tetap saja, aku tidak akan membiarkan diriku menatap kedua bagian itu dengan saksama seperti yang kau lakukan sekarang. Itu cukup tidak sopan, kau tahu."
Aku tersipu malu dan mengalihkan pandangan. Semua Kepala Keluarga Walt memiliki kualitas yang luar biasa dan telah mencapai hal-hal hebat dalam hidup. Namun, mungkin karena aku adalah keturunan langsung mereka.... mereka menyerangku secara verbal tanpa ampun.
Kepala keluarga keempat, seorang laki-laki berkacamata yang tampak metodis, menghela napasnya dengan jengkel.
"Betapa tidak sopannya itu. Sungguh, Lyle, kau seharusnya memikirkan bagaimana perasaan para perempuan."
{ TLN : Metodis itu memiliki penampilan yang cermat, teratur, atau sistematis. }
Aku tidak pernah benar-benar memiliki kesempatan untuk mencoba dan mempelajari perasaan perempuan, apalagi perasaan orang lain....
Pikirku dengan canggung.
Aku telah dikurung begitu lama sehingga aku kesulitan berinteraksi dengan siapapun, titik. Ada juga fakta bahwa, untuk beberapa alasan aneh, aku tidak dapat mengingat apapun yang telah terjadi sebelum aku berusia sepuluh tahun. Semua itu jelas merupakan bagian dari masalahnya. Dulu aku pernah mendengar bahwa aku ini periang, sopan, dan bijaksana.
Pada dasarnya, aku benar-benar berbeda dari diriku yang dulu....
Pikiran-pikiran ini dipotong oleh kepala keluarga kelima, yang tampaknya telah memutuskan untuk menargetkan kepala keluarga keempat daripada aku.
"Itu tidak terdengar seperti kata-kata seseorang yang bahkan tidak bisa membalas istrinya." Kata kepala keluarga keempat dengan sinis.
Alisku terangkat saat ketegangan yang nyata menyebar ke seluruh Jewel. Jarang bagi kepala keluarga kelima untuk berbicara sama sekali, apalagi terdengar sangat tidak seperti biasanya. Tampaknya komentar ayahnya telah membuatnya jengkel. Masing-masing leluhurku memiliki semua kenangan yang telah mereka buat dalam hidup mereka, yang berarti bahwa hubungan yang mereka miliki satu sama lain tetap sama seperti saat itu. Singkatnya, ini berarti bahwa pertikaian keluarga yang dulunya sudah ada sekarang hidup kembali di masa sekarang.
Kepala keluarga keenam tertawa terbahak-bahak, tampaknya tidak terganggu oleh ketegangan di udara. Dia adalah seorang laki-laki besar dengan rambut acak-acakan dan janggut liar, dan memiliki tubuh yang lebih besar daripada para leluhurku yang saat ini tinggal di Jewel. Meskipun kesan yang ditinggalkannya cukup mencolok, dia lebih baik padaku daripada kebanyakan yang lain, dan aku mulai menganggapnya sebagai kakak laki-lakiku.
"Lyle itu seorang laki-laki."
Kata kepala keluarga keenam, tertawa terbahak-bahak lagi.
"Wajar saja jika dia mengembangkan minat pada hal-hal semacam itu. Ya, dulu ketika aku masih muda...."
Aku mengalihkan perhatianku, menolak untuk mendengarkan lebih banyak kata-katanya. Aku merasa malu hanya mendengarkan ocehan mereka semua! Rasanya seperti mendengarkan semua kerabat kalian mengolok-olok kalian selama kumpul keluarga. Akhirnya, kepala keluarga ketujuh—yang juga kakekku—memutuskan untuk turun tangan. Dia adalah seorang laki-laki dengan rambut disisir ke belakang dan wajah tegas yang membawa dirinya dengan aura khas seorang bangsawan. Meskipun mungkin dia hanya tampak begitu beradab dibandingkan dengan yang lain....
"Kita mungkin juga bisa menerimanya dari seseorang yang bermain-main sepanjang hidupnya." Katanya dengan dingin, membuat kepala keluarga keenam melotot.
Yah, sepertinya ini hanya hari biasanya di dalam Jewel.
Pikirku, mengerang dalam hati.
Para leluhurku membuat ancaman umum dari diri mereka sendiri seperti biasa, bertengkar dan menyebabkan Jewel itu menyedot mana-ku.
