Chapter 31 : Subjugation Preparation
Keesokan paginya, aku mampir ke kediaman penguasa Kota Darion, Baron Bentler Lobernia. Karena aku tamu tak diundang, aku diminta menunggu beberapa lusin menit sebelum penguasa itu muncul di hadapanku, ditemani oleh para pengikutnya.
"Apa yang membawamu ke sini pada jam segini, Lyle?"
Tanya sang penguasa itu.
Bentler adalah laki-laki bertubuh pendek dan terlihat sekilas tampak baik, namun para leluhurku bersikeras bahwa dia lebih dari sekadar penampilannya. Sekarang, aku tahu mereka tidak salah—aku telah melihat sisi liciknya beberapa kali sejak aku datang ke Kota Darion, seperti ketika dia mengirimku untuk menangani pertikaian teritorial yang menegangkan antara Keluarga Pagan dan Keluarga Maini, atau lebih jauh lagi ketika dia menghukum ayah Aria karena berkolusi dengan para bandit.
Mendengar perkataan sang penguasa itu, aku berdiri dan menyampaikan permintaan maaf atas ketidaksopananku sebelum segera menyelesaikan formalitas. Setelah selesai, aku memberikan senyum paling menyegarkan yang dapat aku bayangkan kepada sang penguasa itu. Tentu saja, aku tidak melakukannya atas kemauanku sendiri. Semua tindakanku dilakukan atas permintaan kepala keluarga keenam.
"Benar, tersenyumlah."
Kata kepala keluarga keenam dari tempatnya di dalam Jewel.
"Jangan pernah biarkan senyummu memudar."
Jadi, dengan kepala keluarga keenam yang dengan antusias menyemangatiku, aku memulai negosiasiku dengan Bentler.
"Langsung ke intinya." Aku memulai.
"Kudengar ada dungeon baru yang ditemukan, dan tampaknya baru saja muncul. Aku ingin ikut serta dalam penaklukannya, jika memungkinkan."
Bentler menggaruk pipinya dengan ujung jarinya.
"Bagaimana aku harus bilangnya ya....? Sayangnya, aku sudah mempercayakan penanganan dungeon itu kepada Guild. Aku tidak lagi punya hak bicara dalam masalah ini."
Benar juga.
Pikirku dalam hati.
Karena dia sudah mendelegasikan tugas itu kepada Guild, dia tidak bisa ikut campur dalam operasi mereka. Tapi, tentu saja dia masih punya semacam wewenang. Bagaimanapun juga, tanah ini adalah miliknya.
"Dia mencoba mengusirmu karena dia tidak ingin berurusan denganmu."
Kata kepala keluarga keenam, geli.
"Tapi sayang sekali! Kita adalah Keluarga Walt selalu menjadi kelompok yang gigih."
Apa itu seharusnya menjadi hal yang baik...?
Aku berkata dalam hati.
"Dalam keadaan normal." Bentler melanjutkan.
"Aku akan mengirim para ksatria dan prajuritku untuk mengurus dungeon, tapi mereka baru saja kembali dari penaklukan terakhir mereka. Akan sangat kejam bagiku untuk mengirim mereka keluar lagi secepat ini. Jika kau harus bersikeras untuk berpartisipasi, aku sarankan untuk berbicara dengan Guild—"
"Selain itu."
Aku menyelanya, berpura-pura mengingat sesuatu.
"Permintaan terakhir yang kau kirimkan kepadaku, yang mengharuskanku untuk menangani perselisihan dengan Keluarga Pagan? Itu benar-benar membuatku merinding. Astaga, jika aku mengambil satu langkah yang salah, aku akan terjebak di tengah perang! Aku sangat senang tidak ada yang terjadi...."
Alis Bentler berkedut.
"Aku sudah membayarmu untuk pekerjaanmu itu."
"Ah, ya, Keluarga Pagan adalah salah satu pengikutmu yang berharga."
Kataku, masih tersenyum cerah sambil merentangkan tanganku lebar-lebar.
"Dan aku benar-benar melakukan segala yang kubisa untuk membantu mereka. Bagaimana hasilnya untukmu, lebih tepatnya....?"
Bentler menghela napasnya dan tenggelam lebih dalam ke sofa. Salah satu pengikut yang berdiri di belakangnya melotot ke arahku, dan aku menyambutnya dengan senyuman cerah.
Aku akan jujur padamu. Aku ingin aku ikuts serta juga.
Pikirku padanya.
"Tak lama setelah kau pergi, kami menerima surat dari Pagan-dono."
Bentler mengakui, menatap mataku.
"Sepertinya dia mempertimbangkan kembali pendiriannya tentang hubungan antara kedua keluarga kami. Meskipun perubahannya mungkin bertahap, aku yakin suatu hari dia akan memenuhi perannya sebagai pengikutku. Kau pasti mencapai lebih dari yang kuharapkan."
Aku mengangguk sebagai jawaban, masih tersenyum lebar. Akhirnya, Bentler melambaikan tangan ke arah sofa di seberangnya, dan aku duduk.
"Jadi, apa yang coba kau inginkan, Lyle?"
Kata Bentler, menatapku dengan pandangan yang bertentangan.
"Apa kau hanya ingin aku menambah hadiahmu, atau kau benar-benar berencana untuk menaklukkan dungeon itu? Atau kau punya rencana yang sama sekali berbeda....?"
"Aku tidak punya rencana lain."
Jawabku jujur. Tidak ada alasan untuk menyembunyikan niatku.
"Aku hanya ingin berpartisipasi dalam penaklukan dungeon itu. Aku tidak menginginkan apapun lebih darimu selain bantuanmu dalam mencapai tujuan itu."
Ekspresi Bentler berubah dari bertentangan menjadi bingung.
"Kau yakin tentang itu? Aku tahu bahwa beberapa orang melihat dungeon sebagai cara untuk mendapatkan uang dengan cepat, tapi itu adalah bisnis yang tidak menentu. Banyak dungeon yang tidak memiliki hadiah sama sekali—dalam hal itu, kau akan berusaha keras untuk mendapatkan hasil yang sia-sia."
Suara para leluhurku terdengar begitu hidup.
