Beyond Memories – Chapter 3 : Diskusi dan Permintaan

 

Setelah Rio bertemu dengan Aishia dan Celia kembali, Liselotte membawa mereka bertiga ke kamar tamu di dalam Mansion.

 

Fasilitas itu terdiri dari ruang tamu yang luas, tiga kamar tidur, dan bahkan dapur kecil dan kamar mandi – jauh lebih mewah daripada fasilitas tempat mereka pernah menginap sebelumnya. Liselotte juga menawari mereka pelayan pribadi, tetapi mereka bertiga memutuskan untuk menolak dengan sopan tawaran itu.

 

Saat itu, Rio sedang membuat teh di dapur sementara Aishia dan Celia menunggu di sofa ruang tamu. Begitu Rio duduk, dia menatap kedua gadis di depannya. 

"Baiklah, aku ingin mendengar informasi dengan kalian berdua dan memberitahu kalian informasi yang aku dapat. Jika ada sesuatu yang ingin kalian katakan atau ingin kalian tahu, jangan ragu untuk bicara."

 

"Baik. Tapi lebih mudah mengatakannya daripada dilakukan. Aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana. Situasi sebelumnya benar-benar sebuah bencana." 

Celia mengangguk dengan ekspresi sedikit lelah. 

Karena Celia telah mengalami insiden itu secara langsung, sangat mungkin dia mengkhawatirkan orang-orang dari Kerajaan Beltrum.

 

Rio sepertinya menyadari kekhawatiran Celia, jadi dia memutuskan untuk berbicara terlebih dahulu. 

"......Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu."

 

"Apa itu?" 

Celia bertanya. Aishia hanya mendengarkan percakapan itu dalam diam.

 

"Kemungkinan besar..... Tidak, hampir bisa di bilang kalau Flora Ojou-sama telah menyadari identitas asliku."

Kata Rio, menunjukkan ekspresi tidak nyaman.

 

Celia terkejut. 

"Heh.....?"

 

"Aku sangat yakin kalau Flora Ojou-sama mengetahui tentang diriku."

Seolah hal itu sangat penting, Rio mengulangi kata-katanya sekali lagi.

 

Secara alami, Celia panik. 

"K-Kenapa?! Apa kita dalam masalah?"

 

"Aku tidak yakin, tapi seharusnya tidak ada masalah..... Mungkin. Jika penilaianku tentangnya salah dan Flora Ojou-sama sebenarnya adalah seseorang yang menyebarkan desas-desus ke mana-mana, maka kita akan mendapat masalah besar." 

Jawab Rio dengan nada mengejek diri sendiri. 

Namun, Celia masih bingung dan membutuhkan penjelasan untuk menganalisa situasi tersebut.

 

"T-Tunggu! Tunggu dulu! Bagaimana dia bisa mengetahui identitasmu?"

 

"Penculik itu menyebut nama asliku di depannya. Orang itu tidak memberikan informasi yang cukup untuk sepenuhnya mengkonfirmasi kalau aku adalah Rio, tapi tampaknya Flora Ojou-sama sangat yakin akan penilaiannya sendiri....."

Rio menjelaskan semuanya dengan senyum pahit.

 

"Apa kamu akhirnya memberitahunya? Kalau kamu adalah Rio?" 

Celia bertanya dengan takut. 

Dia juga tertarik pada penculik yang punya hubungan dengan Rio, tapi sekarang topik tentang Flora lebih penting saat ini.

 

"Tidak. Aku bersikap wajar dan menjelaskan situasinya seolah-olah mereka adalah dua orang yang berbeda."

 

"D-Dan apa artinya itu?"

 

"Aku menerima kenyataan kalau aku punya nama lain— Rio — kemudian, aku memberitahunya kalau namaku sekarang adalah Haruto dan memintanya untuk melupakan nama itu."

 

".....Apa jawaban Flora Ojou-sama setelah itu?"

 

"......Dia meminta maaf dengan mengatakan kalau dia telah salah paham..... Sambil menangis." 

Rio menjawab dengan susah payah.

 

"Aku.... Mengerti..... Tidak apa-apa." 

