Chapter 41 : At Instruction’s End

 

Beberapa saat setelah kelompok Lyle menaklukkan dungeon, semua petualang lainnya telah berdatangan ke dalam, staf Guild berada di belakang mereka. Kereta-kereta kuda telah mengikuti mereka, menunggu dalam keadaan siaga untuk mengangkut sejumlah besar rarium yang telah ditemukan setelah cacing raksasa itu terbunuh.

 

Tidak lama kemudian Hawkins mendapati dirinya melangkah ke ruang terdalam, terhenti saat dia menatap tubuh cacing raksasa itu. Ekspresi kesakitan muncul di wajahnya saat dia mengamati tubuh monster itu yang tergeletak, memperhatikan sesuatu yang memantulkan cahaya di dalam perutnya. Dia berjalan mendekat, lalu berjongkok dan dengan hati-hati mengumpulkan benda-benda yang berkilau itu. Tangan Hawkins mencengkeram erat benda-benda itu—di sekitar tujuh kartu Guild, pemiliknya semuanya ditandai mati oleh garis-garis yang tergores di nama mereka.

 

"Aku tidak mengira hal seperti ini akan terjadi kali ini."

Kata Hawkins dengan suara pelan.

 

Guild telah berhati-hati untuk memilih kelompok yang melampaui tingkat keterampilan yang dibutuhkan untuk ekspedisi ini. Mereka berhasil mengumpulkan sejumlah petualang yang lumayan, meskipun semua kelompok yang paling terampil telah pergi untuk menaklukkan salah satu dungeon lainnya.

 

Semuanya berjalan dengan sangat baik.

Pikir Hawkins, hatinya sakit.

 

Kami berhasil mencapai akhir, tapi....

 

Namun, beberapa petualang tetap saja mati—delapan di antaranya, sebenarnya. Saat Hawkins bangkit berdiri, Zelphy berjalan ke sisinya.

"Hawkins-san. Aku perlu memberitahumu beberapa hal."

 

Hawkins mengangguk, lalu berbalik ke arahnya.

"Kelompokmu mungkin telah melanggar perintah, tapi tidak seorang pun dapat menyangkal fakta bahwa kau berhasil menyelamatkan tiga rekan kita juga. Aku akan memberikan laporan kepada atasan dan melakukan apa yang kubisa. Tapi.... Guild mungkin masih memutuskan untuk menggunakan pembangkangan kelompokmu sebagai alasan untuk mengklaim sebagian harta kelompokmu."

 

Rarium sangat diminati, sehingga persediaan langka yang tersedia selalu menipis. Wajar saja jika Guild haus akan material langka seperti itu—bahkan sampai-sampai mereka akan memanfaatkan setiap kesempatan yang mereka miliki untuk mendapatkannya. Sangat mungkin mereka akan menuntut Lyle dan kelompoknya untuk membeli kebungkaman Guild dengan memberikan sebagian logam berharga yang telah mereka kumpulkan kepada staf.

 

Namun, Zelphy tampaknya tidak peduli dengan semua itu.

 

"Aku tidak keberatan."

Kata Zelphy, matanya tampak seperti melihat ke jauh.

 

"Jika itu saja yang diperlukan untuk menenangkan mereka, maka tidak apa-apa. Dan juga.... aku sudah selesai. Aku akan pensiun."

 

Hawkins sedikit tersentak karena terkejut saat mendengarnya.

 

Dia tidak terlihat terluka parah.

Pikir Hawkins dalam dirinya.

 

Jadi mengapa dia mengatakan ingin pensiun...? Mungkinkah dia merasa bertanggung jawab atas—?

 

Hawkins tidak tahan memikirkan itu.

"Zelphy-san, ketahuilah bahwa masalah ini bukan salahmu. Kau tidak harus bertanggung jawab, sungguh—"

 

"Kau salah paham."

Kata Zelphy, mengangkat tangannya.

 

"Aku tidak merasa bersalah, hanya saja... kurasa aku kehilangan motivasiku. Aku tidak lagi percaya diri untuk melanjutkan. Rasanya.... aku kehilangan alasan untuk menjadi seorang petualang."

 

Hawkins menatapnya cukup lama, lalu menghela napas. Kehilangan seorang veteran akan berat bagi Guild, namun Zelphy punya kehidupannya sendiri untuk dijalani.

"Baiklah." Kata Hawkins.

 

"Aku akan menuliskannya dalam laporanku. Tapi aku minta agar kau memberitahu Bentler-sama sendiri."

 

Zelphy bukan hanya seorang petualang Guild—dia juga punya hubungan dengan Bentler. Jika Zelphy benar-benar ingin berhenti, dia butuh izin Bentler dan Guild.

 

"Ya, aku akan memberitahunya."

Kata Zelphy dengan setuju.

 

Petualang lainnya bekerja keras melucuti material cacing raksasa itu dan mengeluarkan Demonic Stone-nya. Karena cacing itu adalah bossnya, Demonic Stone itu sangat besar—hampir seukuran kepalan tangan laki-laki dewasa—dan memancarkan cahaya yang kuat. Meskipun demikian, pemandangan yang paling menonjol tetaplah Lyle.

 

 

"Dia, err.... akan tumbuh menjadi petualang yang hebat."

Kata Hawkins sambil tersenyum kecut. Matanya mengikuti Sophia saat gadis itu berjalan lewat, menggendong Lyle di lengannya seperti Lyle itu adalah seorang tuan putri. Meskipun menggendong anak laki-laki yang tak sadarkan diri itu, punggungnya dipenuhi tas-tas berat berisi hasil panen rarium mereka.

 

Anak itu telah mencapai beberapa hal yang luar biasa.

Pikir Hawkins dengan geli.

 

Tapi cara penyelesaiannya masih cukup ceroboh.

 

Zelphy melirik ke arah Hawkins dan tertawa.

"Dia itu muridku, bagaimanapun keliahatannya. Aku akan berjingkrak-jingkrak dengan kepala tegak begitu dia menjadi terkenal—akulah yang melatihnya, bagaimanapun juga."

 

Zelphy pergi beberapa saat kemudian, dan Hawkins beserta kelompoknya kembali membongkar cacing raksasa itu.

 

***

 

Tak lama kemudian, Hawkins dan kelompoknya menyelesaikan tugas mereka di dungeon, dan tibalah saatnya untuk berangkat. Hawkins berjalan melewati area itu setelah semua orang pergi, memastikan tidak ada yang tertinggal, lalu akhirnya melangkah melewati pintu masuk dungeon. Begitu dia melewatinya, gerbang cabang-cabang yang bengkok itu menua, layu, membusuk, hancur, lalu lenyap sama sekali. Dungeon itu kembali menjadi hutan biasa.

 

Sekarang.

Pikir Hawkins, melangkah dengan penuh tekad menuju perkemahan.

 

Aku juga harus melapor kepada mereka.

