Beyond Memories – Chapter 5 : Keberangkatan

 

Keesokan paginya, setelah mereka selesai sarapan, Rio dan yang lainnya menuju ke balai kota untuk bertemu dengan para tetua. Tak lama kemudian, mereka dibawa ke sebuah ruangan di dalam balai kota.

 

"Selamat datang. Silakan duduk."

Kata Syldora dengan nada hangat.

 

"Terima kasih banyak. Miharu-san — kalian, Aki dan Masato bisa duduk di sini."

Kata Rio, membuat mereka bertiga duduk berhadapan di depan para tetua. Latifa, Sara, Alma, dan Orphia duduk di kursi samping.

 

"Permisi." 

Miharu menundukkan kepalanya dengan hormat sebelum duduk. Rio duduk di sebelahnya dan berhadapan di depan ketiga tetua.

 

"Kalian sudah membuat keputusan lebih cepat dari yang diharapkan." Kata Ursula.

 

"Ya – Mereka bertiga sudah mendiskusikannya. Tadi malam, Sara, Alma, Orphia dan aku juga mendengar hasil dari hasil diskusi mereka. Aku ingin menghormati keputusan yang mereka buat."

Jawab Rio dengan tenang.

 

Syldora memandang ketiganya itu dan mengangguk. 

"Aku mengerti. Jadi, mari kita dengarkan apa telah kalian bertiga putuskan. Rio-dono, jika kamu berkenan."

 

Rio mengangguk dan langsung ke intinya. 

"Baik. Untuk memulainya, mereka bertiga telah memutuskan untuk pergi ke wilayah Strahl."

 

"Begitukah." 

Para tetua mengangguk dengan serius. 

Mereka tampaknya sudah memperkirakan itu, dari awal hanya ada dua kemungkinan: tetap tinggal di desa atau pergi ke wilayah Strahl. Satu-satunya pertanyaan adalah untuk melihat apakah mereka akan mengambil opsi yang sama atau opsi yang berbeda, tetapi semuanya sesuai harapan.

 

"Adapun apa yang akan terjadi setelah kami sampai di Strahl, Aki dan Masato akan menunggu di luar kastil, tapi Miharu-san ingin menghadiri perjamuan bersamaku, jadi aku berniat untuk mendiskusikan kemungkinan itu dengan bangsawan yang mengundangku, apakah Miharu-san bisa ikut denganku."

 

"Aku mengerti. Keputusan kalian yang bisa diterima." 

Syldora mengangguk dengan tenang.

 

Tiba-tiba, Miharu berdiri dengan penuh semangat. 

"Umm, terlepas dari keadaan dan masalah kami, semua orang di desa sangat baik kepada kami dan sekarang  kami pergi begitu saja, jadi aku benar-benar minta maaf untuk semuanya." 

Miharu pasti gugup, karena nada suaranya bernada tinggi ketika gadis itu menundukkan kepalanya.

 

"Kamu tidak perlu memikirkan tentang itu, Miharu-dono. Kalian akhirnya menemukan petunjuk tentang teman dan keluarga kalian yang berharga. Kalian tidak perlu menyangkal keinginan kalian untuk bertemu kembali dengan mereka." 

Syldora mengarahkan kata-kata itu pada Miharu sambil tersenyum.

 

Ursula setuju dengan senang hati. 

"Itu benar. Meski akan merasa agak sepi, tapi masa depan kalian bergantung pada keputusan itu. Kalian juga harus menemukan cara untuk kembali ke dunia asal kalian, jadi kalian tidak perlu mengkhawatirkan apapun."

 

Dominic mengangkat kedua tangan untuk mendukung.

"Yah, jika kalian menemukan bahaya, kalian bisa kembali ke desa kapan pun kalian mau. Sama seperti Rio, kalian semua sudah seperti saudara kami."

 

Ursula mengangguk sambil tersenyum. 

"Itu benar. Jika kalian merasa berada dalam bahaya, jangan ragu untuk kembali ke desa."

 

"T-Terima kasih banyak!" 

Tergerak oleh emosinya, Miharu menggigit bibirnya dan menundukkan kepalanya sekali lagi. Masato dan Aki melakukan hal yang sama, mengungkapkan rasa terima kasih mereka tak lama setelah itu.

 

"Angkat kepala kalian." 

Kata Syldora menunjukkan ekspresi yang rumit. 

 

Pada saat itu, Ursula berbicara kepada Rio dengan sebuah pertanyaan.

 

"Ngomong-ngomong, Rio-dono. Bagaimana rencanamu untuk kembali ke Strahl?"