Celia tampak sangat frustrasi, tetapi memutuskan untuk menerima jawaban itu.

 

Rio mengerutkan keningnya ketika mengingat wajah Flora yang menangis. 

".....Apa menurutmu berbahaya mempercayainya?"

 

"Tidak apa. Flora Ojou-sama tidak akan pernah melakukan hal seperti itu tanpa alasan yang jelas. Itulah yang aku percaya." 

Celia menunjukkan sedikit senyum singkat. 

 

Celia telah berbicara dengan Flora beberapa kali dan tahu betul kalau dia tidak memiliki kepribadian seperti itu. Belum lagi penyesalan mendalam yang Celia rasakan atas apa yang terjadi pada Rio di akademi.....

 

Untuk sesaat, Celia ragu-ragu apakah akan memberitahu Rio tentang apa yang dirasakan Flora. Namun, bahkan jika dia melakukannya, tidak ada yang akan berubah dalam jangka pendek. 

Membayangkan apa yang Flora rasakan, Celia merasakan kepedihan yang dalam di hatinya, tapi dia tidak ingin Rio khawatir, jadi dia memutuskan untuk tidak memberinya informasi yang tidak perlu.

 

[ Untuk beberapa alasan, aku merasa sangat senang ketika melihat Rio berbicara dengan Roanna dan Flora Ojou-sam.... Jujur, aku tidak punya pilihan. ]

Celia menghela napas dalam-dalam. Sangat sulit untuk memperbaiki hubungan yang sudah bengkok sejauh itu.

 

".....Dan ada hal lain yang mau aku katakan kepadamu, aku berhasil menemukan salah satu pahlawan yang aku cari."

Kata Rio, setelah jeda singkat.

 

"Oh, benarkah?" 

Celia berkata dengan ekspresi terkejut.

 

"Iya. Aku mendengarnya kemarin saat undangan makan siang dari Liselotte dan Duke Huguenot. Aku membantu sedikit dalam penyelidikan kejadian kali ini, tapi begitu selesai, aku berpikir untuk mengunjungi Miharu-san dan yang lainnya.... Orang-orang yang dipanggil dari dunia lain. Selain itu, mungkin berbahaya untuk tinggal di kota ini lebih lama lagi."

 

"Aku mengerti......"

 

"Ngomong-ngomong, aku butuh waktu sekitar dua atau tiga minggu untuk pergi ke Miharu-san dan kembali."

 

Celia mengangguk. 

"Oke."

 

"Selama waktu itu, menurutku akan lebih baik jika kamu dan Aishia menunggu di tempat lain. Aku tahu ini belum lama sejak kita meninggalkan Kerajaan Beltrum, jadi aku merasa sangat bersalah karena telah membuatmu melalui semua ini.... Kamu juga, Aishia. Maaf." 

Kata Rio dengan nada sedih.

 

"Jangan cemaskan tentang hal itu. Aku juga ingin memikirkan beberapa hal." 

Celia menggelengkan kepalanya dan menunjukkan senyum singkat.

 

"Aku juga tidak masalah. Serahkan saja padaku." 

Aishia mengangguk dengan sungguh-sungguh.

 

"Terima kasih." 

Rio tersenyum kepada Aishia sebelum menatap Celia dengan saksama. 

 

"Hanya itu yang mau aku katakan. Apa kamu punya sebuh pertanyaan?"

 

".....Umm."

Celia dengan ragu membuka mulutnya setelah jeda singkat.

 

"Ya?"

 

"Apa yang terjadi antara kamu dan orang yang menculik Flora Ojou-sama? Kamu bilang kalau kamu kenal dia...."

Celia bertanya kepada Rio dengan ragu sambil memperhatikan ekspresinya.

 

"........."

Tidak tahu bagaimana menanggapi, Rio memasang ekspresi bermasalah.

 

"Ah, tentu saja, jika kamu tidak ingin mengatakannya maka kamu tidak perlu melakukannya, oke ? Aku hanya sedikit penasaran, itu saja."

 

Rio memantapkan tekadnya dan merespons dengan tenang. 

