Chapter 12 : Reluctance
Ciel adalah nama toko manisan yang tersembunyi di jalan belakang Kota Darion, dengan etalase yang hanya menerima pelanggan laki-laki, dan di sinilah aku bertemu dengan Rondo untuk meminta nasihatnya. Ralph duduk di sampingnya, menikmati setiap gigitan kue yang dipesannya seolah-olah itu adalah surga murni. Suasana yang damai membuatku sulit menyuarakan kekhawatiran yang membebani pikiranku. Aku tidak ingin merusak suasana, tidak ketika aku tahu betapa Ralph menghargai waktunya di sini.
Rondo meminum minumannya sambil mendengarkan aku berbicara, dan ketika aku selesai, dia berkata,
"Aku mengerti. Pada dasarnya, kau ingin melakukan sesuatu untuk mencegah mana-mu cepat habis. Maaf harus mengatakannya kepadamu, tapi ini bukan bidangku. Pedangku adalah Demonic Tool, jadi memang menggunakan sejumlah mana, tapi tidak pernah terlalu banyak sampai menguras mana-ku sepenuhnya. Terutama karena aku biasanya tidak cukup sering menggunakannya untuk menanggung risiko itu."
Inti dari kekhawatiranku dapat diringkas dalam satu pertanyaan : Apa yang dapat kalian lakukan untuk memastikan mana kalian tidak habis? Yang membuatku kecewa, Rondo memberikan jawaban yang kurang memuaskan.
"Tidak adakah cara lain untuk mengatasi ini selain melatih diriku sendiri?"
Tanyaku. Rondo meneguk minumannya lagi, matanya menatap ke atas sambil merenungkan jawabannya.
"Jika staminamu kurang, kau dapat membangun otot dan memperbaiki masalahnya. Tapi, sayangnya, cara kerjanya tidak sama. Satu-satunya hal yang benar-benar dapat kau lakukan adalah menunggu tubuhmu matang. Aku sebenarnya telah menghabiskan semua mana-ku sebelumnya, tapi untungnya, itu tidak terjadi selama pertempuran yang sebenarnya. Tidak yakin aku bisa bertahan hidup jika itu terjadi."
Rondo memasang wajah masam, mengerutkan keningnya.
Aria berjalan ke meja kami dan mengumumkan,
"Pai pesanan kalian sudah siap. Ketika kalian memutuskan untuk pergi, pastikan untuk memberitahuku agar aku dapat membereskannya untuk kalian."
Aria berhenti sejenak, mengamati wajah kami.
"Kalian tampak sangat muram."
Karena kami sering mengunjungi tempat ini, Aria dan aku mulai berbicara lebih santai satu sama lain. Dia tentunya khawatir, melihat betapa putus asanya aku.
"Gadis yang baik."
Kata sang pendiri, suaranya dipenuh berbagai perasaan.
"Alice pasti sama tulus hatinya seperti Aria kecil ini. Aku yakin itu."
Kepala keluarga kedua, yang selalu kritis terhadap pendahulunya, mencibir.
"Dan bagaimana kau bisa tahu itu jika kau tidak pernah berbicara dengannya?"
Kepala keluarga mendecakkan lidahnya karena kesal. Bukannya aku bisa menyalahkannya; pasti sulit, melihat ayahmu menjilat dan mengoceh tentang perempuan lain meskipun sudah menikah.
"Oh, uh, itu...." Aku memulai.
"Beberapa hari yang lalu aku mendapat pengalaman pertempuran yang sebenarnya. Sayangnya, banyak hal yang salah dalam prosesnya."
Saat Aria mendengarkan itu, matanya bercahaya karena iri.
"Oh, benarkah...."
Sebagian diriku penasaran tentang apa maksud ucapan Aria yang samar-samar itu. Aku berpikir untuk bertanya, namun sebelum aku bisa, Ralph menghabiskan kuenya dan meninggalkan kursinya. Rondo mengikuti langkahnya, kaki kursi menggesek lantai saat dia berdiri. Sepertinya mereka berdua harus segera pergi.
