The Silver Bride – Extra Story
DI UJUNG JALAN YANG PANJANG
Di dunia yang jauh dari Bumi....
Kebahagiaan Rio pernah direnggut darinya secara tidak adil, meninggalkannya sebagai seorang yatim piatu yang tinggal di daerah kumuh. Dalam hidupnya tidak ada keselamatan, di dunia tanpa belas kasihan, tidak ada yang lain selain keputusasaan baginya.
Meski begitu, tidak peduli betapa tidak menyenangkannya itu, anak itu berjuang untuk tetap hidup setiap hari.
Lagipula.... Jika dia punya harapan, dia masih punya keinginan.
Keinginan gelap yang ingin dia penuhi apapun yang terjadi.
Rio hidup semata-mata demi keinginan itu. Itulah sebabnya dia mencari sisa-sisa makanan. Itulah mengapa dia mengemis di jalanan. Itulah mengapa dia menahan kekerasan dari yang kuat.
Pada saat itulah, mungkin karena takdir, Rio mendapatkan kembali ingatannya sebagai Amakawa Haruto, mantan mahasiswa Jepang, dan mulai menghadiri Akademi Kerajaan Beltrum, tempat belajar bagi Keluarga Kerajaan dan Bangsawan.
Rio memperoleh kekuatan luar biasa dengan memperoleh pengetahuan dan pendidikan. Dia terus menerus didiskriminasi, tapi itu adalah gaya hidup yang jauh lebih baik daripada saat dia menjadi yatim piatu.
Namun, tidak ada keselamatan di dunia ini – bahkan setelah berusia dua belas tahun, anak itu masih berpikir seperti itu.
Bahkan sampai sekarang, Rio masih menyimpan hasrat gelapnya di dalam hatinya.
Namun, meskipun begitu.....
"Rio, Rio."
Rustle. Rustle.
Rio membuka matanya sedikit dan mengangkat kepalanya. Rupanya dia tertidur di perpustakaan saat belajar.
"....Sensei."
Ada seorang gadis yang tersenyum ramah. Namanya Celia Claire. Dia lima tahun lebih tua dari Rio, putri seorang Earl, dan penyihir jenius yang telah meninggalkan namanya dalam sejarah Akademi Kerajaan Beltrum.
"Fufu, apa kamu tertidur?"
Celia bertanya sambil tertawa ringan.
"Ya, sepertinya begitu."
Rio mengangguk malu-malu.
“Lalu bagaimana kalau kita minum teh di laboratoriumku? Itu akan membangunkanmu.”
"....Aku menghargai tawaranmu, Sensei."
Atas undangan Celia, sudut mulut Rio sedikit terangkat ke atas.
Rio yang telah kehilangan segalanya di masa lalu dan menemukan kebahagiaan di saat-saat seperti ini.
Di tengah jalan yang tidak adil, irasional, panjang dan menyakitkan itu, Rio mulai berpikir bahwa mungkin di dunia ini masih memiliki keselamatan.
BELAIAN, BELAIAN
Beberapa hari telah berlalu sejak Miharu, Aki, dan Masato mulai tinggal di desa Seirei no Tami.
Rio dan yang lainnya sedang duduk di sofa di ruang tamu sementara mereka pekerjaan mereka masing-masing.
Misalnya, kelompok Miharu berada di tengah-tengah permainan yang membantu mereka menghafal kata-kata dalam bahasa daerah Strahl. Aishia sedang berbaring di sisi kanan Rio saat dia tidur nyenyak.
"Onii-chan, Onii-chan."
Latifa, yang telah belajar sendiri, menghentikan pelajarannya dan meringkuk ke Rio yang berada di sebelah kirinya.
"Hm? Ada apa, Latifa?"
Rio menjawab dengan ramah, mengalihkan pandangan dari buku yang telah dia baca ke arah Latifa.
"Maukah kamu membelai kepalaku?"
Latifa tersenyum riang saat dia mencari kasih sayang dari Rio.
Latifa terkadang bertingkah laku dengan manis seperti ini kepada Rio; karena itu adalah sesuatu yang biasa darinya, Rio membelai kepalanya dengan cara yang akrab.
"Ehe.... Ehehe."
Latifa tertawa bahagia, menempelkan tubuhnya ke Rio dan mengusap pipinya padanya seperti dia adalah anak anjing yang suka di manja.
