"Ah..... Mou!"
Rasa malu Celia mencapai batasnya, membuatnya tersipu sampai ke telinganya. Tidak dapat melihat wajah Rio secara langsung, gadis itu menundukkan kepalanya.
"Sensei?"
Rio memiringkan kepalanya ke samping, melihat wajah Celia dengan rasa ingin tahu.
"T-Tunggu! Beri aku waktu sebentar! Aku harus membungkam perasaanku dulu!"
Celia melambaikan tangannya dengan panik, berusaha mencegah Rio memandangi wajahnya.
"....Iya?"
Rio memiringkan kepalanya ke samping sekali lagi, tetapi memutuskan untuk tetap mematuhi Celia.
".....Oke, selesai."
Kata Celia setelah menarik napas panjang, melihat ke arah Rio.
Menyadari mereka cukup dekat untuk saat di pelukan sebelumnya, Celia mundur sedikit.
Mereka membawanya ke sini sambil digendong seperti seorang putri, jadi reaksinya sekarang cukup aneh.
Bisa dikatakan, harus menggendongnya memang perlu, sedangkan sekarang mereka tidak perlu terlalu cukup dekat. Perbedaan itu sangat penting bagi Celia.
“Baiklah, ayo kita masuk ke dalam rumah. Silahkan, lewat sini. Kamu juga, Aishia – ayo masuk.”
Rio melihat sekali lagi ke wajah Celia untuk memastikan dia baik-baik saja dan kemudian berbalik ke arah Aishia untuk memanggilnya.
"Oke."
Aishia mengangguk sedikit dan mengikuti Rio.
Celia mulai berjalan juga, tapi dengan cara yang agak ragu-ragu. Saat mereka bertiga memasuki rumah batu, Celia menatap ke dalam ruang tamu dengan mata terbuka lebar.
".....Aku tidak pernah membayangkan bahwa interior seindah ini bisa ada di dalam batu...."
“Aku jamin kamu akan merasa nyaman saat tinggal di rumah batu ini. Sebaiknya kamu mengganti pakaianmu dahulu. Aku tidak berpikir kamu ingin memakai gaun pengantin itu selamanya.”
"....Ya. Tapi.... Apa kamu punya baju ganti....?"
Kata Celia, menatap Rio dengan ragu.
Celia telah meninggalkan ibukota hanya dengan gaun yang dia kenakan, jadi dia juga tidak memiliki pakaian ganti. Belum lagi, mereka tidak berhenti di mana pun selama perjalanan karena mereka ingin pergi dari ibukota secepat mungkin. Karena itu, mereka tidak sempat berbelanja.
"Ayo lihat. Besok kita akan berbelanja, tapi untuk hari ini.... "
Rio menatap tubuh Celia dengan hati-hati.
◇◇◇◇
Setelah melepas mantel dan pakaian tempurnya, Rio mengenakan pakaian kasualnya dan pergi ke ruang tamu untuk membuat teh. Beberapa saat kemudian, Celia dan Aishia selesai berganti ke ruangan yang berbeda dan kembali ke ruang tamu dengan mengenakan pakaian yang nyaman.
"Pakaian siapa ini?"
Celia bertanya kepada Rio dan Aishia sambil melihat pakaian yang dia kenakan.
“Itu adalah pakaian salah satu gadis yang dipanggil bersama dengan para pahlawan. Mereka pernah tinggal di rumah ini sebentar, jadi...."
Celia mengenakan pakaian yang lupa diambil Miharu dan yang lainnya dari cucian saat mereka pindah ke desa Seirei no Tami. Cukup jelas bahwa pakaian Miharu tidak seukuran Celia, jadi Rio memberikan pakaian Aki untuk dicoba.
[ Seperti yang aku harapkan, pakaian Aki memang sangat cocok untuk Sensei. ]
Rio tidak bisa menahan senyum ketika dia melihat bahwa Celia sangat cocok dengan pakaian seorang siswa SMP itu.
"....Hanya memastikan, kira-kira berapa umur pemilik pakaian ini?"
Celia mengajukan pertanyaan tiba-tiba.
"Umm.... Tiga belas tahun."
Jawab Rio setelah jeda yang canggung.
"Dan gadis lain yang kamu sebutkan tadi?"
Celia mengembungkan pipinya sedikit.
