Daybreak Rondo – Chapter 7 : 「Serangan Lain」
Keesokan paginya, sebelum matahari terbit dan langit diwarnai dengan biru muda. Aishia memasuki kamar tidur Rio dan mencoba untuk membangunkannya.
"Haruto, bangun."
"......Aishia? Selamat pagi."
Rio segera membuka matanya, tapi ekspresinya masih setengah tertidur ketika dia menjawab.
"Selamat pagi. Ada keadaan darurat."
Kata Aishia dengan suara datar.
"Apa yang terjadi?"
Ekspresi Rio segera berubah menjadi serius.
"Gerombolan monster muncul secara tiba-tiba."
"......Di dalam atau di luar kota?"
"Aku tidak tahu persis posisinya, tapi mereka berada di bagian barat kota. Kehadiran mereka campur aduk, jadi mungkin ada banyak dari mereka. Aku seharusnya menyadari kehadiran sekuat ini sebelumnya, tapi aku tidak menyadari ada yang aneh."
Kata Aishia, menunjukkan ekspresi khawatir yang tidak biasa untuknya.
".....Baiklah, aku mengerti."
Rio bangkit dari tempat tidur dan mengusap kepala Aishia.
"Untuk sekarang, mari kita coba untuk lebih memahami situasi saat ini. Ngomong-ngomong di mana Sensei?"
"Masih tidur."
Aishia menatap wajah Rio ketika dia menjawab.
Segera setelah itu, lonceng darurat kota Amande mulai bergema di seluruh kota.
Pada saat yang sama, raungan monster yang dikenalnya bergema keras di udara.
"MROOOOOOH!"
◇◇◇◇
Sedikit lebih awal sebelum raungan monster terdengar, di pintu masuk barat ke Amande.....
"Aaaaah......"
Seorang prajurit menguap dengan keras.
"Masih terlalu dini untuk giliran. Fokuslah sedikit – kita dalam situasi waspada sekarang."
Atasan, yang berjaga bersamanya, memarahinya dengan nada yang lebih keras dari biasanya.
Saat ini, Amande telah memperkuat penjagaannya karena keadaan yang tidak terduga, sehingga pergantian penjagaan lebih sering dan tentara di gerbang kota lebih banyak. Karena serangan baru-baru ini yang terjadi di hutan, gerbang barat kota dilindungi oleh lebih banyak tentara daripada biasanya.
Sebagai catatan, di bagian utara Amande ada sebuah danau – sumber air utama mereka – sehingga tidak ada pintu masuk di sana.
Selain itu, kota Amande telah berkembang secara cukup besar selama beberapa tahun terakhir, dan mereka masih berada di tengah-tengah ekspansi lebih lanjut.
Sejak daerah perkotaan dibangun selama perluasan, lahan pertanian yang sebelumnya terletak di barat dan timur kota kini berada di selatan.
Dinding terluar kota Amande tidak terbuat dari batu seperti kastil melainkan dari kayu yang bisa dipindahkan setiap kali ekspansi kota terjadi.
"Ya, pak."
Prajurit yang menguap itu mengangguk dengan tegas.
Dia pasti merasa bangga bisa melindungi kotanya karena wajahnya cukup serius.
Tiba-tiba, salah satu prajurit melihat seseorang mendekat dari kejauhan.
"Semuanya! Terlihat ada seseorang di jalan!"
"Seseorang? Pada jam segini?"
Atasan itu mengusap matanya dengan ekspresi keraguan.
"Ada banyak dari mereka. Ada berapa banyak dari mereka?"
Seorang prajurit lain di sebelah mereka berkomentar.
Gerbang masuknya diterangi oleh beberapa obor, tetapi sekelilingnya masih gelap karena kabut. Tidak terpikirkan bagi seseorang untuk menyusuri jalan pada saat seperti itu; meskipun ada jalan setapak, pada dini hari hutannya benar-benar gelap gulita seperti malam hari.
Dikarenakan pemandangannya masih sangat gelap, ada juga bahaya seperti binatang buas yang berkeliaran di malam hari, karena alasan itu gerbang kota selalu tertutup rapat sampai pagi hari.
"Kalau kupikir-pikir, kita telah menerima pesan yang mengatakan kalau ada sekelompok Ksatria asing yang sedang melakukan menyelidiki di hutan mungkin kembali pagi ini. Oh, tapi pesannya memperingatkan juga kalau monster tak dikenal juga bisa muncul....."
Atasan itu mengingat dengan wajah ragu. Sementara itu, sosok yang tampak seperti orang itu semakin mendekat.
"Uuuh......"
Lusinan Revenant muncul dengan raungan menakutkan. Ada yang berwarna abu-abu bercampur dengan yang berwarna abu-abu gelap, tapi dalam pencahayaan redup sulit untuk membedakan mereka.
Mereka tidak memiliki berambut, ekspresi mereka menunjukkan kegilaan yang luar biasa dan mereka telanjang, sangat jelas kalau makhluk-makhluk itu bukanlah manusia.
"I-Itu monster yang tak dikenal! Cepat bunyikan alarmnya!"
Atasan itu memberi perintah seorang prajurit di dekatnya dengan syok.
"Y-Ya, Pak!"
Prajurit di dekatnya segera menjawab dengan gugup dan membunyikan lonceng pos pengawas dengan ritme yang stabil. Suara lonceng itu bergema di seluruh kota.