"Tidak apa, hanya saja masa lalu yang aku punya dengan orang itu bukanlah cerita yang menyenangkan untuk didengar. Apa kamu tetap ingin mendengarnya? Jika Sensei mau mendengarnya, maka aku bersedia memberitahumu segalanya."

 

".....Ya." 

Celia mengangguk pelan.

 

"Baiklah."

Rio memulai penjelasannya. 

"Lucius adalah target balas dendamku. Sebelum aku menjadi yatim piatu, ibuku dibunuh oleh orang itu di depan mataku dan kemungkinan besar ayahku mengalami hal yang sama."

 

Celia mulai memucat.

"M-Maafkan aku! Karena menanyakan sesuatu yang begitu menyakitkan....."

 

Celia sudah mengharapkan tragedi tertentu dari sikap Rio, tapi kebenarannya ternyata begitu membingungkan sehingga dia secara refleks meminta maaf.

 

"Tidak apa, Sensei. Aku berharap ada cara yang lebih baik untuk memberitahumu, tapi aku selalu berniat untuk mengungkapkan masa laluku jika kamu bertanya. Jadi, jangan khawatir, Sensei." 

Kata Rio, tertawa agak canggung.

 

"S-Sungguh?" 

Celia takut-takut menatap ke wajah Rio.

 

"Iya. Begitu kamu menyadari kalau ada sesuatu antara aku dan Lucius, wajar saja jika kamu penasaran. Kalau bisa aku juga tidak mau berbohong kepadamu."

Kata Rio, senyumannya diwarnai dengan kesedihan.

 

"Aku..... Mengerti. Apa kamu sudah mengetahuinya, Aishia?" 

Dengan ekspresi kaget, Celia menoleh ke Aishia.

 

"Ya."

Jawab Aishia, menegaskannya dengan nada datar.

 

"Aku mengerti....."

Mendengar itu, Celia menghela napas lega.

 

"Jika memungkinkan, aku harap ini hanya di antara kita bertiga."

Kata Rio, menambahkan.

 

Bahkan Miharu, Sara dan yang lainnya tidak mengetahuinya, karena itu adalah topiknya yang harus dirahasiakan.

 

Setelah jeda, Celia mengangguk dalam-dalam. 

".....Ya, aku mengerti. Tapi bisakah aku menanyakan sesuatu yang lain?"

 

"Iya?"

 

"Apa kamu membencinya, Rio?"

 

".....Aku tidak bisa memaafkannya, namun emosiku sedikit berbeda dari kebencian atau jijik. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya." 

Rio mengatakan itu dengan ekspresi yang sedikit bermasalah. 

 

Perasaannya tidak bisa lagi didefinisikan sebagai kebencian ataupun perasaan jijik. 

Tujuan untuk membunuh Lucius sudah menjadi konsep alamiah di kepala Rio, satu-satunya tujuannya adalah melakukan balas dendam, tidak lebih. Itu adalah keputusan yang dia buat.

 

"Apa maksudmu....?" 

Celia menunjukkan ekspresi bingung.

 

"Aku tidak akan pernah memaafkannya, tapi terus-menerus mengutuknya selamanya akan melelahkan. Mungkin terdengar berlawanan, tapi perasaanku cukup acuh tentang itu. Hanya saja, aku sudah sampai pada kesimpulan dan aku memutuskan untuk menghadapi masa laluku tanpa melarikan diri..... Aku tidak bisa menjelaskannya secara logika."

Kata Rio, tersenyum seolah sudah menerimanya. 

Celia memperhatikan sifat kepercayaan yang datang dari kata-katanya, tetapi dia masih bingung.

 

"Oke..... Aku mengerti. Terima kasih telah mengatakannya kepadaku." 

Celia tersenyum ramah dan mengangguk.

 

Jelas, itu tidak seperti Celia memahami kata-kata Rio sepenuhnya dan setuju dengannya. Sebagai seseorang yang belum pernah mengalami hal seperti itu, Celia tidak dapat memahami perasaan Rio dengan sempurna.

