Sementara mata Rio melebar tapi dia berhasil berbicara dengan nada tenang.
".....Bisakah aku bertanya alasannya?"
"I-Itu.... karena...."
Melihat wajah Rio tepat di depannya, suara Flora mulai bergetar sedikit.
[ Tidak salah lagi, dia mengingatku. Apa yang harus aku lakukan? ]
Saat Rio menatapnya, dia mencoba memikirkan bagaimana menghadapi situasi ini.
Rio tidak menyesal mengungkapkan masa lalunya kepada Lucius ketika Flora ada di sana. Dia menganggap itu adalah langkah penting untuk memulai pertempuran mereka.
Namun, ingatan Flora lebih tajam dari yang diharapkan dan perasaan kuat gadis itu juga melebihi harapannya.
Rio tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Flora saat ini.
Lagipula, karena mereka berasal dari kelas sosial yang sangat berbeda, keduanya tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengobrol selama hari-hari mereka di Akademi.
Jika Flora bersikeras seperti ini, dia mungkin tidak dapat menyangkal semuanya. Rio hanya memiliki sedikit pilihan. Dia bisa mengakui kebenaran dengan jujur, membuat beberapa alasan, atau mencoba membingungkannya untuk menghindari topik pembicaraan.
Bagaimanapun, keputusan itu datang karena fakta kalau Rio tidak mempercayai Flora.
Meskipun Flora tidak tampak seperti orang jahat, Rio akan mendapat masalah besar jika dia memutuskan untuk bertindak gegabah. Itulah mengapa dia harus membuat kebenaran sejelas mungkin.
[ Jadi pilihan yang teraman adalah..... ]
"Aku..... Aku selalu ingin meminta maaf! Aku selalu ingin berterima kasih padamu"
Flora mengumpulkan semua keberanian yang dia bisa, untuk mengucapkan kata-kata itu.
Flora selalu merasa menyesal atas kegagalannya sendiri karena tidak bisa berbuat apapun saat masa-masa mereka ada di Akademi, di saat Rio didiskriminasi tepat di depan matanya. Itulah sebabnya dia tidak bisa begitu saja melupakan keberadaan seseorang yang pernah menyelamatkannya.
Dia telah bersumpah kalau tidak akan melupakannya. Pertemuan mereka kembali yang sangat tiba-tiba membuat kepalanya kosong, tapi apakah itu hanya kebetulan atau takdir, dia tidak bisa membiarkan kesempatan sekali dalam seumur hidupnya ini untuk bertemu penyelamatnya sekali lagi, lolos begitu saja.
"Untuk apa?"
Rio mencoba menghindari kebenaran dengan ekspresi yang rumit.
"Untuk apa yang terjadi di Akademi!"
Flora berkata, langsung ke inti permasalahan.
Setelah ragu sejenak, Rio menjawab.
".....Aku tidak dapat memikirkan alasan mengapa kamu harus meminta maaf dan berterima kasih kepadaku. Jika kamu berbicara tentang kejadian ini, maka tolong jangan khawatirkan itu. Aku hanya punya beberapa urusan yang harus diselesaikan dengan pria itu, tidak lebih."
Bahkan Flora bisa mengerti apa yang coba disiratkan Rio dengan itu.
Tubuhnya gemetar ketika dia bertanya.
"....Apa aku hanya mengganggu?"
Rio memegang bahu Flora dan sedikit menariknya menjauh darinya sehingga dia bisa menundukkan kepala dan merespons.
"Tentu saja tidak. Tapi sekarang, namaku Haruto. Jika Ojou-sama ingin tetap berterima kasih atas kejadian ini, maka aku akan sangat menghargainya jika kamu bisa melupakan nama Rio. Itu sudah lebih dari cukup."
"Ah, uh....."
Ekspresi Flora menjadi linglung, dia menunjukkan wajah tertegun sejenak. Gadis itu mencoba mengatakan sesuatu, tetapi mulutnya tidak mau bergerak.
Ada seseorang yang sangat mirip dengan Rio yang dikenalnya ada di depannya. Entah kenapa, kata-kata terakhir orang di depannya bergema aneh di kepalanya. Setelah menenangkan diri, Flora merasakan sakit yang tajam di dadanya.
Mungkin itu adalah hukuman atas kebodohannya sendiri. Setelah semua kesengsaraan yang harus dilalui anak itu karena ulahnya dan orang-orang di sekitarnya, tidak mungkin Flora diberi kesempatan untuk meminta maaf dengan begitu mudah. Setelah mencapai kesimpulan itu, gadis itu merasa sangat malu.
[ Aku..... Benar-benar bodoh..... ]
Flora menunjukkan ekspresi pahit.
Flora merasa sangat menyesal dan tidak berdaya karena dia tidak dapat menemukan sesuatu yang bisa dia lakukan untuk orang di depannya. Segera, dia menyadari hanya ada satu hal yang dapat dia lakukan.
"Benar. Aku minta maaf. Aku.... Salah, dan menanyakan sesuatu yang aneh..... Maaf.... Maafkan aku."
Flora menunduk kepalnya dan meminta maaf dengan suara gemetar. Matanya terus meneteskan air mata.
"Tolong, kamu tidak perlu menangis untuk hal seperti ini...."
Rio merasa agak tidak berdaya, tetapi itu yang terbaik.
[ Tidak asa pilihan lain saat ini. ]
Kata Rio, dalam hati.
"Kumohon maafkan aku. Maafkan aku....."
Flora terus meminta maaf dengan kepala menunduk, mengusap matanya untuk menahan air matanya keluar dan menggigit bibir untuk menahan emosinya.
Setelah beberapa saat, Flora perlahan mengangkat kepalanya. Tidak ada lagi air mata yang mengalir di matanya, tetapi terbukti kalau dia telah menangis. Gadis itu memiliki ekspresi yang agak berantakan di wajahnya.
"Aku akan membawanya kembali ke kota."
Rio mengalihkan pandangannya dengan gelisah.
".....Ya terima kasih."
Flora mengangguk dengan nada lemah.