"Gehehe!"
Pada saat itu, gerombolan besar Orc dan Goblin keluar dari hutan.
"Semuanya, kita akan menghentikan mereka di sini! Jangan biarkan mereka mendekati gerbang masuk!"
Menyadari situasi yang mereka hadapi, Atasan itu berteriak dengan tekad.
"Roger!"
Para prajurit itu mengangguk dengan tegas.
Namun, raungan monster ganas bergema dari belakang jalan.
"MROOOOOOH!"
Mendengar suara raungan itu, semua prajurit mulai gemetar.
"!?"
"J-Jangan bilang......"
Perasaan buruk datang pada Atasan, membuatnya menunjukkan ekspresi pahit. Dia mengingat pesan lain yang dikirim dan berbicara tentang monster lain selain makhluk tak dikenal (Revenant).
Mereka disebut Minotaur – Monster yang telah menghancurkan musuh mereka dengan amarah selama Perang Suci. Saat berikutnya, suara gedebuk, gedebuk, gedebuk langkah kaki mulai mengguncang tanah.
"Monster itu semakin dekat!"
Teriak sang Atasan.
"MROOOOH!"
Dari kedalaman jalan yang kabut muncul seekor Minotaur. Para monster lain yang berada di jalan pindah ke samping untuk membiarkannya lewat.
"Besar sekali!"
Pos pengawas tempat para prajurit berada ada di ketinggian sepuluh meter di atas tanah, tapi Minotaur itu masih terlihat sangat tinggi. Tingginya dengan mudah mencapai empat meter.
Tiba-tiba, Minotaur itu berakselerasi dan mulai berlari.
"Ah....!"
Sambil menganga, para prajurit itu berhadapan langsung dengan monster yang menjulang tinggi itu. Minotaur itu mengayunkan pedangnya ke bawah dengan kekuatan luar biasa.
"D-Dia akan menghancurkan gerbang masuk! Cepat mundur!"
Tepat saat sang Atasan mengatakan itu, gerbang kota dihancurkan oleh pedangnya. Depan gerbang masuk itu hancur berkeping-keping, menyebabkan pos pengawas runtuh ke bawah.
"Cih. Bersiaplah untuk penyerangan berikutnya! Pertempuran akan dimulai saat kita mendarat!"
Atasan itu nyaris tidak berhasil berteriak.
"Gufufufufu."
Minotaur itu menatap reruntuhan gerbang yang telah dia hancurkan dan menunjukkan senyum penuh dengan dominasi.
[ Sepertinya kami berhasil masuk tanpa masalah.
Yang tersisa hanyalah menyeret pertempuran selama mungkin dan memanfaatkan kekuatan pion-pionku sepenuhnya. Selanjutnya gerbang masuk timur. ]
Reiss dengan tenang mengamati situasi dari kedalaman hutan, tapi setelah sedikit menghela napas, dia naik ke udara.
[ Tapi masalahnya utamanya adalah roh humanoid itu dan kontraktornya. Kami harus beradaptasi dengan gerakan mereka, tetapi jika roh menampakkan dirinya, itu akan lebih mudah ditemukan. Untuk saat ini, kami harus memanfaatkan kesempatan ini dan berjalan melalui pintu masuk sebelah timur ke kota. Seharusnya tidak ada begitu banyak prajurit di sana. ]
Pikir Reiss saat dia bergerak cepat menuju gerbang timur.
◇◇◇◇
Sementara itu, Rio membawa Aishia keluar dari kamarnya dan segera menuju ke kamar Celia..... Namun, gadis itu membuka pintunya dengan panik sebelum keduanya bisa masuk.
"Rio, Aishia! Apa kalian baik-baik saja!?"
Sepertinya keributan di luar telah membangunkannya.
"Sensei."
"Rio, Aishia— Syukurlah....!"
Celia menghela napas lega dan memeluk Rio dengan erat. Ketika dia baru bangun tidur, tempat tidur yang biasa digunakan Aishia menjadi kosong, jadi Celia sangat khawatir.
"Kami baik-baik saja. Kamu tidak perlu khawatir, Sensei."
Kata Rio dengan lembut sambil memeluk Celia.
"B-Baik...."
Celia membenamkan wajahnya di dada Rio dan mengangguk ragu-ragu.
Setelah memastikan Celia sudah tenang, Rio mulai menjelaskan situasinya.
"Sepertinya gerombolan monster telah muncul, baik di dalam maupun di luar kota. Mungkin ada Minotaur juga."
Celia menatap wajah Rio dan mengajukan pertanyaan dengan nada gemetar.
"....Apa yang akan kamu lakukan?"
Celia bertanya dengan gugup.
"Hmmm...." Rio berpikir.
Rio hanyalah orang luar, dan tugas untuk melindungi kota ada di tangan Liselotte. Karena Amande adalah tanah milik Liselotte, hampir dapat dipastikan bahwa Amande memiliki kekuatan militer yang cukup untuk melindungi tempat mereka sendiri. Meskipun Minotaur kuat, jika ada beberapa orang dengan kekuatan yang setara dengan Ksatria membentuk regu, maka untuk mengalahkannya masihlah mungkin.
Namun, karena Rio tidak memiliki cukup informasi, dia tidak yakin semuanya akan berakhir dengan baik. Jika jumlah monster melebihi pertahanan yang ada di kota, skenario terburuk juga bisa terjadi.