"Lyle, maaf soal ini, tapi kami kehabisan waktu." Kata Rondo.
"Kami akan meninggalkan sejumlah uang untuk menutupi tagihan makanan kami. Kau bisa menggunakan uang tambahan itu untuk membantu membayar bagianmu. Ralph, begitu kita mendapatkan pai-mu, ayo kita pergi. Kita tidak akan mendengar Rachel berhenti bicara kalau kita bermalas-malasan."
"Kita pergi saja kalau begitu."
Kata Ralph, senyum puas terpasang di wajahnya.
"Cobalah untuk tidak terlalu khawatir tentang banyak hal, Lyle. Lebih baik gunakan waktu itu untuk berlatih daripada meratapi nasib. Dan, uh, Aria.... kau yakin harga menu kalian tidak dinaikkan?"
"Toko ini juga agak kesulitan." Jelas Aria.
"Biaya bahan-bahan makanan akhir-akhir ini naik. Lebih banyak bandit juga berkeliaran, jadi mereka menagih biaya tambahan untuk menutupi biaya menyewa pendamping. Setiap toko di kota ini terkena dampaknya."
Puas dengan jawaban itu, Ralph melambaikan tangan untuk berpamitan, lalu mengikuti Rondo keluar. Aria mulai membersihkan piring mereka segera setelah mereka pergi.
"Aria-san, sepertinya kau sedikit iri padaku beberapa saat yang lalu." Kataku.
"Kau menyadari itu, ya? Kau orang yang jeli. Aku memang menikmati pekerjaanku di sini, tapi aku lebih cocok untuk pekerjaan fisik. Awalnya aku berpikir untuk menjadi seorang petualang, tapi itu tidak mungkin karena semua masalah keluarga yang aku miliki. Belum lagi.... benda ini sama sekali tidak mau menanggapiku. Aku yakin itu mungkin karena aku tidak punya bakat."
Aria menundukkan kepalanya dan memegang Jewel merah yang tergantung di lehernya, tampak agak putus asa.
"Yang benar-benar aku inginkan adalah menjadi petualang untuk mencari nafkah."
Kata Aria, melanjutkan.
"Jika aku bisa menghasilkan uang, mungkin.... ayahku akan sedikit lebih.... Ah, maaf. Aku kira ini berubah menjadi semacam keluhan."
"Tidak. Kau adalah orang yang pernah melihatku menangis saat aku sedang dalam situasi sulit."
"Hahaha! Benar juga. Kurasa kita impas."
Kata Aria, yang kemudian menatapku lekat-lekat.
"Aku serius saat bilang aku menikmati pekerjaanku sekarang. Mereka mengajariku hal-hal penting saat aku masih baru dalam pekerjaan pelayan ini. Tapi kurasa aku tidak bisa menyangkal kalau aku iri padamu dan dua temanmu yang lainnya."
"Iri padaku? Tapi semua orang selalu bilang aku ini pecundang." Bantahku.
Aria mengangkat bahunya.
"Apa salahnya dengan itu? Hanya ada beberapa orang terpilih yang cukup berbakat untuk melakukannya dengan benar pada kali pertama. Tidak ada salahnya gagal di awal jika kau bekerja keras dan terus berusaha. Yah, kurasa aku bukan orang yang tepat untuk bicara seperti ini, dengan semua masalah yang kutimbulkan pada pemilik restoran ini. Omong-omong, sebaiknya aku kembali bekerja. Jangan biarkan kesalahan kecil ini membuatmu patah semangat, Lyle!"
Setelah mengumpulkan semua piring kosong di atas meja, Aria pergi dan menghilang ke bagian belakang toko.
***
Setelah aku kembali malam itu dan menyerahkan kue yang kubelikan untuk Novem di toko itu, aku duduk dan memejamkan mata, membiarkan kesadaranku melayang ke Jewel. Para kepala keluarga bersejarahku sudah duduk di meja bundar. Sebuah diskusi sedang diadakan dengan premis bahwa kami akan membicarakan apa yang harus dilakukan dari sini, namun sebuah ocehan yang tidak masuk akal malah terjadi. Sudah dapat diduga, sang pendiri adalah pelakunya, suaranya menggelegar di seluruh ruangan.
