“Sekarang, aku akan memperkenalkan kalian pada gadis ini. Kalian mungkin sudah mengatahuinya, dia adalah Aishia, roh kontrakku. Aishia, bisakah kamu memperkenalkan diri kepada mereka?” Rio bertanya.
"Halo, namaku Aishia." Kata Aishia secara singkat.
“Merupakan suatu kehormatan berada di hadapanmu, Aishia-sama. Sebagai perwakilan dari semua orang dari desa roh, kami dengan hangat menyambutmu.”
Sara, Orphia, dan Alma berlutut dengan hormat.
Menghadapi reaksi seperti dari mereka bertiga, Aishia memiringkan kepalanya dengan rasa ingin tahu. Miharu, Aki, dan Masato juga terlihat terkejut.
Dengan senyuman tipis, Rio mulai menjelaskan mengapa Sara dan yang lainnya bersikap begitu hormat.
“Seperti yang aku katakan sebelumnya, orang-orang desa roh menganggap roh humanoid tingkat tinggi sebagai makhluk suci. Aishia, kamu adalah salah satu dari roh humanoid itu.”
"Aku tidak ingin mereka memperlakukan aku seperti itu."
Kata Aishia, menggelengkan kepalanya pelan.
“Yah, aku tidak berharap kamu menerimanya begitu saja, tapi setidaknya aku ingin kamu membiasakannya. Untuk sekarang, berdirilah, kalian bertiga.”
Masih tersenyum, Rio menuju kelompok Sara.
"....Baik."
Ketiga gadis itu mengangguk, meskipun ragu-ragu.
"Umm, Kalau begitu.... Bolehkah aku memanggilmu Aishia-san?"
Latifa bertanya pada Aishia tanpa goyah.
"Mou, lagi-lagi bertindak terlalu akrab. Kamu harus mengikuti cara orang desa roh setidaknya sekali-kali...."
Sara mendesah lelah saat dia menunjukkan ketidaksetujuannya, tapi—
“Latifa bisa memanggilku apapun yang dia mau. Aku tidak akan keberatan jika kamu memanggilku Aishia.”
Jawab Aisia datar.
"Ah."
Sara benar-benar tidak bisa berkata-kata.
"Umm, jadi bolehkah aku memanggilmu Aishia Onee-chan?"
Latifa menggumamkan kata-kata itu sambil sedikit memiringkan kepalanya.
"Tidak masalah."
"Yay! Senang bertemu denganmu, Aishia Onee-chan!"
"U-Umm, Rio-san. Apa kamu yakin tidak apa-apa?"
Sara memandang Rio dengan ekspresi khawatir.
"Jangan khawatir. Miharu-san bahkan memanggilnya Ai-chan."
Rio mencoba meredakan kekhawatiran Sara sambil menunjukkan senyum geli.
".....Betulkah?"
Sara menatap Miharu seolah sedang melihat sesuatu yang mengejutkan.
"Ehh? A-Apakah aku seharusnya tidak memanggilnya seperti itu ?"
Miharu bertanya dengan gugup, sedikit gemetar.
"Jangan khawatir. Aishia bilang dia baik-baik saja, jadi hormati pendapatnya."
Rio menggelengkan kepalanya dengan gembira dan menghibur Miharu.
“Umm, ngomong-ngomong. Saat mereka mengatakan 'Rio-san', apa mereka membicarakanmu Haruto-san?”
Aki, yang telah mendengarkan percakapan dalam diam, tiba-tiba mulai bertanya. Di saat yang sama, telinga Latifa berkedut saat mendengar Aki memanggil Rio dengan nama 'Haruto'.
"Ah, benar juga. Aku belum menjelaskannya dengan benar."
Tidak tahu harus mulai dari mana, Rio menggaruk kepalanya dengan ekspresi yang rumit. Latifa memperhatikannya dengan cermat dari samping.
“Aku sudah pernah mengatakannya bukan, saat kita pertama kali bertemu, tapi 'Haruto' adalah nama yang aku gunakan saat aku berada di wilayah Strahl. Nama asliku adalah nama yang disebutkan Sara-san dan yang lainnya— Rio.” Jelas Rio.
Sara mengangkat tangannya dengan ragu-ragu.
"Erm, bolehkah aku bertanya kenapa kamu punya dua nama?"
“Itu terjadi beberapa tahun lalu, sebelum aku datang ke desa ini. Aku terlibat dalam beberapa masalah dengan keluarga kerajaan dan bangsawan di wilayah Strahl. Mereka menuduhku melakukan kejahatan yang tidak aku lakukan, dan pada akhirnya, mereka memasukkanku ke dalam daftar buronan.”
Jawab Rio dengan tidak nyaman.
Mendengar itu, Latifa menunjukkan ekspresi penyesalan.
"Ehhh!?"
Mereka semua membuka mata dengan terkejut.
Karena Aishia sudah mengetahui detailnya, hanya dia yang menunjukkan ekspresi datar.
Ah!
Sara dan gadis-gadis lain dari Seirei no Tami teringat bagaimana mereka diberitatahu tentang masa lalu Latifa sebagai seorang pembunuh yang mencoba menyerang Rio. Ekspresi mereka mulai berubah karena ketiganya berasumsi bahwa kejadian ini terkait dengan pertemuan pertama antara Rio dan Latifa.
"Yah, aku tahu kedengarannya tidak terlalu bisa dipercaya..."
Kata Rio dengan ekspresi yang rumit; semua orang di sekitarnya (kecuali Aisia) kaget.
“Tentu saja kami mempercayaimu. Kami hanya terkejut mendengar betapa mengerikannya itu.”
Sara menggeleng kepalanya dengan gugup.
“Itu benar-benar mengerikan. Apa statusmu masih dalam daftar buronan sampai sekarang?”
Alma bertanya sambil mengerutkan kening.
"Terima kasih banyak atas perhatian kalian semua. Aku tidak tahu apakah surat perintah itu masih aktif.... Aku belum kembali ke kerajaan itu. Namun, kejahatan yang mereka tuduhkan kepadaku tidaklah ringan, jadi aku pikir tidak dikeluarkan dari daftar buronan hanya karena beberapa tahun telah berlalu. Bahkan jika mereka tidak secara aktif mencariku, jadi aku berpikir bahwa kejahatan itu masih tetap ada."
Rio menggelengkan kepalanya perlahan.
"Aku mengerti. Jadi itulah mengapa kamu memutuskan untuk menggunakan dua nama berbeda dan mengganti warna rambutmu dengan artefak sihir...."
