Epilogue

 

Begitu Lyle dan Novem mulai berpelukan, para leluhur Lyle itu menutup pandangan mereka terhadap dunia luar.

 

"Ah, kepolosan masa muda."

Kata kepala keluarga ketiga, sarkastik seperti biasa.

 

"Orang ternoda sepertiku tidak bisa tidak cemburu, melihat sesuatu seperti itu."

 

"Mengesampingkan itu."

Kata kepala keluarga keempat, mengusap perutnya seolah-olah sedang menyakitkannya.

 

"Sepertinya Lyle telah menerima gadis merepotkan lainnya. Dia harus menghadapi lebih dari sekadar bagian dramanya."

 

"Tapi itu bukan masalah besar, bukan?"

Tanya kepala keluarga keenam, tertawa.

 

"Miranda itu gadis baik."

 

Frasa ini memancing reaksi negatif langsung dari kepala keluarga kelima dan ketujuh.

 

"'Gadis baik,' katamu?"

Tanya kepala keluarga kelima, nadanya curiga.

 

"Jadi, gadis itu salah satunya. Ah, Lyle, aku jadi kasihan padamu."

 

"Seriusan, ayah."

Sela kepala keluarga ketujuh.

 

"Yang disebut 'gadis baik' yang selalu kau bicarakan umumnya memiliki beberapa masalah yang sangat merepotkan. Ambil contohnya yaitu ibu."

 

"Tidak perlu membicarakannya seperti itu."

Kata kepala keluarga keenam, tidak setuju.

 

"Gadis seperti itu hanya mencintai sedikit lebih intens daripada gadis yang lain, hanya itu saja. Bukan berarti mereka bukan gadis baik."

 

Kepala keluarga kelima melotot ke arah putranya.

"Menurutmu, berapa banyak masalah yang harus kulalui berkat gadis-gadis baikmu itu?" Tanyanya.

 

"Mereka selalu datang kepadaku dengan segala macam keluhan tentangmu, dan setiap kali aku mendengar mereka dan mencoba menenangkan mereka, hal berikutnya yang kutahu adalah istri-istriku akan mengeluh kepadaku tentang hal itu. Menurutmu, bagaimana perasaanku, terjebak dalam lingkaran keluhan yang tak berujung itu?"

 

Tatapan kepala keluarga ketujuh menjadi dingin. Dia tidak tampak lebih terkesan dengan kepala keluarga keenam daripada kakeknya.

"Kedengarannya sangat meyakinkan darimu, ayah." Ejeknya.

 

"Ah, ya—mereka gadis baik yang harus kau pergunakan untuk menjauhkanmu dari mereka. Aku merasa sangat tercerahkan."

 

"Hah? Ada apa ini?"

Tanya kepala keluarga ketiga, terdengar geli.

 

"Apa istri-istri kepala keluarga keenam benar-benar seburuk itu? Setidaknya mereka semua telah memenuhi syarat, kan?"

 

"Tentu saja mereka memenuhi syarat!"

Teriak kepala keluarga keenam.

 

"Tidak peduli seberapa banyak kau memahami syarat-syarat itu, kau tidak akan pernah bisa menemukan istri yang sebanding denganku!"

 

"Itu benar."

Kata kepala keluarga kelima, tatapannya terlihat lelah.

 

"Jika kau hanya memilih satu dari mereka. Jika kau melakukan itu, siapapun yang kau pilih kemungkinan besar akan sangat luar biasa, dan kau akan hidup bahagia selamanya. Namun sebaliknya, kau memilih untuk menikahi tiga perempuan, yang masing-masing sangat mencintaimu seperti yang terakhir. Aku masih tidak mengerti apa gunanya semua itu. Bahkan jika kau menginginkan banyak kekasih, atau memiliki simpanan, kau selalu memilih saat terburuk untuk mendatangkan mereka."

 

Terdengar suara keras saat kepala keluarga keenam memukulkan kedua tangannya dengan marah ke meja.

"Kau sendiri punya lima istri! Dan itulah yang menurun padaku, jadi begitulah yang kupikirkan, sialan! Aku baru tahu seperti apa pernikahan yang sebenarnya setelah kejadian itu!"

