"Ya, pemandangan di atas sini sangat indah! Ini adalah pertama kalinya aku melihat bulan dan bintang sedekat ini! Aku tidak pernah menyangka pemandangan langitnya begitu indah di dunia ini ada juga. Apa kamu tahu?"
Dengan senyum polos, Satsuki mengarahkan pertanyaan itu kepada Rio.
"Ya, aku sudah tahu itu. Aku tidak terlalu memperhatikannya ketika aku terbang sendirian. Aku juga berpikir sama kalau pemandangan malam ini cukup bagus."
Jawab Rio kepada Satsuki yang sedang bersemangat sambil tersenyum tipis.
"Aku mengerti, jadi kamu sudah mengetahuinya. Haha, aku rasa itu masuk akal. Kamu bisa terbang di langit kapan saja. Tapi malam ini, kamu bisa melihat keindahannya, bukan?"
Satsuki menerima jawaban Rio sambil tertawa bahagia.
Dia akan merasa sedikit sedih kalau hanya dia satu-satunya yang menikmati langit malam.
"Apa kamu merasa kedinginan?"
Rio bertanya kepada Satsuki.
"Umm, sedikit. Meski kita terbang sangat cepat, udaranya tidak memberikan banyak tekanan, jadi lebih baik daripada terkena angin langsung....."
Saat ini musim panas di wilayah Strahl, tetapi malam hari lebih dingin dibandingkan cuacanya yang ada di jepang.
Belum lagi ketinggian tempat mereka berada membuat udara semakin dingin. Satsuki tidak memakai piyamanya, jadi dia masih mengenakan pakaian biasanya, namun apabila ada sebuah mantel, pasti akan berguna.
"Aku akan mencoba bergegas, jadi tolong tahan sebentar lagi."
"Ya, tolong buat perjalanan dengan singkat! Ah, dingin sekali."
Kata Satsuki mengangguk dengan riang, kemudian dia berpegang lebih erat kepada Rio seolah sedang mencari kehangatan.
"Aku sangat kagum kepada Satsuki-san. Dia sudah menjadi sangat dekat dengan Haruto-san dalam waktu sesingkat ini......"
Miharu berkata dengan iri, pada saat yang sama dia melihat Satsuki dengan penuh kekaguman.
"Kamu juga sudah berjuang, Miharu. Aku tahu kamu juga mencoba untuk lebih dekat dengan Haruto dengan caramu sendiri."
Kata Aishia dengan suara rendah.
"Apa benar begitu, Ai-chan?"
Kata Miharu, menunjukkan ekspresi agak ragu.
"Ya. Jadilah dirimu sendiri dan tetaplah apa adanya. Haruto bisa memahami perasaanmu dengan sempurna."
Kata Aishia, mengangguk dan bergegas mengikuti Rio yang baru saja menambah kecepatannya.
◇◇◇◇
Beberapa menit kemudian, mereka meninggalkan ibukota dan menuju ke daerah berbatu di luar jalan utama. Semuanya gelap dan tidak ada tanda-tanda siapa pun di bawah mereka.
".....Nee, seberapa jauh kita akan pergi?"
Merasa sedikit takut, Satsuki bertanya dengan malu-malu.
"Kita sudah sampai. Kita akan turun ke bawah"
Kata Rio, tertawa ringan, mereka mulai mendarat.
"Sampai?..... Tunggu, di mana itu?"
Satsuki menajamkan penglihatannya dan melihat ke bawah, tapi dia tidak bisa melihat terlalu jauh karena permukaan di bawahnya diselimuti oleh kegelapan.
Namun, Dia menyadari kalau cahaya redup telah muncul di dalam kegelapan.
"Apa kamu bisa melihatnya?"
Dengan ekspresi terkejut, Rio bertanya kepada Satsuki.
"Iya. Cahaya dari esensi sihir....."
"Aku telah memasang penghalang sihir tempat di mana kita akan mendarat. Penghalang itu memiliki efek yang lebih lemah dari atas, tapi meski begitu, hanya sedikit orang yang bisa mendeteksi esensi sihir pada penghalang sihir ini. Aku kira kamu dapat melihat esensi sihir."
".....Ya. Aku dapat melihatnya. Aku juga mendengar hal yang sama — kalau orang-orang di dunia ini biasanya tidak bisa melihatnya."
Kata Satsuki, menatap wajah Rio dengan penuh minat.
"Ini bukanlah sesuatu yang diketahui banyak orang, tapi kamu bisa melihatnya dengan beberapa pelatihan khusus. Meskipun dalam kasusmu, itu kemungkinan besar dari efek Divine Arms-mu."
Kata Rio, menebak.
"Aku tahu seharusnya aku tidak mengatakan ini, karena aku adalah seorang pahlawan atau semacamnya tapi kamu orang yang sangat aneh."
