Daybreak Rondo – Chapter 2 : 「Tiba di Amande」
Rio, kelompok Liselotte dan yang lainnya tiba di Amande. Kereta kuda mereka memasuki kota dari gerbang barat dan menuju ke distrik utara di mana Mansion Liselotte berada.
"Terima kasih banyak telah mengantarku sampai sini, Liselotte-sama."
Rio turun di alun-alun pusat kota untuk menuju ke fasiliatas yang disiapkan untuknya.
"Sama-sama. Besok aku akan mengirim seorang utusan kepadamu, jadi untuk hari ini kamu bisa istirahat. Aria, pastikan kamu membantu Haruto-sama."
Kata Liselotte, dari depan pintu gerbong kereta ketika dia melihat Rio yang berada di luar gerbong.
"Baik."
Jawab Aria, menganggukkan kepalanya dengan hormat.
Liselotte masuk ke dalam gerbong kereta sekali lagi dan menuju ke Mansionnya. Segera setelah itu, Aria memulai tugasnya untuk menuntun Rio.
"Izinkan aku menunjukkan jalannya, Haruto-sama. Mari ikuti aku."
"Ya."
Rio mulai berjalan di belakang Aria. Setelah beberapa saat, mereka berdua sampai di penginapan yang telah di siapkan.
"Kita sudah sampai."
Penginapan itu berada di dekat alun-alun tempat kereta kuda meninggalkan mereka. Berlokasi di dekat alun-alun pusat kota dan cukup dekat dengan Mansion milik Liselotte dan juga merupakan daerah yang sangat populer.
"Wah, ini benar-benar penginapan yang hebat."
Rio melihat ke penginapan tempat dia akan tinggal dengan mata terbuka lebar.
Bangunan tiga lantai itu terbuat dari batu yang sangat elegan dan, jika dilihat dari penampilannya, tampaknya baru saja dibangun. Jika dibandingkan dengan penginapan lain di daerah tersebut, penginapan ini adalah yang paling mewah.
"Terima kasih banyak atas pujiannya. Silakan masuk."
Aria menundukkan kepalanya dengan sangat hormat dan mendekati pintu masuk gedung. Ada beberapa karyawan yang menunggu — Mereka sepertinya mengenali Aria karena mereka semua menyambut mereka tanpa masalah.
"Silakan duduk dan tunggu di sini sebentar, Haruto-sama."
Aria meminta Rio duduk di sofa lobi dan sebelum berjalan ke meja depan sendirian. Kemudian, seorang karyawan yang berpakaian seperti pelayan mendekati Rio.
"Silahkan diminum, Haruto-sama."
Kata karyawan perempuan itu, meletakkan secangkir teh di atas meja di depan sofa tempat Rio duduk.
Sepertinya Aria telah memberitahukan namanya kepadanya. Kemudian, tidak sampai semenit kemudian, Aria kembali.
"Haruto-sama, persiapan untuk kamarmu sudah selesai. Aku akan memandumu ke sana sekarang, jadi tolong ikuti aku."
"Baik, terima kasih."
Rio mulai berdiri dan menundukkan kepalanya sedikit sebelum mulai bergerak. Kamarnya berada di lantai atas gedung.
"Apa ruangan ini sudah sesuai dengan keinginanmu? Ada beberapa ruangan dengan tempat tidur terpisah di dalamnya, jadi teman-temanmu bisa tidur di tempat yang berbeda jika mereka mau."
Aria mulai menjelaskannya begitu mereka tiba.
Rio melihat sekeliling ruangan yang luas itu dengan kagum.
"Tentu. Tidak mungkin ruangan seperti ini tidak sesuai dengan keinginanku....."
Ruang yang di alokasikan untuknya luasnya melebihi 15 meter persegi dan ada beberapa ruangan di dalamnya.
Ruangan itu sedikit lebih kecil dari rumah batu milik Rio, tapi tidak di ragukan lagi ruangan itu sangat elite.
"Jika kamu puas dengan ruangan ini, maka kamu bebas untuk tinggal selama yang kamu inginkan. Ruangan ini telah dipesan tanpa batas waktu. Kamu juga tidak perlu khawatir tentang biayanya."
Aria menundukkan kepalanya dan berbicara dengan hormat.
".....Terima kasih banyak."
Rio berbicara dengan nada menyesal dan menerima niat baik Liselotte.
◇◇◇◇
Setelah Aria meninggalkan ruangan, Rio duduk di sofa di ruang tamu dan memanggil Aishia melalui koneksi telepati.