"....Enam belas tahun. Ah, apa pakaian itu terlalu kekecilan untukmu? Umm, Aki — itu nama gadis yang punya pakaian ini — tingginya sama denganmu Sensei, jadi kupikir itu akan sesuai denganmu. Jika kamu mau, aku bisa membawakanmu pakaian gadis lain – Miharu-san – untuk kamu coba....."
Sangat jelas bahwa pakaian Miharu tidak akan cocok untuknya, tapi Rio tetap mencoba untuk mempertimbangkannya.
“T-Tidak apa. Ya, tidak masalah.... Tapi.... Umm, pakaian ini sedikit ketat di sekitar dadaku, mungkin. Ya, hanya sedikit..... Kencang ... T-Tapi tidak apa!”
Sambil menggelengkan kepalanya, Celia menolak tawaran Rio dengan suara tinggi dan kesal.
Celia telah menyadari bahwa pakaian Miharu tidak akan cocok untuknya. Meskipun keluhannya tentang area di sekitar dada mungkin hanya sebuah alasan....
"Aku mengerti, di sekitar area dadamu....."
Alur percakapan membuat tatapan Rio tertuju pada dada Celia. Tentu saja, Celia tampak lebih feminin daripada Aki dalam hal itu.
“M-Mou, jangan terus menatapnya. Aku tahu ukuran mereka kecil! Aku yakin kamu lebih suka yang lebih besar juga, bukan Rio? Ugh....”
Meskipun Celia tidak menatapnya, dia tersipu malu dan menyembunyikan area dadanya. Penderitaan seorang gadis muda terlalu rumit bagi Rio.
"Ahaha, itu tidak benar."
Rio menggelengkan kepalanya sambil menunjukkan senyum tegang.
“....H-Hmm. B-Benarkah?”
Celia melebarkan matanya sedikit ketika ketertarikannya terguncang oleh jawaban itu.
“Ya, menurutku pesona wanita tidak ditentukan oleh ukuran dadanya. Kamu sangat menawan, Sensei, jadi kamu harus lebih percaya diri.”
Kata Rio, sepertinya jawaban itu di ambil dari buku teks, tetapi dia benar-benar merasakan hal itu, karena kata-katanya tidak terdengar seperti dibuat-buat.
Sesaat Celia berkedip dengan ekspresi sedikit bingung.
"T-Terima kasih..... Tunggu, apa yang kita bicarakan? Maafkan aku."
Dengan ucapan terima kasih gugup dan permintaan maaf, gadis itu menunjukkan senyum lega. Rio juga tersenyum malu-malu.
“Selain itu, apa yang ingin kamu bicarakan lebih dulu? Tentang alasan mengapa aku bisa berkomunikasi dengan mereka yang dipanggil bersama para pahlawan, atau tentang spirit art dan gelang penyimpanan ruang waktu? Atau kamu ingin mandi dulu?”
Rio bertanya, mengubah topik pembicaraan dengan canggung.
“I-Itu benar. Jadi bisakah kita bicara dulu? Kamu sudah membuat teh dan membawa makanan ringan juga.”
Celia mengangguk dengan tidak nyaman, melanjutkan percakapan.
"Tentu saja. Ayo duduk dulu.... Kamu juga, Aishia. Kalau dipikir-pikir, sudah lama sejak kita tidak minum teh bersama, Sensei."
Rio tertawa ringan, meminta Celia untuk duduk di sofa dan menuangkan teh untuk mereka bertiga.
"Ya, kamu benar. Itu membawa kembali kenangan lama...."
Celia mengangguk saat dia mengingat masa lalu, sebelum ekspresinya tiba-tiba berubah.
"Ah, tapi apa kamu yakin ingin memberitahuku?"
Rio memiringkan kepalanya untuk bertanya.
"Apa maksudmu, Sensei?"
“Umm, mengesampingkan masalah spirit art dan Gelang penyimpan ruang waktu, kamu sepertinya agak khawatir tentang bagaimana menjelaskan kepadaku tentang mengapa kamu bisa berkomunikasi dengan mereka. Jadi, seperti kamu tidak ingin mengatakannya kepadaku.....”
Celia menjelaskan dengan gugup.
“Ah, tidak, bukannya aku tidak ingin memberitahumu tentang itu. Hanya saja, aku harus mempersiapkan hatiku dan menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskannya. Kamu mungkin akan terkejut, Sensei.”
Kata Rio dengan ekspresi gelisah.
"Aku akan terkejut?"
Celia memiringkan kepalanya, menunjukkan ekspresi penasaran.
