Beyond Memories – Chapter 4 : 「Bayanganmu」
Setelah meninggalkan Amande melalui gerbang timur, Rio, Aishia, dan Celia mulai berjalan menyusuri jalan utama.
Setelah beberapa waktu berlalu, mereka memastikan tidak ada seorang pun di sekitar mereka sebelum terbang ke langit. Tujuan mereka adalah Galtuuk, ibukota Kerajaan Galarc. Setelah tiba di pinggiran kota, Rio mencari tempat yang aman untuk mendirikan rumah batu.
Celia duduk di sofa ruang tamu dan berbaring.
"Rasanya seperti sangat lama sejak aku meninggalkan rumah ini."
"Kita hanya pergi selama beberapa hari, tapi banyak hal yang terjadi ketika kita pergi."
Rio meletakkan teh yang dia buat di atas meja dan mengangguk setuju dengan senyum geli.
"....Ya. Rasanya aneh. Aku hanya tinggal di rumah ini untuk waktu yang singkat, tapi rasanya seperti aku pulang ke rumahku."
Kata Celia, tajam.
{ TLN : Bjir.... Kode keras tuh cuk }
"Terima kasih sudah atas itu. Mungkin karena tidak ada banyak orang di sini, jadi kamu bisa sedikit rileks."
Kata Rio.
"Ya, mungkin."
Kata Celia, mengangguk malu-malu.
"Selain itu, sekarang kita bisa makan bersama Haruto dan juga berendam di pemandian lagi."
Sela Aishia. Celia mengangguk sambil tertawa bahagia.
"Ah, kamu benar – aku sangat setuju. Aku juga sangat menantikannya."
"Aku akan berangkat besok, jadi kita hanya bisa makan bersama malam ini dan besok pagi, tapi aku akan tetap berusaha sebaik mungkin untuk membuat makan malam yang enak. Sensei, Aishia, kalian berdua bisa santai dan mandi setelah itu."
Kata Rio, menyarankan mereka berdua.
".....Mm, itu ide yang bagus, tapi.... Bisakah kamu mengajariku cara memasak malam ini? Kamu sudah berjanji padaku, ingat?"
Celia bertanya, pipinya memerah.
"Tentu. Aku sama sekali tidak keberatan, tapi bisakah kita melakukannya di lain waktu, ketika kita punya lebih banyak waktu?"
Jika ingin belajar memasak, Celia harus berlatih selama beberapa hari berturut-turut. Rio akan pergi besok, jadi tidak banyak yang bisa aku ajarkan padanya dalam satu hari.
"Nggak mau. Sementara kami menunggumu kembali, aku akan tinggal bersama Aishia. Dia tahu cara memasak makanan sederhana, jadi aku juga ingin membantu dan memasak sesuatu. Jadi aku bisa meluangkan waktu untuk berlatih setelah itu."
Kata Celia dengan sedikit malu.
".....Baiklah. Kalau begitu, aku akan mengajarimu beberapa resep sederhana."
Kata Rio, menunjukkan senyum ramah.
"Oke!"
Celia merespon dengan gembira.
Malam itu, mereka bertiga membuat makan malam bersama.
◇◇◇◇
Keesokan paginya, ketika Rio bersiap untuk pergi.....
"Aku akan pergi selama dua minggu, jadi selama waktu itu saling tolong jaga diri kalian berdua."
Setelah keluar dari pintu rumah batu, Rio berbicara kepada kedua gadis itu.
"Tentu. Serahkan saja Aishia padaku."
Kata Celia dengan bangga.
".....Baik."
Kata Aishia, sebelum tiba-tiba menerjang ke arah Rio dan memeluknya.
"Ap– ?!"
Rio agak terkejut, bahkan Celia lebih terkejut lagi darinya. Melihat bagaimana Aishia memeluk Rio dengan erat, mata Celia melebar bulat.
"Ada apa, Aishia?"
Rio bertanya dengan suara rendah. Meski keduanya sangat dekat, itu pertama kalinya Aishia memeluknya seperti ini.
"Tak peduli seberapa jauh kita terpisah atau ke manapun tujuanmu, aku akan selalu bersamamu, Haruto. Jadi jangan takut, jangan goyah dan ikuti jalan yang kamu pilih."
Kata Aishia, dia jarang berkata demikian.