[ Aishia, apa kamu bisa mendengarku ? ]
Untuk Roh kontrak seperti Aishia dapat berkomunikasi dengan kontraktor mereka jika dia berada dalam radius setengah kilometer.
[ Yup, aku bisa mendengarmu. ]
Aishia langsung merespon, membuat Rio tersenyum.
[ Untunglah. Di mana kamu sekarang ? ]
Karena semuanya terjadi cukup cepat, mereka bertiga hampir tidak berkomunikasi sebelum mereka berpisah.
Jadi, Rio takut kedua gadis itu khawatir kepadanya.
[ Aku sedang minum teh dengan Celia di Cafe terdekat. ]
[ Haha, aku senang mendengarnya. ]
Sepertinya, mereka berdua lebih santai dari yang Rio pikirkan, yang membuat dia merasa lega.
Namun, tampaknya bukan itu masalahnya.
[ Celia sangat khawatir padamu, jadi cepatlah ke sini. ]
[ .....Aku mengerti. Ada beberapa hal yang mau aku sampaikan kepada kalian berdua, jadi aku akan segera ke sana. ]
Rio perlahan berdiri dari sofa.
◇◇◇◇
Rio meninggalkan kunci kamarnya di meja resepsi dan meninggalkan penginapan untuk menemui Celia dan Aishia.
[ Jalan terus ke depan. Kami berada di sebuah kafe bernama Ciel, tepat berada di lantai dua. ]
Mengikuti arahan dari Aishia, Rio tiba di cafe yang disebutkan di atas.
"Selamat datang!"
Seorang karyawan perempuan yang cantik melangkah maju dan menyambutnya dengan penuh semangat.
"Teman-temanku sudah tiba. Bolehkah aku masuk ke dalam ?"
"Tentu. Silakan jalan lurus ke depan."
Gadis itu segera setuju, membiarkan Rio menuju ke balkon lantai dua.
Balkonnya sendiri tidak terlalu luas dan hanya memiliki cukup ruang untuk satu meja bundar. Rio dapat segera melihat ada Aishia dan Celia yang sedang duduk di sana.
"Dia ada di sini."
Kata Aishia, memperhatikan kedatangan Rio.
"Haruto!"
Celia segera berdiri dari kursinya dan berlari menuju Rio dengan ekspresi cemas.
"Umm. Maaf sudah menunggu lama, Cecilia."
Rio tersenyum canggung, memanggil Celia menggunakan nama samarannya.
"Apa kamu baik-baik saja? Kamu tidak terluka di suatu tempat, kan?"
Celia bertanya dengan ekspresi cemas, menggunakan kedua tangannya untuk memeriksa seluruh tubuh Rio.
Mereka berdua berdiri di depan pintu masuk balkon, sehingga semua pelanggan lainnya bisa melihat mereka dengan jelas.
"Apa yang sedang terjadi ? Gadis itu berlari ke arah anak laki-laki itu dan langsung menempel padanya!"
"Tapi pemuda itu cukup tampan, bukan ?"
"Dua gadis yang duduk di balkon sana juga sangat imut."
Dan para pelanggan perempuan di sana mulai berbisik, mereka yang sedang minum teh di cafe mulai bergosip, perhatian semua pelanggan di sana tertuju kepada Rio, Aishia dan Celia.
"Ahaha, aku tidak terluka, jadi tolong jangan khawatir. Sepertinya semua orang memperhatikan kita, jadi kenapa kita tidak duduk dulu?"
Rio merasakan tatapan menusuk dari punggungnya dan membuat saran sambil menunjukkan senyum canggung.
"Y-Ya."
Celia menyadari apa yang terjadi dan dengan cepat tersipu malu. Dia berbalik dan dengan malu-malu kembali ke kursinya.
"Permisi, bisakah kamu bawakan aku teh yang direkomendasikan oleh cafe ini?"
Rio berbicara kepada pelayan yang naik tangga untuk mengambil pesanannya, lalu dia memasuki balkon dan duduk di sebelah Aishia dan Celia.
"Maaf sudah membuatmu khawatir, tapi pertarungannya sudah berakhir tanpa masalah. Temanmu juga baik-baik saja, jadi kamu tidak perlu khawatir tentang dia juga, Cecilia."
Kata Rio kepada Celia.
Dari tempat duduk itu para pelanggan lainnya seharusnya tidak bisa mendengar mereka, tetapi Rio memutuskan untuk tetap menggunakan nama alias Celia untuk berjaga-jaga.
Ngomong-ngomong, di atas meja tempat mereka duduk ada beberapa scone yang mungkin dipesan mereka sebelumnya. Celia sepertinya tidak terlalu nafsu makan, tapi Aishia sedang mengunyahnya dengan penuh semangat, bahkan sampai sekarang.