"Menantang dungeon adalah kesempatan berharga untuk menguji kemampuanmu!"
"Ya, itu tepat sekali!"
"Aku lebih suka aktivitas yang menghasilkan lebih banyak serangan daripada kegagalan. Apapun itu, itu cara yang bagus untuk berlatih."
"Begitu menemukan dungeon, sebaiknya langsung masuk saja, kan?"
"Si brengsek Bentler itu tidak mengerti! Dia sama sekali tidak mengerti!"
"Bisakah kau benar-benar menyebut dirimu seorang laki-laki jika kau tidak langsung masuk ke dungeon pertama yang kau lihat? Begitulah cara kerja hal-hal seperti ini."
Para leluhurku jelas melihat hal-hal yang sangat berbeda dari Bentler.
Kalian tahu, ini telah menggangguku selama beberapa waktu, tapi apa para leluhurku punya ruang untuk berbicara, mengatakan bahwa aku kurang akal sehat....? Mereka sendiri tidak punya akal sehat yang baik, bukan?
Pikirku dalam hati.
"Tidakkah kau pernah merasa senang saat menemukan dungeon baru, Bentler-sama?"
Tanyaku padanya. Aku tidak bisa menahan diri.
Kepala Bentler terkulai di tangannya.
"Kurasa kau itu benar-benar keturunan Walt ya."
"Hah?"
Alisku berkerut.
Melihat kebingunganku, penguasa itu dengan acuh tak acuh melanjutkan,
"Bagi kebanyakan penguasa, dungeon hanyalah masalah. Secara pribadi, harta karun itu menarik bagiku, tapi kepalaku sakit memikirkan berapa banyak pengorbanan yang harus dilakukan hanya untuk mendapatkannya. Tidak mungkin kau bisa mendapatkan keuntungan setiap kali kau menaklukkan dungeon. Meskipun begitu, jika dungeon terbentuk dan ditemukan di wilayahmu, kau tidak bisa mengabaikannya begitu saja—biaya membiarkannya begitu saja tanpa campur tangan akan sangat besar. Keuntungan membersihkannya lebih besar daripada kerugiannya setiap saat."
Dari apa yang kudengar, jika dungeon dibiarkan begitu saja terlalu lama, populasi monster di dalamnya akan tumbuh terlalu besar untuk ditampung. Akibatnya, dungeon akan mengeluarkan monster ke area sekitarnya, dan mereka akan merajalela. Ribuan—tidak, puluhan ribu—monster akan muncul sekaligus. Kota-kota kecil dan desa-desa akan ditelan gelombang monster dalam sekejap mata. Ketika keadaan menjadi sangat buruk, gerombolan itu bahkan dapat menghancurkan seluruh negara.
Aku pernah mendengar bahwa divine beast—makhluk yang tidak benar-benar monster, namun juga tidak sepenuhnya manusia—akan berkeliling menghancurkan dungeon dari waktu ke waktu, namun tidaklah bijaksana bagi seorang penguasa untuk mengandalkan bantuan mereka.
"Jadi begitulah cara kebanyakan penguasa melihat dungeon, ya?"
Bentler mengangguk tegas kepadaku.
"Memang! Itu sudah jelas, aku tidak tahu cara kerja internal keluarga lain, tapi aku dapat memberitahumu bahwa hanya sedikit yang menganggap dungeon sebagai sumber hiburan."
Aku menjepit Jewel di antara ujung jariku, merenungkan jawaban ini. Para leluhurku mulai berbicara lagi, namun mereka tidak terdengar begitu percaya diri kali ini—mereka hampir terdengar seperti mengelak.
"A-Aneh sekali. Kemunculan dungeon dirayakan seperti festival di zamanku...."
"Mudah untuk berurusan dengan dungeon jika dungeon itu belum lama ada. Jadi apa masalahnya?"
"Dungeon bukan satu-satunya cara untuk menghasilkan uang...."
“Begitukah.... cara pandangan keluarga lain?"
"Kedengarannya mereka perlu meluangkan waktu untuk lebih banyak bermimpi."
"Itu juga yang kupikirkan."
Aku tahu itu....
Pikirku dalam hati.
Keluarga Walt memang yang tidak normal.
"Terserah padamu." Lanjut Bentler.
"Aku akan menitipkan pesan kepadamu untuk Guild. Apapun yang terjadi setelah itu berada di luar kendaliku. Dungeon sekarang benar-benar urusan Guild."
Aku pamit dari kediaman Bentler setelah itu, namun meskipun aku telah mencapai apa yang ingin kulakukan, aku masih punya beberapa pertanyaan tentang hal-hal yang sangat disukai para leluhurku.
***
Tidak lama setelah kunjunganku ke kediaman Bentler, aku menuju Ciel, toko penganan manis tempat Aria dulu bekerja. Toko itu adalah tempat yang bagus untuk bersembunyi dan menikmati camilan rahasia. Aku mengundang dua kenalanku untuk menemuiku di sana—Rondo si pengguna pedang dan Ralph si pengguna tombak. Aku mengenal kedua orang itu selama aku berada di Kota Darion; kami bertemu secara berkala di Toko Ciel dan berbagi meja, tempat kami mengobrol tentang berbagai hal. Kupikir aku sebaiknya membahas operasi dungeon bersama yang aku rencanakan untuk kedua kelompok kami sambil makan kue.
Aku menceritakan penjelasanku kepada mereka. Aku segera mendapat kesan bahwa Rondo, yang merupakan laki-laki muda yang ramah dengan aura menyegarkan, tampak lebih tertarik dengan apa yang aku katakan daripada kue yang ada di atas meja di hadapannya. Begitu aku selesai menjelaskan, Rondo berkata,
"Begitu ya. Kalau tidak salah, kelompokmu beranggotakan lima orang. Kelompok kami beranggotakan tiga orang, jadi kita akan menjadi kelompok yang cukup besar, beranggotakan delapan orang."
Rondo meminum teh yang sedikit pahit itu untuk menghilangkan rasa manis dari mulutnya, lalu bertanya,
"Dengan begitu, apa kelompok seperti kita benar-benar bisa menaklukkan dungeon itu....? Dan bahkan jika kita setuju untuk bergabung denganmu begitu tiba-tiba, detail dungeon itu belum diselidiki...."