Meski kata-katanya kurang jelas dan membingungkan, tetapi Rio tahu betul apa maksudnya. Alasannya, kemungkinan besar karena takdir yang mempertemukannya dengan Lucius.
".....Tidak ada yang bisa aku sembunyikan darimu, ya. Terima kasih, Aishia."
Kata Rio sedikit canggung, tersenyum tipis.
Sejak pertarungannya dengan Lucius, keinginan untuk balas dendam di hati Rio telah membara. Meskipun begitu, dia telah memutuskan untuk berperilaku seperti biasanya, tetapi tidak mungkin dia bisa menyembunyikan sesuatu dari roh yang terhubungnya.
Meskipun agak tidak nyaman karena perasaannya begitu mudah dibaca, itu juga memberinya rasa nyaman untuk beberapa alasan. Dengan patuh, Rio menerima pelukan dari Aishia itu, kemudian Celia mendapatkan kembali ketenangannya dan segera menghentikannya.
"H-Hei! Berapa lama kamu berencana untuk tetap seperti itu ?! Itu sangat tidak adil – Lepaskan! Aku tidak boleh lengah dengan kalian berdua!"
"Baik."
Rio tertawa kecil dan perlahan menjauhkan diri dari Aishia.
"Aku baru saja mengucapkan selamat tinggal. Apa kamu tidak akan melakukan hal yang sama, Celia?"
Kata Aishia, memiringkan kepalanya.
"K... K-Kamu benar. Kamu akan pergi untuk sementara waktu, j-jadi...."
Celia secara refleks menolak saran Aishia, tapi kemudian berpikir dua kali dan mengangguk dengan malu-malu.
"Sensei....."
Rio mencoba menolak, tapi Celia mulai mendekatinya.
Karena dia yakin Celia akan terlalu malu untuk melakukannya, Rio sedikit terkejut dengan tindakan Celia.
"....J-Jaga dirimu, Rio. Aku akan berlatih resep yang kamu ajarkan padaku dan menunggumu!"
Dengan wajah memerah, Celia memeluk Rio dengan sekuat tenaga. Tubuhnya kecil, namun hangat.
".....Ya, aku akan segera kembali."
Rio menunjukkan senyum yang agak canggung dan memeluk Celia kembali.
◇◇◇◇
Rio mulai pergi menjauh dari rumah batu dan mengeluarkan kristal teleportasi.
Dia bisa saja menggunakannya di depan Celia, tapi jika dia melakukannya, dia bisa membayangkan bagaimana paniknya Celia dan meminta penjelasan kepada Aishia nantinya. Bahkan jika dia telah memberitahunya tentang kekuatan kristal sebelumnya, percakapan mereka akan menjadi lama dan tidak perlu.
"Transilio."
Rio melafalkan mantera dan mengaktifkan kristal teleportasi di tangannya. Udara mulai terdistorsi dan menyelimuti kristal, membuat Rio menghilang. Pada saat berikutnya, pemandangan di sekitarnya sudah berubah, sekarang dia berada di hutan sekitar desa.
Teleportasinya berhasil tanpa hambatan.
"Aku yakin jika aku menunggu, seseorang akan datang untuk menyambutku, tapi...."
Kali ini, Rio akan mendekati desa itu sendiri.
Menendang tanah, Rio melayang ke langit dengan spirit art dan mulai terbang melintasi hutan.
Bangunan-bangunan desa berjajar dalam barisan tepat di bawahnya dan yang menjulang tinggi ke atas adalah pohon raksasa yang merupakan tubuh utama Dryas.
Rio sedang menuju ke pohon tempat balai desa berada – bangunan yang cukup besar, tapi tidak seberapa dibandingkan dengan pohon Dryas. Setelah beberapa saat, seekor burung besar terbang ke langit. Dia adalah Ariel, roh kontrak Orphia.
"Onii-chan!"
Seperti yang diharapkan, yang pertama kali menyambutnya adalah Latifa. Karena dia adalah adik perempuannya, gadis itu tidak ingin memberikan peran itu kepada siapa pun. Berada di atas punggung Ariel, yang masih berjarak sekitar sepuluh meter, Latifa melambaikan tangannya dengan antusias.
Di sampingnya adalah Miharu dan Orphia.
Ketika Rio pertama kali melihat Latifa, dia menunjukkan senyuman hangat, namun di saat melihat Miharu, ekspresinya perlahan menjadi gelap.