"Aku baru ingat! Itu tepat setelah cinta pertamaku berakhir dengan patah hati dan aku kembali ke desa! Aku menolak untuk menerima perempuan lain, bersikeras bahwa Alice-san adalah satu-satunya untukku. Semua orang di sekitarku benar-benar menyebalkan, jadi ketika aku menenggak segelas bir, aku dengan santai mengatakan beberapa hal tentang persyaratan untuk calon pengantin! Tsk. Aku tidak pernah menyangka mereka menganggap semua itu serius...."
Dan dengan demikian, terungkaplah sebuah kebenaran baru (yang sama sekali tidak berguna, menurutku) tentang Keluarga Walt. Aturan yang diwariskan oleh keluarga kami dari generasi ke generasi berasal dari ocehan sang pendiri yang mabuk. Mengetahui betapa menyedihkan asal usul tradisi kami, mungkin lebih baik aku tetap tidak tahu apa-apa.
"Mengetahui apa yang aku ketahui tentangmu sekarang, itu sama sekali tidak mengejutkan." Kata kepala keluarga keenam.
"Yang lebih penting, menurutku, adalah kita menentukan topik pembicaraan hari ini. Lyle bersama kita sekarang, jadi jika memungkinkan, aku ingin melakukan percakapan yang produktif."
Kepala keluarga keempat, yang biasanya bertugas memandu diskusi kami, telah melepas kacamatanya dan sedang memoles lensanya. Dia sama sekali tidak tampak tertarik, yang menunjukkan bahwa tidak ada hal penting yang dibahas hari ini.
"Lyle ternyata lebih kuat dari yang kita bayangkan."
Kepala keluarga keempat memulai.
"Jadi kita mengatur pertemuan ini dengan mempertimbangkan hal itu. Masalahnya, tidak peduli seberapa kuatnya dia itu, itu tidak akan banyak membantunya jika dia mencapai batasnya secepat itu. Penyimpanan mana miliknya terlalu kecil. Dia memiliki keterampilan dengan pedang, tapi dia jelas kurang pengalaman bertempur. Faktanya, ada banyak hal yang kurang darinya saat ini, dan karena dia belum memutuskan tujuannya sendiri, merencanakan apapun sekarang tidak akan ada artinya."
Tatapan semua orang beralih ke kepadaku. Kata-kata kepala keluarga keempat itu terngiang di telingaku, namun aku tidak dapat memikirkan tanggapan apapun. Merasa bosan menunggu, sang pendiri membanting tangannya ke atas meja, menarik perhatian yang lain kepadanya.
"Siapa yang peduli dengan anak itu dan masalahnya?! Masalah sebenarnya di sini adalah Aria kecil yang manis. Kalian mendengar apa yang dia katakan hari ini. Bagiku, dia tampaknya bekerja di toko itu dengan pakaian memalukan yang mereka paksakan padanya. Kita harus mendukungnya! Kedengarannya dia juga punya masalah dengan ayahnya."
Kepala keluarga keempat akhirnya mengenakan kembali kacamatanya.
"Itu keluar dari pembahasan ini. Apa kau lupa? Lyle sendiri masih pemula, tapi kau ingin dia meminjamkan dukungannya kepada orang lain? Tolong. Jangan membuatku tertawa. Pertama-tama, kaulah yang masih dengan keras menolak untuk menerima Lyle. Atau aku yang salah?"
Sang pendiri langsung terdiam. Masing-masing kepala keluarga memiliki keinginan dan nilai mereka sendiri, namun mereka tidak memiliki tubuh untuk mewujudkannya. Apapun yang diinginkan sang pendiri, aku harus melakukannya untuknya, dan meskipun begitu, dia masih belum mengakuiku.
"Apa Lyle benar-benar punya hak untuk membicarakan hal itu dengan gadis itu?"
Tanya kepala keluarga kelima, berpihak pada pendahulunya melawan sang pendiri.
