Twilight Overture – Chapter 5 : 「Menyusup ke Rodania」
Beberapa jam setelah kapal sihir udara Liselotte meninggalkan pelabuhan Beltrant.....
Rio, Celia, dan Aishia meninggalkan Claia, ibukota wilayah Count Claire, dan menuju ke Rodania, wilayah Marquess Rodan yang terletak di timur laut Kerajaan Beltrum. Mereka bertiga terbang dengan spirit art sambil mengamati kota dari kejauhan.
"Kota ini lebih kecil dari Claia, tapi dibangun dengan agak kokoh."
Kata Rio, mengungkapkan kesan pertamanya.
"Itu tidak mengherankan. Karena wilayah Marquess Rodan berbatasan dengan Kekaisaran Proxia di utara dan Kerajaan Galarc di timur. Ini adalah lokasi yang vital dalam kekuatan militer kerajaan..... Itulah mengapa kota ini telah dibentengi hingga saat ini. Kurasa wajar jika faksi Duke Huguenot telah memilih tempat ini untuk markas mereka dan tempat bersembunyi."
Celia menjelaskan.
Meskipun Celia hampir selalu terkunci di laboratoriumnya, Celia tetaplah seorang bangsawan.
Seperti yang diharapkan, dia memiliki sedikit pengetahuan tentang geografis di seluruh kerajaan.
"Aku mengharapkan sesuatu seperti itu, tapi kurasa aku harus mempersiapkan diri untuk saat ini. Mari turun ke suatu tempat yang jauh dari kota dulu. Aku akan mendirikan rumah batu agar kalian bisa menunggu di dalam dan aku akan kembali sebelum malam."
"Baik."
"Oke."
Atas saran Rio, Aishia dan Celia mengangguk bersamaan.
◇◇◇◇
Setelah mendarat di pinggiran kota dan mendirikan rumah batu, Rio menyusup ke Rodania sendirian di siang hari bolong. Dia melompati area tembok yang relatif tidak dijaga dan berbaur dengan kerumunan orang di dalam kota.
Saat ini, Rodania terasingkan dari pemerintahan Beltrum, tetapi kota ini masih dipenuhi kesibukan.
Ada kemungkinan kedatangan Putri Flora dan kehadiran pahlawan telah mempengaruhi suasana hati orang-orang, tetapi jika penguasa tempat ini kejam, maka kota tidak akan semeriah ini.
[ Apa ini perbuatan dari Marquess Rodan dan Duke Huguenot? Aku tidak memiliki kesan yang baik tentang mereka, tapi.... ]
Dari pengalaman masa lalunya yang dituduh secara salah selama berada di Akademi Kerajaan, kesan Rio tentang dua keluarga bangsawan yang memerintah kota ini benar-benar negatif. Namun, pemerintahan mereka tampaknya cukup damai di luar.
Bisa dikatakan, anggota bangsawan yang kejam itu mahir menyembunyikan taring mereka dari orang lain.
Setelah Rio mengamati keadaan kota sebentar, dia mulai mengumpulkan informasi.
Pertama, dia perlu tahu apakah pahlawan itu benar-benar dipanggil di tempat ini – dan apakah itu diumumkan secara resmi atau tidak. Untuk itu, Rio memulai dengan jalan-jalannya yang biasa melalui pasar dan mengobrol dengan para pedagang dengan membeli barang jualan meraka. Tujuan pertamanya adalah stand tusuk sate.
"Aku telah mendengar sebuah rumor kalau seorang pahlawan telah muncul di tanah ini. Apa itu benar?"
Rio berbicara kepada pemilik stand itu seolah dia sedang bergosip santai.
"Ya, itu benar. Ada seorang pahlawan yang terpanggil di sini."
Kata si penjual dengan senyum ramah.
"....Jadi itu benar, ya. Apa itu fakta yang diketahui?"
"Tentu saja - ini adalah cerita yang diketahui semua orang di kota. Pilar cahaya besar melonjak tinggi dari dalam distrik bangsawan. Tampaknya pada saat itulah pahlawan itu muncul."