Kata Satsuki sambil tersenyum masam. Rio membalasnya dengan senyuman.
Ketika Rio menyentuh permukaan penghalang itu, dua suara datang memanggil nama Satsuki. Tentu saja, suara-suara adalah milik Aki dan Masato. Di dalam penghalang sihir itu, penghuni rumah batu telah berbaris di depan pintu untuk menyambut kedatangan mereka.
Kemudian, Orphia telah menciptakan bola cahaya di udara untuk menerangi bagian dalam penghalang yang tidak terlihat dari luar.
"Aki-chan! Masato-kun!"
Begitu Satsuki melihat wajah Aki dan Masato, dia memanggil mereka dengan senyum ceria. Aishia juga memasuki penghalang dengan membawa Miharu di pelukannya. Saat itulah, Rio mendarat di depan Aki.
"Aku senang kalian berdua baik-baik saja!"
Kata Satsuki, berseru dengan gembira.
"Aku juga, Satsuki Nee-chan!"
"Aku sangat senang kamu baik-baik saja!"
Senang bisa bertemu kembali dengan Satsuki setelah sekian lama, Masato dan Aki berlari menuju Rio.
"Ya, ini semua berkat Haruto-kun. Aku sangat ingin melihat kalian lagi, jadi aku memintanya untuk membawaku ke sini!"
"Aku juga merindukanmu Satsuki-san!"
Aki berkata dengan gembira.
Sementara itu, Celia, Sara, Orphia, Alma dan Latifa yang sedang berdiri agak jauh dari Aki dan Masato sedang menantap Satsuki dengan penuh minat; Satsuki juga memperhatikan mereka.
[ Whoa. Aishia-chan saja sudah sangat menggemaskan, tapi perempuan-perempuan ini juga sangat cantik! Aku pernah dengar kalau dia tinggal bersama perempuan, tapi aku tidak membayangkan kalau mereka semua sangat cantik.... Apa Haruto-kun hobi mengumpulkan perempuan imut? ]
Satsuki mengarahkan pandangannya kepada mereka dengan penuh minat dan kemudian berbalik ke arah Rio dengan ekspresi mencemooh dimatanya.
{ TLN : Wkkwkwkwk parah }
"Umm, apa ada yang salah?"
Kata Rio, memiringkan kepalanya dengan menunjukkan ekspresi khawatir.
".....Tidak, bukan apa-apa."
Satsuki menggelengkan kepalanya, sebelum menyadari kalau dia masih digendong seperti seorang pengantin, yang membuatnya tersipu malu.
"Tunggu, berapa lama kamu berencana menggendongku?"
"Umm, aku ingin menurunkanmu, tapi pertama-tama aku ingin kamu melepaskanku dulu."
Kata Rio, menunjukkan senyum geli.
"O-Oh, maafkan aku!"
Satsuki menyadari kalau dialah yang masih memeluk Rio dengan erat jadi dia buru-buru melepasnya dengan panik.
"Oke, aku akan menurunkanmu."
Rio dengan perlahan menurunkan Satsuki ke tanah. Melihat perilaku Satsuki, membuay Aki dan Masato tertawa bersamaan.
"A-Apa yang kalian berdua tertawakan?"
Satsuki bertanya, wajahnya memerah karena malu.
"Hmph, aku merasakan kedatangan saingan tangguh lainnya."
Kata Latifa, mengembungkan pipinya dengan cara yang menggemaskan saat mengucapkan kata-kata itu.
"Yah, karena kita sedang membicarakan Rio, jadi mau bagaimana lagi."
Kata Celia, sedikit cemberut juga, tapi kemudian tertawa kecil.
◇◇◇◇
Rio memperkenalkan Celia dan yang lainnya kepada Satsuki. Celia, Sara, Orphia dan Alma secara berurutan, jadi hanya Latifa yang tersisa.
Sebagai catatan, karena waktu yang mereka punya sedikit, penghuni lainnya tidak memberikan penjelasan tambahan: Celia menggunakan nama aliasnya, Cecilia, dan yang lainnya memperkenalkan diri mereka dengan menggunakan artefak sihir untuk mengubah penampilan mereka seperti manusia.
"Aku Latifa, adik angkatnya Onii-chan."
Kata Latifa dengan singkat.
"Haruto-kun, kamu punya saudara angkat perempuan?"
Satsuki bertanya dengan kaget.
"Ya. Aku sangat bangga padanya. Meskipun aku ingin memperkenalkan semuanya dengan detail, tapi waktu yang kita punya tidak banyak. Jadi, ayo masuk ke dalam rumah. Kalian berempat bisa meluangkan waktu untuk mengobrol."
Kata Rio, mengundang Satsuki ke dalam rumah.
