Twilight Overture – Chapter 5.5 : Mii-Chan

 

Sementara itu di desa Seirei no Tami....

 

Saat itu ketika sore hari; Masato berlatih keras bersama Arslan dan yang lainnya sementara Miharu dan Aki menerima pelajaran spirit art dari Orphia. Belum lama sejak mereka bertiga mulai tinggal di desa – sudah sekitar dua bulan berlalu sejak Rio mulai mengajarkan teknik berpedang kepada Masato.

 

Spirit Art adalah kemampuan yang bisa dipelajari oleh manusia mana pun, tapi itu bukanlah sesuatu yang bisa dicapai dalam satu hari. Kompatibilitas dan waktu belajar bervariasi berdasarkan spesies. Manusia dari wilayah Yagumo membutuhkan waktu kira-kira satu setengah tahun sampai dua tahun untuk bisa menggunakan salah satu spirit art yang paling sederhana, sedangkan seorang anak dari desa Seirei no Tami membutuhkan waktu setengah tahun untuk mendapatkan hasil yang sama.

 

Meskipun dalam kasus yang jarang terjadi, ada pengecualian....

 

"....Ah, aku berhasil!"

 

Miharu, Aki, Masato telah menunjukkan kemajuan besar dalam dua bulan terakhir. Miharu, yang telah terpaku menatap ruang kosong di atas telapak tangannya yang terulur, mengeluarkan seruan gembira ketika dia melihat gelembung kecil berdiameter sekitar satu sentimeter telah muncul di telapak tangannya.

 

"Yup, kamu berhasil melakukannya! Waktu aktivasi kamu telah berkurang sedikit demi sedikit setiap harinya!" 

Berdiri di sampingnya sebagai gurunya, Orphia memujinya dengan senyuman.

 

“Kamu luar biasa, Miharu Onee-chan. Aku baru saja bisa mendeteksi ode....”

Aki, yang juga mengulurkan tangannya di dekatnya, berbicara dengan agak iri.

 

Tidak seperti Miharu, Aki belum mencapai level dimana dia bisa menggunakan spirit art.

 

Untuk bisa menggunakan spirit art, ada tiga persyaratan yang diperlukan – mendeteksi ode, memvisualisasikan ode, dan mendeteksi mana ( dari ketiganya hanya diperlukan mendeteksi ode untuk bisa menggunakan sihir ).

Selain itu, pengguna harus bisa memanipulasi ode dan mengirimkan keinginannya ke dalam mana. Untuk seorang manusia, itu biasanya membutuhkan waktu sekitar satu tahun pelatihan.

 

Miharu adalah kasus khusus karena dapat belajar menggunakan spirit art dalam waktu dua bulan, meskipun Aki juga belajar dengan kecepatan yang mengejutkan bagi seorang manusia. Jika terus seperti itu, dia seharusnya bisa mengejar Miharu dalam beberapa bulan ke depan.

 

"Miharu-chan mungkin agak mengejutkan, tapi Aki-chan juga tidak kalah dengan kebanyakan orang di desa roh, loh? Aku tidak tahu apa alasannya, tapi kalian bertiga memiliki jumlah esensi sihir yang luar biasa." 

Mendengar perkataan Aki, Orphia mencoba memberinya kata-kata penyemangat.

 

"....Selain jumlah esensi sihir, peningkatanku tidak jauh berbeda dari Masato...."

Aki cemberut.

 

"Hmm. Itu karena Masato-kun juga luar biasa. Aku kira sulit untuk mengetahuinya kalau tidak ada manusia lain untuk membandingkannya dirimu." 

Kata Orphia dengan tawa pahit.

 

"Ngomong-ngomong, berapa lama Haruto-san belajar menggunakan spirit art?" 

Aki bertanya, pertanyaan tiba-tiba itu terlintas di benaknya.

 

"Ahh, umm.... Rio memiliki kontrak dengan Aishia-sama, jadi ini kasus khusus, sulit untuk mengatakannya....."

Orphia menjawab dengan sedikit kesulitan.

 

"Apa lebih cepat?" 

Aki bertanya dengan nada gugup. 