"Jika semuanya berakhir buruk, Lyle akan dibebani kewajiban untuk menjaga Aria. Apa kau bermaksud memaksa Lyle untuk menjaga Aria itu selama sisa hidupnya? Bagaimana perasaan Novem tentang itu?"
Semua orang tampaknya sepakat untuk menghindari campur tangan yang tidak perlu. Sang pendiri adalah orang yang menolak untuk mundur.
"Maksudmu kita harus diam saja sementara ada sesosok sampah lain yang menyentuh Aria kecil yang malang? Dan kau menyebut dirimu itu seorang laki-laki, Lyle?!"
Kau boleh mengatakan apapun yang kau mau, tapi seluruh premis argumenmu itu kacau. Maksudku, tentu saja, aku menyukai Aria secara pribadi. Tapi, bukan berarti aku punya perasaan romantis pada Aria.
Meskipun suara hatiku lebih jujur, aku harus menyesuaikan tanggapanku yang sebenarnya agar terdengar tidak terlalu antagonis.
"Um, aku memang menyukai Aria-san, dan itu benar. Tapi, lihat, aku, uh.... aku tidak menyukainya. Maksudku, rasa suka itu bukan cinta."
Tampaknya, hal itu masih terlalu terus terang bagi sang pendiri, karena dia mulai menyisir rambutnya dengan jari-jarinya sambil berteriak,
"Dasar pengecut tidak berguna!"
Aku mengerutkan keningku, namun kepala keluarga keempat dengan cepat memuji keputusanku.
"Kau melakukannya dengan baik."
Kata kepala keluarga keempat.
"Lebih baik jujur. Lagipula, jika kau menjawab bahwa kau mencintai kedua gadis itu, kami mungkin akan membuatmu melayang dengan pukulan yang keras dan mantap. Satu istri benar-benar pilihan terbaik."
Namun, kepala keluarga kelima dan kepala keluarga keenam menyipitkan mata padanya.
"Hei."
Bentak kepala keluarga kelima.
"Apa itu dimaksudkan untuk mengejekku?"
"Seorang bangsawan setingkatku, tergantung keadaan, tidak punya pilihan selain menikahi beberapa perempuan terkadang."
Jelas kepala keluarga keenam.
"Selama generasimu, kami masih sebatas baron, jadi mungkin kau tidak bisa memahami perbedaannya, hmm?"
Begitu kepala keluarga keenam berbicara, kepala keluarga kelima menatapnya. Tampaknya ayah kepala keluarga keenam bisa mengatakan banyak hal tentang itu. Dengan malu, kepala keluarga keenam mengalihkan pandangannya. Dalam waktu yang mereka perlukan untuk bertengkar kecil itu, sang pendiri sudah mendapatkan kembali ketenangannya.
"Itu dia!" Teriaknya.
"Kita bisa membuat Lyle menikahi mereka berdua. Dengan begitu garis keturunan Alice-san dan garis keturunanku akan bercampur. Ini pasti takdir!"
Kepala keluarga ketiga tertawa.
"Sayang sekali itu tidak akan berhasil! Saat ini, Lyle tidak cukup stabil secara finansial untuk melakukan itu. Maksudku, tidak peduli generasi apapun, selalu orang-orang yang berkuasa yang mampu mendapatkan harem. Harus memiliki wewenang, keuangan, dan ketenaran. Lyle tidak memiliki semua itu. Dia bahkan tidak bisa mengurus satu istri."
"Kau!"
Sang pendiri membentakku.
"Berusahalah lebih keras lagi!"
Ugh, sudahlah, biarkan saja.
"Ya, uh, tidak banyak yang bisa kulakukan tentang itu. Maksudku, aku punya Novem sekarang. Kau boleh menghinaku sesukamu, tapi itu tidak akan ada hasilnya."
Kataku kepada sang pendiri.
Kepala keluarga kedua, yang diam sampai saat ini, tiba-tiba mencondongkan tubuh di kursinya dan memukul ayahnya dengan keras dari samping, membuatnya diam.