Satsuki mengangguk senang, tapi tidak butuh waktu lama baginya untuk menunjukkan wajah bingung.
"Oke.... Tunggu, rumah?"
Dari apa yang bisa Satsuki lihat, tidak ada apa-apa selain batu besar di depannya – baik di dalam maupun di luar penghalang.
"Sekilas mungkin tidak terlihat seperti itu, tapi batu di depan kita adalah sebuah rumah. Pintu masuknya ada di sini."
Kata Rio, menjelaskan, menunjuk ke batu besar di depannya.
"Oh, aku mengerti sekarang. Kupikir itu hanya sebuah batu besar yang aneh....."
Ketika Satsuki melihat pintu masuknya, matanya melebar karena terkejut. Setelah melihat lebih dekat, dia melihat ada tangga dan meja yang tertata rapi di dalamnya, bukti lebih kalau di dalam batu itu tempat tinggal.
"Silakan ikuti aku."
Rio memimpin Satsuki menuju pintu masuk, tetapi Latifa berjalan lebih dulu dan membukakan pintu untuk mereka,
"Ini dia!"
Latifa mengundang Satsuki dengan senyum cerah.
"Terima kasih, Latifa."
Kata Rio dan Satsuki, lalu mereka masuk bergantian, yang lainnya mengikuti mereka dari belakang.
"Tolong lepaskan sepatumu terlebih dahulu? Rak sepatu ada di sana."
Kata Rio kepada Satsuki. Di depan mereka ada ruang tamu yang besar.
Sebagai catatan, meski interior rumahnya tidak mirip dengan gaya orang jepang, semuanya akan selalu melepas sepatu mereka sebelum masuk. Itu karena pemilik rumahnya adalah Rio yang awalnya adalah orang jepang. Berkat hal itu, bagian dalamnya selalu bersih dan cukup untuk tempat bersantai para penghuninya.
"Wow, ini terlihat seperti rumah sungguhan. Tidak, tempat ini sepertinya lebih nyaman daripada ruanganku di Kastil.... Rasanya seperti aku ingin berbaring di lantai dan bersantai di sana."
Menatap sekeliling ruang tamu dengan kagum, Satsuki membeku di depan pintu masuk.
"Sungguh? Kami hidup lebih nyaman di sini daripada di jepang. Yah, meski kami tidak punya peralatan elektronik."
Berdiri di belakang Satsuki, Masato menimpali.
"Oh, wow. Aku bisa mengerti itu."
Kata Satsuki, menunjukkan senyum tegang.
"Aki-chan, bisakah kamu membawa Satsuki-san ke kamarku? Aku akan pergi menyiapkan teh."
Sebelum menuju dapur, Miharu mendekati Aki untuk membuat permintaan itu.
"Miharu-chan, aku yang akan membuat tehnya. Kamu seharusnya menemani Satsuki-san. Ingat, kalian harus kembali di pagi hari."
Kata Orphia, menyarankan.
".....Oke, terima kasih, Orphia-chan. Ayo Satsuki-san."
Miharu pergi ke kamarnya bersama Satsuki, Aki dan Masato. Rio dan yang lainnya tinggal di ruang tamu sementara Orphia pergi ke dapur untuk membuat teh.
"Sensei, ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu. Bisakah kamu ikut aku ke kamarku?"
Rio bertanya kepada Celia.
Celia berhenti sejenak, tapi akhirnya mengangguk.
".....Oke. Aku juga punya sesuatu yang mau aku bicarakan denganmu."
◇◇◇◇
"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?"
Begitu mereka sampai di kamar Rio, Celia duduk di salah satu kursi dan bertanya kepada Rio.
"Ini tentang perjamuan. Aku mendengar beberapa informasi tentang Kerajaan Beltrum, jadi aku ingin kamu mengetahuinya juga."
"Benarkah?"
Celia menunjukkan ekspresi yang sedikit terkejut.
"Iya. Seperti yang mungkin sudah kamu ketahui, pahlawan dari faksi Duke Huguenot akan menghadiri perjamuan. Namun, sepertinya pahlawan dari Kerajaan Beltrum juga akan hadir di sana. Dengan kata lain, pemerintah Kerajaan Beltrum mungkin akan berhadapan langsung dengan faksi Duke Huguenot di perjamuan besok."
".....Kerajaan Beltrum saat ini menjaga jarak dari Kerajaan Galarc, tapi mereka juga tidak memiliki hubungan yang sangat bersahabat satu sama lain. Mungkinkah ada motif politik tersembunyi di balik tindakan mereka?"
"Itu bisa saja, tapi mungkin sesuatu telah terjadi baru-baru ini. Bahkan jika bukan, para pahlawan dari Galarc, Centostella, dan faksi Duke Huguenot akan hadir, ada kemungkinan ada semacam beberapa taktik militer dalam hal itu."