 

Penasaran ingin mengetahui jawabannya, Miharu mendengarkan dalam diam percakapan tersebut dengan seksama.

 

"Jika aku tidak salah ingat, suatu hari ketika dia masih anak-anak, dia menyadari kalau dia sudah bisa menggunakannya...."

 

"Hebat...."

Aki melebarkan matanya karena terkejut.

 

"Kamu benar...."

Miharu juga ikut terkejut.

 

“Tapi untuk kasus Rio benar-benar unik, jadi kalian berdua tidak boleh membandingkan diri kalian dengannya, oke? Kalian juga luar biasa..... Jadi, tidak perlu terburu-buru.”

Kata Orphia kepada mereka berdua, mendorong Aki agar tidak kehilangan semangat.

 

"....Baik. Tapi setidaknya aku ingin mempelajarinya lebih cepat dari Masato!" 

Aki mengangguk dengan antusias, menghibur dirinya sendiri.

 

"Hmm. Yah, bagaimanapun, kalian  adalah  saudara. Aku pikir kalian bersaing dalam hal yang baik?"

Orphia memiringkan kepalanya ke samping saat dia berbalik ke arah Miharu.

 

"Ya. Keduanya memang sangat dekat." 

Miharu mengangguk sambil tersenyum.

 

"I-Itu tidak benar!" 

Karena malu, Aki menggelengkan kepalanya dengan penuh semangat.

 

"Oho? Apa yang terjadi disini?"

 

"Wajah Aki-chan memerah!"

 

Latifa dan Vera beristirahat dari pelatihan mereka dan mendekati Aki yang sedang malu.

 

"Kami sedang membicarakan tentang seberapa dekat Aki-chan dan Masato-kun."

Jawab Miharu sambil tertawa ringan.

 

"J-Jangan katakan itu, Miharu Onee-chan!" 

Aki semakin tersipu dan merasa keberatan.

 

"Naruhodo, naruhodo."

Kata Vera sambil tersenyum, menatap wajah Aki.

 

"I-Itu tidak benar! Aku mungkin cocok dengan Onii-chan, tapi yang pasti tidak dengan Masato!"

 

Aki berbalik untuk menyembunyikan rasa malunya dan mengembungkan pipinya. Jika Masato ada disini, maka dia akan semakin malu.

 

"Fufufu. Kami sudah tahu, Aki-chan. Benar kan, Latifa-chan?" 

Vera mengangguk dan berbalik ke arah Latifa.

 

Latifa tersenyum lebar. 

"Ya, itu benar."

 

"Ekspresi kalian memberitahuku kalau kalian sama sekali tidak mengerti...."

Aki menatap Vera dan Latifa dengan mata mencela.

 

"Ahaha, jangan khawatir. Aku juga sangat menyukai Onii-chan-ku! Jadi, kita sama!" 

Latifa mengatakan itu dengan senyum riang. 

 

Vera juga membusungkan dadanya dengan bangga.

 

"Sama di sini, aku juga sangat mencintai Sara Nee-san, jadi aku sama seperti kalian!"

 

“.....Hmph, terserahlah. Memang benar kalau aku dekat dengan Onii-chanku.”

Kata Aki pelan, menyembunyikan rasa malunya.

 

"Fufu." 

Orphia dan Miharu saling memandang dan tertawa. 

 

Alma dan Sara juga mendekat.

 

"Miharu, Orphia — haruskah kita bersiap-siap untuk kelas memasak?" Alma bertanya.

 

"Ah, benar juga. Ayo pergi, Miharu-chan."

Kata Orphia.

 

"Oke."

Jawab Miharu dengan riang. 

 

Miharu berusaha membantu penduduk desa dengan apapun yang dia bisa. Untuk mencapai tujuannya, dia mengambil alih kelas memasak yang biasa dilakukan Rio untuk para wanita desa. Dia juga ikut mengajar kelas kerajinan dan Orphia adalah asistennya.

 

“Aku yakin kamu membutuhkan bantuan. Kami akan membantu juga, jadi ayo pergi bersama.”

Kata Sara, menawarkan diri.

 

Latifa dan Vera saling memandang sebelum berbicara pada saat bersamaan. 