[ Bukannya seperti aku berkewajiban untuk melindungi Amande, tapi aku tidak bisa membiarkan Liselotte jatuh sekarang..... Dan aku juga tidak bisa membiarkan Celia Sensei terancam bahaya. ]
Rio merenungkan situasinya dan mengatur pilihannya.
Jika dia ingin melarikan diri, maka dia bisa menggunakan spirit art untuk terbang ke lokasi lain dalam sekejap. Hal terbaiknya adalah tidak menggunakannya di depan umum, tetapi jika situasinya terdesak, dia dapat membuat alasan dan mengatakan bahwa itu semua berkat pedang sihirnya.
Namun, Liselotte tidak akan memiliki kesan yang baik kalau dia mengetahui bahwa hal pertama yang Rio lakukan adalah melarikan diri. Belum lagi jika Amande dihancurkan, hubungan baik yang dia jalin dengan Liselotte juga akan berakhir. Jika memungkinkan, Rio ingin menghindari hasil itu.
[ Yang berarti–
Aku perlu mendapatkan informasi lebih dulu. Baru setelah itu, aku bisa membuat keputusannya. ]
Bagaimanapun, bertindak gegabah adalah tindakan yang bodoh dan tidak bertanggung jawab. Selama mereka tidak berada dalam situasi yang akan memaksa mereka untuk melarikan diri tanpa berpikir dua kali, dan juga itu adalah kesempatan sempurna untuk membuat Liselotte lebih berhutang budi padanya.
"Nee, Rio. Kamu tidak perlu cemas tentangku. Aku tahu kalau aku adalah penghalang terbesar untukmu, tapi aku juga bisa bertarung sedikit menggunakan sihir. Karena itulah..... Umm. Kamu harus bertindak sesuai dengan keinginanmu sendiri."
Melihat ekspresi serius dari Rio, Celia berbicara dengan nada ragu-ragu. Matanya menunjukkan sekilas tekadnya untuk bersama Rio – apa pun yang terjadi.
{ TLN : Celia sensei best cuk o(TヘTo) }
".....Baik."
Rio mengangguk dengan perasaan yang tak terlukiskan.
Untuk meredakan kekhawatiran Celia, dia menunjukkan senyumnya yang biasa.
"Kalau begitu ayo kita ganti baju dulu, jadi kita bisa bergerak dengan lebih nyaman."
◇◇◇◇
Setelah berganti pakaian dan mengenakan pakaian tempur wyvern hitamnya, Rio berjalan menuju ke taman belakang penginapan sendirian. Pegawai dan tamu penginapan telah menyadari keributan yang terjadi beberapa saat lalu, namun perhatian mereka telah tertuju pada pintu masuk depan penginapan, jadi tidak ada seorang pun di taman belakang. Rio memanfaatkan kesempatan itu dan naik tinggi ke udara untuk melihat situasi di bagian barat kota. Dari atas langit, tanah di bawahnya terlihat agak gelap.
[ Gerbang telah dihancurkan.... Kemungkinan besar ada sejumlah besar monster. ]
Rio memperhatikan situasinya. Alun-alun di gerbang barat yang biasanya penuh dengan kios dan orang-orang. Saat ini ditempati oleh gerombolan Orc dan Goblin. Minotaur dan Revenant sedang mengamati situasi dari belakang. Di samping itu.....
[ Reaksi kota ini sangat cepat. ]
Ada petualang dan tentara yang sudah berkumpul di jalan menuju gerbang masuk barat. Mereka semua mengasumsikan formasi bertarung, atau lebih tepatnya, garis pertahanan darurat untuk mencegah gerombolan monster mencapai pusat kota; sangat mungkin kalau para prajurit telah di tempatkan di gerbang barat sebelumnya sebagai tindakan pencegahan.
Selanjutnya, alun-alun di dekat gerbang tampaknya telah dirancang untuk menghentikan lawan memasuki titik itu dan memblokir mereka. Selama jalan menuju pusat kota dipertahankan, bangunan-bangunan yang ada di sana bertindak sebagai barikade yang mencegah masuknya tentara musuh.
Bahkan jika gerombolan monster berhasil menembus pertahanan yang memblokir jalan, karena ruangnya sempit, hanya beberapa monster yang akan mencapai pusat kota. Untungnya, pertahanan mereka tampak cukup kuat untuk menahan serangan tersebut.
Sementara itu, warga dievakuasi dan menuju ke tempat teraman yaitu pusat kota.
[ Bala bantuan datang satu demi satu. Sepertinya ini.... ]
Rio sedang menganalisa situasi saat ini, ketika tiba-tiba Aishia menghubungi melalui telepati.
[ Haruto, segerombolan monster baru saja muncul di gerbang masuk sebelah timur. ]
[ Gerbang Timur? ]
Rio berbalik dan melihat ke tempat yang Aishia arahkan.
Di sana, segerombolan monster keluar dari hutan yang berada di depan pintu masuk. Para penjaga yang berada di sana segera membunyikan lonceng peringatan dengan panik, tetapi pada saat itu seekor Minotaur muncul dan mengeluarkan raungan ganas.
"MROOOOOH!"
Seolah-olah monster itu ingin kota itu memperhatikan kehadirannya, raungannya bergema lebih keras daripada suara lonceng.