 

"Mereka" adalah para petualang yang telah dikirim dari Central. Hawkins berjalan menuju tenda mereka, yang mudah ditemukan. Tenda itu menonjol dari perkemahan lainnya, karena jauh lebih mewah daripada tenda-tenda yang digunakan petualang lainnya. Hawkins segera masuk ke dalam dan menyampaikan laporannya kepada para petualang itu, berusaha sebaik mungkin untuk mengabaikan bagaimana mereka meringis ketika mendengar tindakan sewenang-wenang Lyle. Untungnya, hal itu tampaknya menjadi awal dan akhir dari respons negatif mereka.

 

"Itu seharusnya sudah menjelaskan semuanya."

Hawkins akhirnya memberitahu mereka.

 

Pemimpin petualang Central mengangguk sedikit dan berkata,

"Menghadapi semua itu pasti sulit bagimu. Kau boleh pergi; kami sudah cukup mendengarkan."

 

Nada suara pemimpin dari kelompok petualang Central itu merendahkan dan sikapnya sok berkuasa, namun Hawkins pergi tanpa merasa terganggu. Hanya saja, saat keluar, dia mendengar sesuatu yang agak aneh....

 

Salah satu petualang dari Central itu berkata :

"Baiklah, sekarang kita bisa kembali ke Central sebelum mereka tiba..."

 

Kalimat itu membuatnya terpikirkan sesuatu di kepalanya, namun Hawkins masih memiliki segunung pekerjaan yang harus diselesaikan. Dia langsung mengerjakan salah satu dari sekian banyak tugasnya, tidak mau repot-repot memikirkan kata-kata orang itu terlalu dalam.

 

***

 

Sekarang setelah penaklukan selesai, kami berangkat untuk kembali ke Kota Darion untuk pertama kalinya dalam waktu yang terasa lama. Yang menunggu kami di sana adalah.... yah, dokumen. Tumpukan dokumen. Para pemimpin Guild telah mengumpulkan kami begitu kami kembali ke Kota Darion, memberi kami kecaman atas kelakuan kami yang tidak disengaja. Mereka telah memutuskan bahwa kami harus menyerahkan dua puluh persen rarium yang kami peroleh dari dungeon itu kepada mereka sebagai hukuman, dan kemudian menambahkannya dengan menuntut agar kami menjual sisanya kepada mereka dengan diskon tiga puluh persen. Tentunya, kami akhirnya menghasilkan banyak uang, namun itu sama sekali tidak memuaskanku.

 

Bukan berarti Guild juga tidak bersalah atas apa yang terjadi.

Pikirku dengan kesal.

 

Aku mengembuskan napasku, dengan paksa memfokuskan kembali perhatianku pada berbagai dokumen yang terhampar di hadapanku. Aku berada di kamarku di penginapan, duduk di meja kecil yang disediakan di kamar.

 

"Jadi, um...." Kataku.

 

"Kami bisa langsung menjual semua barang jarahan itu..... kami tidak perlu khawatir tentang kelompok Rondo, karena mereka sudah mengambil bagian dari barang-barang itu dengan sarung tangan Ralph, cincin itu, dan beberapa rarium...."

 

Segera setelah kami kembali, aku menyadari bahwa penjelajahan dungeon kami telah sukses besar, bahkan sebelum kami menjual satu barang pun. Sebagian besar keberhasilan itu berkat bantuan Rondo dan kelompoknya, jadi aku bertanya kepada anggota kelompokku yang lain apa pendapat mereka tentang memberi kelompok Rondo itu sedikit bonus. Novem, Aria, dan Sophia semuanya setuju bahwa itu adalah ide yang bagus. Zelphy pasti sedang sibuk, karena dia tidak menghadiri diskusi itu.

 

Namun, meskipun sudah diputuskan, masih banyak hal yang harus diurus. Kepala keluarga keempat adalah yang paling terampil di antara para leluhurku dalam hal dokumen, jadi dia telah mengajariku tentang cara menangani detail-detail yang lebih halus. Namun, instruksinya agak terlalu mirip dengan omelan untukku. Belum lagi dia punya begitu banyak hal untuk dikatakan sehingga dia pasti terlihat menyebalkan.

 

"Lyle."

Kata kepala keluarga keempat.

 

"Kau punya beberapa kasus berbeda untuk barang itu. Akan lebih baik jika kau tahu berapa harganya jika dijual satuan, tapi jika kau menjualnya dalam bentuk bundel, itu akan memberimu alasan untuk mengenakan 'Biaya Tambahan'. Oh, dan jangan lupa untuk mengkategorikan setiap barang. Dalam beberapa kasus, kau akan lebih mudah membawa harta karun daripada membawa-bawanya dalam bentuk koin. Kau juga harus mempertimbangkan untuk mengamankan beberapa untuk dirimu sendiri, dan—"

Saat kepala keluarga keempat itu terus mengoceh, aku teringat penemuan terbesar kami dari ekspedisi itu—peridot. Aku mengeluarkannya dan meletakkannya di atas meja, membuat kepala keluarga keempat itu terdiam merenung.

 

"Masalah terbesarnya adalah apa yang akan kita lakukan dengan permata ini."

Kataku padanya, menyilangkan tanganku sambil berpikir.

 

"Aku yakin aku bisa menemukan pembelinya jika kita mau, dan selalu ada pilihan untuk melelangnya. Rondo bilang aku harus mengambilnya untuk mengganti rugi diriku sendiri setelah semua pengeluaranku yang boros, tapi...."

 

"Ya."

Kata kepala keluarga keempat perlahan.

 

"Langkah pertama adalah selalu menyelidiki pasar— Aaaaaah!!!"

 

Aku tersentak dari kursiku.

"A-Apa yang salah?!"

 

"Lyle, apa kau pernah memberikan sesuatu kepada Aria? Aku tidak bisa melihatmu untuk sementara waktu setelah pertempuran terakhir itu, tapi kau pasti setidaknya mencoba memberinya hadiah yang penuh perhatian selama jangka waktu itu, kan?!"

 

Alisku berkerut ketika mendengarnya.

 

Kalau dipikir-pikir, aku sangat kelelahan karena pertempuran itu sampai-sampai aku terbaring di tempat tidur selama dua hari. Semua orang mengurus barang-barangnya sebelum kami berangkat—aku bahkan tidak membantu membongkar tenda atau semacamnya. Dan...

Aku meringis dalam hatiku.

 

Aku tidak ingat pernah memberi Aria-san hadiah apapun.

 

"Sebenarnya, memang benar.... aku tidak memberinya apapun."

 

Aku sudah bersiap untuk kepala keluarga keempat yang akan menjerit dengan ngeri lagi, namun terkejut ketika teriakan itu datang dari kepala keluarga kelima. Dia biasanya bukan tipe orang yang mengomel padaku tentang hal-hal seperti ini.

 

"Dasar bodoh!"