"Tenanglah. Kau hanya mempermalukan dirimu sendiri. Aku bersimpati dengan keadaan Aria, tapi juga tidak dapat disangkal bahwa, dalam kondisinya saat ini, Lyle tidak memiliki sumber daya cadangan untuk membantunya. Aku akan mengatakan ini lagi : jika saja kau mengajari Lyle Art milikmu, itu akan mengubah situasi."
Sang pendiri itu merosot di kursinya, murung.
Aku berdeham dan bertanya,
"Jadi, uh, apa yang kau benci dariku?"
Sang pendiri menatapku.
"Kau tidak punya nyali! Dan kau selalu bersikap sangat takut-takut, selalu diam saja dan membiarkan Novem kecil yang malang mengurus semuanya untukmu!"
Aku hanya berharap kau mengerti bahwa sebagian besar alasan mengapa aku seperti itu adalah karena Jewel terkutuk ini.
"Kau tidak akan mendapatkan pengakuanku. Itu jelas tidak mungkin! Kau dengan itu?!"
Jika sang pendiri sudah memendam kebencian sedalam ini, apa benar-benar ada yang bisa kulakukan untuk mempengaruhi pendapatnya? Sepertinya aku akan terjebak dengan relik terkutuk ini selama sisa hidupku, sementara terus-menerus dihantui kekhawatiran tentang bagaimana benda itu terus-menerus menguras tenagaku.
***
Keesokan harinya, kami bertemu lagi di Guild sebelum menuju ke luar batas kota. Kami mengisi dokumen dan segera menyerahkannya kepada Hawkins. Guild lebih ramai dari biasanya hari ini. Tempat itu penuh dengan petualang; rekan satu kelompok mendiskusikan berbagai hal di antara mereka sendiri. Merasakan itu aneh, mengingat mereka pasti datang ke sini dengan rencana mereka sendiri, namun mereka menunda rencana itu untuk berbisik satu sama lain. Lantai dua menjadi lebih ramai daripada yang pernah kulihat.
Aku mencondongkan tubuh ke Hawkins dan bertanya,
"Hawkins-san, um, apa terjadi sesuatu?"
Hawkins baru saja menerima dokumen yang kami serahkan, dan dia berhenti sejenak mendengar pertanyaanku untuk melihat sekeliling ruangan.
"Yah, begini, dungeon kedua muncul. Orang-orang datang dengan harapan bergabung dengan kelompok resmi yang akan menaklukkannya. Satu dungeon sebenarnya sudah muncul di wilayah ini, dan tuan tanah mengirim prajurit untuk mengurusnya. Mereka hanya memiliki beberapa ksatria yang tersisa untuk mengambil posisi komando, tapi mereka kekurangan jumlah yang diperlukan, jadi mereka mengajukan permintaan kepada Guild untuk merekrut lebih banyak orang. Bukan sesuatu yang sering biasanya orang-orang dengar."
Jadi bukan hanya satu, namun dua dungeon utuh telah muncul, dan penguasa Kota Darion kewalahan mencoba mengurus masalah itu.
"Dungeon, ya?"
Aku berbicara pada diriku sendiri. Aku belum pernah memasukinya sebelumnya. Tentu saja, ketika aku berpikir untuk menjadi seorang petualang, kupikir aku akhirnya akan memasuki dungeon nantinya. Aku tidak bisa menahan rasa penasaranku.
"Lyle?"
Kata Hawkins, menyela pikiranku.
"Jangan bilang kau berencana untuk berpartisipasi? Aku tidak suka mengatakan ini padamu, tapi aku tidak bisa memberimu persetujuan. Kita masih belum tahu seperti apa dungeon ini, dan satu-satunya rekan kelompokmu saat ini adalah Novem. Lebih baik kau terus berlatih dasar-dasar sampai kau menguasainya."
Tersentuh oleh kekhawatirannya, aku tersenyum.
"Tidak, bahkan aku tahu bahwa aku tidak berada di level itu. Tapi itu tidak menghentikanku untuk iri pada orang lain. Aku hanya berpikir aku menantikan hari di mana aku bisa mencoba berpartisipasi juga."