 

Namun, Celia sangat mengenal Rio. Celia tahu orang seperti apa dia, itu sebabnya, dia bisa mempercayainya sepenuhnya. Meskipun kekhawatirannya belum sepenuhnya hilang, Celia memutuskan untuk mempercayai Rio dan menghormati keputusannya.

 

Rio terlihat agak tidak nyaman, tetapi masih menunjukkan senyuman. 

"Seharusnya aku yang mengatakan itu. Terima kasih banyak."

 

"Kamu dapat berbicara denganku tentang apa pun kapan saja, tahu?" 

Celia menatap wajah Rio.

 

"Iya. Kamu juga, Sensei. Tentang masa depanmu."

Jawab Rio sambil mengangguk.

 

".....Ya. Aku akan meluangkan waktu untuk memikirkannya." 

Celia juga terlihat agak tidak nyaman dan mengangguk dengan malu-malu.

 

◇◇◇◇

 

Setelah itu, Rio dan para gadis menghabiskan waktu mereka untuk bersantai setelah semua yang terjadi. 

Mereka bertiga minum teh bersama, tidur siang, dan makan sesuatu. Sebelum mereka menyadarinya, malam telah tiba.

 

Pada saat itulah pelayan bernama Natalie, mengunjungi kamar tamu, tempat mereka menginap.

 

"Haruto-sama, maaf telah mengganggu waktu makan malam kalian, tapi apakah kamu punya waktu sebantar? Liselotte-sama mau berbicara denganmu."

Kata Natalie.

 

"Tentu."

Jawab Rio segera dan menuju ke Liselotte. 

Aishia dan Celia tetap tinggal di kamar tamu.

 

"Liselotte-sama, Haruto-sama telah tiba." 

Natalie mengetuk pintu dan mengumumkan kedatangan Rio.

 

"Masuklah."

Jawaban Liselotte segera datang.

 

"Silakan, Haruto-sama." 

Natalie membuka pintu dan memberi isyarat untuk masuk lebih dulu.

 

"Permisi."

 

Rio membungkuk dan memasuki ruangan. 

Selain Liselotte, Duke Huguenot, Flora, Roanna, dan Hiroaki juga ada di ruangan itu. Selanjutnya, Aria juga hadir. Begitu Rio muncul, tubuh Flora sedikit bergetar.

 

"Terima kasih banyak sudah datang, Haruto-sama. Maaf sudah memanggilmu begitu lama."

Kata Liselotte, menyambutnya. Dari ekspresinya, gadis itu terlihat sangat lelah.

 

"Tidak apa." 

Rio menggelengkan kepalanya dengan ramah.

 

Liselotte memberinya isyarat untuk duduk. 

"Silakan." 

 

Maka, Rio duduk di kursi meja bundar yang ada di tengah ruangan.

 

"Kami sangat berhutang padamu, Haruto-dono. Aku tidak tahu bagaimana harus membalasnya." 

Duduk di salah satu kursi di sekitar meja bundar, Duke Huguenot tertawa dengan nada yang sedih.

 

Rio menggelengkan kepalanya sambil menunjukkan sedikit senyum. 

"Kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Bagaimana dengan lukamu?"

 

"Terima kasih, aku merasa lebih baik. Sepertinya aku bisa melanjutkan kehidupan sehari-hari tanpa masalah."

 

"Aku senang mendengarnya."

 

"Aku mungkin terus mengatakan hal yang sama, tapi kami benar-benar mengucapkan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam. Kami sedang memikirkan hadiah untukmu, tapi pertama-tama mari kita bahas tentang insiden itu."

 

Ketika Duke Huguenot menyatakan niatnya untuk memberikan hadiah, Rio berhenti sejenak sebelum menyetujui. 

".....Baik." 

 

Dengan demikian, topik pembicaraan menjadi kejadian berpindah tentang kejadian tersebut.

 

"Umm, Haruto-sama." Kata Flora.

 

"Ya?" Rio segera menanggapi.

 

"Terima kasih banyak telah menyelamatkanku." 

Kata Flora, menunduk dalam-dalam.

 

"Aku juga ingin menyampaikan terima kasihku kepadamu sekali lagi. Terima kasih banyak sudah menyelamatkan Flora Ojou-sama." 