"Orang seperti apa pahlawan itu? Atau lebih tepatnya, namanya...."
Rio bertanya terus terang.
"Ah, maaf. Aku tidak tahu terlalu banyak."
Penjual itu menggelengkan kepalanya.
"Tidak, tidak, aku bertanya karena agak penasaran."
"Hahah, para pahlawan adalah murid dari Enam Dewa Bijaksana, lagipula.... Itu normal bagimu untuk tertarik. Sepertinya kamu memiliki keyakinan yang besar, Nak. Kamu masih muda, tetapi pada saat yang sama sangat beriman."
"Ah, terima kasih...."
Rio tersenyum tipis tanpa memperbaiki kesalahpahaman itu.
Tampaknya penjual kios telah salah mengira kalau Rio sebagai orang yang beriman kepada Enam Dewa yang Bijaksana.
Setelah Rio selesai makan tusuk sate daging bakar, dia melanjutkan pencarian informasi. Namun, dia tidak dapat menemukan nama pahlawan itu, jadi dia tidak punya pilihan selain menyusup pada malam nanti.
◇◇◇◇
Malam itu, Rio kembali ke rumah batu dan membawa Aishia bersamanya, meninggalkan Celia untuk mengurus rumah itu sendirian.
Kota Rodania telah diliputi kegelapan malam, dan hanya diterangi oleh beberapa obor. Rio mengamati situasi dari langit.
"Pertama, mari kita mendekati mansion. Mulai sekarang, kita akan berkomunikasi lewat telepati."
Keduanya segera memulai operasi saat mereka perlahan turun. Tujuan mereka adalah rumah besar yang berada di tebing di area terjauh distrik bangsawan; Tempat itu memiliki penampilan seperti benteng, dan dibangun seperti benteng yang kokoh. Di belakang tebing itu ada danau yang menyediakan air bagi warga yang tinggal di Rodania.
Rio mengkonfirmasi keamanan Mansion dan memberikan intruksi kepada Aishia untuk mendekati atap Mansion.
[ ....Ayo kita turun ke atap mansion terlebih dulu. ]
[ Oke. ]
Ditutupi oleh mantel hitam mereka, keduanya menyamarkan diri dengan kegelapan malam dan mendarat di atas atap.
[ Lalu, aku akan pergi sekarang. ]
Pertama-tama, Aishia akan menyusup ke ruang utama Mansion dan mencari lokasi sang pahlawan. Dia berubah menjadi wujud rohnya.
[ Pastikan kamu lebih berhati-hati dengan artefak dan penghalang sihir. ]
Kata Rio dengan nada cemas.
Meskipun Aishia dalam wujud rohnya, ada area yang bahkan dia tidak bisa masuki. Jika area yang dimaksud dijaga oleh artefak yang bisa mendeteksi esensi, bentuk rohnya yang terutama terbuat dari ode berada dalam bahaya jika ditemukan.
Aishia mengangguk.
[ Aku mengerti. ]
Setelah Aishia berubah ke wujud rohnya, partikel cahaya tersebar di mana-mana. Satu-satunya yang tersisa adalah mantel hitam yang dia pakai.
[ Hubungi aku segera jika terjadi sesuatu. ]
Kata Rio, mengambil mantel Aishia.
Aishia mengangguk sekali lagi.
[ Ya. ]
Dengan demikian waktu berlalu. Rio menyembunyikan kehadirannya dan menunggu dengan diam di atas atap.
[ Haruto, aku tidak bisa menemukan lokasi pahlawan. ]
Kata Aishia secara telepati.
[ ....Kamu tidak dapat menemukannya? Maksudmu tidak ada orang yang terlihat seperti pahlawan? ]
Rio bertanya dengan nada ragu.
[ Ya, setidaknya tidak dalam jangkauan dimana aku bisa bergerak. ]
Aishia mengkonfirmasi.