"MROOGH!"
Minotaur itu menggunakan kemampuan fisiknya yang luar biasa untuk berlari dan melompat, melayang di atas kepala Orc dan Goblin yang ada di depannya.
Sesampainya di depan gerbang, monster itu mengayunkan pedangnya dengan kuat, menyebabkan pintu masuk hancur berkeping-keping.
"Guhehehe!"
"Buhee! Buhee!"
Tak lama setelah serangan dari Minotaur, para Goblin dan Orc mulai menyerang kota.
.....Mereka sangat banyak. Ada berapa totalnya?
Rio mulai memperkirakan dan menyimpulkan bahwa kira-kira seribu monster menyerang kota dari kedua sisi.
Dan mereka terus bermunculan dari hutan.
Situasinya berangsur-angsur semakin memburuk.
[ Haruto, apa yang harus kita lakukan? ]
Aishia bertanya.
Rio tidak segera menjawab, sebagai gantinya dia melihat seluruh keadaan di kedua sisi sedang diserang dan satu-satunya gerbang masuk yang belum terserang adalah gerbang selatan. Gerbang masuk di selatan yang berada di depannya adalah lahan pertanian yang luas, di mana masih belum ada monster yang menyerang tempat itu.
Sementara itu, area utara, di tempat Mansion Liselotte berada yang terletak menghadap danau, jadi tidak ada gerbang untuk masuk dari sana. Kawasan tersebut dikelilingi oleh tembok yang tinggi dan kokoh, sehingga dapat digunakan sebagai zona evakuasi dalam keadaan darurat. Dilihat dari pergerakan penduduk kota di selatan, mereka mengungsi ke bagian utara kota.
[ Untuk saat ini, bisakah Aishia tinggal di sana dengan Sensei dan menunggu? Sepertinya para monster tidak akan mencapai pusat kota dalam waktu dekat, dan juga semua penduduk kota di wilayah barat datang untuk berlindung di sini. Biarpun Aishia dan Sensei pergi, dia tidak akan bisa bergerak dengan mudah. ]
Setelah menganalisis situasinya. Rio dengan tenang memberikan kesimpulannya itu.
Alun-alun di depan penginapan tempat Rio menginap sudah dipenuhi dengan penduduk kota yang datang dari bagian barat.
Jika penduduk kota dari timur mulai berdatangan ke alun-alun juga, maka lebih aman untuk tinggal di penginapan.
[ .....Apa yang akan kamu lakukan, Haruto? ]
Aishia bertanya sekali lagi.
[ Garis pertahanan di gerbang timur tampaknya bermasalah. Aku akan membantu di sana. Saat ini, hanya beberapa prajurit yang menjaga jalan di sebelah timur kota. Lawannya mereka lebih dari seratus monster, jadi mereka berada pada posisi yang sangat tidak menguntungkan. ]
Para prajurit tidak akan bertahan bahkan semenit pun, yang berarti para monster akan segera mencapai tempat di mana Aishia dan Celia berada. Meski begitu, Rio masih mampu membalikkan keadaannya tepat waktu.
[ Hati-hati. ]
[ Terima kasih. Aku tidak akan membiarkan monster mendekati kalian, jadi..... ]
[ Aku tahu. Serahkan Celia padaku. ]
Suara tekad Aishia bergema di kepalanya
◇◇◇◇
Sementara itu, di jalan yang menghadap alun-alun timur Amande. Para prajurit yang melindungi daerah itu akan kehilangan keberanian mereka.
"Eek! Jumlah mereka terlalu banyak!"
Beberapa meter jauhnya, pasukan Goblin dan Orc mendekat.
"Bodoh! Masih ada banyak warga yang mengungsi di belakang kita. Demi Liselotte-sama, lindungi tempat ini dengan nyawamu!"
Kapten yang bertanggung jawab atas tempat itu berteriak untuk memotivasi mereka. Para prajurit tidak mampu meninggalkan pos mereka karena sebagian penduduk masih mengungsi di belakang mereka.
"Benar! Mari lindungi tempat ini dengan nyawa kita! Aku sendirian, tapi aku datang sebagai bantuan!"
Teriakan sura tekad seorang gadis muda.
Gadis muda itu adalah Chloe. Dia adalah yang dikirim untuk memeriksa situasi di gerbang masuk timur, di mana pertahanannya mulai melemah, ketika tiba-tiba segerombolan monster mulai menyerang tempat tersebut.
"C-Chloe-chan!"
"Berhentilah memanggilku begitu – aku sudah dewasa tahu!"
Chloe menjawab dengan senyum pahit.
Dia tidak suka orang-orang terus memanggilnya "Chloe-chan" dan memperlakukannya seperti anak kecil. Semua orang telah melihatnya tumbuh besar sejak dia masih kecil, jadi tidak heran dia diperlakukan seperti ini.
"Maaf, Chloe-chan. Kehadiranmu di sini sudah lebih dari cukup. Kami mengandalkanmu."
"Mou! Aku sudah bilang.....! Huft, ya sudahlah, kita sudah tidak punya waktu. Aku akan menggunakan sihir untuk mengintimidasi monster yang mendekat, jadi bisakah kalian menangani para monster yang mendekat?"
"S-Serahkan saja pada kami!"
Para prajurit mengangguk dan memulai pertempuran.
"Photon Projectilis!"