Kata Roanna, segera menundukkan kepalanya.

 

"Tidak, apa. Tolong angkat kepala kalian." 

Rio sepertinya tidak ingin menunda percakapan yang tidak perlu, saat dia menggelengkan kepalanya dan memberikan jawaban singkat.

 

Sementara itu, Hiroaki tetap diam sepanjang waktu, setidaknya sampai sekarang. 

"......Sepertinya kamu benar-benar sibuk..."

 

"Bagaimana keadaanmu, Hero-sama? Aku telah mendengar kalau kamu jatuh pingsan setelah melepaskan kekuatanmu....."

Rio bertanya sambil memeriksa perubahan pada ekspresi Hiroaki.

 

"Siapa yang tahu. Meski kau mengatakan itu, tapi yang aku lakukan hanyalah membunuh beberapa monster seperti kecoak sebelum aku menghabiskan sisa hari itu dengan tertidur. Orang yang mendapat banyak perhatian setelah mengalahkan Minotaur dan menyelamatkan Flora adalah kau, kan?" 

Dengan nada kesal, Hiroaki berbicara terus terang. 

Kata-kata hampir terdengar seperti dia cemburu dengan prestasi Rio.

 

[ .....Apa yang sedang terjadi? ]

Rio tidak dapat memahami mengapa Hiroaki dalam suasana hati yang buruk, jadi dia bertindak dengan hati-hati.

 

"Kurasa tidak seperti itu....."

 

"Tidak, tidak, pencapaianmu jauh lebih tinggi. Ada rumor bagus tentangmu di mana-mana terutama di Mansion. Itu hampir seperti kelahiran pahlawan baru. Benar bukan, Flora?" 

Tiba-tiba, Hiroaki mengarahkan pembicaraan ke Flora.

 

"Eh? Ah, y-ya." 

Terkejut, Flora mengangguk secara refleks.

 

"Lihat? Sudah kubilang." 

Seolah tanggapan itu sudah diharapkan, Hiroaki mengangkat bahunya dengan tidak terkesan.

 

{ TLN : Entah kenapa jadi kesal.... }

 

"Haruto-sama, silakan tehmu." 

Aria berjalan ke arah Rio dan meletakkan secangkir teh di depannya. Di bawah cangkir teh itu ada selembar kertas kecil dengan sesuatu tertulis di atasnya.

 

Melihat kertas di bawah cangkir tehnya itu, Rio menyipitkan matanya. Dia bertanya-tanya, apakah Aria yang menulisnya? 

Isinya ditulis dengan tulisan tangan yang sangat bagus. 

Hero-sama dalam suasana hati yang buruk karena dia melihat para pelayanku sangat memuji prestasinyamu, Haruto-sama. Terlebih lagi, usahanya sendiri gagal dan dia tidak dapat berkontribusi banyak. Dan juga Flora Ojou-sama tertarik padamu juga merupakan bagian dari suasana hatinya yang buruk saat ini. Kami minta maaf atas ketidaknyamanannya.

 

Tidak perlu bagi Aria yang perlu meminta maaf. Sangat mungkin kalau Hiroaki-lah yang menuntut untuk hadir di pertemuan mereka dan tidak ada yang bisa menolaknya.

 

[ Aku bisa mengerti. ]

Rio mengerti perasaan Hiroaki dan berterima kasih pada Aria dengan sopan. Sementara itu–

 

[ Apa ini? Perasaan macam apa ini..... Rasanya seperti seorang pemula baru saja bergabung dan menerima sorotan bagus dari atasannya. Tidak ada yang lebih menyebalkan dari ini..... ]

Mata Hiroaki diselimuti oleh perasaan iri, karena apa yang dia pikirkan sama sekali tidak masuk akal.

 

Memang benar kalau memberikan perlakuan istimewa kepada pendatang baru tanpa pencapaian apa pun bisa diartikan sebagai sorotan bagus. Hal itu adalah tindakan yang akan memenangkan permusuhan dari orang-orang yang telah bekerja di organisasi untuk waktu yang lama.

 

Namun, jika pendatang tersebut telah mencapai hasil yang cukup dan menunjukkan hasil yang lebih baik dari seniornya, maka ceritanya akan sangat berbeda. 