Baik atau buruk, tidak seorang pun selain aku yang bisa mendengar percakapan mereka—baik rekan-rekanku, maupun orang-orang yang lewat. Yang berarti bahwa aku harus menahan diri untuk tidak membalas dengan ceroboh pertikaian mereka, atau aku akan berakhir dianggap sebagai orang yang mencurigakan yang suka berbicara sendiri.
Aku menghela napas dalam hatiku.
Dunia ini sangat tidak adil.
Aku merasakan sesuatu di antara tulang belikatku, dan berbalik untuk menemukan sepasang mata kecubung terkunci padaku. Kewaspadaanku langsung meningkat, rasa takut melonjak melalui diriku.
Apa dia.... akan menghukumku karena melihat dada mereka...?
Aku bertanya-tanya, sambil menatap penyihir dari kelompok kami dengan waspada. Rambutnya yang berkilau dan berwarna rubah diikat menjadi ekor kuda di satu sisi kepalanya, dan dia mengenakan jubah biru tua. Tongkat perak tergenggam di antara kedua tangannya.
"A-Ada apa, Novem?"
Tanyaku dengan takut-takut.
"Bukan apa-apa."
Kata Novem dengan tenang.
"Aku baru menyadari bahwa kamu tampak lelah beberapa saat ini."
Aku sedikit rileks, menghela napas lega. Novem Fuchs adalah mantan tunanganku, sekaligus putri kedua seorang baron dari Keluarga Fuchs. Keluarganya telah lama mengabdi pada Keluarga Walt, yang mungkin menjadi salah satu alasan mengapa dia mengejarku bahkan setelah aku diusir dari rumahku.
Aku tidak akan pernah sampai sejauh ini tanpa Novem.
Pikirku dalam hatiku.
Aku yakin akan hal itu.
Aku begitu yakin akan hal itu, bahkan aku hampir tidak bisa menatap matanya. Novem telah mengurusku dengan sangat baik selama ini, dan dia sangat cantik, dan luar biasa dalam hal sihir... dia hampir sempurna dalam segala hal—yah, mungkin itu tidak sepenuhnya benar, namun dia tetap sangat bisa diandalkan.
"Omong-omong, Lyle-sama." Lanjut Novem.
"Apa kamu membawa semua dokumen yang diperlukan?"
Aku mengulurkan tanganku ke bahuku, dengan cepat mengeluarkan dokumen dan segenggam kartu perak.
"Aku punya semuanya di sini."
Kataku, meyakinkannya, sedikit jengkel dengan pertanyaannya.
"Kamu tidak perlu khawatir."
Kartu perak itu disebut kartu Guild, dan dibuat berpasangan saat kalian bergabung dengan sebuah Guild. Satu akan dipegang oleh petualang, sementara yang satunya akan disimpan dalam kepemilikan Guild. Pada saat seorang petualang meninggal, sebuah garis horizontal akan digoreskan pada nama mereka di kartu pribadi yang mereka pegang dan yang disimpan di Guild, dengan mudah memberitahukan dunia tentang kematian mereka. Selain itu, entah mengapa, kartu Guild tidak diserap oleh dungeon, dan tidak dapat dicerna oleh monster jika tertelan.
Pandangan Novem melirik kertas-kertas di tanganku, lalu dia berkata dengan ringan,
"Maafkan aku, kalau begitu."
Novem menundukkan kepalanya sedikit ke arahku sebelum menghadap ke depan dan kembali melanjutkan perjalanannya.
"Jangan terlalu keras padanya."
Kepala keluarga kedua menegurku dari dalam Jewel.
"Dia hanya memastikan."
Tiba-tiba aku merasa sedikit tidak enak. Aku cukup berterima kasih atas dedikasi Novem, namun aku tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa sedikit kesal karena terus-menerus diingatkan tentang betapa tidak dapat diandalkannya aku.
"Menurutmu apa Si Lyle ini.... kalian tahu..."
Kata kepala keluarga ketiga dengan nada berbisik, anehnya terasa meyakinkan,
"Memasuki fase pemberontakannya?"
Apa hanya perasaanku saja.
Pikirku dengan kesal.
Atau apa ejekan mereka akhir-akhir ini agak menyebalkan? Dan semua perintah dari mereka juga.
"Hmm...."
Kepala keluarga keempat berpikir, tidak menyadari pikiranku.
"Mungkin itu sebabnya. Dia sudah mencapai usia itu..."