[ Miharu-san..... ]
Rio mengalihkan pandangannya, dia tidak bisa menatapnya. Hatinya sakit, gadis di depannya terlalu cerdas untuk menyadarinya.
".......?"
Miharu memperhatikan kalau Rio telah membuang muka dan membuat ekspresi khawatir.
Meskipun dia menatapnya, Rio tidak mau menatap ke arahnya. Sementara itu, Rio dan Ariel melakukan kontak di udara.
"Selamat datang kembali, Onii-chan!"
Latifa memanggilnya dengan senyum ceria.
".....Aku kembali, Latifa. Kamu terlihat baik-baik saja."
Jawab Rio dengan senyum ramah di wajahnya.
"Ya!"
Latifa mengangguk dengan penuh semangat.
"Aku senang bertemu dengan kalian lagi, Orphia, Miharu-san. Agak tidak biasa melihat kalian berdua datang menjemputku; ini sesuatu yang tidak terduga."
Kata Rio kepada mereka berdua, agak malu-malu.
Kali ini, dia bisa melihat Miharu dengan senyumnya yang biasa dan tanpa membuang muka.
"Apa terlihat begitu? Ketika kamu pergi, kami menjadi teman yang sangat dekat. Benar kan, Miharu-chan?"
Kata Orphia, tertawa ringan.
"Ya. Kami selalu bersama, bagaimanapun juga."
Kata Miharu sambil tersenyum.
Mungkin reaksi Rio sebelumnya itu hanyalah imajinasinya.....
"Nee, Onii-chan. Bolehkah aku melompat dari sini?"
Latifa bertanya dengan tidak sabar. Rupanya dia ingin turun secepat mungkin.
"Tentu saja tidak – itu berbahaya. Sedikit lagi kita sampai ke bawah. Jadi, tunggu sebentar lagi."
Kata Rio, memperingatkan Latifa sambil tersenyum masam.
"Hmph, bisakah kita pergi lebih cepat?"
Latifa mengembungkan pipinya dan melihat ke bawah.
Balai Kota tepat di bawah mereka, tetapi kelompok mereka mendarat secara perlahan.
"Kalau kupikir-pikir, Aishia-sama sepertinya tidak sedang bersamamu...." kata Orphia.
"Aishia sedang menjaga rumah batu di Strahl."
"Eh, sungguh?"
Mata Orphia melebar karena terkejut.
"Iya. Saat ini Sensei-ku berada di bawah perlindunganku, jadi kami tinggal bersama. Aishia tinggal di rumah batu untuk melindunginya, seperti pendampingnya."
"......Sensei yang kamu bicarakan sebelumnya, itu kan? Perempuan yang lima tahun lebih tua darimu. Kalau aku tidak salah, namanya Celia-san ?"
Orphia bertanya.
Telinga rubah Latifa sedikit berkedut saat mendengar kalau Rio tinggal dengan seorang gadis muda, tapi dia memutuskan untuk tidak menyela dan mendengarkan dengan tenang.
Mata Rio sedikit melebar.
"Benar. Kamu memiliki ingatan yang bagus."
"Fufu. Tentu saja aku masih ingat – lagipula itu adalah sesuatu yang kita bicarakan bersama. Tapi selain itu, mengapa kamu kembali? Belum lama sejak kamu terakhir kali pergi...."
Orphia berbicara dengan agak malu-malu, sebelum mengganti topik pembicaraan dan memiringkan kepalanya dengan penasaran.
Rio menatap Miharu.
"Aku sudah keberadaan senpai Miharu-san, Sumeragi Satsuki-san. Aku kembali untuk melaporkannya dan mendiskusikan rencana kepadanya."
"Kamu menemukan.... Satsuki-san...."
Dari ekspresi yang dia tunjukkan, Miharu sepertinya cukup terkejut.
"Pertama-tama, aku akan pergi menemui para tetua untuk memberitahu mereka tentang kepulanganku. Setalah itu, aku ingin membicarakan situasinya dengan Aki dan Masato. Di mana mereka sekarang?"
Rio bertanya.
"Ah, kupikir mereka sedang berlatih dengan Sara-chan dan Alma-chan."
Miharu segera merespon.
"Tapi Sara Onee-chan dan yang lainnya seharusnya sudah menyadari kembalinya Onii-chan sekarang, jadi mereka mungkin menuju ke balai kota."
Kata Latifa, menambahkan.
"Itu benar."
Orphia mengangguk.