Hawkins mengangguk, puas dengan jawabanku.
"Jika kau terus berusaha sebaik mungkin, kesempatan pasti akan datang padamu. Aku sarankan, sementara ini, kau cari lebih banyak anggota kelompokmu. Apa kau belum menemukan seseorang yang menjanjikan?"
Benar. Kami memang perlu menambah jumlah anggota pada akhirnya.
"Kami masih mencarinya, tapi kami belum beruntung."
Setelah itu, aku mengucapkan selamat tinggal padanya dan bertemu dengan Novem dan Zelphy.
***
Aria dan ayahnya tinggal di apartemen murah. Apartemen itu hanya memiliki satu kamar tidur, dan kamar mandi bersama tidak memiliki bak mandi. Seorang penyihir yang tinggal di dekat sana dapat menyiapkan air panas segar, dan penyihir itu mencari nafkah dengan mengelola pemandian umum. Aria menggunakan kamar mandi di sana sebelum berangkat kerja setiap hari. Sayangnya, meskipun mereka hidup seminimal mungkin, uang mereka terbatas. Aria memperhatikan ayahnya, yang sedang menenggak alkohol murah dan menggerutu pelan, saat Aria memeriksa buku besar akuntansi rumah tangga mereka.
"Sama sekali tidak cukup, bahkan dengan aku yang bekerja malam dan mendapatkan gaji yang lumayan." Kata Aria.
Karena toko mereka melayani pelanggan laki-laki, bisnis paling laris di malam hari. Aria bekerja di malam hari, dan sebelum giliran kerjanya, dia menghabiskan hari-harinya di apartemen mereka, menjaga ayahnya dari pagi hingga siang. Aria akan menyelesaikan semua pekerjaan rumah, lalu menghabiskan sepanjang malam untuk bekerja. Setelah selesai, Aria akan menjemput ayahnya dan menyeretnya pulang. Semua itu telah menjadi rutinitas hariannya.
"Pada titik ini, kurasa satu-satunya pilihanku adalah menjadi pelacur atau petualang...."
Kata-kata itu baru saja keluar dari mulutnya ketika ayahnya langsung berdiri. Ayahnya melemparkan botol alkoholnya ke arahnya, menumpahkannya ke seluruh buku besar akuntansi mereka. Aria tersentak saat menatap ayahnya dengan tak percaya. Ayahnya telah banyak kehilangan berat badan sejak kejatuhannya, dan ayahnya itu memiliki lingkaran hitam di bawah matanya. Mata ayahnya itu juga merah, yang merupakan indikasi yang bagus bahwa ayahnya itu tidak waras lagi.
"Aria, apa yang baru saja kau katakan? Bagaimana kau masih bisa menyebut dirimu seorang Lockwood, hah?! Putri seorang baron, yang sedang memutuskan antara menjadi pelacur atau petualang? Jangan membuatku tertawa!"
Ayahnya itu menyerangnya.
"L-Lepaskan aku!"
"Gah!"
Aria secara naluriah mendorong ayahnya menjauh, dan karena Aria jauh lebih kuat daripada orang-orang pada umumnya, ayahnya itu pun terhuyung mundur.
"Beraninya kau?!" Teriak ayahnya.
"Maafkan aku!"
Kata Aria, segera bergegas menghampiri ayahnya. Aria berlutut dan mencoba menariknya, namun kali ini ayahnya lah yang menjatuhkannya. Sambil mencengkeram dompet Aria erat-erat di tangannya, ayahnya bergegas menuju pintu dan meninggalkan apartemen. Aria dengan kaku memperhatikan kepergian ayahnya itu, lalu menundukkan pandangannya ke lantai.
"Ayah… dulu tidak seperti ini."
Ayahnya bukanlah keturunan Lockwood asli; dia berstatus lebih rendah dan telah menikah dengan keluarga itu, mengambil nama belakang mereka. Itu menjadi masalah baginya. Catatannya adalah satu kegagalan demi kegagalan, yang berpuncak pada penggelapan. Aria masih cukup kecil ketika keluarga mereka runtuh. Sekarang, mereka telah kehilangan status bangsawan mereka sepenuhnya, namun ayahnya enggan menerimanya—tidak, menolak menerimanya. Kesedihan yang mendalam menyelimuti Aria hanya dengan memikirkannya.