Organisasi apapun akan bersedia memberi penghargaan atas upaya karyawan mereka yang paling berbakat.

 

Sebaliknya, akan menjadi masalah jika orang yang tidak kompeten lebih dihargai daripada orang yang berbakat. 

Bagaimanapun, organisasi tidak terdiri dari para robot. Jika ketidakmampuan dihargai dan bakat diabaikan, secara alami orang-orang bertalenta akan merasa tidak puas. Orang-orang berbakat dapat dengan mudah mencari pekerjaan lain, sehingga pada akhirnya organisasi hanya akan terdiri dari orang-orang yang tidak kompeten.

 

Tentu saja, ada beberapa kasus di mana organisasi lebih memperhatikan aspek lain daripada hasil, tetapi Hiroaki tidak dapat memahaminya. 

Kecuali seseorang memberitahunya secara langsung, dia tidak akan pernah sampai pada kesimpulan itu. 

Belum lagi Rio adalah orang luar yang bukan bagian dari "organisasi". Bagi Liselotte dan Duke Huguenot, Rio adalah penyelamat mereka dan orang yang berkontribusi paling banyak dalam insiden sebelumnya. 

 

Bisa dikatakan, sama sekali tidak aneh kalau mereka ingin mendekatinya dan mencoba merekrutnya. Rio telah mencapai prestasi yang tidak mungkin disangkal, jadi wajar jika orang lain ingin memberinya penghargaan dengan cara tertentu. Atau lebih tepatnya, jika mereka menjauhkan diri dari Rio akan membuat Liselotte kehilangan muka.

 

Itulah sebabnya ketidakpuasan Hiroaki terhadap sambutan hangat yang diterima Rio sama sekali tidak bisa dibenarkan. Atau lebih tepatnya, jika dia merasa iri, maka Hiroaki seharusnya menggunakan perasaan itu sebagai kekuatan pendorong. Namun, dia tidak memiliki cukup motivasi untuk melakukan itu.

 

[ Ah, aku tahu. Ini seperti karakter sampingan yang muncul setelah protagonis menunjukkan kekuatannya yang besar. Yang selalu merusak keunikan kekuatan sang protagonis. Ironis sekali. ]

 

Hiroaki menggunakan sudut pandang yang paling cocok untuknya untuk memandang Rio dengan tidak setuju. 

Dalam benaknya, dia bersikap logis, tapi kenyataannya, pendapatnya itu didasarkan pada emosinya yang memengaruhi penalarannya membuktikan sebaliknya.

 

"Ha...."

Hiroaki menghela napas secara dramatis.

 

Liselotte memperhatikannya dengan ekspresi agak muka di matanya. 

Dia adalah orang yang seharusnya begitu. Bahkan Duke Huguenot sedikit merasa tidak nyaman.

 

{ TLN : Sabar lotte wkkwwkw }

 

Ekspresi wajah Roanna sedikit panik, setelah menyadari perubahan suasananya. Seluruh perhatian Flora telah sepenuhnya diambil oleh Rio, jadi dia tidak punya waktu untuk memperdulikan Hiroaki.

 

Namun, Hiroaki adalah seorang pahlawan, jadi terlalu berisiko untuk diabaikan. Akan menjadi masalah untuk membiarkannya di bersikap seperti itu sepanjang diskusi, belum lagi dia juga menyebalkan.

 

{ TLN : Njer ini Authornya bisa aja wkwkwk }

 

[ Lebih baik untuk kita melanjutkan diskusinya. ]

 

[ Aku setuju. ]

 

Liselotte dan Duke Huguenot saling memandang dan memutuskan itu. 

Keduanya telah menetapkan sebelumnya topik yang akan mereka bahas selama pertemuan, jadi rencana mereka telah direncanakan.

 

Mereka sebenarnya ingin menggunakan pertemuan itu untuk membahas hadiah untuk Haruto juga, tapi dengan kehadiran Hiroaki, sebaiknya rencana itu tunda untuk lain waktu. 