"Benar. Aku akan memberitahumu sesuatu yang kedengarannya tidak logis sama sekali..... Tapi aku tidak berbohong. Aku tidak ingin menyembunyikannya darimu selamanya, Sensei, jadi maukah kamu mendengarkan apa yang aku katakan?"
Rio menatap langsung ke mata Celia.
"....Tentang alasan mengapa kamu bisa berkomunikasi dengan mereka, kan?"
Celia berkata dengan gugup, setelah menyadari bahwa udara di sekitar Rio telah berubah.
Rio mengangguk pelan.
"Iya."
"Baik, aku akan mempercayaimu."
Celia hanya mengangguk, kata-katanya tidak mengandung keraguan.
"Bukankah itu terlalu cepat?"
Mata Rio melebar sedikit karena terkejut.
"Karena itu kamu, Rio. Aku akan mempercayai semua yang kamu katakan."
Kata Celia sambil tersenyum.
"....Terima kasih banyak."
Rio merasa sedikit tidak nyaman, namun dia tersenyum senang.
Meski Aishia agak mengantuk, dia juga menunjukkan senyuman. Kemudian, setelah beberapa saat, Rio langsung berbicara ke intinya.
"Aku punya ingatan versi lain diriku dari kehidupan dunia yang berbeda."
"Ingatan.... Dari kehidupan berbeda?"
Mata Celia sedikit melebar bulat.
"Bisa dibilang, itu mungkin adalah ingatan dari kehidupan masa laluku."
Rio menambahkan.
"Ingatan...... Kehidupan masa lalumu..... Heh....."
Saat Celia mengulangi kata-kata Rio, dia menunjukkan ekspresi terkejut.
"Kurasa memang sulit dipercaya, kan?"
Rio bertanya takut-takut.
Sebagai pihak yang terlibat, perasaannya telah mati rasa untuk menerima fakta itu secara alami. Namun, tidak aneh jika orang lain melihatnya sebagai khayalan belaka.
“Ah, tidak, bukan itu. Aku percaya padamu. Aku percaya dan aku tidak terkejut..... Sebaliknya, aku telah menerima kata-katamu begitu mudah sehingga aku tidak dapat meresponnya..... Bisakah kamu memberitahuku sedikit lagi, untuk saat ini?”
Celia menjawab dengan tidak sabar dan meminta Rio menjelaskan lebih rinci.
Rio sedikit melebarkan matanya dan melanjutkan penjelasannya dengan nada lembut.
"....Untuk memulainya, mereka yang dipanggil bersama para pahlawan berasal dari negara dan dunia yang mungkin sama dengan yang ingatanku tentang kehidupan masa laluku."
“....Jadi itu sebabnya kamu bisa mengerti kata-kata mereka. Tapi apa maksudmu dengan mengatakan bahwa itu 'mungkin' sama dengan ingatan kehidupan masa lalumu?”
“....Aku tidak yakin apakah ingatan itu nyata. Bahkan jika memang demikian, aku tidak tahu apakah itu benar-benar ingatanku atau hanya ingatan orang lain.”
Ada hubungan subjektif, tetapi tidak ada satu pun hubungan obyektif. Tetapi karena Rio berbicara tentang dirinya sendiri sedemikian jauh dan dengan nada sedih, Celia dengan halus mengangkat suaranya karena merasakan penolakan yang aneh akan perkataannya itu.
"Itu.... Mungkin benar.... Tapi kamu benar-benar memiliki ingatan itu, dan mereka yang datang dari dunia yang sama dengan ingatan yang kamu miliki itu kan?"
Rio mengangguk dengan senyum tipis di wajahnya.
"....Iya. Tapi apakah ingatan itu milikku atau bukan, itu tidak penting untuk saat ini. Yang paling penting adalah itu menjelaskan kalau hal itulah yang membuatku bisa berkomunikasi dengan mereka. Jadi, bagaimana menurutmu, Sensei?"
"Aku menerima alasanmu tentang itu, tapi....."
Celia tampak tidak terlalu puas dengan jawaban itu.
Rio menunjukkan senyum pahit melihat reaksi Celia.
“Jika aku menambahkan satu penjelasan lagi, aku mendapatkan kembali ingatan ini tidak lama sebelum aku berusia tujuh tahun. Seperti yang kamu ketahui, Sensei, aku adalah seorang yatim piatu yang tinggal di daerah kumuh saat itu.”