Kata Sara, memahami kata-kata Rio dengan ekspresi yang rumit.
"Yah, karena juga rambut dengan warna hitam hanya menarik perhatian disana." Tambah Rio.
“Tapi tujuan sebenarnya adalah menghindari skenario terburuk bila surat penangkapanku masih aktif. Jadi.... Miharu-san, kamu dan yang lainnya bisa memanggilku apapun yang kamu mau selama kita di desa, tapi jika kita kembali ke Strahl, aku ingin kamu memanggilku 'Haruto' seperti yang kamu lakukan selama ini.”
Kata Rio dengan ringan, membersihkan suasana hati yang berat.
Masato sedikit memiringkan kepalanya.
“Hmm.... Bagiku kamu tetaplah Haruto An-chan. Memanggilmu dengan nama Rio An-chan pada saat ini tidak masuk akal, dan mengubah caraku memanggilmu hanya akan membuatku bingung. Aku akan terus memanggilmu Haruto An-chan!”
Kata Masato sambil tersenyum.
"Aku juga ingin terus memanggilmu Haruto-san, karena aku sudah terbiasa dengan nama itu."
Miharu mengangguk sambil tersenyum.
"Umm, lalu.... Aku juga."
Aki juga mengangguk.
"Dia selalu menjadi Rio-san bagi kami, jadi agak lucu kalau orang lain memanggilnya Haruto-san."
Kata Sara sambil tertawa kecil.
“Tapi anehnya itu cocok untuknya, kan? Warna rambut peraknya juga indah.”
Kata Orphia dengan senyum ceria.
“Itu benar.... Aura Rio-san sedikit berbeda saat dia memiliki rambut perak. Tapi meski dengan warna itu dia tetap tampan.”
Alma mengangguk.
“Ah, kupikir itu juga terlihat bagus untuknya, tahu !? Saat kubilang itu cukup lucu, aku tidak bermaksud itu aneh.... Tunggu, kenapa kamu menatapku seperti itu, Alma?”
Sara dengan cepat mengoreksi ucapan sebelumnya, tetapi ketika dia melihat ekspresi Alma yang penuh kemenangan, dia berhenti bertanya-tanya apa arti di baliknya.
"Oh, bukan apa-apa. Tidakkah menurutmu sudah waktunya untuk membawa semuanya ke desa?"
Alma tersenyum mengeluarkan tawa kecil dan dengan tenang mengubah topik pembicaraan. Orphia juga tertawa, sementara kelompok Miharu sedang melihat pemandangan dengan ekspresi penasaran.
“A-Aku tahu itu! Dan apa yang kamu tertawakan Orphia? Kita akan membawa semuanya. Cepat dan biarkan mereka naik ke punggung Ariel.”
Pipi Sara memerah karena malu ketika dia mendesak Orphia untuk cepat bergerak.
∆∆∆∆
Seluruh kelompok terbang dan menuju rumah pohon besar yang digunakan sebagai balai kota desa. Ketika mereka mendarat di alun-alun di depan balai kota, Miharu dan Aki dengan takut-takut turun ke tanah, sementara Masato melompat ke bawah dengan antusias.
"Tadi itu menakjubkan! Terbang sangat menyenangkan! Bangunan di desa juga luar biasa!"
Masato berteriak dengan semangat tinggi.
Disampingnya, Aki menunjukkan ekspresi lelah melihat betapa kekanak-kanakan adiknya itu, tapi dia juga menikmati pemandangan selama penerbangan mereka, jadi dia tidak bisa berkata apapun. Melihat keduanya itu, Miharu tertawa kecil.
Tepat pada saat itu, partikel cahaya mulai berkumpul di pintu masuk balai kota, membentuk sosok wanita cantik.
"Kalian sudah tiba, aku sudah menunggu."
Sosok wanita itu adalah Dryas, roh dari pohon besar.
"Dryas-sama — jadi, kamu juga ada di sini."
Sara, Orphia, dan Alma menundukkan kepala ke arah Dryas dengan hormat.
Dryas mendekati Aishia dan mulai berbicara dengannya dengan senyum ceria.
“Ya, aku merasakan kehadiran roh yang kuat di dalam penghalang desa. Aku datang segera karena aku yakin itu adalah roh yang di kontak oleh Rio. Kamu pasti adalah roh itu bukan ? Namaku Dryas.”
“Aku Aishia. Halo, Dryas.”
Aishia menjawab dengan nada tanpa ekspresi.
"Hmm. Kamu adalah roh yang tidak aku ketahui. Belum lagi..... Yah, sudahlah. Mari kita lanjutkan percakapan di dalam. Kalian mau bertemu para tetua, kan?"
Dryas bertanya dan berjalan cepat menuju pintu masuk balai kota.
"Baik. Tolong ikuti aku, semuanya."
Dipimpin oleh Sara, kelompok itu berjalan ke lantai atas balai kota.
∆∆∆∆
Sepuluh menit kemudian, di lantas atas balai kota, di ruang rapat dewan, kelompok Aishia dan Miharu mendapat sambutan hangat dari para tetua desa.
Ketiga tetua itu memulai dengan beberapa perkenalan sederhana.
“Senang sekali kamu mengunjungi desa kami, Aishia-sama. Sebagai wakil dari desa roh, kami menyambutmu dari lubuk hati kami.”
Salah satu pemimpin, high elf Syldora, bangkit dari kursinya dan berbicara dengan Aishia dengan sopan. Para tetua lainnya juga bangkit dan menundukkan kepala mereka ke arah gadis roh itu.
“Terima kasih.”
Kata Aishia singkat.
Dengan senyum kecil, Syldora menoleh ke tempat Miharu, Aki, dan Masato berada.
“Anak-anak dari dunia lain, kalian berhasil datang sejauh ini. Kami juga menyambut kalian.”
"Y-Ya! Umm, terima kasih banyak telah memberi kami izin untuk tinggal di sini. Kami sangat berterima kasih.... Aku tidak begitu yakin harus berkata apa."
Tidak seperti respon tenang dari Aishia, Miharu menundukkan kepalanya dengan gugup.
"T-Terima kasih banyak!"
Aki dan Masato juga menundukkan kepala dengan canggung.
“Hahaha, kalian tidak harus terlalu formal. Pertemuan ini hanya untuk memperkenalkan diri dan bertemu langsung. Aku yakin kalian sudah mendengar dari Rio-dono, tetapi selama kalian menyetujui beberapa syarat dari kami, kami akan menjamin kalian hidup damai di desa ini. Kita akan menyimpan penjelasannya untuk hari lain.”