 

"Karena Haruto-dono sudah ada di sini, mari langsung ke topik utama. Aku ingin membahas tentara bayaran bernama Lucius. Aku tahu beberapa hal tentang masa lalu orang itu."

Kata Duke Huguenot.

 

"....Apa benar?" 

Rio terkejut menemukan sumber informasi baru tentang Lucius.

 

"Aku sudah mendengar kalau kamu dan Lucius ini memiliki masa lalu. Informasi ini mungkin berguna untukmu."

 

"Aku sangat berterima kasih." 

Rio menundukkan kepalanya sekali dan menunggu percakapan berlanjut.

 

"Aku tidak tahu lokasi Lucius saat ini, tapi awalnya dia adalah bangsawan kelas bawah dari kerajaan kami. Nama keluarganya adalah Orgueil, keluarganya sudah lama hancur."

Kata Duke Euguno, menjelaskan.

 

"Haruto-dono, apa kamu sudah mengetahuinya.....?" 

 

"Aku, tidak..."

Rio menggeleng kepalanya perlahan.

 

"Artinya kamu hanya mengenalnya sebagai tentara bayaran. Kemungkinan besar, kamu bertemu dengannya setelah keluarganya hancur. Di sisi lain, informasi yang aku miliki hanya tentang masa lalunya....."

Kata Duke Huguenot, memeriksa ekspresi Rio dengan hati-hati.

 

".....Aku hanya mengenalnya untuk waktu singkat, ketika aku masih kecil. Aku tidak tahu banyak tentang hidupnya sebagai tentara bayaran."

 

"Aku mengerti.... Kalau begitu aku akan memberitahumu seperti apa hidupnya saat dia masih seorang bangsawan. Lucius Orgueil adalah salah satu kandidat untuk menjadi untuk posisi 'Sword King’ saat ini, yaitu pemilik gelar saat ini, Alfred Emarle."

Duke Huguenot, menjelaskan.

 

"Itu berarti kemampuannya sebagai pengguna pedang sangat tinggi."

Kata Liselotte, menegaskan.

 

"Benar. Jika aku ingat dengan baik, ada beberapa yang yakin kalau dia seharusnya dipilih sebagai Sword King jika status keluarganya lebih baik. Aku secara pribadi tidak menganggap Alfred-dono lebih rendah, namun kerajaan kami lebih menghargai lebih banyak aspek lain selain kemampuan saja."

Kata Duke Huguenot dengan nada mengejek diri sendiri. 

 

Matanya menatap ke arah Aria, yang merupakan mantan bangsawan kelas rendah dari Beltrum. Aria menerima tatapannya itu dengan ekspresi yang tidak peduli.

 

"Alasan mengapa Lucius tidak terpilih sebagai Sword King adalah karena keluarganya hancur sebelum pemilihan. Pada saat itu, masa depan keluarga Orgueil berada di pundak Lucius, tapi keluarganya mencapai batas sebelum semua itu terjadi. Ada beberapa rumor bahwa kejatuhan keluarganya disebabkan oleh keadaan tertentu yang berasal dari luar. Yah..... Siapa yang tahu apa kebenarannya."

Kata Duke Huguenot, menambahkan informasi itu dengan fasih.

 

".....Apa yang terjadi pada bangsawan yang keluarganya telah hancur?" Rio bertanya.

 

"Kehancuran keluarga adalah aib yang luar biasa bagi para bangsawan. Tidak semua pintu tertutup bagi mereka setelah itu terjadi, tapi kehidupan mereka pada dasarnya tidak ada lagi. Ada beberapa kasus di mana seluruh anggota keluarga melakukan bunuh diri atau tidak pernah terlihat lagi. Tentu saja, ada beberapa di antara mereka yang seperti Aria, yang berhasil menonjol melalui kemampuan mereka sendiri. Lucius termasuk dalam kelompok itu juga."

Kata Duke Huguenot, menjelaskan.

 

"Jika kita mempertimbangkan apa yang terjadi, ada kemungkinan kalau oang bernama Lucius ini memiliki dendam yang kuat terhadap Kerajaan Beltrum."

Kata Liselotte, mengemukakan hipotesis itu. 