 

"Kami juga mau ikut!"

 

◇◇◇◇

 

Setelah itu, Miharu dan yang lainnya menuju ke balai desa. Gadis-gadis itu bekerja sama untuk menyiapkan kelas memasak di sebuah ruangan besar yang berisi bahan-bahan makanan.

 

Para wanita di desa akhirnya mulai berkumpul di tempat, dan kelas dimulai tanpa ada masalah. Para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk membuat kue tart krim, yang merupakan resep hari ini. Meskipun agak gugup dengan peran barunya sebagai instruktur mereka, Miharu bekerja bersama Orphia untuk mengajarkan resep tersebut kepada para wanita di desa dengan sebaik mungkin. Waktu berlalu dalam sekejap mata.

 

"Sekarang, saatnya untuk mencobanya!"

 

Mereka pindah ke ruang makan kafetaria untuk mencicipi hasilnya. Telinga dan ekor serigala Vera bergerak dari satu sisi ke sisi lain ketika dia menantikan bagian kue miliknya dengan penuh harap.  

 

"Cepatlah, Miharu Onee-chan!" 

Latifa dengan semangat memintanya untuk memotong kuenya lebih cepat.

 

"Baunya enak....."

Meskipun Aki tidak terburu-buru, tatapannya benar-benar terpikat oleh pai apel di depannya.

 

Dengan hati-hati mengiris kue, Miharu tertawa ringan. 

"Tunggu sebentar lagi." 

 

Setelah menyajikan potongan kue kepada yang lebih muda terlebih dahulu, Miharu menempatkan sepotong kue di piring Orphia, Sara, Alma dan dirinya sendiri. 

Selama waktu itu, Orphia membuatkan teh untuk semua orang. Dengan itu, waktu makan akhirnya tiba.

 

"Terima kasih atas makanannya!" 

Kata mereka semua sebelum mencicipi kue itu.

 

"Ooooh!" 

Latifa, Vera dan Aki terlihat sangat senang dengan hasil tersebut.

 

"Yup, ini sangat enak." 

Sara menggigit kue itu dan mengangguk bahagia.

 

"Ketika semuanya mengerjakannya bersama-sama, rasanya jauh lebih enak."

Kata Alma sambil tersenyum.

 

"Sangat menyenangkan memasak dan makan di lingkungan yang berbeda dari tempat biasanya. Orang-orang yang menghadiri kelas memasak juga tampak bersenang-senang, jadi itu semua berkat Miharu-chan."

Orphia mengangguk, tersenyum ke arah Miharu. 

 

Meja-meja lain di ruang makan kafetaria ditempati oleh para gadis-gadis desa, yang sedang mengobrol riang sambil menikmati kue yang telah mereka buat.

 

"Eh, aku?" Miharu tampak terkejut.

 

"Iya. Berkat Miharu-chan kami bisa melanjutkan kelas memasak Rio."

Jawab Orphia segera.

 

"Ahaha, aku tidak tahu apakah aku bisa menjadi pengganti yang baik bagi Haruto-san, tapi jika sedikit membantu desa, maka aku senang." 

Kata Miharu, sedikit tersenyum.

 

"Ini lebih sekedar dari sedikit membantu. Semuanya sangat menantikan kelas memasak Miharu."

 

"Benar. Lebih percaya diri lah."

 

Sara dan Alma mencoba menyemangati Miharu dengan kata-kata itu.

 

Vera juga mengangguk.

"Itu benar! Masakan Miharu Nee-san sama enaknya dengan masakan Rio Nii-san. Bumbu-bumbunya agak berbeda, tapi itu karena berasal dari kampung halaman Rio Nii-san di Yagumo, kan?"

 

"....Iya. Ada juga beberapa masakan dari Strahl."

Miharu mengangguk dengan agak tidak nyaman. 

 

Sementara Latifa dan para gadis yang lebih tua yang hadir selama pertemuan antara Miharu dan para tetua desa, Vera tidak tahu bahwa mereka berasal dari dunia lain. Gadis itu terus berpikir, bahwa Miharu, Aki dan Masato berasal dari kampung halaman Rio.