 

Para kepala keluarga menerima informasi ini, lalu semua menatap kepala keluarga kelima dengan tatapan mengutuk.

 

"Omong kosong."

Kata kepala keluarga kelima dengan datar.

 

"Sudah kubilang satu sudah cukup, dan tidak masalah berapa banyak istri yang kau miliki asalkan kau punya anak yang bisa mewarisi gelar. Dan, tunggu sebentar—kau menikah karena cinta! Tapi kau masih membawa perempuan lain ke rumah, dan dalam waktu singkat! Sejujurnya aku bahkan tidak tahu harus berpikir apa tentang itu."

 

Jarang bagi bangsawan seperti Keluarga Walt untuk mendapatkan kesempatan mengabaikan status dan politik untuk menikah karena cinta, namun kepala keluarga keenam tampaknya telah melakukan hal itu. Namun, jika apa yang dikatakan ayah dan putranya itu benar, dia telah mendekati orang lain tidak lama setelah dia menikahi kekasih aslinya. Semua kepala keluarga itu bersandar di kursi mereka, memberi jarak antara mereka dan kepala keluarga keenam.

 

"Bukan berarti kepala keluarga kelima bebas mengatakan itu."

Kata kepala keluarga ketujuh sambil berdeham.

 

"Tetap saja, kepala keluarga keenam ini ahli dalam menemukan perempuan yang bermasalah, dan dia bilang Miranda adalah gadis baik. Aku yakin, Miranda itu pasti akan sangat merepotkan."

 

"Apa seburuk itu?"

Tanya kepala keluarga keempat.

 

"Oh, bukan Miranda—aku tahu dia bermasalah. Maksudku, kepala keluarga keenam memang ahli dalam menemukan gadis baik."

 

Kepala keluarga ketujuh mengangguk. Tak seorang pun di ruangan itu meragukannya sedetik pun.

 

"Meskipun ada banyak ketidakpastian di dunia ini."

Kata kepala keluarga ketujuh.

 

"Pandangan ayah yang buruk terhadap perempuan adalah satu hal yang selalu tepat sasaran. Tentu saja, ke arah yang berlawanan dengan apa yang ingin dia maksud."

 

Semua kepala keluarga memahami hal ini. Jika mereka mempercayai kata-kata kepala keluarga ketujuh, itu berarti mereka pasti punya masalah.

 

"Sekarang dengar ini!"

Seru kepala keluarga keenam, matanya menyipit.

 

"Kau bisa mengatakan itu semaumu, tapi ketika kau membawa Zenoah pulang, aku bilang dia juga gadis baik, bukan? Dan kau tetap menikahinya!"

 

Zenoah adalah istri kepala keluarga ketujuh, sekaligus perempuan yang mewarisi darah garis keturunan Kerajaan Centrus yang jatuh. Tidak disangka Zenoah juga salah satu "Gadis Baik" yang dimaksud oleh kepala keluarga keenam....

 

"Kau benar."

Kata kepala keluarga ketujuh.

 

"Tapi itulah mengapa aku menikahinya dan hanya dia. Aku tahu aku bisa memercayai wawasanmu. Tanpa ada yang bisa menandinginya, dia benar-benar perempuan baik. Jadi, aku harus berterima kasih atas pernikahanku yang bahagia."

Kepala keluarga ketujuh menyeringai pada ayahnya, penuh kemenangan. Kepala keluarga keenam tidak menjawab, namun tinjunya bergetar karena marah saat dia melihat putranya menertawakannya.

 

"Aku ingin mengganti topik, jika kalian tidak keberatan."

Kata kepala keluarga kedua tiba-tiba.

 

"Menurut kalian, apa yang membuat Novem minta maaf?"

 

Mata mereka semua tertuju padanya. Ini adalah pertama kalinya dia berbicara sejak percakapan dimulai, yang semakin penting karena betapa kontroversialnya percakapan itu.

 

"Aku bertanya-tanya kapan kau akhirnya akan berbicara."

Kata kepala keluarga keempat, sambil menggelengkan kepalanya.