 

"Apa menurutmu itu adalah motif di balik penculikan Flora Ojou-sama?"

 

"Ya, mungkin juga ada alasan pribadi, tapi sebelum sampai pada kesimpulan itu, aku ingin mendengar pendapatmu setelah melawan Lucius ini." 

Kata Liselotte, meminta pendapat Rio.

 

"......Aku tidak terlalu yakin. Namun, aku pikir dia adalah tipe orang yang memprioritaskan kesenangannya sendiri. Saat itu, Lucius lebih fokus padaku – seseorang yang dia kenal – daripada membawa pergi Flora Ojou-sama." 

Teringat pertarungannya dengan Lucius, Rio memberikan kesannya.

 

"Orang seperti apa Lucius ini, bagimu Lucius ini, Haruto-sama?" 

Liselotte memandang Rio dan bertanya.

 

"Dia adalah monster yang berkulit manusia. Dia licik dan tampaknya seperti bertindak secara logis, tapi sebenarnya, dia bertindak sebaliknya. Orang itu bersedia mengambil tindakan paling tidak logis untuk mendapatkan kesenangannya. Biadab dan Licik, itulah dia." 

Kata Rio, terus terang.

 

"Jika kamu berpikir seperti itu tentangnya, maka....."

Mata Liselotte melebar sedikit. 

 

Dari apa yang Liselotte dengar sejauh ini, Lucius tampak seperti orang yang mengerikan. Meskipun Rio bukan tipe orang yang berbicara terbuka tentang keburukan orang lain, dia telah berusaha untuk mengatakan semua hal itu, jadi kemungkinan besar dia memiliki hubungan yang sangat dalam dengan Lucius. Ini berarti, untuk menerima pendapat pribadi itu, Liselotte harus tahu apa hubungan antara Rio dan Lucius, tetapi topiknya agak rumit dan menyulitkan untuk bertanya. Jika itu hanya pertanyaan bertanya yang tidak sensitif, maka tidak akan ada masalah, tetapi Liselotte tidak ingin membuat Rio marah. Bisa dikatakan, meskipun Liselotte tidak mau, dia tidak punya pilihan selain bertanya dan yang tersisa untuk mempersiapkan diri untuk yang terburuk.

 

Dengan pemikiran seperti itu, Liselotte membuka mulutnya untuk berbicara, tapi—

 

"Maaf. Ini mungkin pertanyaan yang terlalu pribadi, tapi bisakah aku bertanya hubungan seperti apa yang Haruto-sama miliki dengan orang bernama Lucius ini?"

Roanna, yang mendengarkan percakapan dalam diam, menanyakan pertanyaan yang tiba-tiba itu. 

 

Mungkin Roanna telah membaca suasananya dan menyadari kalau lebih aman baginya untuk bertanya daripada Liselotte dan Duke Huguenot yang berada dalam posisi yang sama untuk merekrutnya, jadi mereka tidak bisa mengambil risiko.

 

Rio menjawab dengan senyum tidak nyaman di wajahnya. 

".....Ibuku dibunuh oleh orang di depan mataku."

 

Itu bukan masa lalu yang ingin dia sebarkan, tapi dalam situasi ini, Rio tidak bisa menolaknya. Namun, masa lalu yang diungkapnya sangat tragis sehingga Roanna memucat dan langsung meminta maaf. 

"......A-Aku sangat menyesal, tolong maafkan aku."

 

"Tidak apa, kamu tidak perlu meminta maaf."

Jawab Rio dengan segera.

 

"Ah..... Yah, seperti yang dikatakan Liselotte, jika orang itu melakukannya karena kebenciannya terhadap Kerajaan Beltrum, maka dia hanya orang yang sangat menyedihkan." 

Bahkan Hiroaki merasakan empati dengan pertanyaan yang ditanyakan Roanna, jadi dia mencoba untuk mengubah topik pembicaraan.

 

[ Apa orang ini salah bicara(Hiroaki) ? padahal dia sangat cemburu dengan atas pencapaian Haruto-sama sebelumnya. ]

Pikir Liselotte dengan lelah, tapi dia mengatakannya dalam hati.