 

"Aku berencana untuk membawa ketiganya melalui udara." Jawab Rio.

 

Meskipun dengan adanya kristal teleportasi, dia hanya bisa menggunakannya untuk kembali ke desa dalam, untuk pergi ke wilayah Strahl dia harus berjalan kaki atau terbang.

 

"Apa kamu berniat melakukannya sendiri, Rio-dono?" 

Ursula mencoba mengkonfirmasi kata-katanya.

 

".....Ya."

Jawab Rio dengan sedikit ragu.

 

"Yah, mungkin benar Rio-dono mampu melakukan itu...."

Mengatakan itu, Ursula memandang Syldora dan Dominic. Kemudian dia menoleh ke Sara, Orphia, dan Alma.

 

".....Uh." 

Gadis-gadis itu sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tetapi ketika para tetua berbalik ke arah mereka, mereka semua tersentak. Setelah saling memandang, para tetua mengangguk sambil tersenyum.

 

"Kalau begitu, kamu harus membawa Sara, Orphia, dan Alma bersama denganmu juga." Kata Syldora.

 

"....Eh? Tidak, tapi....."

Rio menunjukkan ekspresi heran dan menggelengkan kepalanya di saat yang sama. 

Rio memiliki kecurigaan samar seperti semacam bantuan dari para tetua ketika Ursula menanyakan cara mereka akan pergi, tetapi dia tidak pernah menyangka mereka akan mendapatkan pemikiran seperti itu.

 

"Tidak masalah. Mereka bertiga mungkin mau ikut bersama kalian sejak awal."

Kata Ursula, menoleh kembali ke Sara dan yang lainnya.

 

"Eh.... ah. Umm, ya. Aku tidak pernah berpikir itu akan semudah ini, apalagi keputusan kami diusulkan sendiri oleh para tetua...."

Sara bergidik dan berbicara dengan nada gemetar.

 

"......."

Menunjukkan ekspresi rumit, Rio tidak bisa berkata-kata.

 

"Dan begitulah keputusannya. Nah, aku rasa semuanya sudah beres."

Dominic menutup diskusi mereka.

 

"Tapi bagaimana dengan peraturan desa? Penduduk desa tidak bisa pergi ke dunia luar begitu saja."

Rio berusaha menolak keputusan mendadak itu dalam kebingungannya. Karena adanya peraturan tersebut, baik itu penduduk desa lain ataupun Sara dan yang lainnya merasa sulit untuk mengangkat topik tersebut.

 

"Peraturan itu berlaku untuk siapapun yang belum menerima persetujuan dari ketiga tetua atau mayoritas dewan penatua. Adapun persetujuan dari tiga tetua, nah, ini dia."

Kata Ursula, tertawa ringan.

 

"Uh....." 

Tidak mengerti apa yang terjadi, Rio terhanyut dalam pikirannya.

 

Tentu saja, Rio sangat berterima kasih atas bantuannya – namun, dia merasa bersalah karena peraturan desa yang cukup ketat itu dikesampingkan semata-mata untuk kebaikannya sendiri.

 

"Umm, kami minta maaf karena semua masalah ini diurus oleh kalian semua. Dan juga, kami terlalu  mengandalkan Haruto-san....." 

Kata Miharu dengan panik. 

 

Miharu merasa bersalah karena menyerahkan segalanya ke Rio, tetapi itu tidak berarti bahwa hal yang sama tidak berlaku di desa juga. Keputusan yang cukup sulit untuk diterima.

 

"Tolong dengar, mungkin Miharu-dono mulai ragu. Kamu terlalu banyak pertimbangan, Rio-dono. Kamu harus menghilangkan kebiasaan burukmu itu."

Melihat ke arah Miharu, Ursula berbicara sambil tersenyum.

 

Menunjukkan senyuman yang canggung, Rio melihat ke para tetua dan setelah beberapa saat melihat ke kelompok Sara, menundukkan kepalanya dalam-dalam. 

".....Tolong maafkan keegoisanku ini. Lalu, aku akan menerima tawaran tersebut. Bisakah kalian membantuku?"

 

"Tentu saja!" 

Sara, Orphia, dan Alma setuju dengan antusias.

 

"Mereka bertiga adalah anak-anak muda yang suatu hari akan memimpin desa ini, kami biasanya akan menugaskan mereka ke dunia luar untuk memperluas pandangan mereka tentang Kerajaan manusia. Tentu saja, kami memberi mereka artefak sihir sehingga penampilan mereka terlihat seperti manusia. Jadi, jangan khawatir."

Itulah yang dikatakan Dominic.