Syldora menunjukkan senyum ramah saat dia berbicara kepada ketiganya yang gugup itu.
"Hmm. Kami diberitahu bahwa kalian adalah anak-anak dari dunia lain, tetapi kalian terlihat sama persis seperti manusia."
Dwarf tua, Dominic, mengamati kelompok Miharu dengan rasa ingin tahu.
“Hei, jangan lihat mereka dengan wajah galak itu. Kau menakuti mereka.”
Ursula memarahi Dominic dengan nada bercanda.
"A-Apa?"
Terkejut, Dominic tidak bisa berkata-kata.
Para tetua lain di ruangan itu mulai tertawa dan kelompok Miharu juga terbawa suasana. Udara di ruangan itu menjadi jauh lebih ringan.
Menyadari itu, Dominic menghela napas perlahan untuk menunjukkan bahwa dia tidak marah.
“Sekarang, tidak ada gunanya melanjutkan pembicaraan ini dengan orang tua desa yang membosankan. Sara, kamu dan para gadis bisa membawa mereka ke tempat istirahat.”
Kata Syldora, berbalik untuk berbicara dengan kelompok itu.
“Baik. Semuanya, tolong ikuti aku.”
Sara mengangguk dengan penuh hormat sebelum menuju kelompok Miharu.
"Heh? Apa hanya itu?"
Miharu bertanya dengan heran. Ia berharap pertemuan itu bisa berlangsung lebih lama.
"Ya. Tujuan pertemuan ini adalah semacam perkenalan diri sederhana. Kami ingin mendengar cerita dari dunia kalian lain waktu, jadi sebaiknya kalian harus beristirahat untuk saat ini."
Syldora mengangguk sambil tersenyum hangat.
Miharu menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Y-Ya. Terima kasih banyak!"
“Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepada Rio-dono dan Aishia-sama. Bisakah kalian tinggal lebih lama?”
Ursula bertanya.
Rio segera mengangguk dan berbalik ke arah Sara dan Latifa.
"Tentu saja. Semuanya, aku akan meninggalkan Miharu dan yang lainnya kepada kalian. Kamu juga, Latifa."
"Tidak masalah. Serahkan saia padaku, Onii-chan!"
Latifa membusungkan dadanya dengan bangga.
∆∆∆∆
Setelah Sara dan yang lainnya meninggalkan ruangan, Ursula mulai berbicara.
"Maafkan aku, Rio-dono. Aishia-sama. Ada beberapa hal penting yang ingin kami diskusikan dengan kalian, jadi mohon temani para tetua ini lebih lama lagi."
“Tentu saja, kamu tidak perlu meminta maaf. Sebaliknya, akulah yang harus berterima kasih atas kemurahan hati yang kalian tunjukkan kepada kami.”
Jawab Rio sambil menundukkan kepalanya.
Kemungkinan besar Sara dan yang lainnya telah dikirim ke tempat lain karena yang ingin para tetua diskusikan sangat rahasia.
Saat ini, satu-satunya yang hadir di ruangan itu adalah Rio, Aishia, dewan tetua, dan Dryas, roh dari pohon raksasa. Mereka semua lebih dari memenuhi syarat untuk mengetahui apa yang akan dibahas, dan mereka juga tidak punya masalah dalam menjaga rahasia.
"Jadi, apa yang ingin kalian diskusikan?"
"Hm. Meski ada banyak hal yang mau dibahas, mari kita mulai dengan Aishia-sama terlebih dahulu. Dryas-sama, maukah kamu memulainya duluan?"
Syldora langsung ke pokok permasalahan, mencari instruksi dari Dryas, yang duduk di sebelah Aishia.
"Mari kita lihat. Pertama, jelas bahwa Aishia bukanlah roh yang aku kenal. Dari apa yang kudengar dari para tetua, Rio menyebutkan beberapa poin yang aneh..... Aishia, apakah benar kamu tidak ingat jenis roh seperti apa dirimu?"
Aisia mengangguk.
"Ya."
“Itulah yang menurutku aneh. Biasanya roh menyimpan ingatannya sebelum mereka berubah menjadi humanoid, tapi dia tidak mengingat apapun, bahkan namanya. Dia tampaknya memiliki kecerdasan roh humanoid, tetapi perasaan dirinya sangat lemah..... Aku kira itu karena amnesia?”
Dryas merenungkan kekhawatirannya.
“.....Aku ingin menanyakan sesuatu tentang itu. Apakah semua roh mampu naik ke peringkat humanoid sambil mempertahankan ingatan ketika mereka termasuk dalam peringkat yang lebih rendah?” Rio bertanya.
"Itu pertanyaan yang sulit. Aku hanya bisa memberitahumu berdasarkan pengalaman pribadiku, jadi ini mungkin bukan jawaban yang benar, tetapi tidak semua roh bisa naik ke peringkat yang lebih tinggi dari yang mereka miliki. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk itu." Jawab Dryas.
”Aku juga tidak begitu yakin tentang kenangan itu; misalnya, aku tidak dapat mengingat apa pun sejak aku adalah roh kelas rendah. Roh dikatakan sebagai kumpulan mana dengan kesadarannya sendiri, tetapi roh kelas bawah setara dengan bayi manusia dalam hal kesadaran. Aku hanya memiliki kenangan sejak aku naik ke kelas menengah. Meskipun, dulu aku tidak bisa terlalu jauh dari pohon tempat tinggalku, jadi pada dasarnya aku menghabiskan setiap hari dengan berjemur.”
Tambah Dryas dengan sedikit sedih saat berbicara.
"Terima kasih atas jawabanmu. Dengan kata lain, Aishia seharusnya melewati fase lain sebelum dia menjadi roh humanoid, dan dia juga harus mengingat periode itu dalam hidupnya."
"Tepat. Aku harus menambahkan bahwa ketika roh mencapai kelas menengah ke kelas atas, perlu waktu bertahun-tahun untuk memperkuat rasa dirinya dan mendapatkan individualitas. Sama sepertiku.”
Kata Dryas, tersenyum bangga.
"Aku mengerti...."
Memahami percakapan, Rio mengangguk dan menatap Aishia. Kepribadian Aishia sangat berbeda jika dibandingkan dengan Dryas. Tidak seperti Dryas yang mengekspresikan emosinya dengan bebas, Aishia tidak menunjukkan banyak ekspresi untuk diucapkan.
