Chapter 46 : Damian Valle’s Request

 

Keesokan paginya, aku berada di sebuah kafe sekitar pukul sepuluh pagi. Aku sarapan di penginapan terlebih dahulu, setelah itu aku mengenakan pakaian yang aku simpan untuk acara santai, dan berjalan-jalan di jalanan Kota Akademik Aramthurst sendirian. Setelah itu, aku menghabiskan sedikit waktu berkeliling kota sebelum tiba di lokasi tempatku mengatur pertemuan dengan Miranda. Semuanya berjalan baik sampai aku melangkah masuk ke kafe. Aku berniat untuk meminta maaf kepadanya dengan tulus atas tindakanku hari sebelumnya, dan aku memutuskan untuk menerima reaksinya, seburuk apapun itu—bahkan jika itu berupa tamparan atau pukulan.

 

Itu adalah haknya, setelah apa yang aku sudah kuperbuat.

Pikirku, sambil duduk di meja di seberangnya.

 

Namun, kemudian... sesuatu yang tidak terduga telah terjadi.

 

"Sekarang, apa yang terjadi di sini?"

Aku mendengar kepala keluarga ketiga bertanya, suaranya terdengar geli.

 

"Ini mungkin skenario terburukmu, Lyle."

Seorang gadis telah berdiri dari meja di samping tempatku baru saja duduk. Dia bergeser di depanku, alisnya berkedut, mulutnya melengkung membentuk senyum yang hampir tidak mencapai matanya. Seluruh wajahnya menuntut penjelasan dariku. Aku sudah menduga hal seperti itu dari gadis yang sebenarnya ingin kutemui, namun hanya ada satu masalah—gadis yang berdiri di hadapanku bukanlah Miranda.

 

"Apa yang kau lakukan di sini, Lyle?" Bentak Aria.

 

"Aku jadi bertanya-tanya apa yang membuatmu merasa begitu mendesak hingga merasa perlu menolak undangan kami, dan apa maksudnya ini?"

 

Gadis lainnya berdiri dan melangkah maju, wajahnya tenang, hampir apatis.

"Lyle, bisakah aku bertanya apa sebenarnya hubunganmu dengan gadis cantik ini?"

 

Aku menatap kosong ke arah Sophia, merasa ngeri. Sikapnya terhadapku benar-benar berbeda dari biasanya—itu seperti dia telah menumbuhkan duri. Saat itulah gadis ketiga melangkah maju.

 

"Lyle-sama."

Kata Novem, dengan kekecewaan di matanya yang membuatku mundur.

 

"Jika kamu ingin berkencan dengan seorang gadis, aku akan sangat menghargai jika kamu menemuinya lebih awal."

 

Apa maksudnya itu?!

Aku berteriak dalam hati.

 

Kau bertingkah seolah-olah aku ini berkencan dengan gadis mana pun!

 

Tiba-tiba aku diliputi keinginan untuk berteriak,

"Kalian salah paham! Itu sama sekali bukan yang kulakukan di sini!"

 

Namun, aku tidak bisa mengumpulkan keberanian, begitu aku melihat semua pelayan dan pelanggan berbisik-bisik di antara mereka sendiri, karena jelas-jelas merasakan suasana aneh di sekitar meja kami.

 

Ini buruk.

Pikirku dengan lemah.

 

Ini benar-benar, sangat buruk. Miranda-san pasti sangat marah.

 

Namun, ketika Miranda akhirnya berbicara, dan itu bukan untuk membentakku.

"Tunggu." Katanya sambil tersenyum.

 

"Apa itu kamu, Aria? Aria Lockwood?"

 

 

"H-Heeh?!"

Kata Aria, sambil berputar.

 

"Miranda? Dari Keluarga Circry?"

 

"Ya, itu benar!"

Miranda menjawab dengan gembira.

 

"Bagaimana kabarmu?"

 

"A-Aku baik-baik saja."

Jawab Aria perlahan, alisnya mengernyit.

 

"Tapi Miranda.... kenapa kau bertemu dengan Lyle?"