 

"Sementara ini masih terlalu dini untuk itu.... Tapi jika Rio-dono bersama dengan mereka, maka kita tidak perlu khawatir. Itu sebabnya, keputusan ini menguntungkan kita juga."

Kata Ursula, tertawa.

 

"Kalian bertiga harus mempelajari dunia luar sambil mengawal Miharu-dono dan teman-temannya. Aku yakin itu akan menjadi pengalaman yang berharga."

Dengan kata-kata penyemangat itu, Syldora menatap ke arah Sara dan yang lainnya.

 

"Baik!" 

Ketiganya setuju dengan antusias.

 

"T-Tunggu!" 

Latifa berteriak. Dia telah mendengarkan percakapan mereka dalam diam, tiba-tiba panik.

 

Rio menyadari apa yang dipikirkan Latifa dan memanggilnya dengan ekspresi yang rumit. 

"Latifa....."

 

"B-Bagaimana denganku?"

 

".....Kamu tetap tinggal di desa." 

Kata Rio, memberinya peringatan.

 

"T-Tidak mau! Jika Sara Onee-chan dan yang lainnya pergi, aku ingin pergi juga!" 

Karena terkejut, Latifa keberatan.

 

"Kamu tidak boleh." 

Rio menggelengkan kepalanya terus terang.

 

"Kenapa tidak ?!" 

Latifa menanyakan itu dengan berlinang air mata.

 

".....Kamu mempunyai kenangan buruk tentang wilayah Strahl, kan?" 

Kata Rio, bertanya.

 

"Memang benar, tapi....!" 

Latifa mengepalkan tangannya dan ekspresinya tiba-tiba berubah.

 

"Kamu sudah menunggu selama ini di desa, ingat? Ini tidak seperti kami akan bermain."

Rio menggaruk lehernya, berusaha menegur Latifa.

 

"Ini berbeda dari sebelumnya! Kelompok Miharu Onee-chan akan pergi, Sara Onee-chan dan yang lainnya juga akan pergi. Aishia Onee-chan sedang menunggu di sana..... Aku tidak mau menjadi satu-satunya yang tertinggal! Tolong bawa aku bersamamu kali ini saja!" 

Latifa memohon dengan putus asa.

 

[ Latifa-chan.... ]

Miharu menunjukkan ekspresi frustasi.

 

Sehari sebelumnya, setelah mengobrol berduaan dengannya, Miharu mengetahui betapa Latifa sangat mencintai Rio. Dia mengerti alasan kenapa Latifa begitu putus asa. Dia tidak ingin Rio meninggalkannya— Miharu telah memutuskan untuk menghadiri perjamuan dan menyelesaikan masa depannya sendiri karena alasan itu.

 

"Umm, aku tahu, aku tidak dalam posisi untuk meminta sesuatu, tapi tidak bisakah Latifa-chan ikut juga?" 

Tidak dapat menahannya, Miharu turun tangan.

 

"Kamu juga, Miharu-san.....?" 

Rio tidak lagi tahu harus berbuat apa.

 

"Hmm, kurasa kita seharusnya tidak menolaknya tanpa mendengarkannya terlebih dahulu."

Ursula, yang juga merupakan wali dari Latifa, tiba-tiba berpendapat.

 

".....Bisakah aku menanyakan alasannya?" 

Kata Rio, menghela napas ringan.

 

"Tiga tahun lalu, ketika kamu memutuskan untuk pergi ke wilayah Yagumo, Latifa tidak meminta untuk ikut denganmu. Aku benar?" 

Ursula mencoba mengkonfirmasi banyak hal dengan Rio.

 

"Iya." 

Rio mengangguk dengan ekspresi tidak nyaman.

 

"Saat itu, dia masih secara tidak sadar takut dengan dunia luar. Itu sebabnya, Latifa sendiri tidak berpikir untuk meninggalkan desa. Namun, kali ini dia meminta kepadamu secara langsung dan atas kemauannya sendiri. Tidakkah menurutmu ini kesempatan bagus baginya untuk menghapus bekas lukanya dari masa lalu?" 

Ursula mengenang masa lalu saat dia menjelaskan manfaat membawa Latifa ke wilayah Strahl.

 

"........"

Rio juga tidak ingin menolak perasaan Latifa dan mengabaikan kesempatan baginya untuk tumbuh. 

Namun, ada kemungkinan trauma adik kecilnya itu muncul kembali juga membuatnya khawatir.

 

"Aku ingin pergi denganmu, Onii-chan. Aku ingin tetap di sisimu." 

Latifa bangkit dan mendekati Rio sambil memegangi lengan bajunya dengan takut.