Aku memutar Jewel itu dengan cepat dengan ujung jariku, memberi isyarat kepada para leluhurku itu untuk diam.
***
"Tunggu, apa?" Tanyaku.
"Kami tidak bisa memasuki dungeon?"
Aku berdiri di depan meja resepsionis Guild Kota Akademik Aramthurst, setelah menyerahkan formulir yang diperlukan untuk mengonfirmasi pemindahan kelompok kami. Aku baru saja selesai mendengarkan pengarahan tentang informasi dasar yang aku perlukan untuk beroperasi sebagai seorang petualang di dalam kota, dan selama itu, aku mengetahui bahwa dungeon Kota Akademik Aramthurst yang terkenal—yang dikenal sangat menguntungkan bagi mereka yang memasuki kedalamannya—tidak dapat kami akses.
Resepsionis itu menatapku dengan tatapan datar melalui lensa bundar kacamatanya.
"Petualang tanpa kemampuan atau kredibilitas tidak dapat memasuki dungeon itu."
Ulang resepsionis itu dengan nada yang tenang.
"Itulah aturan di sini."
Aku menyipitkan mataku ke arahnya, mengamati tubuhnya yang ramping dan bagian atas kepalanya yang agak tandus. Orang itu tidak memiliki kesamaan dengan Hawkins, resepsionis kami di Kota Darion, yang memperlakukan kami dengan sangat hati-hati. Orang ini dengan terang-terangan menunjukkan bahwa dia meremehkan kami.
Sungguh menyebalkan.
Pikirku, meringis dalam hati.
Meskipun kami memiliki sedikit kelonggaran finansial, dan kami kebanyakan datang ke Kota Akademik Aramthurst untuk belajar, bukan untuk menaklukkan dungeon itu. Sejujurnya, tidak masalah kalau kami tidak bisa masuk ke sana, kecuali...
Aku membeku, sebuah kesadaran menghantamku.
Kecuali itu sama sekali tidak benar, kan?
"Apa ada yang bisa kami lakukan mengenai ini?"
Tanyaku, kembali fokus pada resepsionis.
"Apa sebenarnya yang harus kami lakukan untuk mendapatkan izin dari Guild untuk memasuki dungeon?"
"Kau bisa mendapatkan kredibilitas dengan memburu monster di luar kota dan menjual sejumlah Demonic Stone mereka ke Guild."
Jelas Resepsionis itu dengan sangat lambat.
"Tapi bahkan setelah kau berhasil melakukannya, jumlah anggota kelompokmu akan menjadi masalah. Apa kau serius berencana memasuki dungeon hanya dengan empat anggota kelompok? Itu jauh dari cukup banyak orang, bahkan jika perlengkapan kalian itu kelas atas."
Aku menundukkan kepalaku.
Maksudku, kami sudah sadar bahwa jumlah anggota kelompok kami termasuk jumlah yang lebih kecil untuk sebuah kelompok—itulah sebagian alasan kami datang ke Kota Akademik Aramthurst sejak awal. Kami selalu akan mencoba dan merekrut lebih banyak orang. Tapi tetap saja, dengan kondisi seperti ini...
"Itu artinya kami harus pergi dan memburu monster di bawah terik matahari seperti ini...." Kataku kepada resepsionis itu.
"Bukankah itu pekerjaan seorang petualang?"
Tanya resepsionis itu dengan nada dingin.
"Tolong, cepatlah dan hadapi kenyataanmu dan pergi kumpulkan beberapa Demonic Stone untuk kami. Astaga, bukankah kita sudah punya cukup banyak hal yang harus dihadapi, harus berjuang melewati masa-masa seperti musim panas dan musim dingin ketika hasil Demonic Stone itu menurun? Tolong, jangan memperburuk masalah ini."
Mata resepsionis itu menatapku tajam, seolah-olah dia berkata dalam hati,
"Kita sudah selesai di sini, sekarang pergilah!"
Astaga.
Pikirku, mengerti maksudnya dan berjalan pergi.
Orang itu benar-benar tidak menyukai petualang. Dia benar-benar membuatku menggigil.
Namun sambutannya yang dingin bukanlah masalah yang paling utama dalam pikiranku.
Akan menjadi ujian yang berat untuk melawan monster di puncak musim panas, dengan panas seperti ini yang menimpa kami.
Bahuku terkulai saat aku memikirkan situasi kami.
Kami harus berkeliaran di sekitar dataran untuk mencari monster sambil membawa perbekalan berat, sambil entah bagaimana berhasil mempertahankan cukup energi untuk bertarung.