Chloe merentangkan tangannya dan mengucapkan mantra. Sebuah lingkaran sihir segera muncul, kemudian menembakkan peluru dari esensi sihir yang dikonversi menjadi peluru energi dari dalam lingkaran sihir.
"Gweh?!"
Peluru cahaya yang ditembakkan itu menghantam para Goblin. Kekuatan dari masing-masing peluru cukup untuk menjatuhkan seorang manusia, jadi para Goblin dikirim terbang dengan mudah.
[ Mereka sangat banyak! Aku harap bala bantuan segera tiba..... ]
Chloe menunjukkan ekspresi panik; mengalahkan sekelompok Goblin tidak akan membuat pasukan musuh berhenti.
Para monster mulai mendekatinya sambil menunjukkan senyum menjijikkan yang penuh percaya diri.
{ TLN : Bjir mau di apain tuh }
"Guheehee!"
Orc raksasa itu melangkah ke depan para goblin untuk melindungi mereka. Tidak seperti Goblin, Orc bertubuh tinggi dan memiliki kulit yang sangat tebal, jadi peluru cahaya tidak banyak berpengaruh pada mereka.
"......."
Dengan panik, Chloe melihat ke belakang.
Tidak ada tanda-tanda bala bantuan yang datang, dia hanya orang-orang yang sedang mengungsi.
Mereka berada dalam situasi putus asa. Mereka bahkan tidak dapat bertahan lebih dari beberapa menit.
"Geeeeehhk!?"
Tiba-tiba, potongan angin kencang yang berhembus secara diagonal mengirim semua monster di depan Chloe terbang.
"Ehhh?"
Chloe menunjukkan ekspresi bingung. Prajurit lainnya juga terkejut.
Saat itu, Rio mendarat dengan ringan di depan Chloe.
"Biarkan aku membantumu sampai bala bantuan tiba.
"H-Haruto-san!? Ah, tidak— maksudku, Haruto-sama!"
Chloe menjawab dengan tergagap.
"Chloe-san."
Karena gadis itu mengenakan seragam maidnya, Rio bisa segera mengidentifikasinya.
"U-Umm, kenapa kamu ada di sini?"
Chloe bertanya dengan ragu-ragu.
"Karena serangan ini, garis pertahanan di area ini lebih lemah. Berpikir begitu, aku memutuskan untuk datang membantu kalian."
"T-Terima kasih banyak!"
Jawaban sederhana dari Rio membuat Chloe merasa sangat lega, sehingga dia tidak ragu-ragu untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya dari lubuk hatinya.
"Baiklah, mari kita kurangi jumlah dan menunggu bala bantuan datang. Bolehkah aku mengambil garis pertahanan di depan?"
Rio bertanya ketika dia dalam posisi bertahan dan menghadapi monster-monster yang tampaknya waspada dengan kehadiran Rio.
"Y-Ya, tolong."
Chloe mengangguk dengan suara bernada tinggi.
"Kalau begitu, aku ingin memintamu agar menahan monster yang berhasil lewat."
Setelah mengatakan itu, Rio mendekati monster di depannya dengan ekspresi tenang. Mengisi pedang di tangannya dengan esensi sihir, dia menciptakan hembusan angin kencang dan menyerang monster yang ada di dekatnya.
"Guhee!?"
Lusinan monster dikirim terbang kembali ke luar gerbang masuk. Tidak lama setelah Rio melakukan serangan pertamanya, dia menutup celah yang memisahkannya dari monster untuk memulai pertarungan jarak dekat.
"S-Siapa orang itu?"
Melihat keterampilan bertarung Rio yang luar biasa, para tentara membeku dengan mulut terbuka.
◇◇◇◇
Sementara itu, di Mansion gubernur Amande, Liselotte telah menyiapkan ruang pertemuan sementara di taman untuk menangani situasi mengerikan yang sedang mereka dihadapi.
"Sangat mungkin penduduk kota menjadi ketakutan. Pastikan evakuasi mereka berjalan lancar. Dan bagaimana dengan peringatan baru dan raungan Minotaur? Aku ingin informasi lebih banyak tentang itu."
Kata Liselotte kepada bawahannya. Salah satu pelayannya, Natalie bergegas untuk memberikan laporannya, ekspresinya terlihat sedih.
"Ada pesan baru dari pos pengawas dari alat transmisi sihir. Sepertinya gerombolan monster dan Minotaur telah muncul di gerbang sebelah timur. Para monster itu telah berhasil menerobos masuk."
Natalie memberikan laporannya.
Sebagai catatan, pos pengawas yang Natalie bicarakan adalah menara di utara Amande yang mengendalikan semua wilayah kota.
"A-Apa katamu !? Seberapa jauh mereka masuk?"
Liselotte bertanya dengan panik.
"Kami tidak memiliki detailnya saat ini, tapi tampaknya mereka telah berhasil memblokir para monster di alun-alun yang menghadap di depan pintu masuk. Akan tetapi orang-orang kita kalah jumlah, jadi kita harus mengirim bala bantuan secepat mungkin....."
"Bahkan jika kita mengirim tentara dan petualang ke barisan belakang, sangat mungkin mereka akan sulit untuk melewati warga terus mengungsi. Bagaimana dengan pelayan lain yang kita kirim di dekat gerbang masuk sebelah timur?"