 

Ketika semua perhatian yang hadir terfokus pada keduanya. Rio ragu-ragu sejenak dan setelah beberapa saat, dia membuka mulutnya untuk berbicara. 

"....Aku punya beberapa syarat."

 

"A-Apa itu?!" 

Ekspresi Latifa langsung cerah.

 

".....Bahkan jika kamu ikut denganku, aku tidak akan bisa bersama denganmu sepanjang waktu. Miharu-san dan aku akan menghadiri perjamuan, jadi kamu benar-benar harus mendengarkan apa yang dikatakan Sara, Aishia ataupun Celia Sensei yang ada di sana juga, jadi kamu harus mematuhi mereka juga."

 

"Baik!"

 

"Kamu tidak boleh mengeluh kepada mereka atau menimbulkan masalah. Kamu harus menahan diri dari bertindak egois. Jika kamu ingin pergi ke suatu tempat, kamu tidak boleh pergi sendiri – karena kamu mudah terbawa emosi. Dan juga....."

 

"Fu....."

Suara tawa ringan terdengar di dalam ruangan.

 

".....Apa ada yang salah?" 

Rio melihat sekeliling dengan ekspresi penasaran. 

Semua yang hadir tersenyum seolah baru saja melihat sesuatu yang lucu.

 

"Tidak ada, kami hanya berpikir kalau kamu terlalu protektif."

Kata Ursula.

 

".....Aku masih punya syarat lain. Kecuali jika kamu belum mendapat izin dari Syldora-san dan Dominic-san, kamu tidak boleh ikut dengan kami. Kami harus menghormati hukum desa." 

Kata Rio, menghela napas lelah.

 

"Aku tidak keberatan."

Kata Dominic.

 

"Aku juga."

Kata Syldora, menambahkan.

 

"......Aku ingin lebih dari sekadar jawaban afirmatif sederhana." 

Rio mengungkapkan keterkejutannya.

 

"Alasannya seperti yang dikatakan oleh Ursula. Apa lagi yang kamu ingin kami katakan? Semua kemungkinan peringatan di putuskan olehmu. Itu sebabnya, aku tidak mengatakan apa-apa lagi." 

Kata Domini, mengangkat bahunya dan tersenyum.

 

"Jika aku harus mengatakan sesuatu, maka perkembangan Latifa adalah kasus khusus. Kami juga telah mempertimbangkan keadaan tersebut. Adapun keputusan pribadiku, jika Rio-dono bersamanya, tidak masalah."

Kata Syldora.

 

"....Itu benar. Kalau kamu membutuhkan rumah lain untuk tinggal selama perjalanan, aku bisa siapkan rumah batu ekstra untuk itu. Setelah kami membuat rumah batu pertama, kami merasa sangat senang sehingga kami membuat beberapa lagi. Jika kamu mau, kami dapat memberikan satu lagi, jadi tidak masalah."

Kata Dominic, menawarkan dengan murah hati.

 

"Oho? Dalam hal ini, kamu dapat segera pergi. Kapan kamu berencana untuk pergi?" 

Ursula setuju dengan itu, dan melanjutkan percakapan.

 

".....Masih ada waktu beberapa minggu lagi, tapi aku tidak ingin terlambat karena kejadian tak terduga selama perjalanan. Aku pikir, aku akan pergi secepat mungkin."

Jawab Rio.

 

"Setidaknya lusa dan paling lama beberapa hari, ya. Itu artinya....."

Ursula meletakkan tangannya di dagunya dan mulai berpikir.

 

"Kita harus mengadakan pesta untuk keberangkatan kalian semua!" 

Dryas muncul di sudut ruangan. Kemunculannya yang tiba-tiba, menyebabkan semua orang menjadi kaget.

 

".....Apa kamu mendengar diskusi kami, Dryas-sama?" 

Ursul bertanya, menghela napas lelah.

 

"Ya, tapi hanya di bagian akhir. Sepertinya bukan waktu yang tepat untuk menyela, jadi aku mencoba untuk mendengarnya dahulu."

Jawab Dryas dengan ramah. Dia benar-benar aneh dan sulit dipahami.

 

"Sekarang aku tahu kenapa Ariel tiba-tiba gugup."

Kata Orphia.

 

"Hel juga."

 

"Ifritah juga."

 

Sara dan Alma juga merasakan perubahan dalam roh kontrak mereka. Para roh bisa merasakan kehadiran roh lain, jadi kemungkinan besar Ariel, Hel, dan Ifritah telah mengetahui kehadiran Dryas sebelumnya.