"Menurutku yang terbaik adalah kita langsung pergi ke balai kota."
Katanya sambil memberi isyarat agar Rio terus turun.
"Baiklah. Sebenarnya, aku bisa melihatnya dari sini."
Rio menatap ke bawah alun-alun di depan balai kota dan tersenyum ketika dia melihat Sara dan yang lainnya.
Beberapa saat kemudian, mereka mulai mendarat.
Latifa segera menghampiri Rio untuk memeluknya.
"Sekali lagi, selamat datang di rumah, Onii-chan!"
"Aku pulang, Latifa. Aku senang kamu terlihat sehat, Sara."
Rio menangkap Latifa dengan senyuman dan mengarahkan setengah kalimatnya kepada Sara, yang berlari mendekatinya.
"Selamat datang di rumah, Rio."
Sara menyapa Rio dengan nada energik, entah karena dia telah berlari dengan cepat atau mungkin dia senang bertemu dengan Rio lagi. Namun, Sara tidak kehabisan napas. Sara tidak menghabiskan tenaganya hanya untuk pelatihannya dan lelah setelah lari sedikit, jadi alasan di balik itu sudah sangat jelas.
Pada saat itulah, Alma muncul, diikuti oleh Aki dan Masato. Alma juga tidak terlihat kehabisan napas, namun kedua bersaudara itu sedikit terengah-engah.
"Sara sangat cepat, kami hampir kesulitan untuk mengejarnya."
Sambil memandang Sara, Alma mengeluarkan komentar itu dengan nada lelah.
"Itu benar. Berlari tanpa bantuan artefak sihir itu sulit, jadi beri kami istirahat."
Masato menyetujui dengan senyuman.
"Ahaha."
Menatap Sara, Aki tertawa ringan.
"Fufu, benarkah itu? Kenapa semua kamu sangat terburu-buru, Sara-chan?"
Ikut tertawa, Orphia bertanya.
"A-Aku hanya tidak ingin kehilangan Rio dari pandangan kami, jadi aku buru-buru mengejar dan menunggu yang lain."
Jawab Sara dengan nada tajam, menekankan kalau dia telah melakukannya untuk yang lain.
"Mou, bahkan kalau kamu tidak terburu-buru, Rio akan tetap menunggumu. Benar kan, Rio?"
Oprhia bertanya balik kepada Rio.
"Tentu. Dan ada sesuatu yang ingin aku katakan pada Aki dan Masato."
Kata Rio, mengangguk dengan tenang.
".....Kepada kami?"
Aki dan Masato bertukar pandang dengan ekspresi bingung.
"Aku sudah menemukan Satsuki-san."
"B-Benarkah ?! Bagaimana dengan saudaraku ?!"
Aki yang pertama bereaksi.
"Sayangnya, aku masih belum bisa menemukan keberadaan kakakmu....."
"B-Begitu, ya....."
Aki menunjukkan ekspresi kecewa yang jelas.
"Tapi sekarang kita tahu kalau Satsuki-san ada di sini, kakakmu juga pasti ada di dunia ini. Sejauh ini, semua pahlawan berhubungan dengan setiap Kerajaan tanpa kecuali, jadi aku pikir itu lebih dari masuk akal."
Fakta tentang para pahlawan yang mempunyai hubungan dengan kerajaan memunculkan masalah yang cukup merepotkan, tapi Rio mengatakan hal itu untuk menghibur Aki. Masih dalam gendongan Rio, Latifa mendengarkan percakapan itu dengan penuh perhatian.
".....Ya. Hanya dengan mengetahui di mana Satsuki-san berada membuatku bahagia. Mungkin saja Satsuki Onee-chan dan Kakakku sedang bersama atau sesuatu."
Aiki memutuskan untuk berpikir optimis.
"Itu benar. Untuk saat ini, aku ingin pergi ke para tetua untuk memberikan laporanku, jadi mari kita lanjutkan percakapan di balai kota."
Rio membuat saran itu sambil tersenyum tipis.
"Ya!"
Aki setuju dengan antusias.
Sementara itu, Miharu memperhatikan sikap Rio dengan cermat.
"........"
Ingatannya agak kabur dan tidak jelas, tapi mimpi yang dilihatnya beberapa hari lalu......
Dia tidak bisa melupakannya. Sejak saat itu, sosok anak laki-laki di depannya dan teman masa kecilnya semakin tumpang tindih.