“Itulah sebabnya..... Bagaimana cara aku harus mengatakannya? Hmm, Aishia.... Dia terlihat seperti roh muda yang baru saja berubah menjadi roh kelas menengah. Pangkatnya sebagai roh tinggi, tetapi perasaan dirinya tampaknya agak lemah dan tidak seimbang. Kecuali jika dia benar-benar gadis yang sangat eksentrik.... Tapi dia tidak seperti itu, kan?”
Dryas berkata dengam ekspresi serius saat dia melihat Aishia memiringkan kepalanya.
"Aku?"
Aishia juga memiringkan kepalanya ke samping dan menoleh ke Rio.
"Siapa yang tahu. Tapi menurutku kamu sangat menawan seperti apa adanya."
Rio tertawa geli.
"Terima kasih, Haruto."
Aishia tersenyum tipis; Dryas menyaksikan interaksi antara keduanya.
“Fufu, sepertinya hubungan kalian berdua berjalan baik. Itu sesuatu yang bagus. Aku tidak memiliki kontrak dengan siapa pun, jadi itu membuatku merasa sedikit cemburu.”
Kata Dryas yang berbicara sambil tersenyum.
"Itu benar. Sepertinya Aishia-sama sudah cukup terbuka dengan Rio-dono."
Ursula menyetujui.
"Namun.... Saat Aishia-sama mengatakan 'Haruto', apakah itu mengacu padamu, Rio-dono?"
“Ya, karena keadaan tertentu, aku menyebut diriku Haruto ketika aku ada di Strahl. Aku sudah memberitahu Sara-san dan yang lainnya detailnya, jadi ini kesempatan bagus untuk memberitahu kalian juga.”
Setelah mengatakan itu, Rio memberitahu para tetua cerita yang sama dengan yang dia ceritakan pada Sara dan yang lainnya. Para tetua mendengarkannya dalam diam dan berbicara hanya setelah Rio menyelesaikan penjelasannya.
"Aku mengerti. Jadi Rio-dono memiliki masa lalu seperti itu....."
Ursula menggumamkan kata-kata itu dengan ekspresi yang bertentangan. Para tetua lainnya juga menunjukkan ekspresi serupa.
"Maaf. Aku tidak bermaksud merahasiakannya, tapi ini bukan cerita yang bagus untuk diceritakan, jadi aku tetap diam selama ini. Dengan situasi saat ini, kalian pantas mendapatkan penjelasan yang tepat.... Tetapi aku sadar ini bukan cerita yang positif. Tolong jangan biarkan itu membebani kalian semua."
Rio meminta maaf dengan ekspresi penyesalan.
“Ada hal lain yang ingin aku jelaskan kepada kalian semua, tapi ini mungkin tidak terlalu baik untuk dikatakan.... Hal ini juga adalah alasan mengapa aku bisa berkomunikasi dengan Miharu-san dan yang lainnya. Aku ingin kalian merahasiakan apa yang akan aku katakan, apakah kalian setuju dengan itu?”
Ketiga tetua saling memandang dengan mata lebar.
".....Apa kamu yakin? Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk menjelaskan semuanya kepada kami."
Syldora bertanya saat dia memperhatikan ekspresi Rio.
“Aku tidak memaksakan diri. Namun, ini adalah penjelasan yang aku harapkan kalian anggap serius, jadi penjelasanku mungkin agak aneh. Jika Miharu-san, Aki, dan Masato tidak muncul, aku tidak akan memberitahu siapa pun tentang ini.”
Kata Rio dengan ekspresi yang rumit.
"Apa itu berarti kamu sudah memberitahu mereka juga?"
"Iya. Karena situasinya tidak dapat dihindari. Itulah mengapa aku ingin menjelaskan hal yang sama kepada kalian semua. Bagaimanapun, kalian akan mengurus ketiganya untuk sementara waktu. Tempo lalu, aku tidak menjelaskan detailnya, tetapi hari ini aku bersedia memberitahu kalian segalanya. Jika kalian setuju, tentu saja."
“Aku mengerti.... Semuanya, seperti yang baru saja kalian dengar. Dilarang keras mengungkapkan apa yang ingin diberitahukan Rio-dono kepada kita. Mereka yang tidak bisa bersumpah diam, segera tinggalkan ruangan.”
Kata Syldora.
Begitu Syldora memastikan bahwa tidak ada yang meninggalkan tempat duduk mereka, dia mulai berbicara lagi, tersenyum ke arah tetua lainnya.
“Maka diasumsikan bahwa setiap orang yang hadir telah mematuhi ketentuan yang disebutkan. Mereka yang tidak menepati janji.... Nah, kalian semua tahu apa yang akan terjadi. Dryas-sama, apa kamu setuju dengan ini?”
"Tidak masalah. Aku tidak memiliki minat atau pun teman gosip untuk melakukannya."
Dryas mengangguk.
“Sepertinya kita semua setuju, Rio-dono. Jadi, maukah kamu memberitahunya kepada kami?”
Syldora bertanya, menatap Rio.
"Tentu saja. Aku sangat berterima kasih atas kebaikan semuanya."
Rio menundukkan kepalanya dalam-dalam dan mulai menjelaskan alasan mengapa dia bisa berbicara dengan Miharu dan yang lainnya – karena dia memiliki ingatan tentang kehidupan masa lalunya – tetapi dia hanya mengatakan hal yang sama seperti yang dia katakan kepada Miharu dan yang lainnya. Rio memberitahu para tetua bagaimana dia mendapatkan kembali ingatannya ketika dia masih anak-anak, dan fakta bahwa kebetulan ingatan itu tentang di dunia Miharu, Aki, dan Masato berada.
Rio menyembunyikan kebenaran bahwa dia memiliki hubungan dengan Miharu di kehidupan sebelumnya.
"Jadi seperti itulah."
Kata Rio, menyelesaikan penjelasannya.
Para tetua terdiam selama Rio menjelaskan, tetapi ketika dia selesai, mereka semua menghirup udara pada saat yang sama – seolah-olah mereka ingat untuk bernapas.
Syldora adalah orang pertama yang membuka mulutnya.
"Hmm. Itu memang cerita yang sulit dipercaya.... Tapi semua itu kebenaran, kan?"
Setelah berpikir sejenak, Syldora memutuskan untuk menerima kata-kata Rio.
".....Kalian mempercayaiku?"
Rio bertanya ekspresi terkejut, tidak percaya bahwa penjelasannya akan di terima begitu mudah.