{ TLN : Scone adalah roti dengan penyajian tunggal atau roti cepat. }
"Y-Ya. Kami menyaksikannya dari atas sampai sebelum pertarungannya berakhir...."
Kata Celia, mengangguk dengan ragu.
"Maka seharusnya kamu sudah tahu kalau aku tidak terluka, kan?"
Kata Rio, tertawa ringan.
"A-Aku melihatmu dengan sangat cemas! Kamu mungkin sangat kuat, tapi monster yang kamu lawan sangat kuat, tahu!?"
Kara Celia sambil cemberut.
Rio mungkin sangat kuat, tetapi melihatnya melawan monster kuat seperti Minotaur cukup untuk membuat Celia sangat takut. Celia sangat khawatir kalau Rio telah terluka di suatu tempat yang tidak bisa dilihatnya dengan mata telanjang.
"Ahaha. Mungkin akan berbeda jika aku masih anak-anak, tapi sekarang aku cukup kuat untuk melawan sekelompok monster seperti itu."
Rio tertawa ringan sambil menggelengkan kepalanya seolah-olah itu bukan apa-apa.
"Monster seperti itu, katamu.... Minotaur adalah monster terkuat yang telah ada sejak perang suci, tahu?"
Kata Celia menunjukkan ekspresi jengkel.
"Bahkan kamu juga bisa mengalahkan mereka dengan kondisi yang tepat, kan ?"
Rio bertanya, menatap Celia dengan tajam.
Celia tahu beberapa mantra yang bisa mengalahkan Minotaur dalam satu serangan – dia tidak dianggap sebagai penyihir jenius tanpa suatu alasan.
"Minotaur bergerak sangat cepat, jadi aku harus menahan mereka dulu..... Tunggu! Kita tidak sedang membicarakan itu! Kenapa kamu mencoba mengalihkan topik pembicaraan!?"
Celia mulai serius memikirkan beberapa strategi untuk mengalahkan mereka, tapi dengan cepat sadar kembali karena dia sedang mengkhawatirkan Rio saat ini.
Bagaimanapun juga, gadis itu tidak mau Rio berada dalam situasi berbahaya.
"Ahaha. Yah, sepertinya tehnya sudah tiba, jadi izinkan aku menjelaskan apa yang akan terjadi mulai sekarang."
Kata Rio, menunjukkan sedikit senyum dan mulai menjelaskan kondisinya.
"....Ya."
Celia cemberut, tapi mengangguk patuh.
"Maaf atas keterlambatannya. Ini teh hitam yang telah kamu pesan."
Gadis pelayan itu memasuki balkon dan dengan hati-hati meletakkan tehnya di atas meja sebelum segera pergi.
Begitu Rio memastikan kalau dia telah pergi, dia mulai berbicara.
"Pertama, kami akan tinggal di kota Amande selama beberapa hari ke depan. Fasilitas kita sudah disiapkan oleh Aria, teman Cecilia, jadi kita akan tinggal di sini sebentar. Maaf karena sedikit mendadak.... Apa kalian setuju?"
Aishia berhenti menggigit roti yang dia makan dan menunjukkan tanggapannya yang tidak terlalu memikirkannya.
"Tidak masalah."
Meski begitu, ekspresi Celia menjadi gelap karena khawatir.
"Tentu saja aku setuju juga.... Tapi aku harus berhati-hati agar tidak bertemu dengan Aria. Yah, aku ragu dia akan mengenaliku jika kita bertemu lagi....."
"Kamu memberikan kesan yang sangat berbeda dari sebelumnya, jadi menurutku tidak akan masalah. tapi, Aria bukan satu-satunya orang yang harus kamu waspadai....."
Rio berkata dengan hati-hati, tidak yakin dengan kata-katanya.
".....Apa ada yang salah ?"
Celia memiringkan kepalanya dengan ekspresi penasaran.
Dengan tekad, Rio memutuskan untuk mengungkapkan kebenaran kepadanya.
"Umm, sebenarnya ada beberapa pengujung bangsawan dan Keluarga Kerajaan Beltrum di kota Amande saat ini."
"Ehh!?"
Saat itu, mata Celia melebar kaget.
"Ya, aku juga cukup terkejut. Aku tidak menyadarinya sampai pertarungannya selesai."
Selama pertarungan, Flora bersembunyi dan Aria telah menarik sebagian besar perhatian mereka, jadi tidak heran Rio dan Celia tidak menyadarinya.
"S-Siapa saja mereka?"
Celia bertanya dengan nada gugup.