Ralph, yang agak suka makanan manis, berhenti sejenak dari melahap kue untuk menyuarakan pendapatnya yang lebih mendukung ideku.
"Kedengarannya bagus."
Katanya dengan riang, sangat kontras dengan nada Rondo yang lebih khawatir.
"Kelompok kami tidak akan bisa ikut serta dalam penaklukan ini sendirian, tapi jika kita bekerja sama, kurasa semuanya akan berjalan dengan baik."
Ralph melirik ke arah Rondo.
"Secara pribadi, aku ingin bekerja sama dengan kelompok Lyle. Aku ingin merasakan seperti apa dungeon secepatnya, dan aku tidak akan mendapatkan kesempatan lagi untuk menjelajahi dungeon seperti ini dalam waktu dekat."
Anggota ketiga dari kelompok Ralph dan Rondo adalah seorang penyihir bernama Rachel, namun dia tidak bersama mereka saat ini. Rondo berpikir sebentar, meminum tehnya. Rondo adalah pemimpin kelompok yang beranggotakan tiga orang itu, jadi tentu saja keputusan tentang tindakan mereka ada di tangannya.
"Sejujurnya, kami tidak bermaksud menghasilkan uang dalam ekspedisi ini."
Kataku kepada mereka.
"Tujuan utama kami hanyalah berpartisipasi dalam penaklukan dungeon, dan mungkin mengumpulkan beberapa prestasi di sepanjang jalan."
"Apa?!"
Tanya Ralph, terdengar sedikit kecewa.
"Tidak ada salahnya kau bersikap sedikit lebih serakah, tahu. Jika kau ingin menafkahi gadis-gadis manismu itu, kau harus berusaha lebih keras."
Aku menatap matanya, berdeham dengan sengaja.
"Sekarang dengarkan ini." Kataku dengan tegas.
"Aku tidak berkencan dengan Aria-san atau Sophia-san. Dan kenyataan memang seperti itu. Aku juga tidak akan menafkahi mereka."
Ralph menyeringai puas padaku.
"Aku harap akan tetap seperti itu." Balasnya.
"Yang lebih penting, Rondo, apa yang akan kita lakukan?"
Sesaat, Rondo hanya menatap langit-langit. Kemudian dia melipat tangannya, meluruskan postur tubuhnya, dan menatap lurus ke mataku.
"Kami akan ikut." Katanya.
"Tapi aku punya beberapa syarat."
Aku juga menegakkan tubuhku di kursiku.
"Itu bisa dimengerti." Kataku padanya.
"Katakan saja."
"Terima kasih." Jawab Rondo.
"Pertama, aku butuh jaminan darimu bahwa Guild akan setuju agar kita berpartisipasi dalam penaklukan. Kalau tidak, persiapan kita akan sia-sia. Kedua, aku perlu tahu kapan menurutmu detail ekspedisi yang lebih rinci akan selesai dikerjakan. Terakhir, kelompok kami ingin memainkan peran aktif dalam pertempuran. Kami tidak ingin hanya membawa perbekalan—itu tidak menyenangkan."
Setelah aku mengangguk pada setiap permintaan, Rondo tertawa lega.
"Kedengarannya bagus." Katanya.
"Meskipun kita masih belum punya cukup informasi untuk mulai merencanakan sekarang. Selalu ada kemungkinan aku harus mundur berdasarkan informasi yang kita dapatkan tentang dungeon itu.... tapi terlepas dari itu, terima kasih atas undangannya."
"Baiklah!"
Ralph bersorak, mengepalkan tinjunya dengan penuh kemenangan.
"Kami selangkah lebih dekat ke mimpi kami!"
Aku menatap mereka berdua, tiba-tiba merasa penasaran.
"Mimpi?" Tanyaku.
"Ya, kami punya mimpi, atau mungkin lebih baik menyebutnya tujuan."
Rondo menjelaskan dengan malu-malu.
"Kita adalah petualang, jadi kita harus mencapai puncak, bukan begitu? Jika memungkinkan, kami ingin bekerja di Kota Bebas Baym. Kurasa aku sudah pernah memberitahumu sebelumnya, tapi tempat itu benar-benar hebat."
Aku pasti pernah mendengar tentang Kota Bebas Baym sebelumnya—tempat itu adalah pusat perdagangan yang bisa dibilang merupakan rumah sejati bagi semua petualang.
"Kami berencana untuk terus bekerja dan menyebarkan nama kami di luar sana."
Kata Ralph, menambahkan.
"Kami mungkin kalah darimu sekarang, Lyle, tapi pada akhirnya, kami akan mendapatkan lebih banyak anggota dan menjadi kelompok yang namanya di dengar oleh semua orang."
Dan dengan itu, kedua orang itu berdiri dari tempat duduk mereka.
"Baiklah, aku akan pergi dan membicarakan ini dengan Rachel." Kata Rondo.
"Lyle, terus hubungi kami, oke?"
Mereka segera membayar dan pergi, membiarkanku menghabiskan sisa kuenya. Saat aku makan, kepala keluarga kedua berbicara, memberiku pendapatnya tentang Rondo dan Ralph.
"Kau telah mendapatkan beberapa teman baik, Lyle."
Komentar kepala keluarga kedua.
"Memiliki tujuan untuk dicapai adalah hal yang positif."
"Apa mereka berdua.... benar-benar temanku?"
Tanyaku dengan lembut.
Kepala keluarga kedua tertawa kecil.
"Ya. Dan di atas semua itu, mereka optimis dan terampil—mereka punya banyak potensi. Kau bahkan mungkin akan bertemu mereka lagi setelah meninggalkan Kota Darion."
Kata-kata kepala keluarga kedua itu membuatku teringat bahwa suatu hari nanti, Rondo dan kelompoknya akan meninggalkan Kota Darion. Dari apa yang Rondo dan Ralph katakan padaku, begitu mereka membuat semua persiapan di sini yang mereka rasa bisa, mereka berniat untuk berangkat ke tujuan berikutnya. Informasi tentang kepergian mereka yang akan datang membawa kenangan tentang sang pendiri ke dalam pikiranku. Sedikit rasa sakit muncul di dadaku.