“Bagaimanapun juga, kamu yang menjelaskan hal ini, Rio-dono— jadi sudah cukup untuk kami mempercayai kata-katamu. Belum lagi, memang benar bahwa kamu bisa berbicara bahasa yang sama dengan mereka. Jika kamu ingin berbohong, kamu tidak akan membuat penjelasan yang tidak masuk akal untuk menutupinya.”
Syldora mengangguk sambil tersenyum masam.
“Memang benar itu tidak masuk akal. Aku bisa mengerti mengapa Rio-dono ingin kami merahasiakan percakapan ini. Aku belum pernah mendengar tentang seseorang yang terlahir kembali dengan ingatan tentang kehidupan sebelumnya.”
Ursula berkata dengan senyum masam.
Dominic meletakkan tangannya di dagu.
"Hmm. Dryas-sama, apa kamu pernah bertemu dengan seseorang dalam situasi yang sama seperti ini?"
Dominic bertanya kepada Dryas, karena dialah makhluk tertua yang ada di desa.
Dryas menggelengkan kepalanya terus terang.
"Belum. Sejauh yang aku tahu, tidak ada yang seperti itu yang muncul di desa ini sebelumnya."
"Begitukah.... Maaf, Rio. Aku berharap ada serupa yang bisa memberimu beberapa petunjuk, tapi ternyata tidak ada."
Menghadapi situasi yang sulit, Dominic mengangkat bahu.
Rio menggelengkan kepalanya saat dia tersenyum.
“Tidak apa-apa, hanya mengetahui bahwa tidak ada orang sepertiku yang muncul secara terbuka dalam sejarah dunia ini, hal itu sudah sangat membantu. Aku bertanya-tanya apakah ingatan tentang kehidupan masa laluku ada hubungannya dengan ikatan kontrak dengan Aishia tanpa aku sadari, tapi untuk saat ini aku akan mengesampingkannya.”
Rio mengenal seseorang yang memiliki ingatan tentang kehidupan masa lalunya, dan dia juga tahu orang itu yang kemungkinan besar ada hubungan, tetapi memutuskan untuk tidak mengungkapkan informasi itu untuk saat ini.
“Hmm.... Seandainya kita tahu roh macam apa Aishia ini.... Yang bisa kukatakan adalah gadis ini bukan bagian dari kelompok roh kelas atas yang aku kenal. Ngomong-ngomong, atribut apa yang menjadi spesialisasimu, Aishia?”
Dryas bertanya tiba-tiba.
"Semuanya."
Jawab Aishia dengan tenang.
Setelah mendengar itu, semua tetua mulai ribut. Bahkan Dryas, yang menanyakan pertanyaan itu, matanya melebar karena terkejut. Rio adalah satu-satunya yang bingung, bertanya-tanya mengapa semuanya bereaksi dengan terkejut seperti itu.
Dryas mengulangi pertanyaannya dengan nada gugup.
“....Umm, aku tidak yakin mendengar perkataanmu dengan benar. Apa kamu baru saja mengatakan bahwa kamu berspesialisasi dalam semua jenis atribut pada spirit art?”
∆∆∆∆
Selama pertemuan antara Rio, tetua desa, dan Dryas, kelompok Miharu sedang dipimpin keluar balai kota oleh gadis-gadis dari Seirei no Tami. Di depan balai kota ada lapangan besar dan luas yang biasa digunakan anak-anak untuk bermain. Ketika mereka tiba, mereka tidak menyadarinya, tetapi ada beberapa anak laki-laki dan perempuan berlarian kemana-mana.
“Pemandangannya sangat indah saat di lihat dari atas sini, tapi pemandangan dari bawah juga sama indahnya. Penduduk desa roh sangat luar biasa.... Mereka bahkan membuat rumah pohon seperti ini. Itu terlihat seperti gedung pencakar langit.”
Masato mengungkapkan kekagumannya saat melihat rumah pohon yang digunakan sebagai balai kota.
Terbawa suasana, Masato berbicara dalam bahasa Jepang, tetapi Orphia berhasil memahami apa yang dia maksud dengan reaksinya. Orphia menunjukkan senyum yang menyenangkan.
"Fufu, pohon besar Dryas-sama jauh lebih besar dari rumah pohon ini, loh?"
Kata Orphia dalam bahasa Strahl.
"Heh? H-Hebat, bahkan lebih..... Dari ini? Umm, aku ingin sekali melihatnya. Jika tidak terlalu merepotkan."
Merasakan bahwa dialah yang diajak berbicara, Masato tersipu malu dan mulai berbicara dengan canggung.
“Berhenti membuat ekspresi kaya gitu.... Kamu berbicara seperti bukan dirimu saja.”
Kata Aki sambil melihat Masato dengan jijik.
"A-Apa masalahmu, Aki Nee-chan? Aku biasanya selalu berbicara seperti ini."
Protes Masato dengan suara suara tinggi, membuat Aki mengejeknya sambil tertawa.
"Kamu mengatakan itu, tapi kepribadianmu yang sebenarnya sudah terlihat."
Sementara itu, Sara dan yang lainnya tidak memahami situasinya dengan baik, jadi mereka semua menoleh ke Miharu untuk mencari penjelasan.
"Ah, umm. Masato-kun sangat pemalu di sekitar orang yang tidak dia kenal. Aku pikir berbicara dengan Orphia-san membuatnya merasa sedikit gugup."
Miharu menjelaskan.
"M-Miharu Nee-chan, kamu tidak perlu mengatakannya kepada mereka!"
Masato berteriak malu.
“Itu bukan rasa malu kepada orang asing.... Masato lemah kepada gadis-gadis manis dan imut yang lebih tua darinya – dan juga jika mereka adalah orang yang baru dia temui untuk pertama kalinya.”
Aki menjelaskan terus terang.
Terkejut, Masato mencoba menahan kata-kata Aki.
"Wah! Berhenti, Aki Nee-chan!"
Namun, gadis-gadis Seirei no Tami bisa mendengarnya, jadi mereka mulai tertawa.
"Ahaha, aku mengerti. Jadi, haruskah aku mengucapkan 'terima kasih'?"
Orphia tersenyum malu-malu.
"Ah, sial! Aku tidak akan bisa menunjukkan wajahku lagi!"
Masato menutupi wajahnya dan berjongkok di tempat dia berdiri; Dia ingin menggali lubang dan bersembunyi di dalamnya, tapi tindakannya hanya membuat Sara dan yang lainnya tertawa lebih keras.
"Anak yang cukup lucu."
Alma menggumamkan kata-kata itu sambil memandang Masato sambil tersenyum.