Kata Rio, menjelaskan semua daftar opsi yang paling masuk akal.
"Sesuatu mungkin telah terjadi sejak setelah kita berdua melarikan diri..... Tidak, pasti ada sesuatu yang telah terjadi karena aku lari dari pernikahan politikku. Keluarga Duke Albor kemungkinan telah kehilangan kehormatan mereka sepenuhnya yang membuatnya sulit untuk mengendalikan para bangsawan yang tidak puas atau sesuatu yang semacam itu."
Celia menunjukkan ekspresi penyesalan ketika dia menyadari ada kemungkinan tindakan yang dilakukan telah menyebabkan masalah.
"Bahkan jika sesuatu telah terjadi, itu bukan salahmu. Pembatalan upacara pernikahanmu mungkin telah mempengaruhi politik internal, tetapi kamu tidak perlu merasa bertanggung jawab karena hal itu."
Kata Rio, menjawab dengan tegas.
"Rio....."
Merasakan rasa sakit yang tak terlukiskan di dadanya, Celia menggigit bibirnya.
"Jika ada yang ingin kamu lakukan, tolong katakan kepadaku. Aku akan membantumu dengan segalanya yang aku bisa dan aku pasti akan mewujudkannya. Aku membawamu pergi dari sana untuk tujuan itu. Jadi, tolong jangan lupakan tentang keputusan yang telah kamu buat. Kamu bisa mengandalkanku."
Rio menatap langsung ke mata Celia.
Sebelum Celia menyadarinya, rasa sakit di dada gadis itu telah hilang. Sekarang jantungnya berdetak kencang.
"O-Oke. Terima kasih. Kamu benar, sekarang aku ingat apa yang aku rasakan saat itu....."
Celia tersenyum malu-malu dengan pipi yang memerah.
[ Aku tidak ingin membuat Rio terkena masalah lagi. Tapi aku telah diizinkan, kan? Aku bisa mengandalkannya, kan? ]
Celia berkata di dalam hati, menatap wajah Rio.
"Umm, Rio. Aku.... Aku ingin pulang ke rumah untuk melihat ayahku. Karena itu....."
Celia menguatkan dirinya dan berbicara terus terang.
"Oke— Aku akan menemanimu. Tapi kita harus melakukannya setelah perjamuan selesai dan permasalahan Miharu-san beres....."
Jawab Rio dengan segera.
"Mou, kamu selalu saja seperti ini.... Tapi aku sangat senang. Terima kasih. Tidak masalah jika aku harus menunggu. Terima kasih mau membantuku, Rio."
Tertawa malu-malu, Celia menundukkan kepalanya.
◇◇◇◇
Sementara itu, di kamar Miharu.....
Satsuki bersenang-senang dengan Aki, Masato dan tentu saja dengan Miharu. Aki dan Masato sedang duduk di kursi, sementara Satsuki dan Miharu duduk di atas tempat tidur.
"Saat Miharu Nee-chan dibawa ke gerbong yang berbeda, kupikir kami sudah berakhir. Aki juga mulai menangis."
Kata Masato, mengingat peristiwa yang terjadi setelah mereka dipanggil.
"A-Apa?! I-Itu tidak benar!"
Aki keberatan dengan panik, ekspresinya malu.
"Pembohong. Kamu sangat berantakan dan menangis seperti bayi."
"Itu tidak benar! Dan kamu juga sangat ketakutan sampai kamu tidak bisa berbuat apa-apa!"
"Ah, memang.... Aku tidak punya senjata apa pun saat itu."
Masato dan Aki mulai berdebat seperti biasanya. Biasanya hal itu akan berakhir dengan pertengkaran antar saudara, tapi.....
"Heh.... hehe.... Ahaha!"
Satsuki mulai tertawa, menyebabkan Aki dan Masato berhenti berdebat.
"Umm, Satsuki-san?"
Miharu menunjukkan ekspresi bingung.
"Ah, ini sangat lucu. Maaf karena tertawa begitu tiba-tiba."
"Yah, tidak masalah sih. Tapi apa yang lucu?"
Masato bertanya dengan bingung.
"Well, hanya saja aku teringat ketika kalian berdua saling bertengkar ketika kita masih di jepang. Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku melihat kalian seperti ini, jadi aku tidak bisa menahannya. Aki-chan, Masato-kun.... Aku senang kalian baik-baik saja."
Kata Satsuki.
"Oh, begitu."
Masato tersenyum malu-malu.
"Ahaha, biasanya Onii-chan atau Miharu Onee-chan yang menghentikan kami."
Kata Aki dengan tatapan sedih, teringat akan kakak laki-lakinya Takahisa.
".....Aku juga tidak tahu di mana Takahisa-kun berada."