Kepala keluarga keempat pasti menyadari perubahan sikapku, karena dia angkat bicara dan berkata padaku,
"Jangan terlalu sedih, Lyle. Selama kau tetap hidup, kau akan punya kesempatan untuk bertemu mereka lagi."
Aku mengangguk, menghabiskan gigitan terakhir kue itu. Aku teringat bagaimana kepala keluarga kedua menyebut Rondo dan Ralph sebagai temanku, dan perasaan sedihku pun mereda. Saat aku duduk di sana, aku merasa sedikit malu dan sedikit senang di saat yang bersamaan.
***
Sekarang setelah aku berbicara dengan Rondo, aku punya beberapa hal lagi yang ingin kupersiapkan selama hari liburku. Namun sebelum aku bisa melakukan semua itu, aku harus menyerahkan surat yang ditulis Bentler untukku ke Guild. Surat itu berisi persetujuan tertulisnya agar aku berpartisipasi dalam penaklukan dungeon baru.
"Sekarang setelah aku mendapat izin dari Bentler-sama."
Tanyaku kepada para leluhurku saat aku berjalan menyusuri jalan sepi menuju Guild.
"Apa ada hal lain yang perlu kulakukan?"
Sebuah suara dengan cepat menjawab dari dalam Jewel—itu adalah suara kepala keluarga ketiga.
"Kau kekurangan informasi untuk saat ini."
Kata kepala keluarga ketiga padaku.
"Jadi katakan saja pada mereka kau akan berpartisipasi lalu biarkan itu. Berita itu akan sampai ke Zelphy besok, aku yakin. Oh, aku tidak sabar untuk melihat tanggapannya."
Apa Zelphy-san akan marah besar saat mendengar tentang apa yang telah kulakukan?
Aku bertanya-tanya, sambil terus berjalan di jalan.
Maksudku, aku bertindak dan mengumpulkan rekan-rekan dan bahkan bertemu dengan penguasa setempat, semua itu demi ikut serta dalam penaklukan dungeon.
Aku menggigil saat memikirkannya.
Yah, kalau dia akan memarahiku, aku tidak ingin berada di dekatnya.
Saat itulah aku melihat Novem, yang tampaknya sedang berbelanja.
"Ah, Novem." Panggilku.
Novem berbalik dan melambaikan tangan. Aku kemudian menyadari bahwa dia membawa Aria dan Sophia bersamanya, dan ketiga gadis itu membawa cukup banyak tas belanja. Sesuatu tentang pemandangan itu benar-benar mengubah sikap kepala keluarga keempat itu.
"Lyle!"
Serunya, suaranya penuh dengan bahaya.
"Cepatlah! Gadis-gadis itu sepertinya sedang dalam perjalanan pulang setelah berbelanja. Apa kau siap menghadapi mereka?"
Apa aku.... siap menghadapi mereka...?
Aku merasakan dorongan untuk memiringkan kepalaku dengan bingung, namun aku berhasil menahannya, mengetuk Jewel itu dan membiarkannya berputar-putar di tanganku.
"Kau harus memuji mereka!"
Kata kepala keluarga keempat denga keras.
"Sekarang setelah mereka selesai berbelanja, kau harus memuji mereka, dan memberi tahu mereka betapa berbedanya penampilan mereka dari biasanya!"
Seriusan, beri aku istirahat lah.
Pikirku dalam hati.
Mana-ku meningkat setelah Pertumbuhanku, tapi masih terkuras cukup cepat saat kau berteriak seperti itu. Omong-omong, kenapa kau bersikap begitu takut pada gadis-gadis itu...?
Pada saat itu, aku merasa lebih bingung daripada tercerahkan oleh ceramah kepala keluarga keempat itu.
"Mereka datang!"
Kepala keluarga keempat menyimpulkan.
"Jangan lengah!"
"Kau harus mendengarkannya."
Kata kepala keluarga kelima dengan nada agak merendahkan.
"Itu adalah kata-kata seorang suami yang takut pada istrinya."
Itu nada yang cukup mengejek untuk seseorang yang menyuruhku mengikuti nasihat orang lain.
Pikirku sinis.
Kalau dipikir-pikir, kepala keluarga kelima tidak banyak bicara tentang dirinya sendiri atau keadaannya. Aku harus bertanya kepadanya tentang hal itu suatu hari nanti.
Ketiga gadis itu sudah cukup dekat denganku sekarang, dan kulihat kepala keluarga keempat benar—mereka berpakaian berbeda dari saat mereka pergi berburu monster. Novem telah menanggalkan jubahnya, begitu pula Aria, yang memperlihatkan sedikit kulitnya. Sophia juga menanggalkan jubahnya, namun dia mengenakan kemeja lengan panjang dan rok panjang di baliknya, jadi kulitnya tidak lebih terbuka dari biasanya. Dia juga tidak membawa kapak perangnya; ada sesuatu tentang ketiadaan kapak itu yang membuatnya merasa sedikit tidak menakutkan.
Tapi, dia memang terlihat sangat berbeda dari biasanya....
"Kamu berangkat pagi-pagi sekali hari ini, Lyle-sama." Kata Novem.
"Apa kamu sudah menyelesaikan urusanmu?"
Aku menggelengkan kepalaku.
"Tidak, aku akan pergi untuk melakukan bagian yang paling penting sekarang. Bagaimana dengan kalian bertiga? Apa yang kalian belanjakan hari ini?"
"Hanya keperluan sehari-hari."
Kata Aria, mengangkat tasnya.
"Pakaian dan lain-lain. Aku tidak bisa selalu membeli barang untuk senjata dan armorku, kan?"
Aku hanya menganggukkan kepala sebagai tanda setuju.
"Lyle."
Kata kepala keluarga keempat dengan pelan.
"Mulai dengan memuji cara berpakaian mereka. Itu sudah cukup untuk hari ini."
Ada nada yang hampir putus asa dalam suaranya, seolah dia menyadari tidak ada gunanya meminta terlalu banyak dariku.