 

"Eh, padahal aku menyembunyikan kehadiranku dengan cukup serius.... Kalian sepertinya sudah berkembang." 

Dryas memuji roh kontrak dari ketiga gadis itu. 

 

"Ngomong-ngomong, Aishia tidak datang? Dia belum belajar untuk menyembunyikan kehadirannya sepenuhnya.... Benar?" 

Melihat sekeliling, Dryas menanyakan Aishia.

 

"Ya, kali ini dia menunggu di wilayah Strahl."

Jawab Rio sambil tersenyum.

 

"Aku mengerti. Yah, aku sudah paham situasi umumnya dan kita bisa membahas detailnya nanti. Saatnya merayakan keberangkatan semuanya dengan pesta! Ayo bersiap!" 

Dryas berbicara dengan nada penuh antusias.

 

"Baiklah. Bagaimana jika kita mengadakannya besok malam? Kita bisa menggunakan ruang balai kota yang kita gunakan untuk pesta ketika mereka pertama kali datang. Kita juga harus menginformasikan tentang kepergian Sara dan yang lainnya." 

Ursula tampaknya berniat mengadakan pesta itu sejak awal, karena dia tidak keberatan dan segera merencanakan acara tersebut.

 

"Sara, Ophia, Alma."

Syldora memanggil nama mereka bertiga.

 

"Ya."

Jawab ketiga, menguatkan diri mereka.

 

"Kembalilah ke rumah orang tua kalian malam ini. Selain izin dari kami, kalian juga membutuhkan izin dari keluarga kalian juga. Beri tahu keluarga kalian kalau kalian memiliki tugas penting untuk dilakukan."

 

"Baik!" 

Atas perintah Syldora, mereka bertiga mengangguk dengan antusias. Dengan demikian, diputuskan bahwa pesta keberangkatan mereka akan diadakan pada besok malam.

 

◇◇◇◇

 

Malam berikutnya, mereka semua berkumpul di ruang makan di lantai paling bawah balai kota. Semua anggota terpenting desa dan keluarga mereka hadir. Meja-meja di ruangan itu penuh dengan makanan dan minuman untuk merayakan pesta keberangkatan Rio dan yang lainnya.

 

"Miharu-chan! Aku ingin belajar lebih banyak lagi resep darimu dan mengobrol lebih banyak lagi denganmu! Aku akan merasa kesepian tanpamu." 

Gadis kucing bernama Anya mengeluh saat dia memeluk Miharu.

 

Saat ini, Miharu sedang dikelilingi oleh para gadis muda desa, yang mengucapkan selamat tinggal mereka kepadanya dengan ekspresi sedih. Mereka semua adalah peserta yang pernah menghadiri kelas memasaknya.

 

"Aku juga ingin mengobrol lebih banyak denganmu."

Jawab Miharu sambil tersenyum sedih.

 

"Hmph, oke! Kita bisa melakukan percakapan antar para gadis! Tidak ada hal yang menyedihkan! Itu pasti akan  menjadi percakapan yang menyenangkan!" 

Memeluk Miharu dengan erat, Anya mengucapkan kata-kata itu dengan penuh semangat. Gadis-gadis lain juga sepertinya setuju karena mereka semua bersemangat.

 

Sementara itu, di tempat lain di ruangan itu, Vera juga  berpamitan dengan Aki dan Latifa. 

"Ugh, perpisahan yang tiba-tiba itu terlalu menyedihkan! Aku tidak percaya Latifa-chan akan pergi juga!" 

Vera memeluk keduanya dengan dipenuhi air mata.

 

"Ahaha, itu menyakitkan, Vera-chan."

Meski mengatakan itu, Latifa tidak menolak dan membiarkan dia memeluknya dengan ekspresi tenang.

 

".....Maaf. Tapi keputusan itu sangat tiba-tiba." 

Kata Aki, meminta maaf.

 

"Aww..... Kalian akan berangkat besok, benar? Kapan kita akan bertemu lagi?" 

Sambil memeluk Latifa dan Aki, Vera bertanya.

 

".....Aku tidak tahu. Tapi aku ingin bertemu denganmu lagi, Vera-chan. Jika aku bisa kembali, aku akan kembali tanpa keraguan. Lagipula, kamu adalah teman yang sangat penting bagiku."

Kata Aki, menjelaskan. 

 

Apa yang baru saja Aki katakan adalah masalah terpisah mengenai perasaannya yang ingin bersatu kembali dengan Takahisa dan Satsuki, dan kembali ke Bumi.

 

"Itu janji! Jika kamu tidak kembali, aku akan menangis!" 

Kata Vera, memeluk mereka lebih erat.

 

"Yup....."