 

Sepertinya mereka saling kenal.

Pikirku, merasa sangat tidak mengerti.

 

Tapi, Miranda-san tidak tampak marah. Dia malah tampak senang mendapat kesempatan untuk bertemu dengan seorang kenalan lama lagi. Mataku melirik wajah Aria-san. Aria-san juga tampak sangat senang melihatnya. Mereka pasti berhubungan baik.

 

Namun, bahkan kebahagiaan Aria karena bertemu dengan seorang teman lama tidak dapat mengurangi rasa penasarannya yang membara. Matanya beralih cepat dari wajah Miranda ke wajahku, bolak-balik dan kembali lagi.

 

"Oh."

Miranda memulai.

 

"Sejujurnya—"

Aku tidak tahan membiarkan Miranda mengatakan apapun lagi—aku berdiri dengan terhuyung-huyung, meletakkan kedua tanganku di atas mejaku dan Miranda, dan membenturkan dahiku ke kayu. Suara keras dari benturan itu bergema di seluruh restoran, diikuti oleh suara dentingan gelas.

 

"Maafkan aku!"

Teriakku sekeras-kerasnya.

 

"Aku benar-benar minta maaf!!!"

 

"L-Lyle-sama?"

Novem tergagap, menatapku dengan cemas.

 

"Kenapa kamu meminta maaf...?"

 

Di dalam Jewel, kepala keluarga keempat menghela napasnya.

"Bagus sekali, Lyle." Katanya dengan nada mengejek.

 

"Sekarang sepertinya kau hanya meminta maaf kepada seorang gadis yang kau rayu karena sudah punya banyak pacar. Sungguh menyedihkan."

 

Suara bisik-bisik yang bergema di kafe itu semakin keras, seolah-olah para pelanggan dan pelayan di sekitar kami semakin panas membicarakan topik ini.

 

Jadi.... sepertinya mereka semua mengira aku ini orang menyedihkan yang datang untuk meminta maaf kepada para pacarnya, hah?

Pikirku, sambil mengerut keningku dalam hati.

 

Aku tidak pernah membayangkan akan bertemu Novem, Aria, dan Sophia di kafe yang sama tempat aku setuju untuk bertemu dengan Miranda, apalagi di meja sebelah. Namun sekarang, sayangnya bagiku, tidak ada tempat untuk lari. Aku sama sekali tidak tahu alasan apa yang harus kubuat untuk meredakan situasi ini, terutama karena semuanya berawal dari Aria yang bertanya apa aku mau pergi dengannya dan para gadis lainnya tadi pagi, undangan itu terpaksa kutolak.

 

Aku merasakan dorongan kuat untuk menundukkan kepalaku ke tanganku.

Ini... adalah waktu terburuk yang bisa dibayangkan...

 

"Maaf, Lyle."

Bisik kepala keluarga keenam dari dalam Jewel.

 

"Bahkan aku bingung bagaimana cara membantumu dengan yang satu ini."

 

"Jujur saja tentang apa yang terjadi dan minta maaf dengan tulus kepada semuanya."

Kata kepala keluarga ketujuh kepadaku.

 

"Itu akan membantu menjelaskan semuanya. Kamu sendiri yang terlibat dalam hal ini—adalah tanggung jawabmu untuk keluar dari masalah ini."

 

Jadi ini yang kudapat karena bertindak tanpa berpikir.

Pikirku sambil menghela napas.

 

Beban tanggung jawab memang berat.

Pertama-tama, aku harus mengangkat kepalaku dari meja dan menghadapi keempat gadis yang ada di sekelilingku. Setelah berhasil melakukannya, aku perlahan mulai menjelaskan semua yang telah terjadi sejak awal. Tak perlu dikatakan lagi bahwa ketika aku menyebutkan bagian pura-pura merayu, beberapa mata mereka menjadi sangat, sangat dingin.

 

"Oh, jadi itu yang terjadi."

Kata Miranda sambil berpikir, sambil tersenyum padaku.