“Kamu akan baik-baik saja jika bisa membuat lelucon seperti itu. Meskipun kamu tidak menunjukkan wajahmu lagi, tidak ada yang akan peduli, jadi jangan khawatir. Bangunlah, kamu menghalangi jalan.”
Tanpa ampun, Aki mengejek Masato secara verbal, yang sedang malu.
“Ugh, aku tahu.... Tunggu, kenapa semua orang melihat kita?”
Masato berdiri dan menyadari bahwa semua anak di desa roh sedang memandangi mereka; usia mereka berkisar antara lima sampai sepuluh tahun.
"Mereka mungkin penasaran dengan kalian, karena jarang ada orang yang datang dari luar." Kata Sara.
“Sepertinya pelajaran pagi sudah selesai dan mereka menggunakan waktu luang mereka untuk berlatih dan berolahraga. Vera dan Arslan juga ada disana.”
Kata Alma sambil menunjuk anak-anak.
Gadis serigala perak Vera, dan anak singa Arslan melangkah maju dan mendekati kelompok itu.
"Sara Onee-san! Apa mereka bertiga adalah tamu yang dibawa Rio Nii-san?"
Vera bertanya pada Sara dengan senyum ramah.
Mempertimbangkan Miharu dan yang lainnya, Sara menggunakan bahasa Strahl dan bukan bahasa Seirei no Tami.
"Iya. Kami sedang melakukan tur desa."
Latifa mengangguk sambil tersenyum.
"Aku tahu itu! Kalian memiliki rambut berwarna hitam seperti Rio Nii-san, jadi aku langsung menyadarinya. Senang bertemu denga kalian semua! Aku Vera, adik perempuan Sara Onee-san!"
Vera menghadapi kelompok Miharu dan menundukkan kepalanya dengan sopan.
"Halo. Namaku Miharu dan aku berasal dari negara asal Haru.... Rio-san. Senang bertemu denganmu."
Miharu segera merespon.
Sebagai catatan, kebenaran tentang Miharu, Aki, dan Masato adalah orang-orang dari dunia lain adalah informasi yang hanya diketahui oleh dewan tetua dan beberapa individu. Karena itu, Miharu harus menjelaskan bahwa dia dan kedua bersaudara itu adalah orang yang berasal dari negara asal Rio, bahkan dia memutuskan untuk memanggil Rio dengan 'Haruto' dalam situasi ini, karena penjelasannya akan terlalu rumit.
Melihat senyum Miharu, Vera membuka matanya dan mengangguk.
"Y-Ya. Wah..... Dia cantik, bukan begitu, Arslan-kun?"
"J-Jangan tanya aku!"
Arslan terkejut dan berteriak malu dari samping Vera.
Melihat kepanikannya itu, Sara tertawa kecil.
“Nama anak laki-laki ini adalah Arslan. Dia adalah teman Vera dan Latifa.”
Kata Sara, memperkenalkannya kepada Miharu dan yang lainnya.
“....Aku Arslan. Salam kenal."
Arslan mengatakan bahwa dengan sedikit menoleh, pipinya sedikit memerah.
“Aku Masato. Umurku dua belas tahun.
"Namaku Aki. Aku satu tahun lebih tua dari Masato, jadi umurku tiga belas tahun."
“Itu artinya Aki-chan seumuran denganku. Aku senang bisa berteman dengan yang seumuranku. Kuharap kita bisa berteman baik.”
Kata Vera dengan senyum riang.
“Seperti yang kalian lihat, mereka berdua juga bisa berbicara bahasa Strahl. Mereka berteman sangat dekat dengan Latifa, jadi kalian akan memiliki banyak kesempatan untuk berbicara dengan mereka di lain waktu. Tolong berteman baik dengan mereka berdua.”
Tambah Sara.
"Tentu saja."
Aki dan Masato menjawab pada saat bersamaan.
"Ngomong-ngomong, kemana semuanya akan pergi?"
Vera bertanya sambil memiringkan kepalanya.
"Ka akan membawa ketiga tamunya Rio ke rumah tempat mereka akan menginap sementara Rio menyelesaikan diskusinya dengan para tetua." Alma menjelaskan.
“Aww, kedengarannya menyenangkan. Aku juga mau ikut!”
Balas Vera menunjukkan ekspresi cemburu.
Sara menggelengkan kepalanya.
"Kamu tidak boleh. Kalian berdua akan pelatihan setelah ini, kan?"
“Benar, Vera. Hari ini adalah Uzuma-san yang mengajari, jadi sayang sekali untuk melewatkannya. Ayo pergi dan kunjungi mereka nanti?”
Arslan berbicara dengan tidak sabar, mencoba membujuk Vera agar tidak pergi.
"Hmph, baiklah."
Vera mundur dengan enggan.
"Nee, nee, ketika kamu bilang pelatihan, pelatihan macam apa itu?"
Masato bertanya dengan penuh minat.
“Pelatihan tempur, tentu saja. Instruktur kami adalah kepala prajurit desa ini, kamu tahu?”
Arslan menjawab dengan bangga.
"Pelatihan tempur, ya....."
Masato berbicara dengan kagum.
"Aku menggunakan pedang dua tangan."
Tambah Arslan.
"Bisakah kamu menggunakan senjata, Masato?"
"Tidak, aku tidak pernah mendapatkan pelatihan seperti itu dalam hidupku..... tapi aku tertarik."
Jawab Masato ragu-ragu.
"Eh, kamu ingin belajar cara menggunakan pedang?"
Aki bertanya dengan mata melebar karena terkejut.
"Y-Ya. Kita menghabiskan sepanjang hari belajar, dan kami hampir tidak bergerak sama sekali."
"Hmm....."
"A-Apa? Apa kamu punya masalah dengan itu?"
"Selama tidak berbahaya, kurasa.... Bagaimana menurutmu, Miharu Onee-chan?"
Aki menoleh ke Miharu dengan ekspresi serius.
"Heh? Umm, aku tidak ingin kamu melakukan sesuatu yang berbahaya, tapi aku juga ingin menghormati keputusan Masato-kun. Ah, tapi pastikan kamu mendapatkan izin Haru.... Maksudku, Rio-san."
Jawab Miharu.
“Rio mungkin akan menjadi instruktur yang ideal. Jika Masato-kun memiliki semangat untuk belajar ilmu pedang dengan serius, mungkin ide yang bagus untuk mendiskusikannya dengannya.”
Kata Sara dengan nada yang agak tegas.