"Ada apa, Miharu Onee-chan? .....Miharu Onee-chan?"
Karena Latifa masih dalam gendongan Rio, dia dengan cepat menyadari perubahan sikap Miharu, jadi dia mencoba memanggilnya.
"......Eh? Apa?"
Miharu mendapatkan kembali ketenangannya dan memiringkan kepalanya dengan ketidaknyamanan.
"Tidak ada, hanya saja kamu sedang melihat Onii-chan dengan ekspresi bingung....."
Kata Latifa, menatap ekspresi Miharu.
Rio dan yang lainnya tertarik pada kata-kata Latifa dan melihat ke arah Miharu pada saat bersamaan.
"Eh, benarkah begitu? Apa aku melakukan hal seperti itu?"
Menyadari kalau dia menjadi pusat perhatian, Miharu menunjukkan ekspresi bingung.
".....Oh, mungkinkah kamu juga mau di gendong sama Onii-chan?"
Latifa bertanya dengan nada bersemangat.
Sara, Orphia, dan Alma memandang Miharu dengan penuh minat.
"Heh? ....Ah, tidak...."
Miharu terkejut dan tubuhnya sedikit gemetar.
Ketika dia melakukan kontak mata dengan Rio, gadis itu menyembunyikan wajahnya untuk menghindari tatapannya.
"Latifa. Jangan menggoda Miharu-san."
Rio memberinya peringatan dengan senyum masam.
".....Baik!"
Latifa mengangguk patuh dan menoleh untuk melihat Miharu untuk mengamati ekspresinya.
"Baiklah, ayo kita pergi."
Rio mendesak mereka untuk menuju ke balai kota.
Sara memimpin dan setuju saat dia mendekati pintu masuk.
"Ya, ayo masuk."
Orphia dan Alma mengikutinya setelah melihat ke arah Miharu. Dengan cara yang sama, Aki dan Masato memandang Miharu sejenak dan kemudian melanjutkan pergi.
Sebelum mengikuti Sara dan yang lainnya, Rio berhenti dan memandangi gadis yang masih dalam gendongannya.
"Apa kamu tidak akan berjalan sendiri, Latifa?"
"Hmm.... Lalu, bisakah aku berpegangan tangan dengammu, Onii-chan?"
Latifa menanyakan pertanyaan itu seolah dia anak manja.
Sangat mungkin kalau gadis itu menghargai setiap momen singkat yang dia habiskan bersama Rio, yang membuatnya begitu terbuka dengannya.
"Ya, tentu saja."
Rio mengangguk setuju.
"Yay! Ehehe."
Latifa menunjukkan senyum senang dan menggandeng tangan Rio, ekspresinya menunjukkan kebahagiaan yang mutlak.
"........"
Miharu berdiri diam saat dia melihat mereka.
"Ayo kita pergi, Latifa?"
Meskipun Rio memperhatikan tatapan Miharu, dia memutuskan untuk tidak memperhatikannya dan mulai berjalan. Latifa sepertinya menyadarinya saat dia mengangguk tidak nyaman dan mulai berjalan bersamanya, sebelum dia berbalik ke belakang dan memanggil Miharu.
"Ayo pergi, Miharu Onee-chan!"
"Ah, ya. Benar."
Miharu menunjukkan senyum ceria dan perlahan mulai mengikuti keduanya. Namun, tatapannya tidak pernah lepas dari Rio.
".....Apa itu kamu, Haru-kun?"
Miharu berbisik pelan.
Tetapi kata-katanya tidak mencapainya, karena Rio tidak bereaksi sama sekali.
◇◇◇◇
Mereka semua menuju ke lantai atas balai kota untuk bertemu dengan ketiga tetua tua. Rio menyapa mereka dan kemudian memberitahu mereka tentang bagaimana dia telah menemukan keberadaan Satsuki, seperti yang dia katakan pada Miharu dan yang lainnya.
"Jadi begitu— Aku mengerti sekarang. Lalu apa yang kamu rencanakan setelahnya, Rio-dono?"
High elf bernama Syldora bertanya.
"Dalam waktu satu setengah bulan akan ada perjamuan yang di mana keberadaan Hero Satsuki akan diumumkan secara resmi. Aku sebenarnya telah menjalin hubungan baik dengan seorang bangsawan yang mengizinkanku untuk menghadiri acara tersebut."
"Ah, jadi kamu berniat untuk bertemu dengan Satsuki di pesta itu?"