Aki dan Latifa mengangguk dengan sungguh-sungguh.

 

"Astaga, kalian sungguh melebih-lebihkan."

Kata Arslan dengan nada lelah. Dia dan Masato telah memperhatikan percakapan gadis-gadis itu selama ini.

 

"Haha, kamu benar."

Masato mengangguk dengan senyum tegang.

 

"Memangnya kamu tidak mau mengucapkan selamat tinggal ?! Selain Latifa-chan, Aki-chan dan Masato-kun mungkin tidak akan pernah kembali." 

Vera menggembungkan pipinya karena kesal, memelototi mereka berdua dengan tatapan mencela.

 

"Tidak.... Yah, melakukannya sesama lelaki itu, kamu tahu, itu agak memalukan.... Atau mungkin terlihat menyedihkan? Itu membuatku sedikit tidak nyaman."

Kata Arslan, menggaruk lehernya.

 

"Betul. Lagipula, aku berniat untuk kembali dan aku masih belum menang melawannya."

Melihat Arslan, Masato mengucapkan kata-kata itu.

 

"Ha, kamu berharap terlalu tinggi. Aku akan menjadi lebih kuat dan ketika kita bertemu lagi, aku akan mengalahkanmu lagi." 

Arslan berkata dengan nada sombong yang sia-sia.

 

"Yah, tunggu saja. Sampai aku menjadi lebih kuat."

 

"Ha, kurasa aku bisa menunggu, meskipun aku tidak mengharapkan apapun darimu..... Berhati-hatilah selama perjalananmu."

 

"Tentu saja."

 

Keduanya mengucapkan selamat tinggal dengan membenturkan lengan mereka. Vera memperhatikan percakapan antara keduanya dengan cermat. 

"Ada apa dengan kalian? Setelah mengatakan semua hal hebat itu, kalian menjadi lebih memalukan daripada kami." 

Kata Vera dengan tatapan dinginnya.

 

"Aku juga berpikiran sama!"

 

"Aku juga!"

Latifa dan Aki saling setuju.

 

"Astaga, bisakah kamu sedikit lebih jujur."

Sambil tersenyum, Aki menatap ke arah dua anak itu.

 

"E-Eh!? Itu tidak benar!"

Masato dan Arslan keberatan pada saat yang sama. Wajah mereka berdua mulai memerah.

 

"Aww, tapi itu benar. Benar kan?" 

Vera menanggapi dengan tertawa ringan, lalu beralih ke Aki dan Latifa, ia mencoba meniru ucapan Arslan. 

 

".....Berhati-hatilah selama perjalananmu."

 

"Tentu saja." 

Meniru Masato, Aki memasang ekspresi serius yang dia bisa dan kemudian menoleh ke Latifa untuk beradu tangan dengannya.

 

"Ugh....."

Melihat itu, Arslan dan Masato semakin tersipu malu.

 

"Ah-Terserahlah! Ayo pergi, Masato!"

 

"Y-Ya!" 

Karena malu, Arslan dan Masato pergi.

 

"Fufu." 

Gadis-gadis itu memperhatikan mereka pergi sambil tertawa.

 

Sementara itu, di tempat yang berbeda.....

 

"Aku akan menyerahkan putriku dan teman-temannya di kepadamu, Rio-dono."

 

Rio, Sara, Orphia dan Alma sedang berbicara dengan para tetua desa dan keluarga gadis-gadis itu. Ayah Sara, seorang manusia serigala perak, mempercayakan putrinya dan yang lainnya kepada Rio.

 

Rio mengangguk. 

"Iya. Sebenarnya, akulah yang akan berada dalam perlindungan mereka....."

Kata Rio dengan nada agak canggung.

 

"Tidak, perjalanan ini akan menjadi pengalaman berharga bagi putri kami. Jika kamu dan Aisia-sama bersama mereka, maka kami dengan senang hati akan membiarkan mereka." 

Ayah Orphia, seorang High Elf, berbicara dengan nada bersemangat. Meski mengatakan itu, Rio bisa sedikit membayangkan kesedihan di wajahnya.

 

"Yah, seperti yang mereka katakan: mereka juga harus meninggalkan rumah suatu hari nanti. Tolong jaga putriku, Rio-dono!" 

Ayah Alma meraih bahu Rio dengan kuat. Dia lebih muda dari Dominic, tapi wajah dan sikap sangat mirip dengan Dominic.

 

Meskipun orang tua Sara dan Orphia tidak tampak lebih tua dari putri mereka, ayah Alma tampak seperti pria setengah paruh baya bagi manusia. Itulah salah satu ciri utama Dwarf, biasanya yang laki-laki berwajah lebih tua.