 

"Kupikir dia minta maaf karena mencium Lyle, atau karena memeluknya setelah itu. Bukan begitu?"

 

"Hmm...."

Kata kepala keluarga kedua penasaran, memiringkan kepalanya ke samping,

 

"Kurasa begitu. Jika kalian melihat situasi dari sudut pandang orang luar, itu masuk akal. Tapi...."

Kepala keluarga kedua terdiam, berusaha keras untuk mengutarakan maksudnya.

 

Kepala keluarga ketiga tampaknya telah memutuskan untuk membantunya, karena dia menimpali,

"Apa ada yang mengganggumu?"

 

"Hanya saja, Novem biasanya tidak mengatakan, 'maafkan aku', bukan? Dia lebih seperti orang yang mengatakan, 'aku minta maaf'."

 

Kepala keluarga keempat menaikkan kacamatanya ke hidung, ekspresi serius terlihat di wajahnya.

"Aku tidak begitu yakin tentang itu." Katanya perlahan.

 

"Kurasa dia berkata 'Maafkan aku' itu saat Lyle juga mengalami Pertumbuhan pertamanya. Apa kalian, ingat? Dia juga menertawakan Lyle."

 

Kepala keluarga ketiga tertawa.

"Yah, si Lyle itu cukup menyenangkan untuk ditonton."

 

"Itu benar, tapi.... ada yang aneh."

Kata kepala keluarga kedua sambil merenung.

 

Keheningan pun terjadi, dan para leluhur itu terdiam beberapa saat.

 

Kemudian kepala keluarga kelima angkat bicara.

"Kita akhiri saja untuk saat ini." Katanya.

 

"Bukankah sudah waktunya kita berdiskusi tentang perilaku Lyle di dungeon? Apa pendapat kalian tentang itu?"

 

Kepala keluarga kedua menghela napasnya.

"Perilakunya itu tidak masuk akal."

 

Kepala keluarga ketiga tersenyum, namuna matanya muram.

"Dia benar-benar gagal." Katanya dengan tegas.

 

"Yah, dia memang berhasil menggunakan beberapa Art secara bersamaan."

Kata kepala keluarga keempat.

 

"Dia tampaknya sudah cukup terbiasa menangani Art-Art itu dengan efisien. Perlu bakat tertentu untuk bisa melakukan itu, kalian tahu. Cara dia bersikap terhadap rekan-rekannya mulai menjadi masalah."

 

"Bahkan jika kita mengabaikan keterlibatan Miranda dalam masalah ini."

Kata kepala keluarga kelima, sambil menutup mulutnya dengan tangannya.

 

"Lyle yang saat ini terlalu mengandalkan Art-nya. Jika dia akhirnya tersingkir karena dimulainya periode Pertumbuhan, atau tidak berdaya karena alasan lain, seluruh kelompoknya itu bisa dengan mudah dimusnahkan."

 

"Bukan bakat yang menjadi masalah."

Kata kepala keluarga keenam, sambil menggaruk kepalanya.

 

"Jika kita melihat masing-masing anggotanya, mereka sebenarnya cukup terampil."

 

Hal itu terbukti benar. Aria dan Sophia telah membuktikan diri mereka sebagai petarung garis depan yang sangat andal, dan juga memiliki Art. Dilihat dari pertarungannya dengan Lyle, Miranda juga lebih dari mampu, dan Novem adalah penyihir yang luar biasa. Dan kemudian ada Lyle sendiri, yang bisa menggunakan beberapa Art sekaligus, merapal mantra, dan bertarung dengan baik menggunakan pedang.

 

"Masalahnya adalah Lyle bisa mengisi sebagian besar peran sendirian."

Kata kepala keluarga ketujuh.

 

"Dia terlalu berbakat, yang membuat semua orang mengendurkan kewaspadaan mereka. Itu membuat mereka semua terpapar bahaya."

 

Mereka semua terdiam sejenak, berpikir. Perkataan kepala keluarga ketujuh itu benar—tingkat keterampilan Lyle yang luar biasa adalah inti masalahnya. Lyle telah diberi terlalu banyak kemampuan terlalu cepat, dan dia dan anggota kelompoknya menjadi terlalu bergantung pada penggunaan keterampilannya itu.