Geram kepala keluarga kelima. kepadaku

 

"Keluar dari ruangan ini dan urus itu sekarang juga! Tidak peduli apa yang kau lakukan, lakukan saja sesuatu! Beri dia barang yang bisa dengan mudah dibawanya—ayolah, kau harus punya setidaknya satu barang yang bisa digunakan!"

 

Aku melirik batu permata di tanganku.

"Ka-Kalau begitu.... bagaimana dengan ini?"

 

"Itu berlebihan."

Jawab kepala keluarga kelima, sama sekali tidak menyadari bahwa aku sedang bercanda.

 

"Menurutmu berapa harga benda itu? Dan sayangnya itu peridot. Bahkan jika Aria setuju, aku tidak tahu apa yang akan dipikirkan yang lain...."

 

Aku memiringkan kepalaku, penasaran.

"Tapi kupikir perempuan menyukai permata...?"

 

"Yah, itu memang benar."

Jawab kepala keluarga kelima.

 

"Aku tidak akan menyangkalnya. Tapi peridot, atau lebih tepatnya, semua batu permata, memiliki makna tertentu. Batu permata memiliki bahasanya sendiri, seperti halnya bunga. Peridot adalah batu permata yang kau berikan kepada seseorang untuk menunjukkan bahwa kau berdoa agar hubungan mereka berjalan baik, atau bahwa kau mengharapkan kedamaian di antara rumah tangga mereka. Menurutmu bagaimana perasaan Aria, menerima batu permata seperti itu? Dan bahkan jika dia senang akan hal itu, apa yang akan dikatakan Novem dan Sophia?"

 

Aku pikir memberi Aria batu permata yang sangat mahal—yang nilainya paling tidak beberapa ratus koin emas—hanya akan membuatnya stres, namun kepala keluarga kelima memberiku alasan lain mengapa aku harus menahan diri untuk tidak memberinya hadiah seperti itu—tampaknya itu akan "Mengubah Keseimbangan" hubunganku dengan ketiga gadis itu demi kepentingan Aria.

 

"Apa keseimbangan itu penting?"

Tanyaku kepada kepala keluarga kelima.

 

"Ya."

Tegas kepala keluarga kelima.

 

"Itu sangat penting. Biarkan aku mengulangi ini : keseimbangan lebih penting daripada yang dapat kau bayangkan."

 

Biasanya kepala keluarga keempat yang banyak bicara tentang topik seperti ini, jadi intensitas kepala keluarga kelima sedikit membuatku takut. Aku mendekatkan peridot itu ke mataku, menatapnya dengan rasa penasaran.

 

"Aku tidak tahu bahwa batu permata juga punya makna." Kataku.

 

"Ya, mereka memang punya."

Jawab kepala keluarga ketujuh.

 

"Dan, kebetulan, peridot adalah batu kelahiran orang yang lahir di bulan kedelapan dalam setahun. Sejauh yang aku ingat, ulang tahun Aria itu tidak jatuh pada bulan Agustus."

 

Aku memasukkan peridot itu ke dalam tasku, akhirnya melupakan ide bahwa peridot itu mungkin cocok sebagai hadiah.

 

Kurasa batu permata seperti ini tidak cocok untuk hal semacam itu.

Pikirku dalam hatiku.

 

"Apa aku punya sesuatu yang kecil di sekitar sini untuk diberikan padanya?"

Tanyaku dengan keras-keras.

 

"Sesuatu seperti bunga duranta yang kuberikan pada Sophia-san?"

 

Aku mengajak Novem piknik, dan aku memberi Sophia-san bunga....

Pikirku dalam hatiku.

 

Jadi, apa yang bisa kulakukan untuk Aria-san...?

Aku masih belum bisa mengambil kesimpulan ketika mendengar suara ketukan di pintu. Aku memanggil orang di seberang, dan suara yang menjawab adalah suara Aria, jadi aku hanya mengundangnya masuk.

 

"Ada apa?"

Tanyaku kepadanya.

 

"U-Um, uh... itu.... kau tahu, tentang pembayaranku. Aku berharap untuk menerimanya terlebih dahulu. Aku tahu kau belum menjual barang jarahan itu, tapi aku membutuhkannya. Aku ingin, err... empat koin emas, besok. Dan juga.... aku punya permintaan lain."

 

Besok adalah hari berakhirnya kontrak kami dengan Zelphy-san.

Pikirku, menyadari hal itu.

 

Kami seharusnya bertemu dengannya pada hari terakhir dan memberinya evaluasi atas pekerjaannya.

 

Di akhir setiap tugas, seorang petualang akan menerima nilai huruf, yang menunjukkan seberapa baik mereka telah melakukan pekerjaan itu. Ada lima peringkat : A, B, C, D, dan E. Namun.... akan lebih akurat untuk mengatakan ada empat peringkat, B adalah yang tertinggi. Hal ini karena, jika kalian memberi seorang petualang nilai A, klien akan bertanggung jawab untuk membayar petualang itu bonus atas kerja keras mereka. Hal ini berarti bahwa nilai A jarang diberikan, jika ada.

 

"Sepertinya Zelphy akan pensiun setelah masa pembelajaran kita berakhir."

Kata Aria, melanjutkan.

 

"Dan mulai membangun keluarga. Aku ingin memberinya sesuatu untuk dirayakan, tapi dia bilang dia tidak membutuhkannya...."

 

Ah, aku mengerti.

Pikirku dalam hatiku.

 

Aria-san ingin membayar Zelphy-san bonus, sehingga Aria-san bisa memberi selamat padanya atas pernikahannya.

 

Jika Aria ingin memberi Zelphy hadiah, ini adalah cara yang baik untuk melakukannya. Aria akan kehilangan sedikit koin emas, karena Guild akan mengambil bagian mereka, namun sebagian uang masih akan masuk ke Zelphy dengan cara yang tidak dapat dia tolak.

 

"Ah!"

Seru kepala keluarga ketiga dengan riang dari Jewel.

 

"Ini kesempatanmu! Kau bisa membuat untuk melunasi utangmu pada Aria, dan memberikan hadiahnya juga dalam prosesnya."

 

Kau itu sungguh mengerikan.

Pikirku dalam hatiku.

 

Sepertinya, para leluhur lainnya setuju denganku.

 

"Astaga, bung."

Gerutu kepala keluarga kedua dengan jijik.

 

Kepala keluarga keempat menghela napasnya.

"Kau yang terburuk."

 

"Itu benar."

Kepala keluarga kelima setuju.

 

"Bagaimana kau bisa mempertimbangkan itu?"

 

"Begitu ya."

Kata kepala keluarga keenam dengan nada sarkastis.

 

"Jadi kau menyuapnya, tapi lebih karena kepentingan pribadi daripada niat baik..."

 

Kepala keluarga ketujuh meletakkan kepalanya di tangannya.

"Aku selalu tahu ada yang aneh darimu."

 

"Oh, ayolah."

Kata kepala keluarga ketiga, merendahkan suaranya.