Merasakan perubahan ekspresi Aki, Satsuki menjawab dengan nada suram. Ada kemungkinan Takahisa berada di Centostella, tapi Satsuki belum yakin sepenuhnya.
".....Aku tahu."
Aki menggigit bibirnya dan mengangguk.
Meskipun Aishia sudah memberitahunya ketika dia datang untuk memberitahu mereka tentang kedatangan Satsuki, mendengarnya lagi membuat hatinya terasa berat.
"Segera setelah aku menemukan informasi baru tentang Takahisa-kun, aku akan segera memberitahumu. Namun, ada sesuatu yang mau aku tanyakan kepadamu. Apa yang akan kamu lakukan setelah kita menemukannya?"
Satsuki bertanya. Mata Miharu melebar karena terkejut karena pertanyaannya itu.
"Tentu saja, aku akan pergi menemuinya!"
Kata Aki, langsung merespon.
"Apa kamu juga, Masato-kun?"
Satsuki bertanya, memastikannya.
"Yah, begitulah. Jika kami mengetahuinya keberadaannya, aku juga ingin pergi menemuinya."
Jawab Masato, sedikit malu-malu.
"Apa kalian tetap akan berpikiran sama jika dia adalah salah satu pahlawan dari Kerajaan lain?"
Satsuki bertanya, memastikannya lebih lanjut.
"....Iya."
"Ya, aku punya banyak hal yang harus kuberitahukan kepada kalian."
Aki dan Masato mengangguk sebagai balasan.
"Jadi apa yang kalian akan rencanakan setelah bertemu dengan Takahisa-kun? Haruto-kun sedang merawat kalian sekarang, tapi apa kalian akan membiarkan Kerajaan Takahisa-kun mengambil posisi itu? Tentu saja, Kerajaan Galarc juga akan memperlakukan kalian dengan baik jika kalian memutuskan untuk ikut denganku..... Atau kalian juga bisa meminta Haruto-kun untuk terus menjaga kalian adalah pilihan lain...."
Satsuki bertanya, mengali lebih dalam pertanyaannya.
"Kami sudah membicarakannya sebelum kami datang ke sini, tapi...."
Aki berbicara dengan ragu-ragu.
"Kamu belum mengambil keputusan?"
"....Ya."
"Aku pikir kalian sudah mengerti, kan? Keputusan kalian semua tidak mungkin sama."
Kata Satsuki. Ekspresi Aki menegang, seolah-olah Satsuki telah menebak hal yang membuatnya khawatir.
"Yah, kami tahu hal seperti itu bisa terjadi, jadi kami belum banyak membahasnya."
Kata Masato, menggaruk kepalanya dengan ekspresi tidak nyaman.
Meskipun Rio telah menjaga mereka sampai sekarang, tergantung pada pilihan yang mereka buat, ada kemungkinan mereka bertiga tinggal di tempat yang berbeda.
"Tidak masalah bagiku selama kalian memahaminya. Sebenarnya, aku mungkin terlalu banyak ikut campur dalam urusan kalian. Saat waktunya tiba, kalian pasti akan tahu jawabannya, jadi mari kita membahasnya ketika kita semua bersama."
Satsuki tersenyum dan mengangkat bahu saat dia berbalik ke arah Miharu.
"....Oke."
Miharu membalas tatapan Satsuki dan mengangguk meminta maaf. Sementara itu, Aki menatap Miharu dengan sedikit cemas.
"Hmm..... Percakapan ini menjadi serius, sekarang aku jadi lelah. Kita akhirnya bisa bersama lagi setelah sekian lama, jadi kita harus menggunakan kesempatan ini untuk berbicara tentang topik yang lebih menyenangkan. Ah benar! Ceritakan lebih banyak tentang rumah ini. Rasanya cukup besar, aku merasa ingin melakukan tur."
Kata Satsuki, tersenyum ceria dan mengubah topik pembicaraan.
"Hmm.... Ada banyak ruangan yang mirip dengan yang kita tempati saat ini, tapi mungkin ada baiknya melihat tempat tidur raksasa di kamar Haruto Nii-chan. Aku belum pernah melihat tempat tidur seperti itu di jepang."
Kata Masato.
"Wow, jadi dia tidur di tempat tidur itu sendirian?"
Kata Satsuki, menunjukkan ekspresi terkejut.
"Yah, tidak juga. Terkadang Latifa-chan dan Aishia-san tidur dengannya, yang selalu menimbulkan sedikit keributan...."
Kata Aki, mengingat masa lalu dan memasang senyum geli.
"Tunggu, dia tidur dengan Aishia-chan dan adik perempuannya ?!"
Satsuki meninggikan suaranya karena terkejut.
"Mereka berdua menyelinap ke tempat tidurnya ketika dia tidur. Cecilia-san dan Sara-san sering memarahi mereka karena itu."