 

Bersandar di kursinya, kepala keluarga ketiga berkata,

"Tidak selalu buruk untuk bergantung pada Art, tapi itu bukan satu-satunya hal yang bisa dilakukan. Kembali ketika Pertumbuhan Lyle dimulai, seluruh kelompoknya berjuang untuk keluar dari dungeon. Fakta bahwa mereka tidak dapat beroperasi tanpa Lyle adalah masalah yang mencolok."

 

Dan itu bahkan bukan satu-satunya saat masalah khusus itu muncul. Begitu kelompok itu akhirnya kembali ke atas tanah, tak seorang pun dari mereka yang bergerak. Selama itu Lyle tidak bertugas, Clara tidak digaji, dan Guild tidak pernah mendapat laporan resmi tentang misi mereka.

 

Kepala keluarga kelima mengirim tatapannya ke kepala keluarga keempat. Mengambil isyarat itu, kepala keluarga keempat mengambil alih, melangkah ke peran mediator yang sudah dikenalnya.

"Yang ingin kudengar selanjutnya adalah apa yang menurut kalian semua harus kita lakukan." Katanya.

 

"Batasi dia menggunakan Art kita."

Kepala keluarga kedua segera menjawab.

 

"Kita harus menetapkan tujuan untuknya saat kita melakukannya."

Kepala keluarga ketiga menyela.

 

"Katakanlah.... lantai ketiga puluh dungeon Kota Akademik Aramthurst. Jika dia bisa mencapai titik itu tanpa menggunakan Art-nya, kurasa kita bisa menganggapnya sebagai keberhasilan."

 

Tatapan kepala keluarga kelima beralih ke pedang lebar perak besar yang melayang di tempat kosong di samping meja bundar.

 

"Kita harus membatasi penggunaan senjata itu juga."

Kata kepala keluarga kelima, menunjuk ke senjata yang ditinggalkan sang pendiri untuk Lyle.

 

"Jika dia bisa menggunakannya, jalannya akan menjadi terlalu mudah."

 

Kepala keluarga keenam mengusap dagunya, berpikir. Dia hampir tampak menikmatinya.

"Kurasa sebaiknya kita tidak menetapkan batas waktu." Putusnya.

 

"Ini akan sangat menarik. Aku penasaran untuk melihat metode apa yang akan digunakan Lyle untuk menyelesaikan tugas ini."

 

"Aku juga tidak sabar."

Kata kepala keluarga ketujuh, yang masih memiliki harapan besar untuk cucu kesayangannya.

 

"Ditambah lagi, aku ingin melihat apa Lyle mampu memahami mengapa kita membuat keputusan ini."

 

"Baiklah kalau begitu."

Kata kepala keluarga keempat, setuju.

 

"Mulai sekarang, Lyle dilarang menggunakan Art atau pedang lebar perak kita. Untuk menggunakannya lagi, dia harus berhasil menaklukkan lantai ketiga puluh dungeon Kota Akademik Aramthurst. Apa kalian sepakat?"

 

Mereka semua mengangguk setuju.

 

***

 

Keesokan paginya, aku mendapati diriku berjalan ke gudang yang berada di ujung halaman rumah Circry bersaudari, Boinga di sampingku. Dia telah menggangguku untuk melihat material-material yang telah kami kumpulkan dari boss lantai, dan gudang itu adalah tempat terbaik yang dapat kupikirkan untuk mengeluarkannya dari penyimpanan. Menurut Miranda, di sanalah mereka menyimpan peralatan yang tidak mereka gunakan, namun pada awalnya hanya ada sedikit peralatan di sekitar rumah itu. Oleh karena itu, bagian dalam gudang relatif luas dan bebas dari barang-barang lain, meskipun sangat berdebu karena jarang digunakan. Begitu kami berada di dalam, aku menggunakan Box untuk melepaskan rangka luar laba-laba kotak, serta tubuh monster silinder, yang masih utuh kecuali Demonic Stone yang telah kami dapatkan. Boinga melompat kegirangan saat melihatnya.

 

"Hebatnya!"

Katanya, matanya berbinar.