 

"Aku yakin pikiran itu muncul dari benak kalian juga. Jika Lyle berkata ya, ini akan membuat mereka benar-benar imbang!"

 

Kepala keluarga ketiga terdiam sejenak, lalu berkata,

"Kalian tahu, menurutku lebih buruk berpura-pura menjadi orang baik padahal tidak! Kalian akan mengatakan bahwa aku salah karena bersikap jujur?! Seperti kalian semua itu orang lebih baik saja."

 

Para leluhurku benar-benar terdiam. Suasana di Jewel diliputi oleh rasa malu yang mengerikan. Namun, aku tetap sama sekali tidak terpengaruh.

 

Aku tidak punya alasan untuk menolak permintaan Aria-san...

Pikirku dengan merenung.

 

Tapi, tetap saja...

 

"Aku tidak bisa membayarmu di muka."

Kataku kepadanya. Bahu Aria terkulai.

 

"Lyle, aku mohon! Bahkan jika kau harus memotong bagianku karena itu, itu tidak masalah!"

 

"Tapi...."

Kataku sambil berdeham.

 

"Jika kau ingin Zelphy-san menerima bonus dari seluruh kelompok, maka aku akan mempertimbangkannya."

 

Kepala Aria tersentak ke atas. Aku tersenyum padanya, lalu melanjutkan,

"Ya, mengapa kita tidak memberinya satu koin emas per orang? Atau kita bisa membuat dua koin darimu, dan dua dariku. Bagaimana kedengarannya?"

 

Kegembiraan muncul di wajah Aria.

"Kedengarannya sempurna! Terima kasih, Lyle!"

 

***

 

Setelah itu, Aria kembali ke penginapannya sendiri, dan aku keluar ke kota, mencari sesuatu yang bisa menambah sedikit semangatku. Aku merasa sedikit lelah setelah menatap semua dokumen itu begitu lama—mataku lelah, dan perutku mulai keroncongan. Aku baru saja mulai berjalan di antara sekumpulan kios makanan ketika aku melihat wajah yang familiar di antara kerumunan.

Apa itu.... Eva-san?!

 

"Hah?"

Kataku dengan kosong, berkedip karena terkejut.

 

Eva berbalik, mendengar suaraku, dan aku menyeringai padanya.

"Eva-san...." Kataku dengan pelan.

 

"Apa yang membawamu ke sini hari ini?"

 

"Lyle."

Seru Eva, balas menyeringai. Dia bergegas ke tempatku berdiri, memelukku dan mengunciku dalam pelukannya.

 

"Tolong aku!"

 

"Uh, apa....?"

Kataku dengan bingung.

 

Eva melepaskanku dan mundur, memegangi perutnya dengan ekspresi menyedihkan di wajahnya. Telingaku segera dikejutkan oleh suara perutnya yang lucu—yah, mungkin lucu bukanlah kata yang tepat. Setelah itu, tidak terlalu sulit bagiku untuk menebak situasi umumnya. Aku meraih tangan Eva, menuntunnya ke belakang sebuah kios makanan dengan area makan luar ruangan yang dipenuhi dengan berbagai meja dan kursi polos. Aku memilih meja secara acak, lalu memesan beberapa hidangan untuk kami berdua. Tidak lama kemudian makanannya tiba, dan mata Eva berbinar hanya dengan melihatnya.

 

"Kau benar-benar membantuku, Lyle."

Kata Eva, melemparkan senyum bahagia kepadaku saat dirinya menyantap makanan di depannya.

 

"Pengeluaranku benar-benar menumpuk, dan percayalah, ini bukan saat yang tepat."

 

Seluruh wajahku berkerut karena tidak percaya.

 

"Kebetulan aku ingat membayarmu dengan jumlah yang cukup besar."

Kataku keapadanya.

 

"Cukup tinggi, mengingat itu hanya pembayaran untuk menyebarkan rumor, tampil di panggung, dan semacamnya."

 

"Oh."

Kata Eva dengan ringan, matanya melirik ke samping.

 

"Kau melakukannya, bukan? Baiklah, aku sudah punya keperluanku, oke? Kostum panggung, dan tata rias, dan... segala macam barang. Dan begitu aku punya semuanya, ternyata kantongku kosong."

 

Eva menepuk kepalanya dengan cara yang imut dan bodoh, seolah berkata,

"Ah, bodohnya aku ini!" dan langsung kembali makan. Dengan kecepatannya, kami tidak akan punya cukup makanan.

 

Aku memanggil pelayan dan memesan lagi, sambil memperhatikan Eva mengacak-acak barang-barangnya dan mengeluarkan buku catatan saat aku melakukannya.

 

"Jaaadi.... aku mendengar tentang apa yang terjadi di dungeon, tapi aku tidak pernah mendengar ceritamu. Aku ingin tahu semua detail menarik tentang bagaimana kau mengalahkan cacing raksasa itu. Seperti, apa yang kau lakukan saat berada di perutnya? Bagaimana perasaanmu saat ada di sana?"

 

Bagaimanapun, dia ini seorang elf.

Pikirku dalam hatiku.

 

Tentu saja dia ingin mendengar cerita.

 

Setelah aku mengalahkan cacing raksasa itu, aku berakhir terbaring di tempat tidur selama beberapa hari terakhir ekspedisi. Rupanya Eva meninggalkan perkemahan dengan kecewa, karena dia tidak bisa mendengar ceritaku.

 

"Tidak bisakah kau menanyakan hal itu pada Novem?"

Tanyaku, tidak benar-benar mengerti mengapa itu menjadi masalah besar.

 

Eva menggelengkan kepalanya.

"Itu tidak akan ada gunanya bagiku. Kau pemain kuncinya, Lyle."

 

Eva bersandar di kursinya.

"Jangan khawatir, aku akan memastikan untuk menghilangkan semua bagian yang memalukan—seperti bagaimana Sophia menggendongmu seperti tuan putri selama pertempuran, dan harus melemparkanmu ke mulut cacing raksasa seperti sekarung kentang."

 

Mataku melirik ke samping saat aku tertawa terbahak-bahak.

 

Begitu ya.

Pikirku dengan geli.

 

Ini bukan permohonan—ini ancaman terselubung.

 

Menceritakan semua yang telah terjadi pada Eva sepertinya bukan harga yang terlalu tinggi untuk membuatnya merahasiakan sisi menyedihkanku, jadi aku hanya mengangkat bahuku dan setuju. Aku menyiapkan semuanya untuknya saat kami makan, dan saat acara makan berakhir, dia sudah bersemangat.

 

"Yoshaa!"

Eva bersorak, mengepalkan tangannya.

 

"Itu sudah beres. Sekarang aku tidak punya apa-apa lagi yang bisa membuatku tetap di sini."

 

Aku menopang kepalaku dengan kepalan tangan.

"Apa kau berencana pergi ke suatu tempat?"

 

Eva mengangguk sebagai balasan.