"Selain Liselotte dan para pelayannya, semua orang yang berada di sana berasal dari Kerajaan Beltrum, atau lebih tepatnya, faksi Duke Huguenot. Putri ke-2 Flora, Duke Huguenot serta Roanna dari faksi Duke Fontaine juga ada di sana."
Kata Rio, menyebutkan nama-nama orang penting.
".....Mereka semua adalah orang yang sangat penting"
Nama-nama mereka adalah nama yang sangat di kenali oleh Celia.
"Tunggu, Roanna adalah teman sekelasmu dan Flora Ojou-sama seharusnya menganalimu juga. Apa mereka tidak menyadarinya ?"
Kata Celia, keberatan dengan panik.
"Flora Ojou-sama mempunyai intuisi yang tajam dan sepertinya menyadari ada yang aneh denganku. Namun, Roanna sepertinya tidak mencurigaiku."
Jawab Rio dengan sigap.
"....Ehh, bukankah lebih baik jika kita segera meninggalkan Amande ?"
Celia membuat saran itu dengan ekspresi yang agak panik.
"Tidak, kita akan tetap di Amande."
Rio menggelengkan kepalanya, menunjukkan seberapa tegas keputusannya.
"Tapi.... Seseorang mungkin akan mengenali kita."
"Bahaya terbesarnya adalah Flora Ojou-sama, tapi kami belum pernah bertemu selama beberapa tahun. Belum lagi fakta kalau warna rambutku berbeda sekarang. Aku pikir risikonya sangat kecil."
Selain mengubah warna rambut, tidak ada cara untuk mengubah warna rambut seseorang di wilayah Strahl.
Namun, konsep mewarnai rambut bukanlah pemikiran umum di kalangan masyarakat biasa, jadi meskipun seseorang mewarnai rambutnya, hasilnya tidak akan terlihat lebih alami jika dibandingkan dengan artefak sihir yang digunakan Rio.
"....Apa kamu punya alasan untuk tinggal?"
"Ya, aku ingin menjalin hubungan persahabatan dengan Liselotte. Dia adalah Putri dari seorang penguasa Kerajaan Galarc, Duke Cretia, dan juga dia pemilik dari Ricca Guild."
"Dengan Liselotte?"
Mata Celia melebar karena jawaban yang tak terduga.
"Iya. Aku pikir memiliki hubungan yang baik dengannya akan menguntungkan jika pahlawan yang aku cari ada di kerajaan Galarc. Itulah sebabnya aku ingin meminta bantuannya darinya. Tentu saja, menyelamatkan temanmu juga salah satu tujuanku, tapi alasan utamaku ikut campur dalam pertarungan sebelumnya adalah karena ini."
Kata Rio dengan jujur, mengungkapkan niatnya.
[ Selain alasan itu, memiliki hubungan yang baik dengan Liselotte pasti akan berguna untuk memulihkan status bangsawan Celia Sensei. ] Pikir Rio.
"....Jadi seperti itu. Aku mengerti alasanmu."
Celia ragu-ragu sesaat, tetapi akhirnya mengangguk setelah memahaminya.
"Aku senang mendengarnya. Sejujurnya, aku sedikit mengharapkan pertentangan yang lebih kuat darimu."
Kata Rio, sedikit tidak menduga.
"....Ini tidak seperti kamu mencoba melakukan sesuatu yang berbahaya, kan?"
Celia bertanya, memperhatikan ekspresi Rio dengan hati-hati.
"Tentu saja tidak."
Kata Rio dengan tegas.
"Kalau begitu, aku percaya padamu. Itulah keputusanku sejak awal."
Kata Celia sambil tersenyum ramah.
"Cecilia....."
Anehnya Rio merasa malu, tapi di saat yang sama kebahagiaan luar biasa mulai melonjak dari dalam hatinya.
"Tapi, kamu tidak boleh menurunkan lengah sedikit pun, mengerti? Meski dia mungkin seusiamu, tapi Liselotte dikenal sebagai gadis bangsawan yang sangat berbakat."
Celia memberinya peringatan dengan ekspresi serius.
Celia tetaplah seorang guru bagi Rio dan sangat mengetahui hal-hal seperti itu.
"Baik."
Rio menganggukkan sambil tersenyum bahagia.
"Kenapa kamu terlihat senang ? Yah, terserahlah, aku bersedia membantumu dengan apa pun yang aku bisa, jadi jangan ragu untuk bertanya kepadaku jika kamu membutuhkan sesuatu, oke ?"
Kata Celia, menawarkan dengan malu-malu.