 

"Aku mengerti. Ada beberapa masakan yang mirip dengan yang ada di desa kami, namun ada beberapa masakan yang belum kami ketahui. Betapa baiknya Rio Nii-san dan Miharu Nee-san datang ke desa kami!" 

Vera berseru kagum sambil menunjukkan senyum ceria.

 

"Fufu, terima kasih. Aku juga sangat bersyukur bisa datang ke desa dan bertemu dengan kalian semua. Ini semua berkat Haruto-san." 

Miharu tersenyum senang ketika dia berbicara.

 

"Iya! Berkat Rio Nii-san aku bisa berteman dengan Latifa-chan! Tidak diragukan lagi, dia adalah penyelamat kita!" 

Vera memandang Latifa dan mengangguk dengan antusias.

 

Latifa tersenyum bahagia. 

"Ehehe."

 

"....Mereka benar jika bukan karena Rio datang kesini, maka kami tidak akan pernah bertemu Latifa, Miharu, Aki, maupun Masato. Ketika aku memikirkannya seperti ini, itu tampak seperti keajaiban." 

Sara berkata dengan sentimental.

 

Latifa tertawa ringan. 

"Sekarang kalau dipikir-pikir, ketika kami pertama kali datang ke desa, Onii-chan dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi."

 

"Guh...."

Mendengar itu, Sara, Orphia dan Alma menunjukkan ekspresi penuh rasa bersalah.

 

Aki menyaksikan percakapan antara gadis Seirei no Tami dalam diam, tiba-tiba teringat masa lalu.  

[ Kalau dipikir-pikir, saat Masato mendapat persetujuan untuk berlatih pedang dari Rio, Alma-san mengatakan sesuatu di pemandian air panas.... Tentang bagaimana Haruto dan Latifa telah menyusup di dalam hutan. Dia bilang dia menggigil ketakutan saat melawannya. ]

 

Saat itu, Aki pernah melihat sekilas sisi yang agak dingin dari Rio. Sekarang, dia merasa terganggu oleh pemikirannya itu, membuatnya penasaran dengan apa yang terjadi di masa lalu.

 

"Setelah kupikir-pikir, Latifa-chan datang ke desa berkat bantuan Haruto-san, kan? Apa yang terjadi saat itu?" 

Aki bertanya dengan gugup.

 

Latifa bertanya-tanya dari mana harus memulainya. 

"Hmm. Yah, untuk singkatnya, Onii-chan disalahartikan sebagai penculik dan dikurung di dalam penjara....."

 

"Eh!? Yang benar!?" 

Mata Aki melebar karena kaget. Miharu juga ikut terkejut.

 

"Ya. Umm, para tetua memberitahumu mengapa orang-orang di desa hidup jauh dari manusia, kan? Jadi kami selalu memasang penghalang di sekeliling desa untuk mengusir manusia ataupun penyusup masuk."

Kata Latifa, memulai penjelasannya.

 

"Ah, apa kalian mulai bertarung karena kalian memasuki penghalang tanpa izin, atau semacamnya?" 

Aki bertanya sambil menebak.

 

"Iya. Itu terjadi empat tahun lalu, jika aku ingat dengan benar. Onii-chan dan aku secara tidak sengaja melewati penghalang dan berkemah di hutan untuk bermalam. Saat itulah mereka menyerang kami. Aku sedang tidur saat itu, jadi aku sudah berada di desa ketika bangun." 

Kata Latifa dengan sedih, mengenang masa lalu.

 

Penghalang yang membentang luas di sekeliling desa dengan esensi yang sangat tinggi. Pada saat itu, Rio belum bisa menggunakan spirit art dengan benar, jadi meskipun dia bisa menerobos penghalang tanpa masalah, dia tidak menyadari pengaktifnya.

 

Aki kaget sebelum berbalik ke arah Sara dan yang lainnya dengan ragu-ragu.

"Apa Sara Onee-chan dan yang lainnya ada di sana juga?"

 

Sara mengangguk dengan menyesal. 

"....Benar. Ketika kami melihat Latifa sedang tidur, kami yakin Rio-san telah menculiknya dan memutuskan untuk menyerangnya. Tindakan kami tidak bisa di anggap benar.