 

"Aku tidak tahu bagaimana harus berterima kasih karena telah mempercayakan kepadaku putri-putri kalian yang berharga. Aku mungkin bergantung pada mereka lebih dari mereka bergantung kepadaku, tapi aku berjanji kalau aku akan melindungi mereka dengan semua yang aku punya."

Rio membuat pernyataan itu dengan nada hormat.

 

Mendengar itu, Sara dan yang lainnya memerah malu.

 

"Gahaha, itu terdengar seperti janji pernikahan. Mereka terlihat semakin malu, Rio."

Menampar punggung Rio, Dominic tertawa terbahak-bahak.

 

"Tolong jangan katakan hal-hal aneh seperti itu!" 

Sara dan Alma keberatan pada saat yang sama.

 

"Ahaha, umm, aku juga akan bergantung kepada kalian, Sara, Alma dan Orphia." 

Menyembunyikan rasa malunya dengan senyum masam, Rio menundukkan kepalanya dalam-dalam.

 

"Uh, k-kami juga. Kami akan mengandalkanmu!" 

Pipi Sara memerah, ekornya bergerak dari sisi ke sisi, saat dia menundukkan kepalanya.

 

"Terima kasih, Rio."

Kata Orphia dan Alma. Rio mengangguk dengan senyum tipis.

 

"Kalian tidak harus bersikap terlalu formal. Mereka bertiga sudah mendiskusikan situasinya dengan keluarga masing-masing. Dan juah, para orang tuanya setuju dan memutuskan untuk mempercayakan putri mereka kepadamu."

Mengatakan itu, Dominique menepuk bahu Rio.

"Kami mengandalkanmu."

 

"Selain itu, Jii-chan. Apa benar kalau kamu mengajari Latifa kata-kata aneh?" 

Saat dia menatap Dominic, Alma menghela napas kecewa.

 

".....Hum, apa yang kamu bicarakan?" 

Dominic menunjukkan ekspresi bingung.

 

"Jangan mencoba untuk berpura-pura bodoh. Aku sedang berbicara tentang pacar simpanan!" 

Tanpa niat mendengarkan alasan, Alma dengan tegas menolak.

 

"A-Ahem."

Para ayah mereka memuntahkan minuman mereka dan membersihkan tersedak karenanya.

 

"Oi! Ayah! Menurutmu apa yang coba kamu ajarkan kepada anak-anak ?!" 

Ayah Alma memprotes dengan marah.

 

"A-Ah, itu? Aku ingat sekarang. Aku sedang berbicara dengan Latifa tentang Rio ketika aku sedang minum dan tiba-tiba mengatakan itu tanpa menyadarinya. Yah, dia juga tidak mungkin tidak tahu apa artinya." 

Dominic tertawa terbahak-bahak untuk mengalihkan pembicaraan.

 

"Bukan itu masalahnya!" Kata Alma.

 

"J-Jangan khawatir. Dan bagaimana denganmu? Kamu hanya satu tahun lebih tua dari Latifa. Apa kamu tahu apa artinya?"

 

"Uh....!" 

Wajah Alma benar-benar memerah.

 

"Tolong jangan terlalu banyak menggoda Alma, Dominic-san."

Berdiri di depan Alma, Rio memberi peringatan yang baik kepada Dominic. 

 

"T-Tentu." 

Dominic sepertinya merasakan tekanan aneh datang dari Rio saat dia mengangguk dengan patuh.

 

"Aku ingin berbicara lebih banyak tentang apa yang terjadi dengan Latifa. Haruskah kita membahasnya sambil minum?" 

Kata Rio, menghela napas sedikit.

 

"Tentu, tidak masalah. Kalian juga ikut! Mari kita mengobrol antar pria!" 

Dominic mengundang parah ayah dengan nada bersemangat.

 

Pesta itu berakhir beberapa jam kemudian.

 

◇◇◇◇

 

Pagi selanjutnya datang.....

 

Akhirnya tiba waktunya untuk pergi. Rio akan berangkat ke Strahl bersama Miharu dan yang lainnya segera.

 

"Baiklah. Apa mereka sudah membawa semuanya?" 

Melihat mereka, Dominic bertanya.

 

"Ya, aku kira begitu." 

Rio melihat sekeliling dan menjawab sebagai perwakilan mereka.

 

".....Ah!" 

Tiba-tiba, Vera teringat sesuatu.

 

"Hm? Ada apa, Vera?" 

Ursula bertanya.

 

"U-Umm. Latifa-chan, Latifa-chan." 