Tetua Dwarf, Dominic bertanya kepada Rio.
"Ya, itu benar."
Jawab Rio.
Ursula, tetua dari manusia rubah, menunjukkan ekspresi tampak ragu.
"......Tapi apa semuanya akan berjalan seperti yang kamu katakan?"
"Ya, seharusnya akan berjalan baik. Bangsawan yang aku bicarakan cukup terkenal di Kerajaan Galarc dan dia tahu kalau aku ingin bertemu Satsuki-san. Permintaanku untuk menghadiri acara itu diterima bahkan meskipun aku tidak memberitahu dia alasanku."
Jawab Rio.
"Aku mengerti. Apa kamu memberitahumu tentang Miharu-dono dan yang lainnya?"
Syldora bertanya dengan ekspresi sedikit heran.
Rio menggelengkan kepalanya perlahan.
"Tidak, aku merahasiakan tentang Miharu dan yang lainnya."
Mendengar perkataan Rio itu, para tetua lain saling memandang dengan ekspresi bingung.
"......Sepertinya kondisinya cukup menguntungkan bagimu, Rio-dono. Apa kamu yakin dia tidak mempunyai motif tersembunyi?"
Sebagai perwakilan dari tetua lainnya, Syldora bertanya.
"Meskipun aku tidak bisa memastikannya, seharusnya tidak ada. Waktu yang kami habiskan bersama memang singkat, tapi menurutku, dia adalah orang yang cerdas dengan rasa tanggung jawab yang kuat."
Kata Rio, menjelaskan kesannya terhadap Liselotte.
"Begitukah. Jika kamu bertindak sejauh itu untuk mengakui karakternya, maka kami akan mempercayainya juga."
Kata Syldora, tertawa ringan.
"Namun, acara itu adalah pesta di mana para pahlawan, bangsawan, dan keluarga kerajaan akan hadir. Tidak mungkin mereka membiarkanmu ikut secara gratis, kan? Bagaimana caranya kamu mendapatkan persetujuan untuk menghadiri acara itu?"
Dominic mencoba mengali lebih jauh tentang alasan mengapa Rio bisa ikut dalam acara itu. Meskipun wataknya agak keras, dia adalah orang yang penuh perhatian yang tidak dipilih sebagai salah satu pemimpin tanpa alasan.
"Aku menyelamatkan sudah menyelamatkannya selama situasi krisis. Aku hanya membantunya sebagian, tapi ternyata sepertinya mereka merasa berhutang budi kepadaku dan menawarkan kepadaku hadiah atas itu."
"Aku mengerti. Jadi itu yang terjadi."
Memahami situasinya, Dominic tersenyum.
"Dengan mengetahui kepribadianmu, aku pikir mereka punya penilaian yang baik."
Kata Ursula sambil tersenyum. Syldora juga ikut tersenyum.
"Yah, kita bisa mendengar lebih banyak tentang itu di lain kali sambil minum. Sekarang kami memahami situasinya secara umum. Dari apa yang kamu katakan kepada kami, aku rasa kami tidak perlu campur tangan, kan?"
Dominic bertanya.
"Iya."
"Tepat."
Syldora dan Ursula segera menanggapi.
"Tokoh utama dari acara ini adalah para anak muda. Tentu, kami bersedia memberi saran jika kamu membutuhkannya, tetapi akan lebih baik jika kamu membahasnya bersama mereka, bukan begitu, Rio?"
Dominic bertanya.
"Baik"
Rio menyetujui.
"Itulah yang aku rencanakan. Bagaimana menurutmu, Miharu-san?"
"Aku....."
Miharu tidak bisa langsung menjawabnya, dia menunjukkan ekspresi bingung. Gadis itu membalas tatapan yang diberikan Rio padanya, tapi dia menggigit bibirnya tanpa mengatakan apapun.
"A-Aku ingin pergi menemuinya! Aku ingin bertemu dengan Satsuki-san! Mungkin saja Onii-chan bersamanya, dan bahkan jika tidak, dia mungkin tahu sesuatu tentangnya Onii-chan! Aku harus ikut dan bertanya padanya!" Kata Aki.
"Hmm....."
Masato sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
Lengannya menyilang dan wajahnya menunjukkan ekspresi yang berpikir. Rupanya Aki adalah satu-satunya yang yakin dengan apa yang ingin dia lakukan.