"Terima kasih banyak. Sebenarnya, aku berjanji untuk bertemu dengan Liselotte lagi besok. Bisakah kamu mengajariku etiket yang sesuai yang harus aku gunakan ketika mengunjungi Mansion seorang bangsawan ?"
Kata Rio tersenyum dengan ramah, segera menerima tawaran dari Celia.
Celia mengangguk dengan bahagia.
"Yup, serahkan saja padaku!"
◇◇◇◇
Setelah itu, Rio, Celia dan Aishia mengobrol sebentar di cafe lalu mereka menuju ke penginapan tempat mereka akan menginap. Aishia sepertinya menyukai scone yang dia makan di cafe karena dia memakannya lebih banyak dari biasanya.
"Ngomong-ngomong, orang seperti apa Liselotte itu?"
Celia bertanya ketika mereka sedang menuju ke penginapan.
"Dia memiliki sisi yang baik, dan dia juga perempuan yang sangat cerdas. Kurasa masuk akal jika temanmu memutuskan untuk menjadi bawahannya."
Rio menatap ke langit ketika dia memikirkan kesan pertamanya tentang Liselotte.
"Aku mengerti."
Celia tersenyum agak malu-malu, dia mungkin bangga temannya itu dipuji.
"Ngomong-ngomong, apa Aria-san juga berasal dari Kerajaan Beltrum?"
Rio bertanya.
"Ya. Dia dulunya adalah teman sekelasku di Akademi Kerajaan Beltrum, tapi.... Karena keluarganya telah hancur. Dia memutuskan untuk meninggalkan Akademi, tapi karena dia sangat berbakat, dia bisa mendapatkan pekerjaan di Kastil dengan cepat. Namun, karena penghinaan itu terlalu berat untuknya, jadi dia berhenti tak lama setelah itu."
Celia menjelaskan.
Rio mengingat keterampilan yang Aria tunjukkan selama pertarungan sebelumnya dan berbicara dengan kagum.
"Benar. Dari apa yang aku lihat sebelumnya, Aria-san mempunyai skill berpedang yang luar biasa."
"Ya, ketika kami masih belajar bersama di Akademi, skill berpedangnya jauh lebih tinggi dari semuanya, termasuk anak laki-laki. Dia selalu berada di posisi puncak."
Kata Celia dengan bangga.
"Aku mengerti. Menjadi seorang Ksatria wanita muda yang terampil seperti itu, pasti sulit untuk berurusan dengan orang-orang di sekitarnya."
Rio membayangkan keadaan Aria pada saat itu sambil tersenyum pahit. Karena Rio adalah seorang yatim piatu, dia telah mengalami berbagai macam penghinaan ketika dia berada di Akademi Kerajaan, jadi kemungkinan besar penghinaan yang di dapat Aria karena keluarganya telah jatuh hampir mirip dengan Rio.
"Ehh?" Celia menunjukkan ekspresi bingung.
"....Umm, apa aku mengatakan sesuatu yang aneh? Dia seorang Ksatria, kan?"
Rio memiringkan kepalanya dengan rasa penasaran.
"Ah, tidak, tidak. Bukan, begitu.... Secara alami kamu mengira Aria sebagi seorang Ksatria, bukan? Ngomong-ngomong, sebenarnya dia bekerja sebagai kepala pelayan di Kastil."
Kata Celia, tertawa dengan ringan ketika dia mengoreksi kesalahpahaman Rio.
"Begitu ya.... Maaf kalau aku langsung mengambil kesimpulan."
Rio meminta maaf dengan sedikit senyum.
"Tunggu.... Hmm. Kalau aku tidak salah ingat, seharusnya kamu sudah bertemu Aria sebelumnya."
Kata Celia, menambahkan.
"Yang benar?" Kata Rio, kaget.
"Ya. Ketika kamu berusia tujuh tahun dan pertama kali dipanggil ke Istana Kerajaan. Apa kamu tidak ingat gadis yang bertugas untuk menjagamu sebelum kamu melakukan pertemuan dengan Raja?"
Rio akhirnya ingat.
"....Aah, jadi dia gadis yang waktu. Aku tidak menyangka sama sekali."
Mata Rio melebar saat dia mengingat bagaimana pertemuan dengannya seperti sebuah takdir.
"Fufu. Aku tidak menyalahkanmu karena kamu tidak mengingatnya. Bagaimanapun juga, itu terjadi sembilan tahun lalu."
Kata Celia, tersenyum riang.
"Kamu benar." Rio menyetujui.