 

"Modelnya agak tua, tapi keduanya dalam kondisi yang sangat bagus!"

 

Aku memandang material-material itu dengan ragu. Sulit bagiku untuk melihat apa yang begitu hebat tentang itu, karena tidak dapat dijual dengan harga apapun.

 

"Apa mereka berharga?"

Tanyaku kepada automaton itu.

 

"Para pedagang menolak untuk membelinya."

 

Boinga menatapku dengan tatapan tidak percaya. Sementara itu, para leluhurku hanya setengah mendengarkan apa yang dia katakan. Mereka tampak tidak tertarik dengan material-material itu—yang sudah mereka putuskan tidak berharga—dan lebih fokus membahas Boinga sendiri.

 

"Aku benar-benar tidak mengerti selera para orang kuno itu."

Kata kepala keluarga kedua sambil menghela napas.

 

"Dia seharusnya menjadi pelayan, bukan? Jadi mengapa dia seperti ini? Kalian pasti berpikir para orang kuno itu akan memberinya sikap yang lebih seperti pelayan, atau setidaknya membuatnya lebih pendiam."

 

"Kamu lihat benda yang kamu sebut sebagai rangka luar?"

Tanya Boinga, menarik perhatianku kembali padanya.

 

"Itu sebenarnya disebut tank lapis baja, dan benda itu memungkinkanmu bergerak sambil dilindungi oleh armor yang berat. Armor itu sangat keras, kamu tahu. Armor itu benar-benar dapat memblokir sebagian besar serangan."

 

Aku bersenandung ragu, menatapnya.

"Jadi, berapa banyak kuda yang dibutuhkan untuk menariknya? Pedagang itu mengatakan material itu terlalu berat untuk... uh, apa namanya tadi?"

 

Aku menoleh ke Boinga, namun dia hanya menatapku, tampak sangat bingung.

 

"Kenapa kamu memerlukan kuda?" Tanyanya.

 

"Tunggu, tingkat teknologi di sini agak tidak menentu, ya? Kalian tampak cukup maju dalam hal kebersihan, dan aku telah melihat beberapa contoh kecakapan teknologi yang luar biasa! Dan kalian memiliki semua Demonic Tool yang aneh itu di atas semua itu, dan... omong-omong, bagaimana mungkin tidak ada yang pernah berpikir untuk membuat mobil?"

 

Aku pasti tidak akan menyebut Demonic Tool lebih aneh daripada rangka luar itu.

Pikirku, masih mencoba mengartikan sisa dari apa yang dikatakan Boinga.

 

Kepala keluarga keempat tampaknya setuju dengan sentimenku yang tak terucapkan, karena dia berkata, "Kurasa aku bisa melihat lebih banyak nilai pada benda itu jika bisa digerakan tanpa kuda...."

 

"Kebetulan!"

Kata Boinga, menyentak perhatianku kembali padanya sekali lagi.

 

"Benda silinder ini adalah menara keamanan otomatis. Meskipun khususnya, tampaknya benda itu tidak berfungsi dengan baik. Mesin seperti ini dibuat untuk tujuan yang berbeda dariku, tapi secara kasar, kami sebenarnya cukup mirip. Terlebih lagi, benda ini bisa mengapung, meskipun sangat berat! Bukankah itu luar biasa?!"

 

"Oke...."

Kataku perlahan, mencerna informasi ini.

 

"Lalu?"

 

Tatapan Boinga padaku selanjutnya terasa sangat cemas.

"Tunggu sebentar, ayam, bukan, ayam sialan sayangku. Apa kamu memahamiku dengan benar? Apa yang kamu miliki di sini adalah harta yang luar biasa, dalam arti tertentu. Hanya dengan diriku sendiri, aku adalah pembantu yang sangat baik. Seorang pembantu yang luar biasa, tidak realistis! Kaum bisa sedikit lebih bahagia."

 

Yah, kuakui kamu cukup luar biasa.

Pikirku dalam hati.

 

Tapi bahkan jika kamu mengatakan itu padaku, aku tidak bisa tidak bertanya-tanya...