"A-Ada apa, Masato? Apa kamu tidak ingin bertemu dengan Onii-chan?"
"Bukan begitu, tentu saja aku mau melihatnya lagi. Hanya saja..... Hanya saja, aku masih dalam masa pelatihan pedangku, dan sepertinya tidak mudah untuk kembali ke sini lagi jika kita pergi." Kata Masato.
"I-Itu....."
Aki tidak bisa berkata-kata, menunjukkan wajah tidak nyaman.
Bahkan Aki tidak berani bilang kalau Masato bisa berlatih di tempat lain, karena dia tahu betul kalau itu bukan tentang itu. Masato mendedikasikan dirinya dengan kuat untuk berlatih di desa ini, di mana dia memiliki teman untuk bersaing. Bahkan Aki juga memiliki teman yang tak tergantikan di desa, dan dia juga telah melihat usaha keras yang sudah dilakukan Masato dalam pelatihan pedangnya. Kemungkinan besar Masato tidak ingin meninggalkannya begitu saja.
"Ngomong², apa yang akan terjadi kalau kami ikut ke sana? Kami dibawa ke desa ini justru karena kami akan menjadi penghalang Haruto aniki, kan?"
Masato membuat argumen yang kuat.
"Itu benar, tapi......"
Aki benar-benar tidak bisa berkata-kata.
"Kalian bukan penghalang sama sekali. Mungkin akan sulit, namun itu adalah tugasku untuk melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Itu sebabnya, aku ingin mendengar apa yang sebenarnya kalian pikirkan."
Kata Rio dengan nada tenang.
Masato dan Aki saling menatap dan menundukkan kepala ke arah Rio.
"......Terima kasih."
"Terima kasih banyak."
Rio melanjutkan.
"Tapi ada beberapa syarat yang harus kalian patuhi. Kalian bisa meluangkan sedikit waktu untuk berpikir, kalian bisa membahasnya bersama, lalu kembali kepadaku untuk memberikan jawaban kalian."
"O-Oke. Apa syaratnya?"
Masato menguatkan dirinya dan bertanya.
"Pertama, kita sudah tahu kalau Satsuki-san saat ini punya hubungan dengan Kerajaan Galarc sebagai pahlawan – itu sudah pasti. Namun, itu adalah masalah. Karena hal itu, dia mungkin tidak dapat bergerak dengan bebas dan kita tidak dapat pergi dan menemuinya dengan mudah. Kalian mengerti, kan?"
Karena Satsuki adalah seorang pahlawan – murid dari enam dewa bijaksana – dan berhubungan dengan Kerajaan Galarac yang mampu meningkatkan kekuatan dan pengaruh mereka. Pada dasarnya, dia adalah simbol suci bagi mereka.
Akan buruk untuk mengganggu suasana hati Satsuki, jadi sangat mungkin Kerajaan tidak akan melakukan apapun untuk memprovokasinya. Namun, pergerakannya akan tetap di bawah pengawasan yang ketat. Sulit di percaya bagi Kerajaan untuk membiarkannya bergerak dengan bebas.
"Ya, kami cukup memahaminya."
Kata Masato, mengangguk ragu-ragu.
Miharu dan Aki juga melakukan hal yang sama.
"Aku sudah memberitahu kalian tentang Enam Dewa Bijaksana, kan? Mereka adalah dewa yang disembah di wilayah Strahl. Bisa di bilang kalau setiap Keluarga Kerajaan dari semua wilayah Strahl di bentuk atas dasar simbol Enam Dewa Bijaksana. Sekarang para pahlawan – para murid dari enam dewa ini – telah datang ke setiap Kerajaan, tidak mungkin Kerajaan akan tutup mata tentang itu. Bagaimananpun juga, nilai religius para pahlawan berkaitan erat dengan politik mereka."
Kata Rio, menjelaskan.
"........"
Miharu, Aki, Masato dan yang lainnya mendengarkan kata-kata Rio dengan seksama.
"Tentu, itu juga berlaku untuk Kerajaan Galarc. Mereka akan berusaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar mungkin dari Satsuki-san. Karena itu, aku yakin kalian bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika kalian tiba-tiba muncul di depan Satsuki-san, kan? Kerajaan dapat menggunakan kalian sebagai sandera atas nama perlindungan."
"Uh....."
Aki dan Masato menelan ludah.