Aku mencoba membayangkannya di kepalaku.
Yah, sebagai permulaan, kami perlu lebih banyak istirahat dari biasanya, kalau tidak kami akan pingsan. Kami akan menghabiskan lebih banyak stamina dari biasanya, dan....
Aku menghela napasku.
Dan meskipun itu tergantung pada jenis monster di luar sana, aku ragu ini akan menguntungkan kami.
Saat aku memikirkan informasi yang menyedihkan ini, aku berjalan melintasi lantai Guild Kota Akademik Aramthurst dan kembali ke tempat rekan-rekanku berdiri. Guild kota itu terletak di sebuah bangunan dua lantai yang relatif kecil, lantai pertama menampung area penerimaan tamu dan lobi serta beberapa papan pengumuman yang ditempeli berbagai macam pekerjaan. Saat aku menjelaskan situasinya kepada mereka, ekspresi Novem menjadi suram.
"Itu memang meresahkan." Kata Novem.
"Aku belum pernah mendengar bahwa Kota Akademik Aramthurst memiliki aturan seperti itu sebelumnya."
Aria dan Sophia sama-sama memiliki ekspresi bingung di wajah mereka, tampaknya mereka belum benar-benar memahami masalahnya.
"Tapi.... bukankah kita mendapatkan banyak uang di Kota Darion?"
Tanya Aria sambil memiringkan kepalanya.
"Kita akan baik-baik saja untuk sementara waktu, bukan?"
Aria tidak salah tentang itu—kami telah berpartisipasi dalam penaklukan dungeon sebelum kami meninggalkan Kota Darion, dan kami telah memperoleh keuntungan yang cukup besar dalam prosesnya. Namun.... itu tidak akan cukup.
"Uang itu mungkin telah membantu kita bertahan hidup di Kota Darion, tapi kita harus menghitung ulang berdasarkan biaya hidup di sini, di Kota Akadmeik Aramthurst."
Kata Novem, menjelaskan itu.
"Menginap di penginapan yang memiliki reputasi baik akan menghabiskan banyak biaya, dan mempelajari keterampilan baru yang kita cari di sini tidak akan gratis."
"Ya, aku tahu."
Kata Sophia sambil mengangguk setuju.
"Tapi aku tetap berpikir kita tidak perlu membuat keributan seperti itu untuk mendapatkan pekerjaan."
Kepala keluarga kedua mengeluarkan geraman dari dalam Jewel. Aku meringis—entah mengapa, dia cenderung bersikap lebih keras saat berbicara tentang Aria dan Sophia.
"Apa gadis ini benar-benar tidak mengerti bahwa kalian tidak cukup kaya untuk sekadar belajar tanpa bekerja?" Tanya kepala keluarga kedua sambil mengejek.
"Ditambah lagi, jika kalian terlalu banyak mengambil cuti, kalian akan kehilangan keunggulan. Maksudku, gadis ini tidak berpikir kalian akan bermain-main di Kota Akademik Aramthurst selamanya, kan?"
Meskipun perkataannya itu kasar, aku tahu kepala keluarga kedua itu tidak salah. Ada banyak alasan mengapa kami harus bekerja selama kami tinggal di kota ini. Sebagai permulaan, kami bermaksud mencari rekan baru saat kami berada di Kota Akademik Aramthurst, yang berarti kami akan lebih baik jika sering mengunjungi Guild agar kami dapat mengumpulkan informasi. Selain itu, seperti yang dikatakan kepala keluarga kedua, kami tidak boleh mengabdikan diri sepenuhnya pada belajar sesuatu di kota ini, agar kami tidak menumpulkan indra pertempuran kami.
Selain itu, meskipun saat ini kami hanya memiliki empat anggota, jika kami berhasil, jumlah itu akan bertambah menjadi lima atau enam. Begitu kelompok kami berkembang, kami harus mencari cara untuk membayar makanan dan penginapan semua orang. Biaya akan bertambah dengan cepat. Memelihara peralatan semua orang juga membutuhkan biaya. Meskipun kami tidak menggunakannya secara teratur, tetap penting bagi kami untuk menjaganya dalam kondisi baik.