 

"Apa yang dipikirkan para orang kuno ketika mereka mendesain pembantu sepertimu? Sejujurnya aku terkesan dengan betapa tidak perlunya rekayasa berlebihanmu."

Kataku, sambil melihat pakaiannya.

 

"Apa seorang pembantu benar-benar membutuhkan pakaian yang rapi seperti itu? Bukankah pakaian itu akan menjadi kotor?"

 

"Itu tidak akan pernah!" Seru Boinga.

 

"Seragam pembantuku dibuat dengan teknologi canggih! Seragam ini akan selalu dalam keadaan bersih apapun kondisinya! Jadi pembersihan tidak diperlukan!"

 

"Tunggu, jadi kamu tidak akan mencucinya sama sekali? Bukankah itu berarti sekarang mungkin kotor?"

 

Boinga tertekuk di lutut, tangannya menghantam lantai. Dia menangis tersedu-sedu.

 

Sejujurnya, cukup mengesankan bahwa sebuah automaton bisa menangis.

Pikirku, sambil memperhatikannya.

 

"Kenapa?!" Ratapnya.

 

"Kenapa aku tidak bisa menyampaikan maksduku? Bagaimana kamu bisa menggunakan sesuatu yang tidak bisa dipahami seperti sihir, tapi tetap tidak bisa memahamiku?!"

 

Tanpa peduli dengan dramanya, aku memutuskan untuk mengajukan pertanyaan yang ada di benakku saat itu.

"Karena kamu bilang material-material ini sangat berharga, apa sebenarnya yang kamu sarankan untuk kami lakukan dengan material-material itu?"

 

Boinga melompat berdiri, air matanya langsung menghilang.

 

"Pertanyaan bagus."

Katanya sambil tersenyum ramah.

 

"Silinder itu rusak parah, jadi harus digunakan sebagai suku cadang. Kita seharusnya bisa menggunakannya untuk memperbaiki rangka luar itu."

 

"Aku hampir merasa kasihan padanya, tapi jika dia bangkit secepat itu...."

Kata kepala keluarga ketujuh, terdengar terkejut melihat seberapa cepat automaton itu mengubah sikapnya.

 

"Apa menurut kalian, itu karena dia sebuah automaton?"

 

Aku melirik silinder dan rangka luar itu, lalu mengangguk.

"Baguslah jika begitu..." Aku setuju.

 

"Oh, kalau dipikir-pikir, aku harus pergi ke tempat Profesor Damian agar aku bisa belajar cara menggunakan sihirnya. Aku harus segera pergi."

 

Boinga menggelengkan kepalanya ke depan dan ke belakang, tangannya mengepal di telinganya. Kuncir rambutnya berayun ke kiri dan ke kanan, mengikuti gerakan kepalanya.

 

"Sihir! Sihir golem, lalu apalagi?!" Teriaknya.

 

"Seberapa tidak masuk akalnya kalian itu? Apa-apaan semua itu?!"

 

Kepala keluarga ketiga mendengus.

"Ya, dari sudut pandang kami, kaulah yang paling tidak masuk akal, Boinga." Sindirnya.

 

"Meskipun... aku penasaran dari mana dia mencabut palu itu."

 

"Mungkin situasinya mirip dengan Art milik kepala keluarga ketujuh, bukan begitu?"

Tanya kepala keluarga keenam.

 

"Jika itu benar, teknologi para orang kuno itu sungguh luar biasa. Dan Profesor Damian berkata mustahil untuk meniru Art itu dengan apa yang kita miliki sekarang, kan?"

 

Aku menjauh dari percakapan ini untuk mengangkat alisku ke arah Boinga.

 

"Secara pribadi, menurutku kamu sendiri juga cukup konyol."

Kataku pada automaton itu.

 

"Ada apa denganmu membentuk jalur transfer mana tanpa izinku? Haruskah kamu menyedot mana-ku kapan pun kamu mau?"

 

Boinga tersentak mundur, menempelkan tangannya ke pipinya yang memerah. Jalur transfer mana itu tidak terlihat, namun tetap mengalir di antara kami berdua, memberinya sumber energi yang dia butuhkan untuk hidup. Sama seperti Jewel, dia menguras mana yang kubutuhkan agar bisa berfungsi.