Kata Rio, menambahkan penjelasannya.
"....Apa itu di saat pertama kali waktu kita bertemu, bukan?"
"Iya. Sebenarnya, saat pertama kali kita bertemu di daerah kumuh, aku baru saja mendapat kembali ingatan itu. Ketika kamu berbicara denganku, aku masih di tengah kebingungan."
Rio mengingat masa lalu dan berbicara dengan sedih.
“S.... Sungguh.... Tidak heran kamu terlihat seperti anak yang benar-benar tenang dan cerdas saat pertama kali kita bertemu. Seolah-olah kamu seperti tidal lebih muda dariku.... Ahh, begitu. Tidak heran.... Jadi itu sebabnya.... Sekarang aku mengerti.”
Mata Celia sedikit melebar saat dia menyadari sesuatu.
"Apa ada yang sesuatu?"
Rio memiringkan kepalanya dan bertanya.
"Ah, tidak. Hanya saja aku baru menyadari alasan mengapa aku bisa menerima penjelasan darimu dengan begitu mudah. Aku pikir itu menjelaskan mengapa kamu selalu matang bahkan saat masa itu."
"Begitukah.... Apa yang kamu pikirkan tentangku saat itu, Sensei?"
Rio bertanya dengan ekspresi agak penasaran.
“Apa yang aku pikirkan tentangmu.... Yah, kamu dewasa dan agak terisolasi dari lingkunganmu. Aku tidak dapat melihat batas potensimu.... Mungkin? Ah, tapi ketika aku mulai berbicara denganmu, kita menjadi teman dengan mudah, jadi aku mulai berpikir bahwa kamu adalah anak yang baik dan sopan.”
"....Benarkah? Jika aku tidak mendapat ingatan tentang kehidupan masa laluku itu, aku yakin kamu akan memiliki kesan berbeda tentangku."
Kata Rio, menunjukkan ekspresi agak bersalah.
"Apakah begitu?"
“Kamu akan melihatku sebagai anak naif dan agak bengkok. Dalam ingatanku yang satunya dia adalah anak yang cukup baik, jadi kemungkinan orang yang kamu temui adalah perpaduan antara dua kepribadian itu.”
“Aku.... Mengerti.... Jadi kepribadianmu berubah saat ingatanmu kembali. Tapi aku sedikit tertarik untuk mengetahui anak seperti apa kamu sebelum ingatan itu menimpamu. Kamu bilang jika kita bertemu sedikit lebih awal sebelum ingatan satunya muncul, kesanku tentangmu akan berbeda, kan?”
Celia bertanya, melihat wajah Rio.
“.....Kita mungkin tidak akan menjadi sangat dekat. Aku tidak akan menjawab dengan benar jika kamu menanyakan arah, dan aku juga tidak akan menyelamatkan Putri Flora.”
"Heh? B-Benarkah !?"
Mata Celia melebar karena terkejut.
"Iya. Anak itu sangat agresif dan tidak mempercayai orang lain. Aku percaya diriku yang itu akan menolak kebaikanmu juga, Sensei."
Meskipun Rio mengatakan itu, ketidakpercayaannya kepada orang lain masih sama sampai hari ini.
“Uh.... T-Tapi aku tidak akan menyerah! Aku percaya aku juga bisa berteman dengan Rio yang itu.”
Kata Celia dengan penuh semangat, menyebabkan Rio tertawa geli.
"Ahaha."
Meski itu semua hanya dugaan, tetapi jika itu Celia, mungkin Rio yang saat itu juga akan membuka hatinya.
“I-Itu bukan bahan tertawaan. Aku ingin berteman denganmu apapun yang terjadi, Rio!”
Celia memelototinya dengan penuh celaan.
"....Terima kasih banyak. Aku senang kita menjadi teman, Sensei."
Rio tersenyum bahagia.
"Y-Ya."
Celia mengangguk sambil tersipu, mencoba mengubah topik pembicaraan untuk menyembunyikan perasaan malunya.
"Tunggu, tapi berapa umur Rio dari ingatan itu?"
Rio berhenti sejenak sebelum menjawab pertanyaannya.
"Dalam ingatanku..... Aku berumur dua puluh tahun."
“D-Dua puluh..... Yang bearti.... Eh? Tunggu sebentar. Ini berarti kamu lebih tua dariku secara mental, kan? Karena aku berusia dua belas tahun ketika kita pertama kali bertemu.....”