Dalam kasusku, aku harus memperhatikan pedangku. Aku tidak bisa begitu saja mengesampingkannya karena aku tidak menggunakannya untuk memotong apapun. Aturan yang sama berlaku untuk semua orang; mereka harus memperlakukan peralatan mereka dengan hormat dan menjaga barang-barang mereka setiap hari. Bagaimanapun juga, peralatan kami adalah barang yang kami percayakan hidup kami setiap kali kami pergi ke medan pertempuran.
"Baik itu pengetahuan atau teknik, semakin dibutuhkan, semakin banyak waktu dan uang yang harus dikeluarkan untuk mendapatkannya."
Kata Novem, menjelaskan itu.
"Kita perlu bekerja pada tingkat yang cukup... tapi pergi ke luar kota akan menjadi masalah."
Jelas Novem sudah sepenuhnya memahami kesulitan yang akan kami hadapi, dan aku bisa melihat Sophia perlahan mulai memahaminya juga.
"Kalau dipikir-pikir."
Kata Sophia, wajahnya menegang.
"Akan sulit bagi kita untuk bekerja mengingat musim ini. Cuaca akan semakin panas dari sini, dan jika kita pergi ke luar kota...."
Aku mengangguk. Dungeon itu mungkin penuh dengan bahaya, namun setidaknya kami tidak perlu khawatir tentang panas cuaca yang ada saat berada di dalamnya. Banyak dungeon yang menyesuaikan lingkungannya agar nyaman bagi manusia, dalam upaya untuk menarik mereka agar tetap berada di dalam sana dan menjelajah lebih dalam ke kedalamannya. Dari apa yang kudengar, dungeon Kota Akademik Aramthurst termasuk dalam kategori ini. Akan lebih mudah bagi kami untuk mendapatkan uang di dungeon itu juga. Kami akan dapat mengandalkan sejumlah monster yang terkurung dalam dungeon yang terbatas, yang jauh lebih efisien daripada harus keluar kota dan berkeliaran mencari para monster.
Jika kami dapat memasuki dungeon itu sekali atau dua kali sebulan, itu akan menyelesaikan semua kesulitan keuangan kami, tapi...
Pikirku, menghela napasku dalam hati.
"Aku tidak berpikir kita memerlukan izin dari Guild untuk memasuki dungeon. Sepertinya kriteria ketat mereka akan menjadi masalah yang nyata."
Kenyataannya, kami tidak hanya kekurangan jumlah anggota kelompok yang diperlukan untuk memasuki dungeon, namun juga kredibilitas yang kami butuhkan untuk meyakinkan Guild agar memberi kami persetujuan mereka.
Aria mengerutkan keningnya, akhirnya memahami situasi kami.
"Kota Akademik Aramthurst benar-benar menyebalkan." Katanya dengan pelan.
Ya, aku setuju.
Pikirku, dengan jengkel.
Tapi, seriusan, apa yang akan kami lakukan...?
Kami semua berdiri diam di sana, bertanya-tanya apa kami telah memilih kota yang salah, ketika suara keributan mencapai telinga kami. Mataku beralih ke arah suara itu, dengan cepat tertuju pada sekelompok petualang.
Kepala keluarga ketiga bersiul panjang.
"Menurutku, mereka tampak seperti segerombolan putra bangsawan." Katanya dengan acuh tak acuh.
"Mungkin mereka menyewa beberapa petualang untuk bergabung dengan mereka sehingga mereka bisa memasuki dungeon? Mereka jelas sedang berdebat tentang sesuatu."
"Lyle, pergilah sekarang juga."
Kata kepala keluarga ketujuh, suaranya penuh dengan penghinaan dan ketidakpedulian.
"Jangan ikut campur."
Namun, aku tidak langsung bergerak, meskipun dia sudah memperingatkanku. Aku teralihkan oleh aura bahaya yang jelas-jelas melayang di udara. Dari apa yang bisa kulihat, sekelompok pemuda yang tampak sombong itu tampaknya sedang berbicara pada seorang gadis. Tidak seorang pun yang berdiri di sekitar tampaknya memiliki niat untuk ikut campur, dan staf Guild yang keluar dari balik meja resepsionis tampaknya memihak para pemuda itu.
Itu agak membuatku muak, sejujurnya.
Pikirku, tidak dapat mengalihkan pandangan. Aku bisa melihat wajah Sophia dari sudut mataku, ekspresinya makin jelek dengan setiap kata yang keluar dari mulut para laki-laki itu. Mendengarkan keluhan mereka yang diutarakan dengan lantang, aku bisa mengerti alasannya.
"Pendukung yang menyedihkan sepertimu seharusnya bersyukur masih dibayar."