"Kupikir aku akan pergi jalan-jalan ke barat. Aku sudah membuat kesepakatan dengan sebuah rombongan—yang berbeda dari yang kuajak pergi ke Kota Darion. Sebenarnya, hari ini adalah hariku mengucapkan selamat tinggal pada kota ini."

 

Eva menyeringai lebar padaku.

"Tetap saja, aku merasa kita akan bertemu lagi. Atau kau lebih suka aku mengatakan bahwa takdir akan mempertemukan kita kembali?"

 

Kuharap dia itu benar.

Pikirku dalam hatiku.

 

Aku tidak ingin ini menjadi terakhir kalinya kami bertemu.

Aku membuka mulut untuk mengucapkan selamat tinggal padanya, namun kemudian berhenti. Ada sesuatu tentang kalimat itu yang terasa tidak tepat.

 

"Aku tidak suka mengucapkan selamat tinggal."

Kataku kepada Eva.

 

"Baiklah, katakan saja, 'Sampai jumpa lagi.'"

 

"Kalau begitu."

Kata Eva, mengedipkan matanya padaku.

 

"Sampai jumpa lagi."

 

***

 

Begitu Eva pergi, suara para leluhurku langsung muncul di kepalaku. Setelah mendengar percakapan seperti itu, aku seharusnya tahu mereka tidak akan membiarkanku mendengar akhir dari percakapan itu. Komentar kepala keluarga ketiga adalah yang terburuk.

 

"Sepertinya kau semakin pandai menangani gadis-gadis." Katanya.

 

"Mungkin karena Art milikmu itu? Tetap saja, tingkat ketidaksabaran yang kau tunjukkan dalam pertarungan melawan cacing raksasa itu memperlihatkan semua ketidakdewasaanmu."

 

Pikiranku beralih ke Art milikku—Experience. Aku tahu Art itu meningkatkan pengalaman yang kudapatkan, namun aku masih tidak tahu seberapa efektif itu, atau apa sebenarnya arti "Experience" itu sendiri.

 

Aku merendahkan suaraku agar tidak ada pengunjung restoran di sekitarku yang bisa mendengar, lalu berbisik,

"Kita benar-benar berpacu dengan waktu saat itu, jadi tentu saja aku akan menjadi tidak sabaran. Ditambah lagi, aku harus mencari tahu semuanya sendiri, karena sekelompok orang tertentu yang terus meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja ternyata belum pernah melawan monster seperti itu sebelumnya."

 

Aku akan senang jika kalian berenam menempatkan diri di posisiku saat itu.

Pikirku kepada mereka dengan kesal.

 

Di sanalah aku, yakin semuanya akan baik-baik saja, hanya untuk dipaksa ke dalam pertempuran di mana semuanya hampir menjadi kacau.

Setidaknya, kupikir semuanya hampir kacau, namun reaksi para leluhurku tampak anehnya tidak tepat pada titik itu. Sebuah kesadaran tampaknya menghantam diri kepala keluarga kedua.

 

"Lyle."

Dia menjelaskan perlahan.

 

"Memang benar kau yang menstimulasi dungeon saat itu, tapi kau masih punya waktu yang cukup lama sebelum benar-benar berubah menjadi kacau."

 

"Apa?!"

 

Kepala keluarga ketiga tertawa.

"Dia benar. Kau akan punya banyak waktu untuk perlahan-lahan menggerogoti cacing raksasa itu sampai cacing itu tumbang. Kalian akan baik-baik saja. Kupikir kau tahu itu dan kau hanya menjadi tidak sabaran, tapi ternyata aku salah."

 

Jadi.... aku hanya membuat semua asumsi itu sendiri?

Pikirku dengan tidak percaya.

 

"Yah, suasananya memang seperti itu."

Kata kepala keluarga kelima dengan mudah. Dia tampaknya telah menerima ketidaktahuanku dan sudah melupakannya.

 

"Dan bagaimanapun, kami memang ikut bermain sampai batas tertentu."

 

Aku menepuk wajahku dengan kedua tanganku, tiba-tiba diliputi rasa malu.

 

"Kalian seharusnya mengatakan sesuatu."

Aku mengerang di sela-sela jariku.

 

Aku melakukan semua itu, dan kami seharusnya bisa melawan cacing itu dengan normal....

 

"Aku tidak mengira kau akan begitu terbawa suasana."

Kata kepala keluarga kedua, mulai tertawa.

 

"Apa gunanya memikirkan itu? Lagipula, kau tetap menang. Dan sejujurnya, kupikir kau melakukannya dengan sangat baik, berkoordinasi dengan Aria dan Sophia dengan cepat seperti itu."

 

Ya, kami memang menang, tapi aku akhirnya pingsan di pelukan Sophia-san! Seluruh perkemahan melihatku seperti itu!

Aku mengerang kecil putus asa.

 

Mengapa mereka tidak bisa mengerti perasaanku...?

Pada akhirnya, aku harus melepaskannya, namun rasa malu itu masih ada.

 

Jadi kami bisa menang bahkan jika aku tidak memaksakan diri...? Seriusan...?

 

Sehari setelah pembicaraanku dengan Eva, kelompokku dan aku menuju ke salah satu ruang pertemuan Guild, tempat kami akan mengevaluasi pekerjaan Zelphy dengan Hawkins yang memimpin kami. Sebagai kliennya, kami berkewajiban untuk memberikan penilaian kami atas kinerjanya sekarang setelah pekerjaannya selesai. Hal-hal seperti itu dianggap penting, karena nilai yang diterima seorang petualang untuk pekerjaan mereka berdampak langsung pada imbalan yang mereka terima.

 

Sebagian besar petualanglah yang dievaluasi, bukan sebaliknya. Ketika mereka memutuskan untuk bekerja sama—seperti yang kami lakukan dengan kelompok Rondo—perjanjian tersebut biasanya dibuat di luar Guild, karena hal itu memungkinkan kedua belah pihak terhindar dari biaya komisi yang dibebankan Guild untuk bantuannya. Setelah kami semua duduk di kursi masing-masing di sekitar meja, Hawkins berdiri dan mengumumkan :

"Mulai hari ini, periode pembelajaran kalian telah berakhir. Silakan isi evaluasi kalian terhadap kinerja Zelphy-san pada formulir ini."

 

Aku melirik Novem, Sophia, dan akhirnya Aria. Ketiganya mengangguk tanda setuju, dan tanpa basa-basi lagi, aku menuliskan nilai A.

 

Hawkins mengambil kertas itu sambil tersenyum tipis.

"Jika kalian memberi petualang nilai A, itu berarti kalian, sebagai atasan mereka, diharuskan membayar mereka hadiah bonus. Apa kalian masih yakin ingin melanjutkan? kalian harus memberikan setidaknya dua puluh persen tambahan dari harga hadiah awal."