Aku menggaruk pipiku, lalu akhirnya berkata,
"Agak menyegarkan melihat kalian semua seperti ini. Aku hanya ada di sekitar saat kalian berpakaian untuk pergi berburu monster, dan begitu kita kembali...."
Aku berhenti sejenak untuk merenung.
"Pakaian yang kalian kenakan saat keluar dari pemandian masih terasa sedikit berbeda dari ini, kurasa."
Itu pujian yang cukup sederhana, namun saat aku selesai, Aria berputar sedikit untuk memamerkan pakaiannya.
"K-Kau benar-benar berpikir begitu?" Tanyanya.
"Awalnya aku tidak yakin apa aku harus membeli pakaian ini atau tidak, karena harganya agak mahal. Sophia juga terlihat imut, bukan?"
Aku melirik Sophia, yang sedang gelisah. Kemeja yang dikenakannya di atas rok panjangnya diberi aksen renda. Itu sangat berbeda dari jubahnya yang biasa, namun jubah itu tetap menunjukkan sifatnya yang tekun.
"Kurasa pakaiannya cocok untuknya."
Kataku pada Aria.
"Terima kasih!"
Jawab Sophia. Dia tampak agak malu—wajahnya memerah.
Aku melirik Novem berikutnya. Dia balas tersenyum padaku. Dia mengenakan pakaiannya yang biasa, hanya melepas jubahnya.
Sungguh merepotkannya.
Pikirku dalam hati.
Apa yang harus kupuji darinya....? Rok dan kemejanya sama... Mungkin sepatunya baru? Tidak, kurasa aku pernah melihatnya mengenakannya, jadi...
Bahuku menjadi terkulai.
Aku tidak tahu harus berkata apa.
"Coba puji rambutnya."
Saran kepala keluarga keempat.
"Dia mengepang gaya ekor kudanya hari ini."
Aku menuruti sarannya.
"Gaya rambutmu bagus hari ini." Kataku pada Novem.
"Sedikit berbeda dari biasanya."
Novem tersenyum lembut padaku.
"Terima kasih, Lyle-sama. Oh, benar! Apa kamu ingin makan bersama kami? Sepertinya sudah waktunya makan siang."
Memang saat yang tepat untuk makan siang, namun aku baru saja makan kue.
"Maaf."
Kataku sambil meringis.
"Aku baru saja makan kue dengan Rondo."
"Enaknya."
Komentar Aria, tampak sedikit kecewa.
"Kau pergi ke Toko Ciel, kan? Aku tidak bisa pergi ke sana lagi."
Seharusnya aku membelikan mereka makanan manis untuk dibawa pulang.
Pikirku dalam hati.
Ciel seperti surga rahasia bagi para laki-laki yang suka makanan manis—mereka akan menjadi gugup setiap kali ada pelanggan perempuan datang. Aria tampak terlalu memikirkan fakta ini. Dia tidak bisa memaksakan diri untuk masuk, meskipun dia pernah bekerja di sana.
"Aku akan pergi dulu."
Kataku kepada gadis-gadis itu, sambil menunjuk ke ujung jalan.
"Aku punya urusan di Guild yang harus kuurus. Sampai jumpa!"
Kami berpisah, dan aku menuju ke lantai dua Guild.
***
Setelah Sophia, Novem, dan Aria berpisah dengan Lyle, mereka menemukan tempat yang cocok untuk makan siang. Toko itu sudah penuh sesak saat mereka tiba, namun mereka akhirnya dapat memesan setelah berjuang melewati semua kesibukan. Sekarang ketiga gadis itu duduk di meja, menunggu makanan mereka tiba. Bahkan tanpa jubahnya, Sophia berpakaian terlalu ketat untuk cuaca. Keringat membasahi wajahnya, dan dia menyekanya dengan sapu tangan.
"Menurut kalian apa urusan Lyle di Guild?"
Sophia bertanya, memunculkan pertanyaan yang ada di benaknya.
"Jika itu tentang pekerjaan, kita mungkin bisa membantunya."
Aria telah melihat-lihat sekeliling toko, namun pertanyaan ini menyebabkan matanya terfokus pada Novem.
"Apa dia memberitahumu sesuatu, Novem?" Tanyanya.
"Kurasa dia bisa saja pergi ke Guild untuk mengeluh karena mereka tidak mengizinkan kita ikut serta dalam urusan dungeon itu, tapi sepertinya itu bukan yang dia rencanakan..."
Novem tersenyum pada Aria dari kursinya, yang didudukinya dengan postur yang sempurna.
"Sejauh yang aku tahu, Lyle-sama belum menerima pekerjaan apapun." Katanya.
"Dan meskipun Lyle-sama ingin memasuki dungeon, dia tampaknya tidak terlalu kecewa dengan penolakan Guild. Bagaimanapun, kupikir dia akan baik-baik saja tanpa bantuan kita."
Sophia menempelkan jari di bibirnya, menundukkan kepalanya sambil berpikir.
"Hal ini sudah menggangguku selama beberapa waktu sekarang."
Kata Sophia pada dirinya sendiri.
"Tapi mengapa seseorang ingin memasuki dungeon seantusias yang Lyle itu lakukan...? Maksudku, aku mengerti bahwa beberapa orang ingin menaklukkan dungeon karena mereka pikir itu akan membuat mereka cepat kaya, dan aku tidak bermaksud menghancurkan impian mereka, tapi... Lyle tampaknya tidak terlalu terpaku pada uang...."
Sophia terdiam, frustrasi karena tidak mampu menyampaikan maksudnya dengan jelas.
"Kau yakin tentang itu?"
Kata Aria, membantah.
"Saat kita menangani pertikaian wilayah itu, dia bilang dia ingin menjadi orang pertama yang masuk ke dalam dungeon. Kurasa itu bisa jadi semacam hobi laki-laki, atau semacamnya...? Sejujurnya, aku tidak begitu mengerti apa yang memotivasi Lyle. Dia biasanya sangat lesu, tapi saat kau membuatnya bersemangat, dia seperti orang yang sama sekali berbeda...."
Aria juga tidak bisa mengekspresikan dirinya dengan baik, dan dia menatap kedua gadis lainnya untuk memastikan bahwa mereka mengerti.