"Aku mengutarakannya dengan cara yang menakutkan, tapi jelas membuat Satsuki-san marah akan menjadi langkah yang buruk, jadi aku ragu mereka akan mencoba melakukan sesuatu yang begitu kuat."
Kata Rio, menunjukkan senyum pahit, mengangkat bahunya.
"Itu sebabnya, aku tidak mengatakan kalau kalian tidak harus menemui Satsuki-san secara langsung. Tetapi jika kalian tetap mau menemuinya, aku ingin kalian siap. Seperti yang Masato katakan, kalian mungkin tidak akan bisa kembali ke desa setelah itu."
Kata Rio, melanjutkan perkataannya.
".....Baik."
Miharu dan yang lainnya mengangguk dengan serius.
"Dan itu semua adalah peringatan yang ingin aku berikan kepada kalian. Tentu saja, aku bersedia memberikan saran kepada kalian dan menyajikan semua risiko yang ada, tetapi kalianlah yang akan membuat keputusan akhir. Aku ingin menghormati keputusan kalian, itulah mengapa aku kalian bertiga harus memutuskannya sendiri. Yah, kurasa cukup sekarang."
Dengan itu, Rio mengakhiri pembahasan.
◇◇◇◇
Setelah itu, Rio dan yang lainnya memutuskan untuk segera pulang agar Miharu, Aki dan Masato bisa berpikir dengan tenang. Suasananya mulai menjadi agak suram – terutama Miharu, Aki dan Masato, mereka hampir tidak mengucapkan sepatah kata pun. Sara, Orphia, dan Alma membaca suasana dan memutuskan bahwa yang terbaik adalah mengamati ketiganya dalam diam, setidaknya untuk saat ini.
Sementara itu, Latifa juga diam, tapi pandangannya mengarah ke Rio daripada Miharu. Dia berjalan di samping Rio sambil bergandengan tangan dan sesekali menatap Rio dengan hangat sambil tersenyum.
Beberapa saat kemudian, mereka tiba di rumah.
"Karena Rio sudah kembali, aku akan melakukan yang terbaik untuk membuat makan siang yang enak."
Setelah memasuki rumah, Orphia berbicara dengan nada paling bersemangat yang dia bisa.
"Aku akan membantumu."
Rio segera menawarkan bantuan.
"Ah, aku juga.....!"
Didorong oleh keputusan Rio, Miharu pun menawarkan bantuannya.
"Tidak boleh, Rio. Sebaiknya kamu beristirahatlah di ruang tamu. Dan Miharu-chan, bukankah ada hal lain yang harus kamu pikirkan? Serahkan memasak padaku."
Kata Orphia, menggelengkan kepalanya sambil menunjukkan senyuman ceria.
".....Oke, kalau begitu."
Rio menjawab sambil tersenyum.
"Terima kasih, Orphia-chan,"
Kata Miharu, nada suaranya seperti mengandung beberapa tekanan.
"Meski kemampuan memasakku tidak terlalu baik, tapi biarkanlah aku membantumu, Orphia."
"Aku juga akan membantu."
Sara dan Alma mengambil inisiatif.
"Yup, kita bertiga bisa melakukannya bersama!"
Orphia setuju dengan gembira.
"......Orphia Onee-chan, haruskah aku membantumu?"
Latifa menanyakan pertanyaan itu dengan nada ragu-ragu.
"Fufu. Latifa, kamu harus memanfaatkan kesempatan ini untuk dimanjakan oleh Rio."
Kata Orphia sambil tersenyum.
Latifa mengangguk sambil tersenyum.
"Oke, terima kasih!"
Kemudian, semuanya pergi mengerjakan urusan mereka masing-masing. Orphia, Sara dan Alma pergi ke dapur, sementara Rio dan Latifa pergi ke ruang tamu dan duduk di sofa. Miharu, Aki, dan Masato kembali ke kamar mereka masing-masing.
Latifa tampaknya membaca suasananya dengan caranya sendiri, karena dia tidak antusias mencari perhatian Rio sama seperti biasanya. Dia hanya duduk di samping Rio dengan tenang. Namun, Latifa sepertinya merasa cukup nyaman, karena dia tertidur hanya dalam waktu sepuluh menit, kepalanya berada di pangkuan Rio, dia bernapas dengan damai dalam tidurnya.
"Zzzz..... Zzzz..."
"......."
Membelai kepalanya dengan lembut, Rio menatap wwaja Latifa yang tertidur dengan senyum santai.