Menggabungkan kepribadian seorang anak yang berumur tujuh tahun dengan kepribadian seorang yang berumur dua puluh tahun tidak berarti bahwa mentalistas mereka akan bergabung menjadi orang yang berumur dua puluh tujuh tahun. Tapi, paling tidak, ketika dia bertemu Celia, usia mentalnya lebih tua darinya.
"Hmm.... Begitukah? Meskipun benar bahwa ingatan kami menjadi satu dan menjadi kepribadian Haruto, kehadiran Rio lebih kuat, jadi aku lebih sadar akan kepribadianku sebagai Rio yang berusia enam belas tahun. Meskipun aku pikir bagian dari Rio muda mungkin sangat dipengaruhi....”
Sambil tersenyum sedikit, Rio mengangkat kepalanya saat dia menjawab.
"Apa begitu. Yah, kurasa.... Begitu keadaannya?"
Celia menjawab dengan kalimat putus-putus yang agak canggung.
Celia cukup gugup karena mengira orang di depannya lebih tua darinya meskipun dia selalu mengira dia lebih muda. Namun, Rio sepertinya tidak terganggu tentang itu.
“Aku biasanya tidak terlalu memperhatikannya, jadi aku sendiri tidak yakin. Karena itu bukan sesuatu yang bisa dijawab hanya dengan memikirkannya.... Dan pada saat yang sama, aku tidak merasa terganggu saat seseorang memanggilku dengan nama masa laluku, Haruto.”
Kata Rio, mulai tertawa.
“Namamu Haruto.... Oh, jadi begitu. Itu sebabnya kamu menggunakan nama itu sebagai aliasmu.”
Celia menyadari alasannya, menunjukkan ekspresi puas sebagai hasilnya.
"Iya. Aku pikir akan lebih mudah untuk menggunakan nama yang aku ketahui daripada nama yang sama sekali tidak dikenal."
“Aishia juga memanggilmu Haruto. Oh, maaf, Aishia— Kami berbicara satu sama lain sepanjang waktu.”
Celia meminta maaf kepada Aishia, yang mendengarkan dalam diam di samping Rio.
"Tidak apa. Ini adalah waktu Celia berbicara dengan Haruto. Aku sedikit mengantuk."
Aishia menguap manis dan menggelengkan kepalanya.
"Ahaha, terima kasih."
Celia mengucapkan terima kasih dan kembali ke percakapannya dengan Rio.
".....Dia sangat pendiam, tapi dia gadis yang baik."
Dengan ekspresi mengantuk, Aishia menyandarkan kepalanya di bahu Rio.
"Iya, Aishia sudah sangat banyak membantuku."
Rio tersenyum akrab dan mengangguk, tetapi mata Celia melebar bulat karena terkejut.
"S-Sepertinya memang begitu. Dia juga seorang gadis yang sangat imut dan cantik."
Kata Celia dengan suara bernada tinggi yang aneh.
[ A-Apa!? Kenapa dia tiba-tiba menempel kepada Rio dengan begitu alami!? ]
Meskipun Celia masih tersenyum di luar, pikirannya seakan mau meledak.
Rio memperhatikan perubahan ekspresi Celia.
"Sensei?"
“Ng–Ngomong-ngomong, selagi kami menunggumu kembali dari ibukota, Aishia memberitahuku beberapa hal. Tentang spirit art dan fakta bahwa dia adalah roh.”
Celia mendapatkan kembali ketenangannya dan mulai membicarakan tentang Aishia. Melihat keduanya sangat dekat, gadis itu takut untuk bertanya tentang itu secara langsung.
"Iya. Seberapa banyak yang Aishia katakan padamu?"
Rio bertanya dengan tenang.
“Umm, tentang Aishia yang merupakan roh kontrakmu dan sedikit pengetahuan dasar tentang spirit art. Pada saat itu aku khawatir padamu, jadi aku tidak terlalu memperhatikannya. Bisakah kamu ceritakan lebih banyak tentang itu? Aku juga ingin tahu hubungan seperti apa yang kalian miliki. Dan apa itu roh kontrak?”
Celia menyipitkan matanya saat dia menekankan pertanyaan tentang hubungan keduanya dan bertanya tentang roh dan juga spirit art dengan cara yang tidak bisa dihindari.
"Umm, seberapa banyak yang kamu ketahui tentang roh dan spirit art, Sensei?"