"Jadi, apa benar Haru... Rio An-chan cukup kuat?"
Masato bertanya, memastikan nadanya sopan.
"Iya. Tidak hanya kuat dalam pertarungan jarak dekat, kemampuan spirit art jarak menengah dan jarak jauhnya cukup tinggi untuk dianggap yang terbaik di desa.”
Jawab Sara dengan bangga.
"Sara bahkan pernah melawannya sekali."
Kata Alma sambil tertawa.
"H-Hal yang sama berlaku untukmu!"
Melihat Sara dan Alma akan memulai salah satu pertengkaran mereka yang biasa, Orphia melangkah maju dengan senyum ramah.
"Baiklah, baiklah. Kalian berdua telah berlatih dengan keras selama ini, jadi lain kali pastikan untuk menunjukkan hasilnya kepada Rio-san."
“Aku mungkin juga menantang Rio Aniki lain kali. Jika Masato belajar cara menggunakan pedang, Kita bisa bertarung juga. Aku akan melatihmu juga.”
Kata Arslan, menantang Masato sambil tersenyum.
“Jalanmu masih panjang. Masih terlalu dini bagimu untuk melatih seorang pemula.”
Kata Sara, menunjukkan ekspresi lelah.
“Haha, aku ingin sekali berduel denganmu. Aku akan mencoba untuk bertanya pada Rio An-chan, jadi aku akan menantikan pertandingan kita suatu hari nanti.... Umm… Arslan ”
Masato berbicara dengan sedikit malu, dan Arslan mengangguk dengan penuh semangat sebagai balasan.
"Aku menantikannya!"
∆∆∆∆
Setelah berpamitan dengan Vera dan Arslan, gadis-gadis dari Seirei no Tami itu membimbing ketiga tamu Rio itu ke kediaman baru mereka. Kediaman itu adalah rumah pohon yang ditopang oleh beberapa pohon – berlokasi di tengah desa, beberapa menit dari balai kota.
"Mulai sekarang kalian akan tinggal di sini."
Kata Sara kepada Miharu, Aki dan Masato saat mereka berhenti di depan rumah.
"....Rumah yang indah. Apa tidak apa, membiarkan kami tinggal di tempat yang begitu indah seperti ini?"
Miharu bertanya dengan gugup saat dia melihat ke rumah pohon.
"Tentu saja."
Sara mengangguk.
"Rumah ini awalnya kosong—"
"—Karena ini adalah rumah tempat Onii-chan dan aku dulu tinggal."
Latifa menimpali dengan nada ceria.
"Nee. Jika kamu mengatakannya begitu, terdengar seperti hanya kamu dan Rio tinggal di sini. Kami juga tinggal di sini, ingat?"
Sara mengoreksi dengan nada sedikit kesal.
Miharu, Aki dan Masato agak terkejut dengan pernyataan itu; terutama Masato yang paling terkejut dari keduanya.
"Umm, apa ada yang salah?"
Melihat perubahan pada ketiganya itu, Sara bertanya dengan ragu-ragu.
".....Ketika kamu mengatakan 'kami', apa Orphia-san dan Alma-san termasuk juga?"
Masato bertanya pelan.
Masato tampak masih enggan untuk bersikap terlalu akrab dengan Sara dan yang lainnya, jadi dia tidak menggunakan sebutan 'nee-chan' kepada mereka. Dia mungkin akan segera terbiasa.
"Ya."
Jawab Sara, mengangguk dengan ekspresi penasaran.
"K-Kalian berlima?"
Masato bertanya sekali lagi dengan nada tinggi.
"Y-Yup"
Sara membenarkan, sedikit ragu-ragu.
"Wow... Aku merasa iri sekali."
Masato berkata pada dirinya sendiri.
Di sampingnya, Aki mengerutkan keningnya; Dengan senyum dingin di wajahnya, gadis itu menancapkan kukunya ke bahu Masato, memastikan Sara dan yang lainnya tidak melihatnya.
"Apa? Kamu juga telah tinggal di sebuah rumah dengan lebih banyak perempuan juga. Apa yang masih kamu keluhkan ?"
"O-Oww, itu menyakitkan, Aki Nee-chan."
Masato keberatan dengan ekspresi yang menyakitkan, tapi Aki dengan cepat melepaskan tangannya dari dia dan memalingkan wajahnya dengan 'hmph', kemudian mengabaikannya.
"Fufu, kalian berdua cukup dekat."
Melihat interaksi antara keduanya, Latifa tertawa geli.
"Kami tidak seperti itu. Kami selalu bertengkar."
Masato menggelengkan kepalanya.
"Itu artinya kalian cukup dekat karena selalu bertengkar."
Kata Alma dengan tawa lemah.
"Yup, benar. Sama seperti Sara-chan dan Alma-chan.”
Orphia setuju dengan senyum ceria, sambil memandang dengan santai ke arah Alma dan Sara.
"....Kurasa tidak. Aku menarik kembali kata-kataku."
Alma tersipu dan menggumamkan kata-kata itu dengan sikap malu.
"Mou, apa yang kalian katakan? Ayo masuk."
Kata Sara dengan suara lelah dan menuju pintu masuk rumah, meskipun pipinya juga sedikit diwarnai dengan kemerahan. Menyadari bahwa Sara tersipu karena malu, Miharu menunjukkan sedikit senyuman.
Latifa menarik lengan baju Miharu.
"Hm? Ada apa, Latifa-chan?"
Miharu bertanya dengan lembut, tersenyum kepadanya.
"Miharu-san, bolehkah aku memanggilmu Miharu Onee-chan?"
Latifa bertanya, menatap langsung ke mata Miharu dengan ekspresi penuh harapan.
Mata Miharu melebar sesaat sebelum dia dengan senang hati menyetujuinya.
"Tentu saja kamu boleh."
"Ehehe. Terima kasih, Miharu Onee-chan. Bisakah kamu ceritakan semua hal tentang Onii-chan!"
"Umm, tentu..... Tapi kamu tahu lebih banyak tentang Haruto-san daripada aku, bukan, Latifa-chan?"
“Mm...... Kamu mungkin benar, tapi aku juga ingin mengetahui Onii-chan sudut pandang Miharu Onee-chan. Aku ingin sekali mengenalmu lebih baik, dan aku juga ingin kamu mengenal kami lebih dekat. Aku ingin kita cepat berteman.”
Latifa mengungkapkan perasaannya dengan senyuman polos.
Miharu menunjukkan senyum santai.