Aki menjelaskan semuanya dengan senyum masam.
"Oh, begitu.... Nah, kalian bisa menunjukkan tempat tidur itu nanti. Apa ada tempat menarik lainnya?"
Setelah mendapatkan beberapa informasi penting, Satsuki tersenyum bahagia.
"Hmm.... Satu-satunya yang bisa aku pikirkan adalah tempat pemandian."
Kata Masato, memiringkan kepalanya.
"Bagus— pemandian, kah! Aku ingin meregangkan lengan dan kakiku saat aku mandi air hangat. Di Kastil juga memiliki tempat pemandian yang bagus, tapi tidak seperti kebanyakan pemandian di jepang dan selain itu sabunnya tidak terlalu bagus untuk dikatakan....."
Satsuki berbicara penuh dengan semangat ketika membahas tentang pemandian jepang, ekspresinya bersinar.
"Kenapa kamu tidak bertanya kepada Haruto-san apa dia memperbolehkanmu untuk bisa mandi di sini? Kami juga memiliki bak mandi yang terbuat dari batu dan juga yang terbuat dari kayu."
Kata Aki, menyarankan.
"Oh, kedengarannya bagus. Kombinasi yang sempurna, menurutku."
Jawab Satsuki dengan antusias, menunjukkan senyuman murni.
"Kami juga punya berbagai jenis sabun. Aku yakin kamu akan menyukainya."
Kata Miharu, menambahkan.
"Aku tidak bisa menunggu! Tunggu, tunggu, apa ?! Aku lengah dan terbawa percakapan, tapi.... Apa ?! K-Kalian punya bak mandi ala jepang di sini ?! Sungguh ?!"
Satsuki telah tersenyum bahagia, ketika dia tiba-tiba menyadari sesuatu yang aneh.
"Ya, meskipun lebih seperti pemandian air hangat yang ada di jepang."
Kata Miharu, tertawa ringan.
Saat itu, api tiba-tiba muncul di mata Satsuki.
"B-Beneran ? Dengan air hangat?"
Dengan kata-kata itu, gadis menelan gugup.
◇◇◇◇
Sementara itu, setelah selesai berbicara, Rio dan Celia kembali ke ruang tamu. Aishia, Latifa, Sara, Orphia dan Alma sedang berkumpul di sana.
"Selamat datang kembali, Onii-chan! Apa kalian sudah selesai berbicara ? Ayo! duduk, duduk!"
Latifa memberi isyarat agar Rio duduk di sofa yang berada di antara dengannya dan Aishia.
Aishia bergeser ke samping seolah-olah dia telah membaca pikiran Latifa, memberikan ruang bagi Rio untuk duduk.
"Oh terima kasih."
Rio duduk di antara mereka seolah itu adalah sesuatu yang normal. Di sisi lain, Celia dengan enggan duduk di satu kursi sofa yang kosong.
"Saatnya mengisi ulang energi Onii-chanku!"
Latifa berkata, segera memeluk lengan Rio dari sisi kanan.
"Hmph."
Gadis-gadis lain tampak agak kesal, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, tetapi bagaimanapun juga, adik perempuan berhak dimanjakan oleh saudara laki-laki mereka.
"Ehehe!"
Latifa tersenyum puas ketika menikmati perhatian Rio.
Sementara itu, Aishia tidak menempel kepada Rio seperti yang dilakukan oleh Latifa, tetapi dia tetap menerima tatapan peringatan dari Celia. Di saat seperti itu, cuma Aishia dan Latifa yang sangat dekat dengan Rio seperti itu, menjadikan mereka lawan yang paling tangguh.
{ TLN : Wkwkwkwkw }
"Umm, kenapa semuanya menjadi diam?"
Rio bertanya, memperhatikan kalau Celia, Sara, Orphia, dan Alma sedang menatapnya.
Celia menghela napas lelah.
"Ha.... Bukankah kami baru saja tiba? Jadi apa yang kalian bicarakan sebelumnya?"
"Kami sedang membicarakan tentang teman Miharu, Satsuki-san. Kami hanya ingin mengetahui orang seperti apa dia itu."
Jawab Sara dengan senyum tipis.
Tepat pada saat itu, pintu kamar Miharu terbuka, memperlihatkan kehadiran Satsuki dan yang lainnya.
Satsuki menunjukkan wajah terkejut melihat Rio berada di tengah-tengah antara Aishia dan Latifa, tapi dia mengabaikan hal itu dulu dan memanggilnya dengan senyuman.
".....Nee, Haruto-kun. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu."
Di sampingnya, Miharu sedang tertawa sambil tersenyum.
"Ya, apa itu?"
Merasakan keseriusan aneh yang datang dari Satsuki, Rio sedikit tegang.