 

Orphia dan Alma mengenang peristiwa itu dengan ekspresi muram.

 

Aki merasa udara semakin berat, ketika dia berbicara dengan panik. 

"T-Tapi sekarang kesalahpahamannya sudah hilang, kan? Kalian semua sudah sangat dekat seperti keluarga sekarang. Aku agak penasaran bagaimana semuanya berakhir seperti ini."

 

“....Ya, kami segera menyadari kesalahpahaman kami. Lagipula, Rio bepergian dengan membawa barang bawaan yang cukup untuk dua orang....”

Sara menjelaskan dengan ragu-ragu.

 

“Itu terjadi di tengah malam. Ketika kami melaporkan apa yang terjadi kepada tetua Ursula, kami menyadari bahwa Latifa bukanlah anggota desa kami. Tetua menjadi sangat marah kepada kami dan memerintahkan kami untuk segera membebaskannya, jadi Alma dan aku segera pergi ke penjara desa....”

Orphia melanjutkan penjelasannya.

 

"....Ya."

Alma mengangguk dengan sedih. 

 

"Tapi penjaranya sangat dingin dan Rio-san pingsan hanya karena memakai pakaian yang sangat tipis. Dia bahkan tidak bergerak ketika kami memanggilnya, jadi kami menjadi panik karena kami mengira dia sudah mati."

 

"Ahaha. Alma benar-benar putus asa. Dia menerjang ke arah Rio untuk memeriksa apakah dia masih bernapas atau tidak." 

Orphia mengingat kejadian pahit itu dan tersenyum tipis.

 

"A-Aku tidak putus asa.... Tapi aku khawatir."

Alma mencoba menjelaskan dengan ekspresi malu.

 

“Fufu, saat kamu memastikan kalau dia masih bernapas, kamu menunjukkan ekspresi yang sangat lega. Kemudian, kami mencoba membangunkannya, tapi Rio tidak mau bangun sama sekali....”

Kata Orphia.

 

“.....Kalau dipikir-pikir, Rio mengatakan sesuatu dalam tidurnya. Ketika dia bangun, sepertinya dia baru saja keluar dari semacam mimpi karena kami menjadi sangat bingung saat itu....”

Kata Alma.

 

"Ah, benar. Rio tampak agak kecewa  ketika dia melihat kami, hampir seperti dia tidak mau melihat kami. Ekspresinya juga terlihat sangat sedih....."

 

Orphia teringat ekspresi Rio saat itu, yang menunjukkan wajah yang rumit sebagai hasilnya. Kesan apa yang dia miliki tentang Rio saat itu?

 

"Aku tidak tahu hal seperti itu telah terjadi...."

Mata Latifa melebar penuh minat. 

 

Miharu, Aki dan Sara juga mendengarkan dengan seksama, mata mereka penuh rasa ingin tahu.

 

"Iya. Jika aku tidak salah, dia bahkan sedikit menangis. Mungkin dia sedang memimpikan seseorang? Jika demikian, kami mungkin telah melakukan sesuatu yang mengerikan dengan memaksanya untuk bangun...."

Dengan ekspresi sedih, Orphia mengungkapkan perasaannya.

 

".....Apa yang Onii-chan katakan saat itu?" 

Latifa hanya bisa bertanya.

 

"Umm, aku tidak terlalu yakin, tapi.... Kedengarannya dia mengatakan sesuatu seperti  yattoaeta  atau  miichan. Mencoba mengingat masa lalu."

Orphia menjawab dengan kemampuan terbaiknya.

 

Tentu saja, Orphia tidak tahu arti kata-kata itu; Rio telah berbicara dalam bahasa Jepang, bagaimanapun juga—

"Akhirnya aku menemukanmu" dan  "Mii-chan"  itulah arti sebenarnya.

 

"Ehh....?" 

Mendengar kata-kata Orphia, jantung Miharu berdetak kencang. Dia tahu arti kata-kata itu.

 

Latifa, yang menyembunyikan fakta bahwa dia memiliki ingatan tentang kehidupan masa lalunya, dan Aki tersentak di saat yang sama.