[ Maksudmu, ada ruangan atau area yang tidak bisa kamu masuki karena ada artefak deteksi atau penghalang? ]
[ Benar. ]
[ Maka tidak mungkin untuk bisa masuk tanpa diketahui, kurasa. Tidak, ada juga kemungkinan sang pahlawan itu telah pergi dari Rodania.... ]
Rio berpikir, sedang memproses situasi saat ini.
[ Baiklah. Bisakah kamu kembali ? Kali ini aku akan ikut denganmu. Bisakah kamu menunjukkan jalannya? Setidaknya, aku ingin mengetahui nama pahlawan itu sebelum kita kembali. ]
Aishia kembali dalam waktu kurang dari satu menit. Kemudian, keduanya menyusup ke dalam bersama.
[ Baiklah, ayo kita pergi. ]
[ Dengan cara ini – lebih mudah untuk masuk dari atap melalui menara pengawas. ]
Mereka berdua mulai bergerak; Aishia memimpin dalam wujud fisiknya saat dia menarik tangan Rio. Mereka telah menggunakan spirit art angin sepanjang jalan untuk membuat diri mereka tidak terlihat dan mendekati menara pengawas.
[ Kita harus masuk dengan hati-hati agar para penjaga tidak menyadari kehadiran kita. ]
Kata Rio melalui koneksi telepati mereka, memperhatikan dengan cermat menara pengawas.
Ada penjaga yang mengobrol dengan santai di antara mereka sendiri.
"Astaga, membosankan sekali. Tidak ada hal menarik yang pernah terjadi."
"Kamu benar."
"Ceritakan padaku cerita yang lucu."
"Aku tidak tahu satu pun. Bagaimana dengan kamu?"
"Jika aku punya, aku sudah menceritakannya padamu beberapa waktu yang lalu."
[ Tampaknya ada dua penjaga. ]
[ Mereka berdua benar-benar lengah. Kita seharusnya baik-baik saja untuk terus maju. ]
Pikir Rio saat dia menginstruksikan kepada Aishia untuk melangkah maju.
Namun, tiba-tiba, salah satu penjaga mulai berbicara.
"Jadi pahlawan itu pasti menyenangkan ya; selalu membawa gadis-gadis cantik bersamanya kemana-mana."
Rio membeku di tempat, berusaha mendengar percakapan mereka kedua lebih lama.
"Gadis-gadis cantik? Dasar bodoh, jaga mulutmu. Kamu sedang berbicara tentang Putri Kedua dan Putri Duke, tahu? Jika ada yang mendengarkanmu mengatakan itu...."
"Tidak bakal ada yang mendengar. Pokoknya, pahlawan itu pergi ke suatu tempat dengan kedua gadis itu, kan? Beruntungnya. Dan juga, dia terlihat lebih muda dariku...."
Salah satu penjaga mulai mengeluh, sementara yang lain menghela nafas dan setuju simpati.
"....Yah, aku mengerti kenapa kamu merasa seperti itu.... Tapi dibandingkan dengan mereka, kita hidup di dunia yang sama sekali berbeda."
[ Jadi pahlawan itu baru saja meninggalkan Rodania, ya. Maka tidak perlu menyusup ke dalam Mansion. Kalau saja aku bisa mengetahui namanya.... ]
Rio memutuskan untuk menunggu dengan sabar dengan harapan salah satu penjaga akan menyebut nama pahlawan itu dengan lantang.
"Aku berharap bisa bertemu dengan seorang gadis...."
"Bagaimana dengan salah satu pelayan?"
Namun, percakapan mereka tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Akhirnya, Rio kehilangan kesabaran.
[ Aishia, ini agak berisiko, tapi aku akan memberikan ilusi pada orang-orang ini. Aku akan menggunakan spirit art angin untuk menghipnotis mereka. ]
[ Oke. Apa aku harus melakukan hal yang sama juga? ]
Rio menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
[ Tidak perlu. Kamu bisa tetap di sini dan lihat saja. ]
Dengan menarik napas dalam-dalam, Rio memusatkan esensinya di tangannya dan mengirimkan angin sejuk ke arah menara pengawas. Sekitar satu menit kemudian, salah satu penjaga mengangkat suaranya dengan panik.