 

Automaton itu tertawa kecil.

"Hehe, kita terhubung oleh benang takdir yang tak terlihat. Kita bersama seumur hidup."

 

Aku menghela napasku.

"Kamu tahu, kau benar-benar seperti iblis dalam gaun itu."

 

"Apa maksudnya?"

 

"Oh, itu dari dongeng lama." Jelasku.

 

"Dahulu kala, ada seorang laki-laki yang bertemu dengan iblis perempuan cantik dengan gaun. Perempuan itu membujuknya untuk membuat kontrak dengannya menggunakan darahnya, dan ketika laki-laki itu setuju, iblis perempuan itu memberinya semua yang diinginkannya sebagai balasan. Dari makanan hingga pekerjaan rumah, laki-laki itu tidak perlu melakukan apapun. Iblis perempuan itu memberi laki-laki itu rumah dan istri, status dan kemuliaan, dan setumpuk uang. Saat itu, laki-laki itu memutuskan sudah waktunya kontraknya berakhir, karena dia memiliki semua yang bisa diimpikannya. Namun, iblis itu menolak untuk melepaskannya. 'Kamu tidak akan pernah bebas', kata iblis itu. 'Ini tidak akan pernah berakhir. Bahkan kematian tidak akan memutuskan kontrak di antara kita. Kamu akan selalu menjadi milikku, begitu juga anak-anakmu, dan cucu-cucumu, dan setiap anak yang lahir setelah itu'."

 

Boinga mengangguk mengikuti setiap kata.

"Iblis itu bisa membuatku bersimpati."

 

"Bagian mana yang membuatmu bersimpati, tepatnya?"

Tanya kepala keluarga kelima, suaranya jengkel.

 

Aku melanjutkan, "Laki-laki itu menyadari bahwa dia tidak bisa lagi melakukan apapun tanpa iblis itu, tapi tentunya, dia juga tidak bisa lari dari iblis itu. Setelah dia meninggal, dikatakan bahwa iblis itu menyeret jiwa laki-laki itu, melahapnya, atau terus merawatnya untuk selamanya. Itulah tiga pola umum untuk akhir cerita itu."

 

Semua hal tetap konstan dalam kisah itu, apapun akhirnya, adalah bahwa bahkan kematian tidak bisa menjadi jalan keluar bagi laki-laki itu. Laki-laki telah mengikat jiwanya yang abadi, serta seluruh keluarganya, kepada iblis itu, hanya untuk mendapatkan kepuasan segera. Oleh karena itu, moral cerita itu adalah : jangan tertipu oleh kesepakatan yang kedengarannya terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.

 

"Kurasa aku sangat memahami cerita itu."

Kata Boinga, sambil menempelkan tangannya ke dagunya.

 

"Aku ingin meniru perempuan iblis itu, dan merawatmu dari lahir sampai... yah, dari lahir memang mustahil, tapi setidaknya aku ingin merawatmu sampai liang lahat. Dan... setelah itu juga. Kamu tidak akan pernah bisa lepas dariku, dasar ayam sialan!"

 

Aku balas mengejeknya.

"Kamu terlalu bodoh untuk menjadi iblis, jika kamu tanya aku."

 

"Dan siapa ayam sialan yang memberikan ciuman pertamanya pada si bodoh itu?"

Boinga langsung membalas. Itu pukulan rendah—balasan itu membuatku bertekuk lutut.

 

"Hei."

Kataku dengan lemah.

 

"Kamu tahu itu tidak pantas. Ja.... Jadi lupakan saja kalau itu pernah terjadi!"

 

"Tidak akan."

Kata Boinga dengan singkat, memeluk dirinya sendiri.

 

"Itu kenangan penting bagiku, jadi aku akan menyimpannya di bank memoriku selamanya. Aku telah memberikan beberapa lapis perlindungan pada kenangan itu dan telah menyimpan cadangannya. Hanya kenangan itu saja sudah cukup untuk membuatku terus berjuang selamanya!"