 

Sara memperhatikan perubahan ekspresi Miharu dan memanggilnya dengan rasa ingin tahu. 

"Apa ada yang salah, Miharu?"

 

“Ah..... Tidak. Bukan apa-apa." 

Miharu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

 

[ ....Itu tidak mungkin. Haruto-san mengatakan kalau di kehidupan sebelumnya dia adalah seorang mahasiswa. ]

Kata Miharu dalam benaknya sendiri.

 

Meski kata-kata itu bergema di kepalanya, Miharu merasakan sensasi yang tak terlukiskan di dadanya. Untuk beberapa alasan, dia tidak bisa melepaskan Rio – tidak, Haruto – keluar dari kepalanya.

 

Namun, saat itu dia menyadari bahwa Aki sedang memperhatikannya. 

 

"Hm?" 

Miharu menunjukkan senyum canggung dan memiringkan kepalanya ke samping.

 

"....."

Untuk sesaat, Aki menunjukkan ekspresi yang sangat tidak senang dan segera membuang muka.

 

[ Jangan bilang kalau Miharu Onee-chan masih.... Tapi.... kenapa Aki membuat ekspresi seperti itu? ]

Latifa diam-diam mengamati kedua gadis itu. 

 

Latifa tahu bahwa Haruto biasa menyebut Miharu dengan nama panggilannya "Mii-chan", itulah sebabnya instingnya dengan cepat mempertimbangkan tentang alasan dibalik ekspresi yang Aki tunjukkan. Dia bertanya-tanya apakah mungkin mereka berdua masih mengingat Haruto.

 

Namun, Latifa tidak memiliki cukup bukti untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Yang dia tahu adalah bahwa orang tua Amakawa Haruto telah bercerai karena perselingkuhan sang ibu, menyebabkan Haruto dan Aki menempuh jalan yang berbeda.

Tidak mungkin Latifa tahu apa yang Miharu rasakan tentang Amakawa Haruto sekarang, apalagi Aki tidak mengetahui alasan di balik perceraian orangtuanya atau emosi kompleks yang dia miliki untuk Haruto dan ayah yang tidak memiliki hubungan darah dengannya.

 

Latifa tidak punya cukup petunjuk untuk tahu mengapa Aki menunjukkan seperti ekspresi itu. Bahkan jika Latifa mencapai kesimpulan itu, tidak mungkin baginya untuk mengkonfirmasi hal itu karena dia menyembunyikan kehidupan masa lalunya dari Miharu dan yang lainnya.

 

[ Tapi, meski begitu..... ]

 

[ Aku ingin tahu. ] 

Latifa menggertakkan giginya dengan frustrasi.

 

Latifa ingin mengungkapkan semua yang dia tahu tentang Miharu, Aki, dan Amakawa Haruto. Dia ingin berbicara dengan semua orang tentang hal itu. Tapi dia tidak bisa melakukannya.

 

Rio tidak memperbolehkannya.

 

Latifa tidak punya niat untuk melanggar janjinya dengan Rio, tidak peduli betapa frustrasinya dia. Yang bisa dia lakukan hanyalah menanyakan sesuatu yang samar-samar yang dapat menekan kedua gadis Jepang dan mengamati reaksi mereka berdua.

 

".....Mii-chan, ya. Aku mau tahu apa artinya. Tidakkah kamu berpikiran sama, Miharu Onee-chan?”

Sambil tersenyum, Latifa dengan ragu-ragu berbalik ke arah Miharu dan menanyakan pertanyaan itu kepadanya.

 

"Y-Ya. Siapa tahu?"

Miharu memiringkan kepalanya ke samping, menunjukkan senyum yang tidak wajar.

 

[ Reaksi itu.... Dia masih ingat Onii-chan, kan ? ]

Latifa sampai pada kesimpulan itu.

 

Latifa juga melirik ke arah Aki, tapi Aki memiliki ekspresi yang berbeda: gadis itu mengerutkan kening dan jelas kesal dengan sesuatu.

 

[ .....Mungkinkah Aki-chan juga mengingat Onii-chan? Tapi....  ]