"Aria meninggalkan Kastil tak lama setelah itu. Setelah menggunakan kembali pedangnya, dia memutuskan untuk menjadi seorang petualang dan karena keputusannya itu, Liselotte mulai mengincarnya untuk menjadikannya bawahannya. Aku telah bertemu dengannya beberapa kali sejak itu dan sepertinya sekarang dia menikmati kehidupan yang sekarang."
Kata Celia, melihat langit yang luas sambil tersenyum.
◇◇◇◇
Setelah menyiapkan kamar untuk Hiroaki, Flora, dan Roanna untuk beristirahat. Liselotte mengadakan pertemuan dengan Duke Huguenot di Mansion-nya.
"Astaga, semuanya menjadi sangat mengerikan setelah makhluk setengah naga itu muncul."
Duke Huguenot menurunkan tubuhnya ke sofa dan mulai berbicara dengan nada kelelahan.
"Tolong terima permintaan maafku ini. Aku telah menyebabkan banyak masalah untukmu.... Bahkan orang-orangmu ikut terluka karenanya."
Kata Liselotte, menunjukkan ekspresi menyesal.
"Tidak, kamilah yang bersikeras menemanimu. Hanya karena kita bertemu dengan serangan musuh yang tidak terduga, bukan berarti itu salahmu. Ada terkena cidera yang cukup serius, tapi tidak ada yang terbunuh. Jika saja kami bisa memenuhi peran kami sebagai pengawal, maka aku pikir semua akan lebih baik."
Kata Duke Huguenot, menggelengkan kepalanya.
"....Aku sangat berterima kasih untuk itu. Aku cukup beruntung karena para Ksatria punya pertahanan cukup kuat. Jika aku hanya pergi sendirian dengan para pelayanku, aku tidak bisa membayangkan apa yang bisa terjadi."
Jawab Liselotte dengan hormat.
"Tidak, tidak. Aku mendengar kalau para pelayanmu memainkan peran yang cukup penting selama pertarungan. Terutama Aria. Raymond memberitahuku kalau kekuatannya bahkan hampir mencapai Sword King."
"Jadi dia mengatakan seperti itu ? Aku pasti akan memberitahu Aria lain kali."
Kata Liselotte, tersenyum cerah.
"....Tampaknya kerajaan kami melepaskan saja orang berbakat semudah itu, dan aku juga cukup kagum dengan kemampuanmu. Lagipula, kamulah yang memilih orang hebat sepertinya."
Kata Duke Huguenot, tertawa ringan ketika dia mengangkat bahu dengan jengkel.
"Tapi Aria tidak akan bisa mengeluarkan kita dari krisis itu sendirian. Minotaur dan monster Humanoid yang tidak dikenal..... Medan peran segera berubah menjadi lebih buruk saat mereka muncul."
Liselotte mengingat kembali yang terjadi dengan ekspresi gelap.
"Hmm, dari ke-empat Minotaur yang muncul, Aria mengalahkan salah satunya, kan? Kudengar monster mirip Humanoid yang muncul pada saat yang sama juga cukup kuat. Cukup mengejutkan melihatnya berhasil melarikan diri dari mereka bahkan setelah dikepung seperti itu. Tapi anak laki-laki yang tiba-tiba muncul itu juga cukup mengesankan.... Kekuatannya sangat luar biasa. Jika dia tidak muncul, kita mungkin sudah mati."
Kata Duke Huguenot dengan tenang menganalisis pertarungan itu.
"....Tapi, bukankah seharusnya Hero-sama bisa menggunakan kekuatannya untuk mengeluarkan kita dari situasi kritis seperti itu, kan?"
"Hahaha, mungkin. Tapi Hero-sama tidak mempunyai pengalaman dalam pertempuran nyata – aku yakin kamu juga telah menyadarinya."
Kata Duke Huguenot, tertawa tidak wajar.
".....Aku juga merasa demikian, tapi sejujurnya aku belum bisa melihat dengan jelas kekuatan Hero-sama sebenarnya. Sepertinya dia tidak mempunyai cukup keterampilan dalam pertarungan, tetapi dia mampu mengangkat pedang Minotaur cukup mudah. Apa dia bisa melakukan itu karena kekuatan Divine Arms-nya?"
Liselotte bertanya, mengungkapkan kesan jujurnya terhadap Hiroaki.
"Itu benar. Divine Arms bisa dibilang masuk ke dalam kategori yang sama dengan pedang sihir. Semakin besar kompatibilitas, semakin besar kekuatannya, tetapi dalam kasus senjata suci, kompatibilitas terbatas hanya kepada pahlawan. Meskipun ada kasus di mana senjata suci dapat digunakan secara bebas dan tanpa harus melakukan pelatihan sebelumnya. Ada berbagai misteri tentang hal ini dan sudah tidak diragukan lagi kalau pahlawan dan senjata suci mereka sangat istimewa."