"Sudah terlambat untuk mengkhawatirkan hal-hal seperti status sekarang."
Saat air mata terasa perih di ujung matanya, Aria menyadari bahwa dia perlu mempertimbangkan masa depannya dengan serius. Harapan terbesarnya adalah menjadi seorang petualang, namun dia mendengar bahwa seseorang harus mendapatkan uang untuk membeli peralatan yang diperlukan terlebih dahulu. Hal itu membatasi pilihannya.
"Kurasa menjadi pelacur adalah satu-satunya yang tersisa bagiku."
Aria sudah mempersiapkan diri untuk kemungkinan itu, namun tetap saja...
"Aku tidak begitu cantik, jadi siapa tahu aku akan mendapatkan pelanggan. Hahaha...."
Aria memaksakan diri untuk tertawa, namun air matanya tidak lama kemudian jatuh. Dia membiarkan dirinya menangis sebentar, lalu mengusap matanya dan bangkit berdiri. Sebuah rumah bordil pernah menghubunginya untuk meminta pekerjaan, dan dia berencana untuk mengunjunginya. Jika dia tidak memaksakan diri untuk melakukan itu dan mendapatkan lebih banyak uang, dia tidak akan bisa mengurus ayahnya lagi. Dia ingin setidaknya merapikan rambutnya sedikit sebelum pergi.
Saat Aria mencari cermin, dia mendengar suara-suara di luar pintu depan.
"Hei, kau yakin ini tempat tinggal orang itu, kan?"
"Y-Ya."
"Sadarlah! Orang tua itu juga menipumu, kan?"
"Y-Ya, tapi aku menemukan rumahnya, kan?! Ditambah lagi, kudengar dia punya seorang anak perempuannya yang tinggal bersamanya. Jika kita serahkan dia pada bos—"
"Dasar tolol! Aku sudah menjelaskan ini padamu! Yang kita butuhkan adalah uang. Uang, kau dengar? Kita akan melelang putrinya dengan harga yang mahal. Sebaiknya kau jangan ikut campur. Jika kau menyentuh barang dagangan itu kali ini, aku akan menggorok lehermu."
Dua laki-laki tengah berbicara. Aria merasakan bahaya di suasana di sekitarnya dan segera mencoba bersembunyi, namun ruangan sempit di apartemen mereka tidak menawarkan banyak pilihan. Dia tidak dapat menemukan tempat untuk bersembunyi, dan seolah-olah keadaan tidak dapat menjadi lebih buruk, ayahnya lupa mengunci pintu ketika dia pergi.
"Hei, pintunya tidak terkunci."
Salah satu suara itu di luar berkata.
Seorang laki-laki bertubuh pendek menerobos masuk. Pandangan Aria melayang ke sekeliling ruangan saat dia mencoba mencari sesuatu yang bisa dia gunakan sebagai senjata. Seorang laki-laki besar yang mengenakan peralatan petualang mendorong laki-laki yang lebih pendek itu ke samping saat dia masuk. Aria meraih salah satu kursi meja makan dan melemparkannya ke arahnya. Laki-laki yang terlihat seperti petualang itu dengan mudah menjatuhkannya, menghancurkan kayu itu berkeping-keping. Aria terkejut dengan tak percaya.
"Tutup mulutmu dan tidurlah sebentar, oke?"
Orang menghantamkan tinjunya ke ulu hati Aria, dan pandangan Aria langsung menjadi gelap.
"Hei, kurasa kita tidak perlu melakukan apapun untuk menarik perhatian...."
"Dasa tolol. Tuan tanah di sini sedang sibuk. Kita harus menyerang saat keadaan masih panas, mengerti? Kita akan menghancurkan kota ini dan beralih dari bandit menjadi kelompok tentara bayaran yang sah."
Kedua orang itu segera mengikat Aria dan membawanya pergi.