Rio merasakan semangat aneh datang dari Celia, yang membuatnya merespons dengan gugup.
Di wilayah Strahl, kedua topik itu bukan pengetahuan umum. Membaca berbagai literatur kuno akan mengungkapkan beberapa buku yang membahas sedikit tentang topik tersebut, tetapi penjelasannya tidak terlalu rinci.
“....Aku sudah tahu tentang keberadaan roh sejak lama. Tetapi informasi yang aku peroleh berasal dari beberapa buku yang aku baca, dan aku tidak pernah menyangka mereka itu benar-benar ada. Aishia terlihat seperti gadis normal bagiku, jadi dia tidak terlihat seperti roh yang aku harapkan.”
"Dengan kata lain, meskipun kamu tidak memiliki banyak pengetahuan tentang roh maupun spirit art, tetapi kamu masih percaya bahwa dia adalah roh?"
“Ya, saat kami menunggumu di pinggiran ibukota, Aishia benar-benar berubah menjadi wujud rohnya. Sepertinya itu bukan spirit art yang membuatnya tidak terlihat..... Jadi aku tidak punya pilihan selain mempercayai apa yang aku lihat.”
Kata Celia, mendesah lelah.
"Aku mengerti. Untuk memulai, mari kita mulai dengan penjelasan sederhana tentang roh. Makhluk yang dikenal sebagai roh adalah kumpulan dari mana yang tidak berwujud dan memiliki kesadarannya sendiri."
"....Mana?"
“Berbeda dengan ode.... Atau esensi sihir, yang merupakan energi kehidupan, akankah lebih mudah jika aku memberitahumu bahwa Mana adalah energi alami yang tersebar di udara? Baik ilmu sihir dan spirit art memanipulasi esensi untuk mengganggu Mana dan menciptakan fenomena yang mengubah dunia. Itulah kesamaan yang mereka miliki.”
"Apa itu? Ini pertama kalinya aku mendengar sesuatu seperti ini....."
Celia membuat ekspresi tercengang, meskipun dia kelihatannya cukup tertarik. Rasa lapar akan pengetahuan telah diaktifkan.
“Tidak seperti sihir yang mengandalkan formula sihir untuk mengganggu Mana, spirit art menyebabkan penggunanya secara langsung mengganggu Mana. Itu berarti sihir dapat di aktivasi lebih mudah, dan sementara spirit art lebih fleksibel dalam mengontrol Mana secara langsung, tapi cukup sulit untuk dipelajari.”
"Apa aku juga bisa menggunakan spirit art?"
"Iya. Jika kamu berlatih, kamu dapat mengasah keterampilanmu untuk dapat menggunakannya. Tapi, kamu harus menghapus semua rumus sihir yang ada di dalam tubuhmu melalui kontrak sihir."
"Menghapus rumus sihir di tubuhku.... Jadi, maksudmu aku tidak bisa menggunakan spirit art jika aku bisa menggunakan sihir?"
Celia bertanya dengan mata lebar.
"Tepat. Untuk mengganggu mana, imajinasi pengguna memainkan faktor yang sangat penting, tetapi jika kamu memiliki rumus sihir di tubuhmu, pikiranmu tidak akan tersalurkan secara efisien."
“....Yang artinya.... Tunggu sebentar. Jadi.... Alasan kenapa kamu gagal dalam semua aktivasi dan tidak bisa menggunakan sihir saat belajar di akademi karena saat menggunakannya, spirit art mencegahmu menggunakan sihir, atau semacamnya? Apa kamu sengaja gagal?”
“Apa yang kamu katakan hampir benar.... Tapi itu belum cukup. Alasanku gagal dalam setiap aktivasi dan tidak bisa menggunakan sihir adalah karena aku memiliki kontrak roh dengan Aishia. Saat itu, aku tidak tahu apa-apa tentang spirit art maupun roh.”
Rio tersenyum lembut saat dia menggelengkan kepalanya.
"Jadi di situlah kontrak roh muncul.... Kalau begitu, apa membutuhkan roh kontrak agar bisa menggunakan spirit art ?"
"Tidak, itu tidak perlu. Namun, roh adalah kumpulan mana, dan mana sangat penting untuk penggunaan seni roh. Itu membuat kedekatan dengan spirit art menjadi sangat baik. Untuk alasan ini, jika seseorang membuat kontrak dengan roh, kedekatannya dengan spirit art akan meningkat pesat. Di sisi lain, membuat kontrak dengan roh mencegahmu untuk mengaktivasi formula sihir di tubuhmu dan membuat tidak bisa menggunakan sihir."