Kata Duke Huguenot, mengangguk penuh pengertian.
"Yang artinya Hero-sama kalian hanya kurang pengalaman tempur?"
Liselotte bertanya dengan ekspresi serius.
"Ya, bisa dibilang benar. Sepertinya dia tidak pernah mendapat pelatihan apa pun dan juga, kami tidak berharap Hero-sama kami yang berharga berada dalam bahaya. Karena kami pikir masih terlalu dini baginya untuk merasakan pertarungan nyata, karena kami hanya membuatnya berlatih sparring dengan para Ksatria. Baru-baru ini, Hero-sama semakin percaya diri karena dia selalu memenangkan pertandingan latihan, jadi aku berencana untuk menaikkan ke level monster tingkat rendah, tapi...."
Pada akhirnya, suasana pertarungan yang nyata itu sangat berbeda. Meskipun Hiroaki memiliki kekuatan seorang pahlawan, tapi ketika dia merasa jika hidupnya dalam bahaya, dia menjadi gugup dan akhirnya menjadi tidak berguna.
"Pertempuran pertamanya berakhir dengan pengalaman yang cukup berat."
Kata Liselotte, menunjukkan senyum pahit.
"Begitulah. Pertempuran nyatanya tidak berjalan sesuai rencana. Jika kita memikirkannya secara positif, setidaknya itu akan menjadi pengalaman yang cukup berharga."
Kata Duke Huguenot, tersenyum pahit.
Berdasarkan percakapan mereka sejauh ini, Liselotte mencoba menebak pikiran Duke Huguenot.
[ Sepertinya Duke Huguenot hanya menggunakan orang itu sebagai simbol utusan dewa, setidaknya sampai sekarang. Penggunaanya sebagai alat tempur menjadi prioritas kedua, seperti yang aku harapkan. ]
Dengan pandangan yang mirip, Liselotte juga setuju dengan gagasan Duke Huguenot tentang keseimbangan politik. Hal ini akan menjadi kasus yang berbeda jika mereka berada dalam perang skala besar, tetapi pada saat ini, tidak perlu bagi pahlawan untuk memamerkan kekuatannya. Paling buruk, Kerajaan lain mungkin akan menganggap itu sebagai ancaman.
Dan karena alasan itu juga, jika sang pahlawan begitu terlalu percaya diri akan kekuatannya dan kemudian memisahkan diri dari Kerajaan, kekuatan mereka dapat ditargetkan untuk melawan balik Kerajaan.
Karena itulah, saat ini adalah waktu yang tepat untuk memahami kepribadian yang mereka punya dan mendapatkan kepercayaan penuh dari pahlawan.
"Ngomong-ngomong, jika mengaitkannya sedikit dengan topik sebelumnya, bisakah kita membicarakan tentang pemuda itu ?"
Nada bicara Duke Huguenot berubah menjadi serius.
"....Apa kamu berbicara tentang Haruto-sama?"
"Benar. Pemuda itu bisa mengalahkan tiga dari empat Minotaur yang muncul. Dia juga mengalahkan beberapa monster Humanoid, yang juga cukup kuat.... Suatu hal yang mustahil jika dia tidak punya pengendalian penuh datas pedang sihirnya. Sejujurnya, apa pendapatmu tentangnya, Liselotte ?"
"....Berdasarkan ucapan, sikap, dan tentu saja kemampuan berpedangnya, aku merasakan aura yang dapat diandalkan dan ramah yang datang darinya. Meskipun aku tidak mengerti alasan mengapa seorang pengembara membutuhkan perilaku seperti itu...."
"Masih ada banyak point yang tidak diketahui tentang dia. Meskipun kita tidak boleh mengesampingkan kemungkinan kalau dia adalah agen rahasia dari suatu Kerajaan, akua merasa ada kemungkinan besar kalau dia seorang bangsawan yang menyembunyikan identitasnya untuk suatu alasan yang tidak diketahui, atau mungkin seorang dari keluarga bangsawan yang telah jatuh ?"
"....Ya, ada kemungkinan juga seperti dia sama seperti Aria. Jika dia memang berasal dari keluarga bangsawan yang telah jatuh, maka aku bisa mengerti alasannya untuk menyembunyikan latar belakangnya dari kita. Dan ada pun juga kemungkinan lainnya juga."
Kata Liselotte dengan setuju, berbicara dengan lantang.
"Aku pikir, ketika kita terus membangun hubungan baik dengannya, kita bisa tahu lebih banyak tentang latar belakangnya...."