 

Aku hampir tidak bisa mengerti setengah dari apa yang dia katakan, namun aku sudah cukup mengerti bahwa dia telah menyatakan bahwa dia tidak akan pernah melupakan apa yang telah kulakukan.

 

Aku menghela napasku.

Tidak bisakah kita melakukan sesuatu tentang kinerjanya yang sangat tinggi itu?

 

"Terserahlah."

Kataku, pada akhirnya.

 

"Aku akan pergi ke tempat Profesor Damian."

 

"Biarkan aku pergi bersamamu!" Seru Boinga.

 

"Beri aku waktu sebentar. Aku akan bersiap-siap dengan cepat; aku hanya perlu menyerahkan pekerjaan rumah dan beberapa tugas lain kepada perempuan jalang itu."

 

Boinga berlari keluar dari gudang. Beberapa saat kemudian, aku mengikutinya dengan pandanganku dan dia menutup pintu di belakangku.

 

"Memangnya dia itu siapa?"

Tanyaku keras-keras sambil menghela napas dalam-dalam.

 

Dan bagaimana aku akan menghadapi makhluk yang tidak masuk akal seperti itu mulai sekarang...?

 

"Oh, benar juga."

Aku mendengar kepala keluarga ketiga berbicara dari dalam Jewel.

 

"Lyle, apa kau punya waktu sebentar?"

 

Aku melihat sekeliling, memastikan tidak ada seorang pun di dekat sini, lalu berkata,

"Tentu, ada apa?"

 

"Yah, sebenarnya kami sudah berpikir."

Kata kepala keluarga ketiga dengan santai.

 

"Jadi, kami melarangmu menggunakan Art kami dan pedang lebar perak milik sang pendiri untuk sementara waktu, oke?"

 

Aku membeku mendengar hal itu.

"Hah...?"

 

"Larangan itu akan berlaku sampai kau melewati lantai tiga puluh tanpa semua itu, hanya menggunakan kekuatanmu sendiri."

Kepala keluarga keempat menimpali.

 

"Semoga berhasil."

 

"Oh, tapi kau masih bisa menggunakan alat transfer lantai."

Kepala keluarga kelima melanjutkan.

 

"Akan sedikit kejam bagi kami untuk melarang itu juga. Tapi kau harus memikirkannya sebelum memutuskan untuk menggunakannya. Kau mungkin akan mengalami beberapa masalah, melompat langsung ke lantai dua puluh lima tanpa Art kami sebagai pemandumu."

 

Kepala keenam tertawa terbahak-bahak; dia tampak bersenang-senang.

"Omong-omong, kau sepertinya mengerti maksudnya, Lyle—jangan gunakan Art kami. Kalau kau melakukannya...."

 

"Kami akan mulai membuat keributan kapan saja sepanjang hari."

Kata kepala keluarga ketujuh.

 

"Kamu harus mengucapkan selamat tinggal pada pagi yang damai dan malam yang tenang."

 

Kepala keluarga ketiga tertawa.

"Kami akan mengganggumu bahkan saat kau sedang bersama Novem atau gadis-gadis lainnya. Bahkan, bagaimana kalau kami memberikan komentar langsung saat itu?"

 

Aku menggigil saat mendengarnya.

Jangan itu. Apapun selain itu... maksudku, hukuman mengerikan itu karena menggunakan Art mereka sudah keterlaluan! Bagaimana aku bisa hidup dengan enam laki-laki yang membuat keributan sepanjang hari? Itu hanya siksaan!

 

Dan itu bahkan belum menyebutkan apa yang diancamkan kepala keluarga ketiga. Jika mereka menindaklanjutinya, aku tidak akan bisa benar-benar menikmati momen apapun yang kumiliki bersama Novem, bahkan jika suasananya bagus. Lebih buruk lagi, aku tidak akan bisa membangun kepercayaan diri untuk melangkah lebih jauh. Keputusasaan memenuhi diriku. Aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

 

"Gunakan kesempatan ini untuk berpikir, oke?"

Kata kepala keluarga kedua, mengakhiri semuanya.

 

"Aku punya harapan besar padamu, Lyle."

 

Apa yang harus kulakukan?!

Aku mengerang dalam hati.

 

Ini benar-benar keterlaluan...