 

Aku mengangguk, meletakkan empat koin emas di atas meja. Secara keseluruhan, jumlahnya mencapai dua puluh persen dari harga awal bimbingan Zelphy. Dia menatap koin-koin itu dengan tatapan kosong, seolah-olah dia tidak tahu harus berkata apa. Wajahnya menjadi kaku, dan dia mengangkat tangannya untuk menggaruk rambutnya.

 

"Beri aku nilai B dan selesaikan saja."

Zelphy bersikeras, nadanya kaku dan canggung.

 

"Kudengar kau berencana untuk pension."

Kataku, menatap matanya lurus-lurus.

 

"Dan kau baru saja menikah juga. Karena kau tidak mau menerima hadiah langsung dari kami, ini sepertinya cara terbaik untuk melakukannya."

Zelphy dengan enggan mengambil dua koin emas itu sementara Hawkins diam-diam memproses dokumen. Dua koin lainnya Zelphy tinggalkan, karena Guild akan mengambilnya sebagai bagian mereka.

 

"Zelphy-san."

Kataku dengan tulus.

 

"Terima kasih untuk semuanya."

 

Novem menundukkan kepalanya dengan hormat.

"Kau telah banyak membantu kami. Kurasa kau pantas mendapat nilai A."

 

"Aku tahu aku baru bergabung di tengah jalan."

Kata Sophia, suaranya agak tegang.

 

"Tapi, umm... terima kasih atas bimbinganmu. Aku tahu aku pasti merepotkan untuk dihadapi...."

 

Aku tersenyum tipis, mengingat bagaimana ketika Sophia bergabung dengan kelompok kami, dia berhasil mendapatkan nilai E pada salah satu misinya. Itu adalah evaluasi terendah yang mungkin bisa diterima seorang petualang. Situasinya begitu buruk sehingga Zelphy harus berkeliling untuk meminta maaf atas namanya. Aria membuka mulutnya, hendak mengatakan apa yang ingin disampaikannya, namun Zelphy berbalik dan keluar dari pintu dengan cepat. Dia tidak melirik kami berdua.

 

"Zelphy!"

Teriak Aria, bangkit dari tempat duduknya. Dia melangkah maju, namun Hawkins melambaikan tangannya untuk menghentikannya.

 

"Biarkan dia pergi."

Kata Hawkins kepadanya.

 

"Zelphy-san mungkin hanya tidak ingin kau melihatnya sedih."

Namun itu adalah hal terakhir yang seharusnya Hawkins katakan. Bibir Aria bergetar, dan dia berlari keluar ruangan mengejar perempuan tua itu.

 

"Hawkins-san, ini mungkin bukan saat yang tepat."

Kataku dengan ragu-ragu.

 

"Tapi ada yang ingin kutanyakan padamu."

 

Hawkins mengangguk, dan setelah aku menjelaskan apa yang kuinginkan, dia segera menyiapkan dokumen yang diperlukan untukku. Setelah selesai, dia menyerahkan formulir yang kuminta, yang harus kuberikan pada Guild agar kami bisa meninggalkan Kota Darion dan tinggal ke tempat lain.

 

"Kau berada dalam posisi yang unik, Lyle."

Kata Hawkins, menjabat tanganku.

 

"Aku sangat mengerti mengapa kau membuat keputusan ini. Tapi tetap saja, kami akan sedih melihatmu pergi. Aku akan menantikan untuk mendengar tentang semua pencapaian yang akan kau buat."

 

Aku menatapnya cukup lama, merasa agak emosional. Dulu, saat pertama kali melihat Hawkins, aku tergoda untuk menghindari meja resepsionisnya, seperti banyak petualang lainnya. Namun laki-laki berotot dan bertampang garang ini ternyata adalah seorang resepsionis yang hebat.

 

"Akulah yang seharusnya mengatakan bahwa aku akan merindukanmu, bukan sebaliknya."

Kataku kepadanya sambil tersenyum.

 

"Kau tidak melakukan apapun selain melakukan yang terbaik untuk membantu kami sejak kami mendaftar. Sungguh... aku berterima kasih."

 

***

 

Zelphy bergegas menyusuri koridor Guild, setiap napasnya tercekat di dadanya. Yang ingin dia lakukan hanyalah melarikan diri, namun dia tidak cukup cepat—Aria sudah berada di belakangnya dalam hitungan detik. Gadis yang lebih muda itu menerjang maju dan melingkarkan lengannya di sekitar Zelphy dari belakang, membuatnya berhenti mendadak.

 

"Zelphy...."

Aria terisak di punggungnya.

 

"Aku tahu semua hal yang terjadi dengan keluargaku pasti membuat hidupmu berantakan... tapi tetap saja kau... kau telah melakukan begitu banyak hal untukku. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih, tapi kau bahkan tidak mengizinkanku merayakan momen besar dalam hidupmu bersamamu, jadi aku hanya.... aku pergi ke Lyle, dan—"

 

"Aku tidak akan mengatakan itu tidak merepotkan."

Kata Zelphy, suaranya bergetar.

 

"Tapi aku masih bisa menjalani hidup yang cukup memuaskan. Jadi kau tidak perlu meminta maaf... Ojou-sama."

 

Zelphy mengusap wajah Aria dengan tangannya, menghapus air matanya. Zelphy berbalik dalam pelukan Aria, memeluknya erat-erat.

 

"Aku ingin terus mengawasimu sedikit lebih lama."

Kata Zelphy dengan lembut.

 

"Tapi sekarang, aku...."

Aku akan sibuk dengan hidupku sendiri sekarang, dan selain itu, aku tidak punya banyak hal yang tersisa untuk diajarkan kepadamu. Aku hanya harus melihat bintangmu terbit dari kejauhan mulai sekarang.

 

"Tidak apa-apa, Zelphy. Terima kasih atas semua yang telah kau lakukan untukku. Dan sekarang... aku akan pergi bersama Lyle."

 

Zelphy mengangguk, meskipun dalam hatinya dia berharap Aria tetap tinggal.

 

Pasti menyenangkan sekali, menjalani kehidupan yang tenang dan damai bersamamu di kota ini.

Pikir Zelphy dengan sedih.

 

Jika Zelphy jujur, dia pasti akan memberitahu Aria bahwa menurutnya bukanlah ide yang bagus baginya untuk pergi bersama Lyle. Namun, di saat yang sama, Zelphy tidak bisa menyangkal bakat Aria.

 

Seharusnya dunia mengetahui nama Ojou-sama.

Pikir Zelphy penuh kasih sayang.

 

Dia punya bakat yang jauh lebih hebat daripada aku. Menjauhkannya dari kota seperti Kota Darion bukanlah hal yang benar. Tapi, tetap saja...

Meninggalkan Aria bersama Lyle adalah prospek yang membuatnya lega sekaligus khawatir.

 

"Jangan ragu untuk kembali menangis saat kau tidak lagi mencintainya."

Goda Zelphy dengan senyum tipis.

 

"Aku akan membicarakan semuanya dengan penguasa dan memberimu tempat tinggal."