"Tapi, bertindak begitu hanya akan membuatnya curiga kepada kita dan itu adalah langkah yang buruk. Akan sangat tidak sopan memperlakukan penyelamat hidup kita seperti itu, dan untuk seorang yang memiliki kemampuan luar biasa sepertinya, aku akan memperlakukannya dengan hati-hati dan membangun hubungan baik dengannya."
Jika mereka dengan sembrono dan kasar untuk mendekatinya, ada kemungkinan mereka dengan bodohnya menjadikannya sebagai musuh mereka.
"Sepertinya kita memikirkan hal yang sama."
Kata Duke Huguenot, tertawa ringan.
"Apa maksudmu?"
Liselotte yang biasanya tajam sepertinya berpura-pura tidak tahu.
"Hahaha. Aku berbicara tentang keinginan kita untuk mendapatkan kepercayaan pemuda itu. Karena kita tertarik pada orang yang sama, sebaiknya kita membuat rencanakan pertama terlebih dahulu, kan ?"
Kata Duke Huguenot, tertawa terbahak-bahak.
"Apa kamu mengatakan kalau kamu mau berpartisipasi dalam pertemuan besok ?"
Liselotte bertanya, menghela napas lelah.
"Aku senang kamu dengan cepat memahaminya. Aku ingin bertemu dengannya sebanyak mungkin untuk masa depan kita."
Kata Duke, mengangguk dengan tegas.
"Aku mengerti. Kalau begitu, aku akan mengaturnya juga untukmu."
Kata Liselotte, menyetujui dengan mudah.
[ Namun, kemungkinan besar Hero-sama menuntut untuk ikut. Jika aku mau melakukannya, setidaknya memberinya izin sebelum dianggap sebagai bantuan kecil. ]
Pikir Duke Huguenot.
"Sebagai tanda terima kasihku, silakan gunakan para Ksatria-ku sesukamu. Tentunya, kamu akan melakukan penyelidikan tentang segerombolan monster, kan? Jika kamu mau memeriksa ke dalam hutan, semakin banyak yang membantu, semakin baik."
Saran Duke Huguenot sebagai kompensasi.
Liselotte tersenyum cerah.
"Ya, itu akan sangat membantu. Aku berencana untuk mengirim hanya yang paling cocok saja."
"Peristiwa tidak normal seperti kemunculan makhluk setengah naga itu telah terjadi cukup merepotkan. Apa mungkin semua insiden yang terjadi ini di sebabkan oleh hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan manusia."
"....Sebenarnya, ada beberapa laporan tentang para petualang yang menghilang beberapa waktu lalu, yang mungkin ada kaitannya dengan kemunculan gerombolan monster di dalam hutan."
Kata Liselotte, mengerutkan kening.
"Aku mengerti bagaimana perasaanmu."
Kata Duke Huguenot, menghela napas pelan.
"Aku tidak punya kata-kata yang tepat untuk semua masalah yang telah kami sebabkan untukmu dan membuatmu datang ketika kami dalam situasi sulit seperti ini."
"Hahaha. Tidak, tidak, kamilah yang memutuskan untuk datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Akulah yang seharusnya meminta maaf karena mengunjungimu di saat keadaan sibuk seperti ini."
"Itu sama sekali bukan masalah, tapi.... Apa kamu datang ke sini punya alasan tertentu, Duke Huguenot?"
"Ah, benar juga, setelah kamu mengatakannya.... Semua kejadian tak terduga ini telah mengalihkanku dari tujuan awal kami datang ke sini."
Duke Huguenot mengangkat bahu dengan senyum tipis.
"Hmm, jadi tujuanmu datang....?"
Liselotte memiringkan kepalanya, menanyakan niatnya.
"Ini tentang pernikahan Charles Albor. Kami menerima informasi kalau Calon pegantinnya, Celia telah diculik. Karena itu, aku mau mendengar cerita darimu sebagai salah satu tamu yang hadir."
".....Aku mengerti. Informasi menyebar dengan cepat."
Liselotte berbicara dengan ekspresi terkesan.
[ Aku mendugak kalau dalang di balik insiden itu adalah Duke Huguenot, mungkinkah aku salah ? ]
Tidak seperti sikap yang terlihat dari luar.
Liselotte menganalisis kata-kata Duke Huguenot dengan tenang.
"Aku ingin kamu memberitahuku lebih banyak tentang itu. Sejujurnya, aku tidak tahu siapa yang berada di balik semua itu."
"Tentu, mari kita membahasnya."
Maka, keduanya memulai diskusi tentang penculikan Celia.