Salah satu pemuda mencibir.
"Kami mempertaruhkan nyawa kami untuk melindungimu, tahu!"
Aku menatap pemuda itu, dan begitu aku berhasil mengabaikan sikapnya yang sombong, aku melihat dia mengenakan satu set peralatan yang jelas-jelas sangat mahal. Jumlah ornamen yang luar biasa itulah yang membuatnya jelas—selain fakta bahwa itu benar-benar berlebihan, tidak mungkin semua itu diperlukan untuk pertempuran. Gadis yang diteriaki pemuda itu juga mengenakan armor yang cukup unik untuk seorang petualang—sebagian besar pakaiannya terbuat dari kain dan kulit, yang jelas dirancang untuk mobilitas, sementara salah satu lengannya dilapisi logam dari bahu hingga ujung jarinya. Seolah-olah gadis itu hanya mengenakan bagian lengan dari armornya. Di samping itu, gadis itu tampak cukup kecil dan lembut di mataku, namun tas di punggungnya—yang tampaknya dia bawa seolah-olah tidak ada apa-apanya—cukup besar sehingga kupikir dia mungkin bisa masuk ke dalamnya dengan mudah. Gadis itu memasukkan tangannya ke dalam tali tas, dan, sejauh yang bisa kulihat, tidak membawa senjata apapun.
"Aku sudah melakukan pekerjaanku sebagai seorang pendukung."
Kata gadis itu dengan nada acuh tak acuh, matanya yang berwarna merah setengah terbuka dan tampak hampir mengantuk di balik lensa kacamatanya.
"Setelah dikurangi biaya-biaya yang diperlukan, jumlah yang aku terima sangat rendah. Aku harus memintamu membayarku sejumlah yang tercantum dalam kontrak."
Desakan gadis itu membuat pemuda sombong yang telah berteriak padanya terdiam dengan kesal. Pemuda itu melotot ke arah bagian atas kepala gadis itu, yang ditutupi dengan rambut berwarna biru lavender yang dipotong kasar dan tidak terawat.
"H-Hei, kau!"
Teriak resepsionis Guild, yang akhirnya turun tangan untuk menghentikan pertengkaran mereka.
"Kau itu sangat tidak sopan! Kau sudah diberi kesempatan untuk bekerja dengan seorang bangsawan! Kau seharusnya menganggapnya sebagai kesempatanmu untuk mendapatkan pengakuan dan—"
"Guild secara praktis memaksaku untuk menerima permintaan ini."
Kata gadis itu dengan tegas, tidak bergeming sedikit pun. Sesuatu memberitahuku bahwa gadis itu tidak bisa.
"Ini adalah ketiga kalinya hal ini terjadi. Kau harus menyadari bahwa aku harus mencari nafkah."
Kali ini, resepsionis itulah yang kesal dengan nada bicaranya. Kepala keluarga keenam tertawa dari dalam Jewel.
"Gadis itu benar-benar tahu bagaimana berbicara dengan baik, untuk seseorang yang begitu kecil." Katanya dengan sedikit kekaguman.
"Tetap saja, semua yang gadis itu lakukan dengan bersikap seperti itu hanya membuat dirinya sendiri menjadi musuh. Sepertinya dia salah satu dari orang-orang yang terlalu terus terang untuk bergaul dengan baik di masyarakat."
"Dari apa yang baru saja kudengar, gadis itu benar." Gerutu Sophia.
"Jadi mengapa jadi seperti ini...?"
Sebelum aku bisa menjawab, pemuda sombong itu menghunus pedangnya dari sarung di pinggulnya dan mengarahkan ujungnya langsung ke gadis itu.
"Tidak bisakah kau melakukan apa yang diperintahkan?!" Tuntutnya.
Gadis itu hanya berkedut sebagai tanggapan, matanya yang mengantuk sedikit melebar. Gadis itu tidak berusaha untuk bergerak lebih dekat ke tempat yang aman. Senyum sinis terpasang di wajah petualang laki-laki itu.
"Aku menggunakanmu karena kudengar kau agak terkenal, dan beginilah caramu memperlakukanku? Bocah berlengan satu sepertimu seharusnya puas dengan apa yang kau dapatkan!"
Berlengan satu...?
Aku bertanya-tanya, penasaran. Aku mengaktifkan Art kepala keluarga kedua, menggunakannya untuk memeriksa lengan kirinya yang terbungkus armor.