Rio tersenyum dan terus membelai kepala Latifa. Orang-orang di ruangan itu berulang kali menatap mereka.
"Latifa, Miharu dan tamu² lain dari Rio juga ada di sini, jadi perhatikan sikapmu."
Sara berdehem dan memberi Latifa peringatan dengan ekspresi cemberut.
"Ehh? Tapi waktuku dengan Onii-chan terbatas. Selain itu, Aishia Onee-chan juga menempel padanya."
Latifa cemberut saat dia keberatan.
"A-Aishia-sama hanya tidur sebentar."
“Aku juga sedang istirahat. Kurasa aku juga harus tidur siang seperti ini juga.”
"Kuh....."
Tidak dapat berdebat ketika roh humanoid kelas atas seperti Aishia masuk ke topik percakapan, Sara tidak bisa berkata-kata.
“Mm.....”
Aishia menggeliat dengan gerakan manis dan membuka matanya.
"Ah, apa kamu sudah bangun, Aishia-sama?"
Sara berkata dengan ragu-ragu.
Aishia mengusap matanya dan mengangguk, sebelum meringkuk di dekat Rio, gerakannya seperti kucing; alami dan menawan.
"Wah....."
Orphia melebarkan matanya saat dia terpeson oleh pandangan Aishia.
Dwarf, Alma juga menatap pemandangan itu.
"Aku juga, aku juga!"
Latifa menempel pada Rio dari sisi berlawanan.
"Ahaha....."
Tak bisa bergerak, Rio menutup buku yang tadi dibacanya dengan ekspresi rumit.
"Ya ampun....."
Sara mendesah lelah, tapi ekspresi yang dia kirimkan ke Rio dan kedua gadis itu adalah rasa iri.
"Onii-chan, belai aku!"
Latifa memohon agar Rio mengusal kepalanya lagi.
Rio menuruti permintaan itu.
"Ehehe. Ehehehe."
Latifa tertawa bahagia seperti biasa.
Aishia, yang mengawasi Latifa dari sisi berlawanan, juga ikut bergabung.
".....Haruto, aku juga." katanya terus terang.
"Eh?"
Rio bertanya sebagai jawaban dan sedikit terkejut.
"Belai aku?"
Aishia bertanya, menatap wajah Rio dari jarak dekat.
Matanya benar-benar indah dan memiliki kekuatan yang membuatnya sulit untuk mengatakan tidak. Aishia juga biasa memeluknya tiba-tiba, tapi itu pertama kalinya dia meminta untuk dibelai. Sepertinya dia dipengaruhi oleh Latifa.
".....Umm, seperti ini?"
Rio membelai kepala Aishia dengan ragu-ragu.
"Yup, seperti itu."
Aishia menunjukkan senyum tipis dan ramah.
Dia biasanya tidak menunjukkan emosi, tetapi pada saat ini, wajahnya menunjukkan ekspresi hangat.
AKU SEORANG ELEMENTAL FOX, TAHU ?
Ding dong, dong ding.
Di sebuah sekolah dasar di suatu tempat di kota, bel berbunyi menandakan kelas berakhir.
Kelas 6-1 menutup hari dengan siswa mereka mengucapkan selamat tinggal satu sama lain.
"Berdiri! Hormat! Beri salam!"
"Sampai jumpa!"
Endo Suzune berlari keluar kelas, menyebabkan rok lipitnya bergetar di belakangnya.
".....Hah, hah."
Terengah-engah, gadis itu berlari menuju pintu keluar sekolah dengan langkah pendek tapi cepat. Sasarannya adalah halte bus di sebelah sekolah. Pada saat itu, bus sudah ada di depan halte—
[ "Ugh, kelas berakhir lebih lambat dari biasanya! Ah, busnya sudah ada di sini!" ]
Suzune meningkatkan kecepatan.
"Hah.... Hah.... Aku masuk!"
Gadis itu berhenti sejenak untuk bernafas dan naik ke dalam bus.
[ Itu dia! Onii-chan! ]
Suzune mulai mencari ke dalam bus dan setelah beberapa saat dia menemukan orang yang dia cari.
Namanya adalah Amakawa Haruto, seorang siswa SMA tahun ketiga. Haruto adalah orang baik yang telah membantu Suzune dua tahun lalu ketika dia tertidur dan tidak turun di halte yang seharusnya.