Semua pelayan bisa menggunakan sihir atau perangkat sihir untuk memperkuat kemampuan fisik mereka. Jika mereka menggunakannya, mereka dapat bergerak dari satu titik ke titik lainnya dengan sangat cepat.
"Sebagian besar pelayan yang kita kirim, sekarang berada di bagian barat kota. Jadi hanya ada Chloe yang berada di gerbang timur. Cosette dan yang lainnya berada di pusat kota untuk membantu evakuasi....."
"Kalau begitu, aku ingin kamu segera pergi ke sana. Jika kamu bertemu Cosette, ajak dia bersamamu."
Setelah jeda singkat, Natalie mengangguk.
"....Baik."
Dia ragu-ragu karena jika dia pergi, Liselotte tidak lagi memiliki jumlah orang yang tepat untuk melindunginya.
Sebagian besar pelayan lain selain Natalie sedang di tugaskan di luar, jadi hampir tidak ada petarung dengan kemampuan tempur yang cukup yang tersisa. Meskipun masih ada beberapa pelayan yang tersisa di Mansion, mereka tidak cocok untuk bertarung, jadi Natalie adalah pelayan yang paling berpengalaman dalam bertarung yang tersisa.
Namun situasi mereka saat ini, mengharuskan semua pelayan Liselotte yang kuat untuk terjun ke lapangan, bahkan jika itu membuat Mansion tidak terlindungi. Kalau tidak, ancaman dari garis depan akan tembus menjadi sangat mungkin.
[ Jika serangannya sama besarnya dengan yang terjadi di gerbang masuk sebelah barat, kami akan kekurangan kekuatan bahkan dengan adanya aku di sana. Cosette mungkin juga tidak dapat mengubah situasi itu.... ]
Hati Natalie sedang berkonflik.
"Ksatria Duke Huguenot alan tinggal di mansion, jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkan keselamatanku. Lagipula tempat ini seharusnya menjadi tempat teraman di kota, kan? Yang harus kamu lakukan adalah fokus pada misi barumu. Sekarang pergilah."
Melihat keraguan Natalie, Liselotte mendesaknya untuk segera pergi.
".....Dimengerti. Augendae Corporis."
Natalie membacakan mantra untuk memperkuat kemampuan fisiknya dan pergi dengan kecepatan penuh. Tak lama kemudian, seorang pelayan bernama Grace muncul.
"Liselotte-sama, akau punya laporan baru."
Grace juga bisa bertarung, tapi dia tinggal di Mansion karena kemampuan penyembuhannya yang langka.
"Katakan padaku."
"Seorang pengguna pedang terampil muncul di alun-alun gerbang timur. Sepertinya dia mengalahkan para monster di sana sendirian."
"......Haruto-sama?"
Liselotte menunjukkan ekspresi sedih.
"Sepertinya aku berhutang budi padamu lagi.... Tapi ini cukup melegakan. Natalie sedang dalam perjalanan, jadi sekarang gerbang masuk sebelah timur seharusnya punya kekuatan yang cukup."
Kata Liselotte, dia merasa lega karena ada lebih banyak bala bantuan.
◇◇◇◇
Di dinding area utara Amande......
"Hahaha, berpikir kalau menyusup itu akan sangat mudah seperti ini. Benar-benar seperti permainan anak-anak."
Kata Lucius dengan ringan.
Setelah menyelinap ke distrik utara, Lucius dan Reiss datang ke sini.
"Tolong jangan bicara."
Reiss menunjukkan ekspresi lelah.
"Jangan membosan begitu. Aku juga mau ke medan tempur, tetapi kau menahanku. Setidaknya kau bisa mengobrol sedikit denganku."
"Kalau begitu mari kita bicarakan bisnis. Saat Minotaur memberi sinyal berikutnya, kita akan memulai rencananya. Bersiaplah ketika saatnya tiba."
"Okee." Lucius tersenyum.
[ Sekarang aura roh humanoid tetap berada di pusat kota sepanjang waktu. Dan sudah hampir waktunya bagi garis belakang untuk bergabung dengan garis depan..... ]
Reiss menyipitkan mata ke tengah kota.
◇◇◇◇
Kembali ke sedikit lebih awal, di alun-alun dekat gerbang masuk sebelah timur......
"L-Luar biasa......!"
Chloe terpesona dengan cara bertarung Rio ketika dia berdiri di jalan dekat dengan pintu masuk. Rio bergerak melalui alun-alun, menghadapi banyak monster sendirian.
"Gyah ?!"
"Buhee ?!"
Begitu mereka mendekati Rio, para Goblin dan Orc terbelah menjadi dua; kecepatannya itu dalam menghadapi monster bahkan lebih mengesankan daripada yang ditunjukkan Aria selama pertarungannya di hutan sebelumnya.
"Nee, Chloe-chan. Siapa laki-laki itu?"
Salah satu petualang yang datang untuk membantu menanyakan pertanyaan itu dengan ekspresi kagum.
"Dia adalah Haruto-sama— orang yang menyelamatkan Liselotte-sama. Seperti yang kamu sudah lihat, dia adalah pengguna pedang yang berbakat."
Chloe menjawab tanpa memalingkan wajahnya dari alun-alun. Orang yang baru ditemuinya sekali, beberapa tahun lalu itu sedang mengayunkan pedangnya dengan sangat terampil.
"Dia bukan hanya pengguna pedang berbakat, tapi juga....."