Mungkin itu tradisi Keluarga Walt.
Pikir Sophia dalam hatinya.
Mungkin itulah sebabnya dia ingin membuktikan dirinya di dalam dungeon. Tapi meskipun dia mencoba memaksakan diri masuk ke tim penaklukan, dia tampaknya tidak begitu termotivasi untuk berpartisipasi.... dia seperti orang yang aneh—maksudku, dia benar-benar kurang akal sehat. Aku bukan orang yang tepat untuk mengatakan ini, tapi dia jelas lebih buruk dariku. Dan meskipun dia mampu mencapai beberapa hal yang benar-benar luar biasa saat dirinya serius, kesenjangan antara sisi dirinya itu dan dirinya yang biasa terasa terlalu besar....
Novem angkat bicara, memutus alur pemikiran Sophia itu.
"Selain Keluarga Walt, penaklukan dungeon penting bagi semua petualang. Pekerjaan semacam itu adalah bagian besar dari pekerjaan seorang petualang. Bahkan, kalian bisa cukup yakin mengatakan bahwa penaklukan dungeon adalah hal pertama yang dipikirkan orang saat kalian menyebutkan perdagangan petualang."
Ada banyak cerita populer yang melibatkan protagonis petualang yang menemukan senjata legendaris di kedalaman dungeon. Banyak petualang muda menimbun mimpi untuk memiliki pengalaman seperti itu sendiri—tidak ada jaminan bahwa Lyle tidak termasuk di antara mereka.
Namun, dunia nyata tidak sebaik yang ada dalam cerita. Kebanyakan petualang muda yang mengejar mimpi seperti itu akan menemukan bahwa itu hanya mengarah pada kematian dini. Kota Darion memiliki banyak petualang muda—itulah sebabnya para anggota Guild Petualang Kota Darion harus melalui proses yang sangat panjang untuk dipilih untuk perjalanan dungeon. Sebagian besar Guild lainnya tidak memiliki kualifikasi yang begitu ketat.
"Cerita yang cukup umum bagi keturunan bangsawan tanpa hak warisan untuk menjadi petualang agar bisa meraup untung dengan cepat."
Kata Novem, melanjutkan.
"Sebagian besar skema menghasilkan uang mereka melibatkan dungeon. Dan sebenarnya, menaklukkan dungeon mungkin menjadi salah satu rintangan yang tak terelakkan yang akan kita hadapi untuk membuat nama bagi diri kita sebagai petualang."
Aria meregangkan tubuh di kursinya.
"Hidup terasa sangat membosankan sejak aku menjadi petualang." Komentarnya.
"Kelompok kita tidak memburu monster dongeng, atau menerima permintaan yang sulit. Sejauh yang aku tahu, bahkan jika pekerjaan itu ada, tidak ada yang akan mengizinkan kita untuk mengambilnya."
Aria benar—kelompok mereka masih kurang kredibilitas karena sedikitnya prestasi yang mereka raih. Kekurangan itu berarti mereka dilarang melakukan pekerjaan yang diimpikan para petualang muda.
Aku tidak akan mengatakan bahwa waktuku sebagai petualang tidak membosankan.
Pikir Sophia. Ketika dia mengingat semua yang telah terjadi padanya sejak dia bertemu Lyle, Sophia terkejut karena ternyata dirinya telah melakukan banyak hal yang hanya pernah dirinya dengar terjadi dalam kisah-kisah petualang. Namun, reputasi Lyle di Kota Darion sangat meragukan, dan kelompok mereka tidak memiliki julukan mencolok seperti yang ada di buku cerita.
Sepertinya petualanganku masih jauh dari yang ada dalam harapan dan impianku.
"Semuanya akan baik-baik saja."
Kata Novem sambil tertawa kecil.
"Jika kalian tetap bersama Lyle-sama, aku yakin—"
"Maaf membuat kalian menunggu!"
Seru pelayan yang datang ke mereka.
Dan makanan mereka pun diantar, dan percakapan beralih ke topik baru....
***
Keesokan harinya, kelompokku berkumpul di lantai dua Guild atas permintaan Hawkins. Dia membawa kami ke ruang pertemuan dari sana—begitu kami masuk, aku langsung tahu suasananya sangat buruk. Zelphy melotot tajam ke arahku, sementara kelompok Rondo berdiri diam, menunggu untuk melihat bagaimana keadaannya. Sementara itu, Hawkins melingkarkan tangannya di kepalanya, wajahnya tampak gelisah. Rasa sesal menyergapku—aku merasa bersalah karena menempatkan laki-laki bertubuh tinggi itu dalam posisi yang tidak nyaman.
Aria pasti sudah memutuskan untuk mendapatkan jawaban dariku, karena dia menyikutku dan bertanya,
"Lyle, kenapa suasana di sini begitu suram?"
"Yah, kau tahu...."
Kataku perlahan.
"Aku mungkin sedikit mengambil tindakan."
Hawkins berdeham.
"Ada banyak hal yang ingin kukatakan, tapi aku akan mulai dengan yang paling penting. Lyle, kelompok kalian telah diberi izin untuk berpartisipasi dalam penaklukan dungeon baru yang telah muncul. Kalian akan diizinkan untuk berpartisipasi bersama dengan kelompok lain, jadi Rondo dan timnya juga telah menerima izin."
Begitu Sophia mendengar itu, dia berbalik dan mulai menatapku, mengamatiku dengan saksama. Kelompok Rondo tampak senang karena mereka bisa berpartisipasi sama sekali.
"Jangan bilang ini alasanmu pergi ke Guild kemarin...."
Kata Sophia kepadaku.
Aku mengangguk, mengalihkan pandanganku darinya.
"Aku meminta Bentler-sama untuk memberikan kata-kata yang baik untukku, dan meminta agar kelompok Rondo bekerja sama dengan kita sebelum aku mampir ke Guild."
Sekarang bahkan Novem menatapku dengan heran. Aku merasa sedikit bersalah karena meneruskan rencanaku tanpa berbicara dengannya, namun para leluhurku sangat senang.
"Yoshaa! Sekarang kita hanya perlu mendapatkan pengarahan, dan kemudian kita bisa mulai bersiap!"