“.....Dengan kata lain, Aishia adalah roh kontrakmu sejak kamu masih di akademi? Maka kedekatan kalian..... Bisa aku pahami, mungkin ?"
Mengetahui tentang kontrak mereka yang sudah berlangsung lama, Celia dengan berani menanyakan alasan di balik kedekatan Rio dan Aishia sambil cemberut.
“Bukan begitu..... Sebenarnya, Aishia baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Dan, kami memiliki kontrak tanpa aku menyadarinya. Aku sudah menanyakan alasannya, tapi sepertinya Aishia tidak punya ingatan sebelum dia terbangun....”
Rio menggaruk kepalanya dengan ekspresi yang rumit saat dia melirik ke arah Aishia, yang sedang bersandar di bahunya.
"....Benarkah?"
Celia bertanya, mengalihkan pandangannya di antara keduanya.
"Iya. Menurut kenalanku yang tahu banyak tentang roh mengatakan kepadaku bahwa Aishia adalah roh peringkat tinggi, tapi kepribadian seperti roh yang baru lahir.... Lebih tepatnya bayi roh."
"Hmm..... Begitu"
[ Jadi, fakta bahwa Aishia terlalu dekat dengan Rio mungkin karena dia ingin dimanja. ]
Pikiran itu terlintas di benak Celia, tetapi dia tidak mengungkapkannya dengan keras untuk memastikannya.
"Sekarang apa kamu sudah mengerti hubungan kami?"
Rio bertanya, memperhatikan ekspresi Celia.
"Ya, Ya..... Aku rasa begitu."
Celia mengangguk dengan ekspresi yang agak enggan.
"Lalu selanjutnya adalah penjelasan tentang gelang penyimpanan ruang waktu, kan?"
"I-Itu juga, tapi...."
"Apa ada sesuatu yang mengganggumu, sensei?"
Rio bertanya.
“Darimana kamu mendapatkan semua pengetahuan dan artefak itu, Rio? Saat kamu di akademi kamu sepertinya tidak tahu apa-apa tentang spirit art, jadi aku yakin kamu mempelajarinya setelah kamu meninggalkan Beltrum, tapi....”
“Sebenarnya, dalam perjalanan ke wilayah Yagumo, aku bertemu dengan beberapa orang yang tinggal jauh dari manusia. Mereka mengajariku berbagai hal. Tentang spirit art, tentang sihir – teknologi yang mereka miliki jauh lebih unggul dari apa yang dapat kamu temukan di wilayah Strahl – dan meskipun mereka menghindari kontak dengan orang luar, aku cukup beruntung dapat diterima sebagai teman mereka.....”
Mempertimbangkan orang² di desa roh, Rio berbicara dengan samar tentang keadaan khusus mereka.
"Begitu.... Jadi disanalah kamu mendapatkan gelang penyimpanan ruang waktu."
Celia membaca keadaan dan memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh tentang identitas orang-orang yang disebutkan Rio.
"Iya. Mereka memberikannya kepadaku sebagai simbol persahabatan kami."
“Maka kamu pasti mendapatkan kepercayaan mereka jika mereka memberimu artefak yang hebat seperti itu. Ataukah itu sesuatu yang dapat dibuat mereka dengan mudah?”
"Tidak, itu bukan sesuatu yang bisa diproduksi secara massal dengan mudah."
Kata Rio dengan rasa hormat kepada penduduk desa roh, dia menggelengkan kepalanya sambil menunjukkan sedikit senyuman.
"Aku mengerti..... Umm, maka tidak baik untuk menelitinya lebih dalam, kan?"
Berpikir tentang permintaan sebelumnya, Celia memperhatikan ekspresi Rio dengan menyesal.
“Tidak, aku tidak akan keberatan jika kamu menelitinya lebih jauh. Jika ada sesuatu yang ingin kamu ketahui, aku bisa memberitahumu semua yang aku tahu selama kamu tidak menyebarkan pengetahuan yang kamu dapatkan.... Tapi aku sangat mempercayaimu, Sensei.”
Rio memberikan persetujuannya, menunjukkan kepercayaan besar yang dimilikinya pada Celia.
“Uh.... T-Terima kasih. Jika itu masalahnya.... Maka, aku..... Aku bersumpah. Aku bahkan rela mengikat diriku melalui kontrak sihir.”