Sebagian besar monster menyerang Rio pada saat bersamaan, jadi dia terpaksa melawan beberapa monster sendirian sekaligus.
Namun, dia menangani para monster dengan sempurna, menyebabkan para makhluk malang menemui ajal mereka di alun-alun. Seringkali beberapa monster akan menyelinap masuk ke jalan, tapi Chloe dan yang lainnya dengan cepat mengalahkan mereka.
".....Bukankah kita harus membantunya?"
Salah satu petualang bertanya dengan ragu-ragu.
Jika mereka bergerak dengan tergesa-gesa, ada resiko mereka akan menarik perhatian para monster yang tidak perlu. Terlebih lagi, cukup jelas kalau mereka semua akan menjadi penghalang bagi Rio, meskipun begitu, para petualang itu tidak bisa tidak menanyakan pertanyaan itu.
".....Bahkan jika kalau melakukannya, kita tidak dapat melakukan apapun untuk membantu. Memblokir jalan di sini adalah peran sudah sangat membantu. Kami akan menangani monster yang berhasil melarikan diri dari Haruto-sama."
Jawab Chloe dengan tenang, namun ekspresinya menunjukkan rasa bersalah.
[ Aku tidak cukup kuat. Kalau saja aku punya kekuatan seperti pelayan senior yang lainnya..... ]
Rio berada pada level yang sangat jauh berbeda darinya, tapi kekuatannya setidaknya setara dengan Aria. Chloe tidak bisa ikut membantu dan menghia dirinya sendiri.
{ TLN : Hah sama :v yang bener ? }
[ Haruto-san..... ]
Tiba-tiba, Chloe mulai mengingat kejadian di masa lalu, ketika ada seorang anak laki-laki yang tinggal di penginapan keluarganya beberapa tahun sebelumnya.
Pada saat itu, sekelompok petualang mabuk telah mencoba untuk melecehkannya, tapi Haruto mampu menghadapi situasi itu tanpa masalah. Karena dia takut dengan kejadian itu, Chloe tetap berada di sudut tanpa melakukan apa-apa dan pada akhirnya menjauhkan dirinya dari Haruto. Apa yang telah terjadi meninggalkan kesan yang mendalam padanya dan entah mengapa gadis itu merasa bersalah atas apa yang terjadi selama ini.
"Baiklah...."
Petualang itu pasti memperhatikan ekspresi yang dibuat oleh Chloe dan mengangguk dalam diam.
".....Terima kasih. Aku yakin bahkan Haruto-sama perlu istirahat. Kita akan menggantikannya saat waktunya tiba, jadi bersiaplah."
Kata Chloe dengan ekspresi serius.
Tidak peduli seberapa kuat pedang sihir itu, pada akhirnya pengguna akan kehabisan esensi sihir. Jika itu terjadi, pedang sihir akan kembali menjadi pedang normal dan penggunanya akan kembali menjadi manusia biasa.
"Oke. Kalau begitu, serahkan bagian belakang kepada kami."
Petualang itu mengangguk dengan tegas.
Sementara itu.....
[ .....Aneh sekali. ]
Rio mempunyai perasaan buruk saat bertarung.
Meskipun dia tidak ingat dengan pasti jumlah monster yang telah dia kalahkan, kemungkinan besar jumlahnya sudah melebihi ratusan. Dan lagi–
[ Mengapa Minotaur dan monster humanoid tidak bergerak sedikitpun? ]
Monster kuat yang memimpin gerombolan itu tidak menunjukkan tanda-tanda melangkah maju. Faktanya, mereka tidak terlihat akan bergerak sedikit pun.
Kekuatan monster-monster itu akan cukup untuk menerobos ke dalam kota dalam sekejap, tetapi Minotaur itu sengaja memutuskan untuk masuk melalui pintu masuk kota. Dengan kemampuan fisik yang mereka miliki, mereka bisa saja menghancurkan tembok atau melompat ke sisi lain tanpa masalah.
Meskipun agak nyaman kalau monster itu mengambil posisi bertahan, tapi perilakunya aneh.
[ Apakah mereka sedang menunggu sesuatu? ]
Itulah yang dipikirkan Rio.
Yang menyerang adalah monster – makhluk liar yang seharusnya hanya memiliki tujuan untuk membunuh, jadi kalau diasumsikan mereka dianggap tidak terlalu cerdas. Namun, fakta kalau mereka telah membentuk pasukan yang besar ini untuk menyerang dan tidak sekaligus, hal tersebut membuat perasaan aneh di dalam diri Rio. Hampir seolah-olah—
[ Menyerang kota bukanlah tujuan mereka? Tetapi jika begitu, mengapa mereka melakukan semua ini? ]
[ Aishia, apa ada sesuatu yang berubah di dalam kota? ]
Rio bertanya kepada Aishia melalui telepati.
Karena Aishia bisa merasakan kehadiran monster, jadi ada kemungkinan dia telah merasakan adanya ketidaknormalan.
[ Tidak ada yang khusus. Hampir semua orang sudah berkumpul di sini, jadi evakuasi kemungkinan besar sudah dalam tahap akhir. ]
Aishia segera merespon.