Vera segera mendekatinya.

 

"Ada apa, Vera-chan?" 

Latifa menunjukkan ekspresi penasaran.

 

"Apa kamu membawanya pakaian itu?"

 

"Pakaian?"

 

"Pakaian yang kalian buat untuk mengejutkan Rio Nii-san."

Vera membisikkan kata-kata itu di telinga Latifa.

 

"Ooh itu! Yup, aku membawa semuanya." 

Latifa tersenyum dan mengangguk.

 

"Oke! Pokoknya, kamu harus mengejutkan Rio Nii-san."

 

".....Aku?" 

Rio sepertinya mendengar kata-kata Vera saat dia menunjukkan ekspresi bingung.

 

"Itu rahasia. Aku yakin kamu pasti akan terkejut. Aku ingin melihatnya juga, tapi mereka mengatakan kepadaku itu adalah kejutan ketika kamu kembali."

Kata Vera, tertawa senang.

 

"Aku mengerti. Aku menantikannya, kalau begitu."

Menatap Latifa, Rio tertawa kecil.

 

"Ya! Jaga dirimu, Aki-chan, Latifa-chan. Aku akan berdoa agar tidak terjadi apa-apa pada kalian."

Jawab Vera dengan penuh semangat.

 

"Oke." 

Latifa dan Aki mengangguk. 

 

"Sampai jumpa, Vera-chan!"

 

"Baiklah, sudah waktunya kita pergi."

Rio memanggil Aki dan Latifa.

 

"Baik!" 

Latifa dengan senang hati mengangguk dan menghampiri Rio, sementara Aki mendekati roh kontrak raksasa seperti burung, Ariel.

 

"Baiklah semuanya! Cepat naiki Ariel!" 

Kata Orphia, memanggil Miharu, Aki, Masato dan Sara.

Mereka mulai naik ke punggung Ariel dengan keakraban seperti yang telah mereka lakukan beberapa kali.

 

"Ada cukup tempat untuk empat orang. Aku akan menggendong Alma dan Rio akan menggendong Latifa— Sempurna!"

Orphia berkata dengan puas begitu semuanya naik ke punggung Ariel.

 

"Yup, ini pilihan terbaik!" 

Latifa mengangguk sambil tersenyum. Dia mungkin senang bisa terbang bersama Rio sepanjang perjalanan.

 

Satu-satunya orang yang bisa terbang bebas di langit adalah Rio, Orphia, dan Ariel. Bukan seperti Sara dan Alma tidak bisa terbang, tetapi keterampilan mereka kurang baik jika dibandingkan Rio dan Orphia, jadi lebih cepat melakukan perjalanan dengan cara itu.

 

Itulah sebabnya dua orang harus digendong.

Pada akhirnya diputuskan kalau yang terpilih adalah Alma dan Latifa, karena berat mereka lebih ringan dari yang lain. Rio dan Orphia akan bertanggung jawab membawa mereka.

 

"Jangan banyak bergerak, oke?" 

Kata Rio yang menggendong Latifa dengan gaya menggendong pengantin.

 

"Yup!" 

Latifa merasa bahagia.

 

"......"

Alma melihat pemandangan itu dengan sedikit iri.

 

"Kamu harus ikut denganku, Alma-chan." 

Kata Orphia, tertawa ringan.

 

"Jangan katakan itu. Terima kasih untuk ini." 

Mengatakan itu, Alma naik ke punggung Orphia.

 

"Yup." 

Orphia menjawab dengan riang. Pada saat itu, Latifa mengarahkan jarinya ke langit.

 

"Baiklah, ayo pergi sekarang!"

 

"Sampai jumpa semuanya!" 

Rio tertawa ringan dan menoleh ke semua yang datang untuk mengantarkan keberangkatan mereka. 

Di sampingnya, Orphia dan Ariel perlahan mulai terangkat ke udara.

 

"Hati-hati di jalan!"

 

"Jaga putri kita!"

 

"Ajari aku resep lain saat kamu kembali, Miharu-chan!"

 

"Ayo main bersama saat kalian kembali! Itu janji!"

 

"Jadilah lebih kuat, Masato!"

 

Beberapa suara mulai bergema di seluruh tempat.

 

"Terima kasih untuk semuanya! Kami ingin kembali lagi!" 

Miharu menunduk dan mengucapkan selamat tinggal dengan keras, sesuatu yang tidak biasa baginya.

 

"Sampai jumpa!"

 

"Aku juga ingin kembali!"

 

Meskipun sudah berpamitan sehari sebelumnya, Aki dan Masato juga mengucapkan kembali perpisahan mereka.