"....Oi, aku tiba-tiba ingin buang air kecil."
"Ah, kamu juga? Sebenarnya, aku juga harus pergi...."
Penjaga lainnya juga sepertinya mengatakan hal serupa dengan nada gelisah.
[ Tampaknya berhasil. ]
Rio tertawa ringan karena efek hipnotisnya menjadi nyata.
Karena Rio tidak bersentuhan langsung dengan targetnya, dia tidak bisa menggunakan hipnotis yang efektif dan memerlukan beberapa waktu agar efeknya bekerja, tetapi semuanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
"Bisakah aku pergi duluan?"
"Tidak adil! Aku juga ingin pergi!"
“A-Aku yang pertama bertanya, kan? Aku akan kembali secepatnya, jadi.... Tolonglah!?"
"Guh.... O-Oke, tapi cepatlah."
"Terima kasih!"
Setelah itu salah satu penjaga berlari dengan tergesa-gesa.
[ Ayo kita pergi. Aku akan membuat penjaga yang tersisa terkena mimpi buatan sehingga dia bisa memberitahuku nama pahlawan itu. ]
[ Serahkan itu saja padaku. ]
Aishia mengambil inisiatif dan bergerak lebih dulu.
Apa yang terjadi setelah itu adalah pertunjukkan keterampilan yang luar biasa. Aishia menyelinap ke dalam menara pengawas dengan mudah, dan memegang kepala penjaga itu dari belakangnya untuk mengaktifkan spirit art ilusi.
Setelah memastikan selama beberapa detik bahwa pikiran penjaga telah dikendalikan, Rio juga menyelinap ke dalam menara pengawas.
Penjaga itu menatap Rio dengan tatapan kosong, terkena ilusi.
"O-Oh, kamu kembali! Cepatnya?"
Katanya, wajahnya terlihat senang.
Dia keliru mengira Rio sebagai rekan kerjanya yang pergi ke toliet sebelumnya.
"Tidak, aku belum pergi. Aku ingin kamu memberitahuku nama pahlawan itu dulu."
Penjaga itu memandang Rio dengan tidak sabar.
"H-Hah? Apa yang kamu katakan? Ini bukan waktunya untuk itu....!"
"Aku tahu, tapi ini penting. Aku akan pergi begitu kamu memberitahuku."
"B-Bukankah namanya Sakata Hiroaki?"
"Sakata Hiroaki..... Pernahkah kamu mendengar nama Sumeragi Satsuki atau Sendou Takahisa?"
Rio bertanya dengan ekspresi serius.
"Tidak!"
Penjaga itu berteriak dengan marah.
"....Aku mengerti. Jangan khawatir, aku akan segera kembali."
Dengan kata-kata itu, Rio berbalik dan pergi.
[ Waktunya pergi, Aishia. ]
Kata Rio melalui telepati.
[ Oke. ]
Aishia segera melepaskan tangannya dari kepala pria itu dan Rio dengan cepat melompat keluar dari atas menara pengawas. Aishia mengikuti dari belakangnya.
Penjaga itu menatap ke atas untuk beberapa saat, tapi akhirnya tersadar kembali.
"Heh? Apa?"
Sementara itu, Rio dan Aishia sudah terbang menjauh dari atap. Keduanya terbang melintasi langit ketika penjaga lainnya telah kembali.
"Fiuh.... Oi, aku kembali."
Penjaga yang telah terhipnotis menundukkan kepalanya sedikit.
"....Bukankah kamu baru saja kembali beberapa saat yang lalu?"
"Hah? Apa yang kamu bicarakan? Ngomong-ngomong, kamu tidak jadi ke toilet?"
"O-Oh, benar! Aku akan segera kembali!"
Penjaga yang terkena ilusi itu berlari menuju toilet.