 

Aria mendengus, berusaha tersenyum pahit di antara air matanya.

"Aku akan baik-baik saja, Zelphy. Aku janji. Dan.... maaf untuk semuanya. Terima kasih."

 

Zelphy melingkarkan lengannya lebih erat di sekitar Aria, membenamkan wajahnya di bahunya. Dan akhirnya, dia membiarkan dirinya menangis.

 

***

 

Saat Aria dan Zelphy mengucapkan selamat tinggal, aku masih berlama-lama di Guild, mengisi semua formulir yang perlu kami isi sebelum menuju tujuan kami berikutnya. Butuh beberapa waktu untuk itu, namun sekarang semuanya sudah siap bagi kami untuk pergi. Baik kartu Guild kami dan formulir transfer tersimpan dengan aman di salah satu tasku, siap untuk diserahkan ke Guild di kota mana pun yang kami putuskan untuk ditinggali selanjutnya. Tujuanku berikutnya, aku akan pergi sendiri. Aku menyerahkan semua tasku ke Novem dan menuju Ciel; Rondo dan Ralph telah memberitahuku bahwa mereka akan menungguku di dalam.

 

Tempat ini benar-benar tidak terlihat seperti toko makanan manis.

Pikirku saat tiba di depan toko.

 

Tapi, tentu saja, pemiliknya sengaja melakukannya. Kalau tidak, semua pelanggan laki-laki mereka akan kesulitan meyakinkan diri untuk masuk.

Aku melangkah masuk, dan beberapa perempuan berseragam cantik berenda langsung menyambutku. Mereka langsung mengenaliku, dan membawaku ke meja Rondo dan Ralph tanpa perlu kuminta.

 

Senang rasanya diperlakukan seperti pelanggan tetap.

Pikirku sambil menyeringai.

 

"Oh, akhirnya kau datang di sini!"

Kata Ralph, sambil mengalihkan pandangan dari menu yang sedang dilihatnya dengan mata berbinar.

 

Rondo tersenyum kecut padaku.

"Maaf soal ini. Ralph bersikeras bahwa kita harus merayakannya di sini."

 

"Besok, kami semua akan berkumpul di bar." Protes Ralph.

 

"Jadi apa salahnya bertemu di sini hari ini? Aku harus mencoba semua yang ada di menu sebelum pergi, atau aku tidak akan pernah puas."

 

Aku meraih kursi dan duduk, lalu bertanya,

"Kalian benar-benar akan meninggalkan Kota Darion, kalau begitu?"

 

Rondo mengangguk sebagai balasan.

"Ya. Kota Darion tempat yang bagus, tapi kami harus pindah ke tempat lain jika kami ingin menjadi petualang kelas satu."

 

Oh.

Pikirku, rasa sakit menjalar di dadaku.

 

Sepertinya mereka sudah merencanakan semuanya.

 

"Perhentian kami berikutnya adalah Kota Auran."

Kata Ralph, menambahkan.

 

"Kami sudah meningkatkan semua perlengkapan kami—aku membuat tombak dengan rarium yang kau berikan kepada kami, Rachel meningkatkan tongkatnya sendiri, dan Rondo—"

 

"Aku meminta mereka meningkatkan pedangku."

Kata Rondo, menimpali.

 

"Dan saat aku melakukannya..."

Rondo meletakkan sebuah benda di atas meja dengan gaya—itu adalah belati yang desainnya mirip dengan pedang yang biasanya dia gunakan.

 

"Aku meminta mereka mengukir Art pertahanan ke dalam belati ini, karena aku tidak punya perisai. Kami memiliki Art garis depan yang diukir ke tombak Ralph, dan beberapa Art garis belakang ke tongkat Rachel. Secara keseluruhan, kurasa kami sudah cukup siap untuk pergi."

 

Aku merasakan sedikit sensasi ketidaknyamanan. Dulu, saat aku hendak meninggalkan rumah untuk terakhir kalinya, tukang kebun kami, Zel, pernah menyebut Kota Auran. Dia bilang tempat itu adalah tempat berkumpulnya para tentara bayaran dan petualang.

 

"Tapi di Kota Auran cukup berbahaya, bukan?"

Tanyaku, menjaga suaraku tetap ringan.

 

"Terutama karena anggota kalian tidak banyak...."

 

"Yah, biasanya aku setuju denganmu." Kata Ralph.

 

"Tapi sekarang kami sudah punya beberapa pengalaman, dan kami semua dilengkapi dengan Demonic Tool. Itu membuat kami cukup ahli, sejauh menyangkut petualang."

 

Rondo mengangguk dan melanjutkan,

"Kami belum meningkatkan armor kami, tapi itu hanya karena kami dengar mereka punya pilihan yang lebih baik di Kota Auran. Demonic Tool saja seharusnya bisa membuat perbedaan besar bagi kami di medan pertempuran, jadi kupikir sebaiknya kami menyampingkan hal itu terlebih dahulu."

 

Rondo tersenyum meyakinkanku.

"Kami juga harus bisa menyelesaikan masalah anggota kelompok kami di Kota Auran. Kami bisa memanfaatkan semua pekerjaan yang tersedia bagi para petualang di sana dan membuat nama untuk diri kami sendiri, yang akan membantu kami dalam merekrut. Harus ada banyak pekerjaan yang bisa kami ambil, karena kota itu dekat perbatasan dan para ksatria serta prajurit mereka kewalahan menghadapi musuh dari negara lawan."

 

Sepertinya mereka punya tujuan dan rencana yang berbeda dari kami.

Pikirku dalam hati.

 

Jadi.... kurasa ini seharusnya menjadi perpisahan.

 

Namun Rondo mencondongkan tubuh ke depan dan menyeringai, tidak terpengaruh oleh kesedihan yang merasukiku.

"Pada akhirnya, kami berencana untuk mengincar Kota Bebas Baym. Kau akan menuju ke sana bersama kelompokmu juga, kan?"

 

Aku mengangguk, dan dia mengulurkan tangan untukku jabat.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita berlomba? Pemenangnya adalah siapapun yang berhasil menjadi petualang kelas satu terlebih dahulu, dan mengalahkan kelompok lain ke Kota Bebas Baym!"

 

Itu benar sekali.

Tiba-tiba aku teringat.

 

Aku memberitahu sang pendiri bahwa itulah tujuanku—menjadi petualang kelas satu, dan melakukan perjalanan ke Kota Bebas Baym.

 

Aku mengulurkan tangan dan menjabat tangan Rondo, sebagian kesedihanku memudar.

"Rondo.... itu kedengarannya bagus. Mari kita bertemu lagi di Kota Bebas Baym."

 

Aku berbalik dan tersenyum kepada Ralph.

"Itu juga berlaku untukmu, Ralph!"

 

"Yah, tentu saja."

Kata Ralph sambil tertawa.

 

"Tapi Lyle... kami tidak akan bertemu denganmu dan mengetahui bahwa kau telah merekrut lebih banyak gadis, kan?"