"Umm, aku ingin menggunakan pemandian. Apa itu boleh?"
Satsuki berkata dengan ekspresi yang sangat serius saat dia menggenggam tangannya dengan gerakan memohon.
"T-Tentu. Silakan saja."
Jawaban antiklimaks itu menyebabkan Rio kehilangan kekuatan pundaknya, membuatnya setuju dengan ekspresi lega.
"Sungguh? Kamu yakin? Terima kasih!"
Kata Satsuki, tertawa bahagia.
"Ini hanya tentang pemandian, jadi aku tidak keberatan jika kamu menggunakannya."
Kata Rio, sambil tersenyum.
"Apa yang kamu katakan! Ketika ada yang ingin menggunakan bak mandi orang lain, wajar saja jika meminta izin pemiliknya."
Kata Satsuki, seolah-olah dia sedang menunjukkan hal yang sudah sewajarnya.
"Ketika kami memberitahunya kalau rumah ini memiliki tempat pemandian, Satsuki-san berlari keluar ruangan dan mengatakan kalau dia akan meminta izin darimu untuk menggunakannya."
Kata Miharu, mulai tertawa.
"Guh, Informasi itu sangat penting bagiku."
Pipi Satsuki memerah karena malu.
"Kalau begitu, kamu bisa meminta kepada Miharu-san bagaimana cara menggunakan kamar mandinya."
Kata Rio.
"Oke. Ngomong-ngomong. Apa kalian mau bergabung dengan kami? Aku ingin menggunakan kesempatan ini untuk berbicara dengan kalian semua."
Kata Satsuki dengan penuh semangat, kemudian dia berbalik ke kelompok para perempuan lainnya.
"Kami juga?"
Sara dan yang lainnya bertukar tatapan satu sama lain.
"Silakan kalian bersenang-senang."
Rio medesak mereka.
"Masato dan aku akan menunggumu di sini."
"Ahaha, itu benar.... Ya, benar...."
Dengan ekspresi kecewa, Masato tertawa pahit.
{ TLN : Bjir ini bocah lucknut cuk }
"Ada apa? Apa kamu juga mau bergabung?"
Aki menatap Masato dengan tatapan mencela sambil menghela napas lelah.
Wajah Masato mulai memerah malu.
"T-Tidak! Pergi saja kalian!"
◇◇◇◇
"Tempat ini sangat luas....."
Satsuki membuka pintu ke kamar mandi dan membeku karena kagum. Awalnya ruang ganti juga cukup besar, yang membuatnya hampir berteriak kagum.
"Apa tempat ini sebuah penginapan?!"
Ketika Satsuki membuka tirai di pintu masuk, tapi tidak ada yang bisa dibandingkan yang ada di depannya.
Tidak diragukan lagi tidak ada penginapan semacam itu. Melihat lantainya berbatu, air yang bergelembung bertenaga artefak, dan uap di dalam ruangan yang telah membuat hati gadis itu berdebar-debar kencang.
"Seperti kelihatannya, air yang keluar dihasilkan oleh artefak sihir, tapi secara keseluruhan terlihat sangat mirip dengan penginapan yang ada pemandian air panasnya, benar?"
Dengan tubuh telanjangnya ditutupi oleh handuk, Miharu berkata kepada Satsuki sambil tersenyum.
"Ya, ini yang terbaik....."
Satsuki menjawab dengan wajah tertegun.
"Lewat sini– aku akan menjelaskan cara menggunakan air dan fungsi dari berbagai jenis sabun."
"Baik!"
Satsuki mengikuti Miharu menuju area pencucian.
Karena jumlah yang hadir membuat tempat itu terasa agak sempit, mereka membuat kompromi dan memutuskan untuk menggunakannya secara bergantian.
"Oh, baunya sangat harum. Andai saja pemandian di Kastil juga memiliki jenis sabun ini..... Selain itu, ada juga batasan untuk menggunakan air panas di sana. Sekarang aku merasa aneh dan ingin tahu bagaimana rumah seperti ini dibangun di daerah berbatu di sekitarnya seperti ini."
Satsuki terpesona ketika melihat gelembung sabun di sekujur tubuhnya dan mulai mengeluh tentang kamar mandi di dalam Kastil.
"Ahaha, fasilitas kamar mandi di Kastil Kerajaan dimaksudkan untuk menjadi yang terbaik di seluruh wilayah Strahl, tapi setelah akan sangat berbeda setelah kamu menggunakan kamar mandi ini....."
Kata Celia, dengan senyum lelah ketika dia membersihkan punggung Latifa.
"Onii-chanlah yang membuat semua sabun ini!"
Kata Latifa, menambahkan.
Sebagai catatan, Celia masih menggunakan artefaknya untuk mengubah warna rambutnya. Selain itu, Latifa dan yang lainnya juga menggunakan artefak sihir untuk menyembunyikan ekor dan telinga mereka.