[ Apakah ada perubahan dalam pergerakan monster? ]
[ Tidak ada. Baik dari arah timur barat para monster telah diblokir. ]
[ .....Aku mengerti. Terima kasih. Aku akan mencoba untuk kembali secepat mungkin. ]
Rio mengatakan itu dan segera setelah itu, dia menyadari bahwa bala bantuan telah tiba dari belakang. Masih ada beberapa monster, tapi dia mengkhawatirkan Celia.
[ Baik. Jika terjadi sesuatu, aku akan menghubungimu. ]
[ Ya. ]
Keduanya mengakhiri percakapan mereka dengan itu.
"Chloe!"
Tepat pada saat itu, Natalie dan Cosette berlari mendekati alun-alun dengan cepat. Sama seperti Chloe, keduanya juga mengenakan seragam maid yang juga berfungsi sebagai pakaian tempur.
"Natalie! Cosette!"
Ekspresi Chloe menjadi cerah saat dia melihat kedatangan dua senpai yang dipercayai itu. Para prajurit dan petualang juga menyambut mereka dengan hormat.
"Erm. Tolong laporan situasinya?"
Natalie bertanya dengan bingung ketika melihat pemandangan di sana jauh lebih damai dari yang dia diharapkan.
"Umm, Haruto-sama yang bertarung sendirian....."
Jawab Chloe sambil melihat ke arah alun-alun di depannya dengan gugup.
Bahkan pada saat itu, Rio sedang membantai semua monster yang mendekatinya. Gerakannya seperti akrobat, tampak indah dan halus.
".....H-Hebat."
Tatapan Cosette dengan cepat dialihkan oleh sosok Rio, Gadis itu benar-benar terpikat olehnya.
"Wow..... Tapi dia harus segera istirahat, kan? Dia telah bertarung cukup lama, kan? Esensi sihirnya tidak akan bertahan selamanya."
Kata Natalie dengan cemas.
"Kamu benar. Sekarang kita sudah di sini, dia bisa mundur dan beristirahat."
Cosette menyetujui dengan segera.
"Haruto-sama!"
Rio mundur dari medan pertempuran pada saat yang tepat.
"Erm, kalau aku tidak salah, kamu Cosette-san dan...."
"Dia Natalie. Aku merasa terhormat kamu bisa mengingat namaku."
Cosette tersenyum senang.
"Aku Natalie, salah satu pelayan Liselotte-sama. Senang bertemu denganmu, Haruto-sama. Terima kasih banyak atas bantuanmu di masa-masa sulit ini."
Natalie menundukkan kepalanya dengan hormat.
"Kami ingin mengucapkan terima kasih atas nama Liselotte-sama."
Menunjukkan senyuman yang menggemaskan, Cosette juga menundukkan kepalanya.
Rio sedikit menggelengkan kepalanya saat dia melihat para monster di alun-alun dan langsung bicara ke intinya.
"Bukan masalah. Sebenarnya, aku punya permintaan kecil."
Monster-monster itu tampaknya sangat mewaspadai Rio, mereka mengamatinya dari kejauhan.
"Apa itu?" Natalie bertanya.
"Sebenarnya kedua temanku sudah menungguku di penginapan, jadi mereka belum dievakuasi. Aku ingin kembali kepada mereka jika memungkinkan."
Kata Rio dengan mengutarakan niatnya.
"Aku..... Aku mengerti....."
Kata Natalie, ragu-ragu sejenak.
Karena masih Minotaur dan monster humanoid sedang menunggu di belakang para Goblin dan Orc, akan menjadi masalah kalau Rio pergi. Jika semua monster memutuskan untuk menyerang pada saat yang sama, mempertahankan tempat ini akan sangat sulit.
Namun, Rio bukanlah seorang prajurit maupun petualang – sederhananya dia adalah orang biasa yang tidak punya kewajiban dalam melindungi kota.
Bantuan yang dia berikan bersifat sukarela, jadi Natalie tidak bisa membuatnya tetap bertarung.
Namun, Rio sepertinya menyadari kekhawatiran Natalie.
"Sebagai imbalan untuk meninggalkan tempat ini di kepadamu, aku akan menghabisi Minotaur itu. Bagaimana dengan itu?"
Berbeda dengan gerbang masuk sebelah barat, hanya satu Minotaur yang muncul di gerbang masuk sebelah timur. Selain itu, ada juga ada jauh lebih sedikit Revenant jika dibandingkan dengan yang ada di gerbang masuk sebelah barat. Kalau Minotaur itu dikalahkan, maka akan mengurangi ancaman untuk semua orang yang ada di sini.
"......Tentu saja. Kamu adalah orang biasa, jadi aku tidak bisa menahanmu. Namun, minotaur itu ada di belakang."
Natalie dengan cermat memperhatikan Minotaur yang menunggu di luar pintu masuk. Secara kronologis, monster itu yang harus dikalahkan terakhir. Meskipun mereka bisa menggunakan mantra jarak jauh untuk menyerangnya, kemampuan fisik Minotaur kemungkinan akan memungkinkannya menghindari serangan itu tanpa masalah.
"Jangan khawatir. Aku akan membereskannya dari sini."
Kata Rio dengan tegas.
"......M-Maaf?"
Natalie memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung, memikirkan bagaimana hal itu mungkin terjadi.
"Lalu..... Ini dia."
Rio kembali lagi ke medan pertempuran. Mengincar Minotaur dengan lengan terentang, cahaya menyala-nyala mulai menyelimuti bilah pedangnya.