"Tidak ada yang mustahil, selama Walt terlibat."
"Kita mungkin akan mendapat untung yang lumayan...."
"Dan semoga, monsternya tidak akan ada yang imut...."
"Sebagai permulaan, kalian akan membutuhkan makanan dan senjata. Ada banyak hal yang harus dilakukan!"
"Benar sekali! Dan meskipun kita telah berpartisipasi dalam penaklukan dungeon sebelumnya sebagai penguasa, tidak ada jaminan bahwa para petualang melakukan hal yang sama. Pastikan kau menghubungi Zelphy untuk hal itu. Meskipun aku tidak begitu antusias saat kau menghadapinya...."
Hahh, jangan bercanda.
Pikirku dalam hati.
Tentu saja aku harus meminta bantuan perempuan tua yang melotot padaku itu. Dia bahkan gemetar, dia sangat marah!
"Setelah itu selesai." Hawkins melanjutkan.
"Kita akan beralih ke pembicaraan tentang informasi tambahan yang telah kami kumpulkan tentang dungeon itu. Dungeon itu muncul di dalam hutan, dan skalanya relatif kecil."
Aku mengangguk. Aku cukup tahu untuk memahami bahwa ketika Hawkins merujuk pada skala dungeon itu, dia merujuk pada berapa banyak lantai yang dimiliki dungeon itu, bukan seberapa besar secara umum. Beberapa dungeon memiliki lantai yang menurun, dan beberapa memiliki lantai yang naik, namun selama jumlah lantainya di bawah sepuluh, dungeon itu akan dianggap berskala kecil. Jika dungeon memiliki lebih dari sepuluh lantai, itu dianggap berskala sedang, dan jika memiliki lebih dari lima puluh lantai, itu dianggap berskala besar.
"Menurut laporan." Hawkins melanjutkan.
"Dungeon itu hanya memiliki satu lantai, meskipun sangat luas, dan monster di dalamnya termasuk goblin, orc, dan beberapa jenis monster serangga. Pergeseran tampaknya kecil, tapi dungeon itu masih dapat mengalami beberapa perubahan. Kau harus tetap waspada terhadap kejadian seperti itu."
Jadi meskipun dungeon itu luas, pihak Guild tetap memutuskan bahwa dungeon itu berskala kecil karena hanya memiliki satu lantai.
Pikirku dalam hati.
Dan dungeon itu mungkin saja bergeser—aku harus mengingatnya.
Ketika dungeon bergeser, dungeon tersebut mengubah tata letak internalnya—hal ini bisa termasuk ruangan, koridor, dan banyak lagi—sehingga lebih sulit bagi penyerbu untuk membersihkannya. Dari apa yang dikatakan Hawkins, dungeon ini tidak sering bergeser, namun aku tetap harus berhati-hati.
"Kali ini, penaklukan dungeon itu akan sepenuhnya menjadi usaha Guild."
Kata Hawkins menjelaskan, membolak-balik dokumen di tangannya.
"Kami telah mengajukan permintaan untuk dukungan belakang, serta untuk seorang pedagang untuk menyediakan jatah makanan bagi orang-orang kami selama perjalanan ke lokasi dungeon. Guild telah secara resmi mendukung seorang pedagang bernama Byron, jadi aku tidak akan merekomendasikan untuk menggunakan pedagang lain jika mereka muncul. Tidak ada satupun dari mereka yang akan melakukannya, karena sebagian besar dari mereka telah berkumpul di dungeon lainnya."
Wajah Zelphy mengerut ketika dia mendengar itu. Sutler rupanya adalah pedagang yang mengikuti petualang, tentara bayaran, dan pasukan saat mereka jauh dari rumah. Mereka menjual perbekalan kepada orang-orang saat mereka berada di lapangan. Dari apa yang kudengar, mereka akan muncul entah kalian menginginkan mereka di sekitar kalian atau tidak.
Tapi, kami seharusnya tidak melihat banyak dari mereka, jika Hawkins-san benar.
Pikirku dalam hati.
Jika mereka semua sibuk dengan dungeon lainnya, akan lebih masuk akal bagi mereka untuk tinggal di sana. Selain itu, dungeon itu memiliki skala yang lebih besar daripada yang sedang kami tangani, yang berarti mungkin akan membutuhkan waktu lebih lama untuk menaklukkannya.
"Jadi, Byron tua itu yang mengambil alih?"
Tanya Zelphy. Sepertinya dia mengenal orang itu—dan tidak dalam hal yang baik, berdasarkan sikapnya.
"Guild akan bertanggung jawab penuh atas dirinya."
Kata Hawkins meyakinkannya.
"Aku juga akan berpartisipasi sebagai perwakilan staf."
"Kau yakin?" Goda Zelphy.
"Jika kau bertanya padaku, wajahmu yang menakutkan itu paling cocok di balik meja."
"Aku berusaha sebaik mungkin untuk bersikap sopan."
Kata Hawkins sambil mengangkat bahunya.
Sepertinya Guild menempatkan Hawkins di meja resepsionis sebagai pencegah bagi petualang yang bertindak tidak senonoh. Meskipun tanggapannya rendah hati, tampaknya Hawkins menyadari dan mengingat keputusan ini.
"Omong-omong."
Kata Zelphy lebih serius.
"Aku harus mengakui bahwa aku lega memilikimu sebagai perwakilan staf Guild. Aku jadi bertanya-tanya apa yang dipikirkan Guild, mengirimmu ke lapangan."
Hawkins menolak untuk membalas komentar ini, dan malah kembali ke pengarahannya.
"Para pedagang akan menjual peralatan di tempat, tapi kalian harus berhati-hati dengan biayanya. Akan lebih baik bagi kalian untuk mempersiapkan diri dengan baik sebelumnya. Jika selama petualangan kalian menemukan peti harta karun, barang jarahan di dalamnya menjadi milik siapapun yang menemukannya. Tapi, material monster dan Demonic Stone akan dibeli dari kalian oleh Guild dengan harga yang lebih rendah."
Kudengar Guild membeli Demonic Stone dan material monster dengan harga khusus selama penaklukan dungeon. Itu biasanya berarti mereka akan membelinya dari kami dengan harga di bawah harga pasar.