"Hebat...... Aku dengar dia juga bisa memasak. Apa ada sesuatu yang tidak bisa dilakukan Haruto-kun?"
Dengan ekspresi kaget, Satsuki berbicara.
"Itu benar. Haruto juga sangat pandai membuat teh. Miharu dan Orphia juga cukup enak, jadi kami selalu minum teh yang enak di rumah ini. Tentu saja, makanan ringan juga."
Kata Celia sambil tersenyum.
"Yang bertugas membuat makanan ringan adalah Miharu Onee-chan dan Orphia Onee-chan. Scone dan selai yang mereka buat terakhir kali sangat enak."
Mengingat kembali rasanya, membuat Latifa meneteskan air liurnya.
"Semakin aku mendengarkan, semakin aku merasa yakin kalau tempat ini adalah tempat yang lebih baik daripada di Kastil...."
Kata Satsuki, menghela napas dan tersenyum pahit.
"Memang seperti apa hidupmu di Kastil?"
Membasuh punggung Satsuki, Miharu bertanya karena penasaran.
"Yah, itu membosankan. Aku bangun di pagi hari, sarapan, mempelajari banyak hal tentang dunia ini, makan siang, berolahraga sedikit untuk membantu pencernaan, belajar lagi, berolahraga lagi..... Ketika aku menyadarinya, malam hari tiba dan satu hari telah berlalu."
Kata Satsuki, menggambarkannya dengan senyum masam.
"Aku pikir kamu akan berbicara lebih banyak dengan raja dan bangsawan, karena kamu adalah pahlawan atau seperti itulah."
Kata Miharu, agak terkejut.
"Itu karena permintaanku. Aku meminta mereka untuk merahasiakan keberadaanku sampai perjamuan besok diadakan, jadi aku belum bertemu bangsawan mana pun. Yah, aku kadang bertemu dengan anggota Keluarga Kerajaan. Kamu sudah bertemu pangeran Michel dan Char-chan, benar? Ada beberapa Keluarga Kerajaan lainnya, tapi mereka adalah yang paling sering aku temui."
"Charlotte Ojou-sama sepertinya orang yang sangat ramah dan riang. Apa dia menjadi temanmu?"
"Ya. Aku kira dia salah satu dari sedikit teman yang aku punya sejak aku ada di dunia ini. Dia mungkin terlihat ramah, tetapi kamu tidak boleh lengah dengannya."
"Apa sesulit itu? Raja sepertinya memperlakukanmu dengan baik, tapi....."
Miharu bertanya dengan ekspresi khawatir.
"Tidak, seharusnya. Sebaliknya, raja sangat baik padaku sehingga itu menakutkan, tapi itu mungkin karena aku orang yang bernilai baginya. Aku membiarkannya untuk berperilaku seperti itu kepadaku karena, jika tidak, aku tidak akan bisa hidup nyaman. Bisa dibilang kami berdua saling memanfaatkan satu sama lain di waktu yang sama. Tapi terkadang aku merasa curiga kalau ada alasan tersembunyi di balik setiap tindakan yang dia lakukan, karena itu, aku menjadi kelelahan mental."
Kata Satsuki, menunjukkan senyum pasrah.
[ Karena itulah, aku lebih suka hidup dengan Aki-chan dan Masato-kun – dan jika memungkinkan, dengan Miharu-chan juga – bukan di tempat selain Kastil. Itulah yang sebenarnya aku rasakan, tapi itu tidak akan berjalan semudah itu..... ]
Pikir Satsuki, menghela napas pelan.
"Izinkan aku untuk memberimu beberapa saran sebagai yang tertua di rumah ini, aku pikir hal terbaik untuk dilakukan adalah menemukan seseorang yang dapat kamu percaya dari lubuk hatimu – seseorang yang dapat kamu ajak bicara tentang segala hal."
Kata Celia, karena dia telah dibesarkan di dalam masyarakat bangsawan, dia ingin berbagi pengalamannya.
"Eh?"
Satsuki menunjukkan ekspresi bingung.
".....E-Eh? Apa aku mengatakan sesuatu yang aneh?"
Celia mengulangi apa yang dia katakan sebelumnya di kepalanya untuk memastikan tidak ada yang salah.
"T-Tidak, bukan itu..... Umm, ini mungkin agak tidak sopan, tapi berapa umurmu, Cecilia-san? Kamu baru saja mengatakan kamu yang tertua di rumah."
"Umm..... D-Dua puluh satu...."
Celia menjawab dengan malu-malu.
".....EEEHH?!"
Satsuki berteriak karena terkejut. Hal itu menarik perhatian kelompok Aki dan Sara yang sedang mengobrol sampai beberapa detik yang lalu.