Kata Celia, mengungkapkan rasa terima kasihnya, memberikan sumpahnya sambil sedikit tersipu malu.
"Aku mengerti. Nah, mari kita tinggalkan ritual yang merepotkan itu untuk nanti. Apa kamu ingin memeriksanya sekarang?"
Kata Rio, mengulurkan tangan kanannya ke lengan kirinya.
"....Tidak. Meski itu tawaran yang sangat menggiurkan, tapi aku akan melewatkannya hari ini. Hal-hal yang kamu ceritakan begitu mengejutkan sehingga.... Aku merasa sedikit lelah."
Celia menggelengkan kepalanya sambil menunjukkan senyum tegang.
“Ah, bagaimana dengan mandi? itu akan membantumu rileks.” Saran Rio.
"Mandi! Itu ide yang bagus..... "
Dengan ekspresi cerah, Celia mendekati Rio, yang sedang duduk di depannya, tapi tiba-tiba, wajah mengantuk Aishia muncul di bidang penglihatannya.
“.....T-Tapi, bisakah aku lebih santai di sini? Melihat Aishia seperti itu membuatku agak mengantuk. Dia terlihat cukup nyaman.”
Kata Celia dengan nada tinggi saat dia melihat Aishia.
“Kalau begitu, mari kita putuskan di kamar mana kamu akan tidur, Sensei. Ada banyak ruangan, jadi kamu bisa memilih salah satu yang paling kamu suka.... Tapi jika kamu membutuhkan ruang kerja, maka ruangan yang lebih luas semakin baik?”
Rio menjawab dengan nada ceria.
Celia cemberut dan menatap wajah Rio dengan mata mencela.
"....Ya, tidak ayo."
Celia setuju dengan ekspresi yang agak muram, setelah beberapa saat.
Rio memperhatikan perilaku Celia yang mencurigakan dan memiringkan kepalanya ke samping dengan bingung.
"Umm, apa ada yang salah, Sensei?.... Tunggu, Aishia?"
Aishia tiba-tiba berdiri, dan berjalan ke tempat Celia dan kemudian berhenti di depannya.
"A-Apa ?"
Celia menatap Aishia dengan ekspresi gugup.
"Kemari."
Aishia meraih tangan Celia dan dengan lembut menariknya ke depan.
"Apa!?"
Celia mengangkat suara keberatan karena terkejut, tapi Aishia tidak melepaskannya.
"E-Eh?"
Akhirnya Celia duduk di sebelah Rio, dia menjerit: ketika dipaksa duduk, gadis itu kehilangan keseimbangan dan tanpa sadar bersandar di bahu Rio. Melihat keadaan Celia, Aishia mengangguk sebelum duduk di sisi yang berlawanan, bersandar di samping Rio seperti sebelumnya.
“Kita bertiga harus tidur seperti ini.”
Usul Aishia dengan Rio yang terjepit di tengah-tengah.
{ TLN : LOL, Aishia pengertian sekali ya.... }
Ketika Celia menyadari situasinya, wajahnya menjadi memerah.
"A.... A-A-Apa!?"
"S-Sensei, tenanglah!"
Rio berusaha menenangkan Celia yang dalam keadaan panik total.
"A-Apa ini, apa ini !?"
Dengan wajah yang memerah cerah, Celia menanyai Aishia yang duduk sisi seberangnya.
"Kamu juga ingin melakukan seperti ini, kan?"
Aishia menjawab dengan terus terang.
Celia menggelengkan kepalanya.
"I-Itu! I-Itu....!"
Celia berteriak, merasa seperti kehilangan akal sehatnya.
“S-Sensei, tenanglah! Tarik napas dalam-dalam.”
Rio meraih bahu Celia dan menghadapnya.
Dengan itu, gerakan Celia membeku sesaat, tetapi menatap mata Rio dari jarak yang begitu dekat, Celia semakin tersipu.
“Ka-Kamar Ma-Mandi! Tidak, tidak, tidak, aku harus pergi mandi, mandi!”
Celia bangun dengan panik dan melarikan diri dari ruang tamu dengan kecepatan penuh.
"S-Sensei!?"
Rio memanggilnya untuk menghentikannya, tetapi gadis itu tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti.
Namun, tak lama kemudian, Celia kembali sekali lagi ke ruang tamu.
"....Di-Di mana kamar mandinya?"
Celia bertanya dengan malu.