Pikirku dalam hati.
"Untuk harta karun di ruang terdalam."
Kata Hawkins, melanjutkan.
"Sebagian akan diberikan kepada Guild, dan—"
"Tunggu sebentar."
Kata Ralph, memiringkan kepalanya dengan heran.
"Maksudmu kami akan mendapatkan harta karun jika kami menemukannya, tapi selain itu, kami mendapatkan lebih sedikit dari biasanya?"
Ralph terdengar agak cemas, jadi fokus Hawkins tertuju padanya.
"Ini pertukaran." Hawkins menjelaskan.
"Kalian mungkin menjual jarahan kalian dengan harga lebih rendah, tapi Guild akan mengurus semua dukungan logistik. Itu berarti kalian tidak perlu khawatir tentang apa yang akan kalian makan, atau tentang melakukan pekerjaan sambilan di sekitar kamp. Kurasa kalian akan merasa semuanya setimpal."
Ralph harus berpikir sejenak sebelum dia merasa puas, namun dia akhirnya mengangguk. Sekarang setelah Hawkins menjelaskan prosesnya, itu masuk akal bagiku juga. Bagaimanapun juga, Guild membutuhkan semacam kompensasi atas dukungan yang akan mereka berikan kepada kami.
"Hal berikutnya dalam agenda adalah keberangkatan kalian."
Kata Hawkins, memberitahu kami.
"Kita akan mengirim kalian seminggu dari sekarang. Diperlukan waktu sekitar dua hari untuk mencapai dungeon, dan diperkirakan akan memakan waktu sekitar dua minggu untuk menaklukkannya."
"Itu waktu yang cukup lama untuk dungeon berskala kecil!" Seru Rondo.
Zelphy memahami penjelasannya kali ini.
"Setelah kita sampai di dungeon." Katanya kepada Rondo.
"Kita harus mendirikan kemah, mengamankan sumber air, dan memastikan keselamatan kita. Dengan semua yang harus kita lakukan, tidak ada yang tahu berapa banyak dari dua minggu itu yang benar-benar dapat kita habiskan di dalam dungeon sialan itu."
Ah.
Pikirku dalam hati.
Jadi sepertinya kami tidak akan segera masuk begitu kami tiba.
"Jadi kita masih punya waktu tersisa sebelum kita harus berangkat, katamu?"
Tanyaku kepada Hawkins.
"Ya."
Balas Hawkins.
"Sekitar lima puluh petualang akan diizinkan masuk ke dungeon, tapi kita perlu memobilisasi sekitar dua hingga tiga ratus orang untuk memberikan dukungan. Kita bekerja secepat yang kita bisa."
Aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku saat itu.
"Mereka telah menempatkan cukup banyak orang di pekerjaan itu."
Kata kepala keluarga ketiga dengan kagum.
"Guild itu mengendalikan logistik mereka dengan baik. Meskipun kurasa mereka selalu dapat merekrut beberapa petualang untuk mengisi peran yang tidak dapat mereka lakukan dengan orang luar...."
"Kami tidak pernah mengerahkan banyak orang saat aku menjadi penguasa."
Kata kepala keluarga ketujuh, yang terdengar sama penasarannya dengan kepala keluarga ketiga.
Jadi, penaklukan dungeon tidak hanya berbeda dari satu penguasa ke penguasa lainnya. Tampaknya juga berbeda di antara Guild.
Pikirku dalam hati.
"Ini seharusnya semua informasi yang kalian butuhkan."
Kata Hawkins, sambil menyerahkan beberapa lembar kertas kepada kami masing-masing.
"Pastikan kalian membaca semua detailnya."
Setelah selesai, Hawkins menyatakan bahwa dia harus menyelesaikan pekerjaannya, dan meninggalkan ruangan dengan tergesa-gesa.
"Kau benar-benar membantu kami di sana, Ly—"
Rachel berhenti saat melihat ekspresi marah di wajah Zelphy.
"Maksudku, Novem! Berkatmu, sepertinya kita juga bisa berpartisipasi dalam penaklukan."
"Ya...."
Jawab Novem, dengan senyum masam di wajahnya.
"Tentu saja, aku senang membantu."
Alasan di balik senyum pahit Novem mengarah kepadaku dengan penuh penebusan. Novem melihat tanpa daya saat Zelphy mendekatiku, seringainya sangat lebar. Namun, efeknya agak hancur karena tatapan matanya yang sama sekali tidak menunjukkan humor.
"Bagaimana kalau kau mulai menjelaskan ini, Lyle?"
Zelphy berkata dengan nada jengkel.
"Kupikir aku sudah bilang padamu bahwa penaklukan dungeon itu bukan urusanmu."
Aku melihat sekeliling ruangan, berharap ada seseorang yang menyelamatkanku, namun semua orang sudah pergi. Novem ditarik ke arah pintu oleh Aria dan Sophia, dengan Rachel mendorongnya dari belakang.
Pada akhirnya, Novem hanya tersenyum tak berdaya dan berkata cepat,
"Semoga berhasil!"
Sebelum Novem itu menghilang dari pandanganku.
Aku mulai berdoa dengan sungguh-sungguh untuk meminta petunjuk para leluhurku, namun mereka berenam hampir tidak memperhatikanku lagi.
"Aku tidak sabar!"
"Oh, ini akan seru sekali!"
"Ayo masuk ke dungeon itu dan cari harta karunnya!"
"Goblin, orc, aku tidak peduli dengan mereka itu. Yang penting mereka semua milik kita."
"Kita tidak pernah tahu, bahkan mungkin ada naga di ujungnya!"
"Paling tidak, aku ingin ada seekor gryphon di sana."
Tiba-tiba, suara mereka semua menyatu menjadi satu suara gemuruh.
"AKHIRNYA SEMUA INI AKAN MENJADI MENYENANGKAN!" Sorak mereka.
Sementara itu, aku terpaksa mendengarkan perayaan para leluhurku itu saat Zelphy memberiku ceramah yang kasar. Ketika dia akhirnya selesai, dia mengakhirinya dengan memaksaku mentraktirnya makan siang.