Suzune berjalan ke belakang bus dengan malu-malu, duduk dua baris di belakang Haruto. Sebenarnya, gadis itu ingin duduk dan berbicara dengannya, tapi sayangnya mereka tidak terlalu dekat; Mereka hanya mengenal satu sama lain dari kejadian dua tahun lalu.
Beberapa bulan setelah Suzune diselamatkan oleh Haruto, seorang gadis SMA lain mulai duduk di sampingnya. Dia sangat cantik.
[ Dia pasti pacarnya, kan? Ya, dia pasti pacarnya. ]
Suzune mendesah ringan melihat seberapa dekat keduanya. Tapi dia baik-baik saja dengan itu; Hanya dengan melihat Onii-chan yang dia kagumi membuatnya sangat bahagia.
Perjalanan singkat bersama berakhir dalam sekejap mata, dan Suzune turun di halte dekat rumahnya.
Rumahnya hanya berjarak beberapa menit, tetapi gadis itu merasa sentimental dan ingin berjalan sedikit lagi.
Suzune sengaja mengambil jalan memutar dan menuju taman besar di lingkungan itu. Ada jalan setapak di tengah taman, jadi itu adalah tempat yang sangat populer, tapi—
[ Eh? Tidak seorang pun di sini? ]
Suzune memasuki taman, tetapi tidak butuh waktu lama baginya untuk menyadari bahwa taman itu benar-benar kosong. Atau begitulah yang dia pikirkan, ketika tiba-tiba—
BOOOM!
Suara yang luar biasa terdengar dari sekitarnya.
[ "Kyaaa! A-Apa itu !? Apa ada membuat film!?" ]
Suzune gemetar dengan kaget saat mengamati sekelilingnya. Namun, tidak ada kru film. Pada saat itu, suara seorang gadis terdengar dari langit.
[ "Mustahil! Aku sangat yakin kalau aku telah memasang penghalang!?" ]
".....Eh?"
Suzune mengangkat kepalanya dengan takut-takut.
Di sana, seorang gadis penyihir asing berambut perak terbang di atasnya. Itu tampaknya seorang siswa sekolah menengah.
[ J-Jadi benar ada yang sedang membuat film. Gadis di sana sedang terbang.... ]
Suzune menunjukkan ekspresi terkejut melihat betapa tidak nyata pemandangan di hadapannya.
"Awas!"
Gadis berambut perak itu berteriak panik.
"Eh?"
BOOOM!
Saat Suzune memiringkan kepalanya, hantaman dahsyat lainnya terdengar dari sekitar. Setelah secara refleks menutup matanya, Suzune membukanya lagi dan melihat gadis penyihir perak itu pingsan.
[ "Fweeee!? A-Apa kamu baik-baik saja!?" ]
[ Celia!? ]
Suara seseorang tiba-tiba terdengar.
“....Celia? A-Apa mungkin gadis ini?”
Suzune memandang gadis penyihir itu dengan gugup, tapi tampaknya dia telah kehilangan kesadaran.
[ K-Kamu..... Jika kamu bisa mendengar suaraku, ambil tongkat itu! ]
[ "Aku!? Tongkat ini!?" ]
[ Ya cepat! Jika tidak, kamu akan mati! ]
[ M-Mati!? ]
Dia tidak ingin mati. Karena sudah terpojok, Suzune mengambil tongkat itu seperti yang diperintahkan.
[ A-Ada Apa dengan esensi sihir yang luar biasa ini !? ]
[ "E-Eh!?" ]
Cahaya berkilauan datang dari tongkat itu, menutupi seluruh tubuh Suzune. Gadis itu merasa seolah-olah dia dengan lembut mengambang di ruang anti-gravitasi. Sebelum dia menyadarinya, cahaya di sekitarnya telah berubah menjadi pakaian.
"Pakaian gadis kuil?"
Suzune telah berubah menjadi gadis penyihir dengan pakaian Maiden kuil yang elegan. Untuk beberapa alasan, dia juga memiliki telinga dan ekor rubah, tetapi dia tidak menyadarinya.
Kehidupan Endou Suzune, seorang siswa sekolah dasar biasa, telah berubah total.
Bersambung....?