 

"Apa—? Jelas tidak! Aku tidak mencoba untuk hanya merekrut gadis, aku janji! Setiap laki-laki cakap yang ingin bergabung juga dipersilakan!"

 

Rondo tertawa, dan kami beralih ke topik lain saat kami memesan. Selama sisa waktu bersama, kami membicarakan semua rencana kami untuk masa depan, impian kami, dan banyak hal konyol dan bodoh lainnya.

 

***

 

Malam itu, aku mampir ke ruang meja bundar di dalam Jewel. Aku berdiri di hadapan keenam leluhurku, mata mereka menatapku lekat-lekat, saat aku memberitahu mereka tentang rencanaku selanjutnya.

 

"Kurasa aku akan membawa kelompokku itu bersamaku ke Kota Akademik Aramthurst, jadi kami bisa memanfaatkan semua aula pelatihan dan pelajaran privat yang mereka tawarkan. Kudengar tempat itu juga bagus untuk mengumpulkan rekan-rekan."

 

Aku sudah mencari tahu tentang Kota Akademik Aramthurst beberapa saat setelah Novem dan aku berbicara, dan ternyata tempat itu adalah pusat perekrutan petualang yang terkenal. Para petualang yang pergi ke sana untuk mengasah keterampilan mereka sering kali mencari rombongan yang lebih baik, atau setidaknya yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.

 

"Tidak ada salahnya pergi ke Kota Auran bersama kelompok Rondo, loh."

Kata kepala keluarga kedua, jelas terkejut dengan keputusanku.

 

"Ya."

Kepala keluarga ketiga setuju.

 

"Sejujurnya, kupikir kau akan mengatakan akan pergi ke sana. Kupikir kau akan tetap bersama teman-temanmu, sekarang setelah kau akhirnya punya teman."

 

Aku tak dapat menyangkal bahwa aku telah memikirkan itu. Mereka bertiga bahkan telah memutuskan untuk mengajakku ikut serta. Namun, pada akhirnya.... aku memutuskan Kota Akademik Aramthurst adalah pilihan terbaik bagiku. Kelompok Rondo telah memutuskan untuk pergi ke Kota Auran karena tempat itu bagus untuk menjadi lebih kuat. Kota itu adalah rumah bagi banyak tentara bayaran dan petualang, dan pekerjaan utamanya adalah memburu monster.

 

Namun, meskipun Kota Auran menawarkan banyak cara untuk meningkatkan keterampilan melalui pertempuran, Kota Akademik Aramthurst memiliki kelebihannya sendiri. Pergi ke sana akan memungkinkan kami untuk memperluas keahlian kami dengan berlatih di area yang lebih maju dan terspesialisasi. Kami juga dapat mencari anggota kelompok baru untuk ditambahkan ke kelompok kami yang telah memiliki keterampilan tingkat lanjut tersebut.

 

Aku mungkin telah mempelajari dasar-dasarnya di Kota Darion, tapi meningkatkan keterampilanku sangat penting jika aku ingin terus mengembangkan kemampuanku.

 

Dengan mengingat hal ini, aku memberitahu para leluhurku,

"Meski begitu, aku telah memutuskan Kota Akademik Aramthurst adalah pilihan terbaik bagi kami. Pada akhirnya, meskipun kedua kelompok kami ingin fokus untuk menjadi lebih kuat, cara kami untuk mencapai tujuan itu berbeda. Kami akan bertemu lagi, aku yakin itu—dan lagipula, kami sudah membuat rencana untuk bertemu begitu kami semua mencapai Kota Bebas Baym."

 

"Baguslah, Lyle."

Kata kepala keluarga keempat.

 

"Membuat keputusan yang terukur seperti itu jauh lebih terhormat daripada sekadar mengikuti arus. Kau bisa dengan mudah membiarkannya mengalir begitu saja dan menempatkanmu di Kota Auran."

 

Kepala keluarga kelima mengangguk setuju.

"Kau punya sedikit kelonggaran finansial, jadi sebaiknya kau mampir ke Central sebelum menuju Kota Akademik Aramthurst."

 

Kelompok Rondo tidak punya kelonggaran seperti itu lagi, karena mereka telah menghabiskan sebagian besar uang yang mereka peroleh di dungeon untuk membeli perlengkapan begitu mereka kembali. Mereka mengatakan kepadaku bahwa mereka berencana untuk membeli lebih banyak perlengkapan pelindung begitu mereka mencapai Kota Auran. Hal itu tidak seperti mereka kehabisan uang sekarang—mereka hanya harus mulai memprioritaskan menghasilkan uang lebih cepat daripada nanti.

 

Kami berada dalam situasi yang sama, namun kami tidak perlu terlalu khawatir tentang pengeluaran kami, karena kami tidak perlu berinvestasi pada set senjata dan armor yang sama sekali baru. Dua anggota kami sudah menggunakan pusaka keluarga—Novem dengan tongkatnya dan Sophia dengan kapaknya—dan Demonic Tool yang mahal tidak berguna bagi Aria, karena Permata merahnya memperpendek kemampuan mereka. Aku tidak berbeda—selama aku memiliki Jewel, Demonic Tool berada di luar jangkauanku. Yang paling akan aku beli sendiri adalah senjata berkualitas tinggi. Meskipun demikian, tujuan utamaku adalah menggunakan waktu yang diberikan ruang gerak ekstra untuk mempelajari beberapa keterampilan di Kota Akademik Aramthurst, sebelum kami harus kembali bekerja lagi.

 

"Kota Akademik, ya?"

Kata kepala keluarga keenam, yang tidak terdengar segembira yang lain.

 

"Kedengarannya tidak menyenangkan. Mungkin kau harus mempertimbangkannya lagi, Lyle."

 

"Aku pikir kau sudah cukup bersenang-senang, ayah."

Kata kepala keluarga ketujuh sambil menghela napasnya.

 

"Omong-omong, Lyle, aku senang kamu sudah mulai memikirkan masa depanmu. Tapi saat aku memikirkan bagaimana semua ini terjadi karena kamu memutuskan untuk menjadi petualang papan atas.... aku tidak bisa berkata aku ingin melihatnya terjadi."

 

Sepertinya dia masih kesal karena aku memutuskan untuk menjadi petualang.

Pikirku sambil tertawa kecil.

 

Pendapatnya tidak pernah berubah.

Aku sadar bahwa tanpa aku sadari, aku menunggu satu suara lagi untuk berbicara dan memberikan pendapatnya, namun suara itu tidak pernah datang.

 

Apa yang akan dikatakan sang pendiri kepadaku jika dia ada di sini...?

Aku bertanya-tanya, tiba-tiba merasa kesepian tanpanya.

 

Aku merenungkan dan merenungkan pertanyaan itu sambil menatap pedang besar yang melayang di atas meja bundar, namun tidak menemukan jawaban yang memuaskan.