"Fufu. Jika begitu, maka aku akan sangat senang. Mari berteman, Latifa-chan."
Kata Miharu, mengangguk.
"Ya! Mari berteman, Miharu Onee-chan!"
Sementara yang lain sudah berada di pintu masuk rumah, Latifa dan Miharu tetap ditempat saat mereka sedang mengobrol.
"Miharu, Latifa. Apa ada masalah?"
Sara menghampiri kedua gadis itu.
"Tidak ada. Nee, setelah kita selesai berkeliling rumah, aku mau mengadakan pesta teh dengan semuanya! Apa ada sandwich juga?"
Latifa meraih tangan Miharu dan menariknya dengan lembut saat dia berbicara.
"Iya, ada." Kata Orphia, mengangguk.
"Tapi hanya sedikit. Sudah hampir waktunya makan siang."
Tambah Sara tanpa ragu.
Miharu memperhatikan percakapan gadis-gadis itu dari samping dan tertawa ringan.
[ Latifa-chan adalah gadis yang baik. Sara-san dan yang lainnya juga sangat baik. ]
Miharu khawatir tentang kepindahan mereka bertiga, tapi lega bahwa semuanya berjalan dengan baik. Sepertinya sesuatu yang baik akan terjadi. Itulah perasaannya.
Setelah itu, Miharu, Aki, dan Masato menerima tur ke dalam rumah dan dengan senang hati berbicara dengan Sara dan yang lainnya sambil menunggu Rio dan Aishia kembali. Vera dan Arslan juga menyusul untuk mengunjungi mereka, membentuk grup bersama Latifa, Aki, dan Masato. Setelah beberapa saat, tibalah waktunya untuk jamuan makan malam.
∆∆∆∆
Akhirnya sore hari tiba, dipandu oleh Sara dan gadis-gadis Seirei no Tami lainnya, Miharu, Aki, dan Masato dibawa menuju balai kota sekali lagi.
Mereka semua memasuki ruang makan besar di lantai bawah dan menemukan meja bundar yang cukup banyak jumlahnya, di setiap meja di penuhi oleh hidangan makan malam yang tampak lezat bergaya prasmanan.
“Oooh, luar biasa! Semuanya tampak enak!"
"Luar biasa! Aku senang mendapat kesempatan untuk bergabung!"
Masato dan Arslan berseru kegirangan saat melihat piring-piring di depan mereka. Kedua anak itu menjadi dekat dengan cepat dan tidak butuh waktu lama untuk menjadi teman.
“Masato, berhentilah bertingkah kekanak-kanakan. Itu memalukan. Keluarga paling penting di desa sudah menyiapkan ini untuk kita semua, jadi setidaknya jaga kelakuanmu.” Aki memperingatkan.
"Aki berbicara seperti dia ibumu."
Arslan berbisik kepada Masato.
"Benar?"
Masato menjawab dengan suara rendah.
“Dia selalu memberitahuku untuk setiap hal yang kecil. Aku tidak tahan mendengarnya.”
"Oi, aku bisa mendengar kalian."
Kata Aki kepada mereka berdua saat senyumnya sedikit berubah.
“Sudah, sudah, Aki-chan. Ini adalah pesta selamat datang untuk kalian, jadi tidak perlu terlalu formal.”
Latifa mencoba menghiburnya, Vera juga ikut serta.
"Betul. Santai saja dan anggap rumah sendiri."
Di dekat kelima anak itu, Miharu sedang berbicara dengan Sara, Orphia dan Alma. Mereka berempat menjadi agak dekat, tetapi masih ada kecanggungan di antara mereka.
"Jadi kalian merencanakan pesta yang luar biasa untuk kami semua....."
Miharu menatap sekeliling ruang makan dengan mata lebar karena terkejut.
“Sepertinya sebagian besar keluarga penting akan hadir. Dryas-sama dan Aishia-sama juga akan hadir, jadi pengelola makanan memberikan yang terbaik. Karena itu, semua orang sangat senang memiliki alasan untuk berpesta, jadi kamu tidak perlu khawatir, Miharu.”
Kata Alma, mencoba meredakan kekhawatiran Miharu.
Tampaknya Alma ingin memperlakukan Miharu dengan rasa hormat yang sama seperti yang dia tunjukkan pada Sara dan Orphia.
“Persis seperti yang dikatakan Alma. Saat minuman keras muncul, semuanya akan menjadi lebih meriah.”
Kata Sara, menunjukkan senyum pahit.
"Ahaha. Kamu mungkin kaget kalau melihatnya."
Tambah Orphia dengan senyum yang sama seperti Sara.
Alma melihat ke sekeliling aula.
"Sepertinya semuanya sudah tiba."
Untuk sesaat, beberapa warga desa telah melewati pintu masuk.
“Bukankah ini, Sara-san, Orphia-san dan Alma-san. Selamat sore."
Gadis kucing, Anya, muncul dan memanggil kelompok Sara.
"Selamat sore juga, Anya-san."
Jawab gadis-gadis itu sambil tersenyum.
"Apakah gadis cantik ini adalah salah satu tamu yang di kabarkan datang dari negara asal Rio?"
"Yup, ini Miharu. Miharu, gadis kucing ini adalah Anya."
"Senang bertemu denganmu, Anya-san. Namaku Miharu."
Anya melangkah maju dan menjabat tangan Miharu, tersenyum lebar.
"Senang bertemu denganmu, Miharu-chan. Hmm.... Gadis-gadis di sekitar Rio semuanya sangat manis."
"Eh, tidak, bukan itu...." Miharu tersipu karena panik.
“Bagaimanapun juga, selera Rio cukup tinggi. Jangan ragu untuk menemuiku jika kamu membutuhkan seseorang untuk curhat."
Anya menyeringai nakal, mencari lebih banyak detail.
“T-Tidak, umm. Aku baik-baik saja.... Mungkin?”
Miharu menundukkan kepalanya karena malu.
"Anya-san. Berhentilah menggoda Miharu."
Sara mendesah lelah, memperingati Anya.
"Baiklah."
Kata Anya, dan pada saat itu dia bertemu dengan temannya.
“Oh, temanku juga ada di sini. Miharu-chan, izinkan aku memperkenalkannya padamu.”
Setelah itu, Miharu berbicara dengan gadis-gadis desa sementara waktu. Di saat yang sama, Masato dan Aki memperdalam hubungan mereka dengan anak-anak yang seusia dengan mereka. Orang-orang dewasa dari desa menyaksikan generasi muda yang bergaul satu sama lain meskipun ada perbedaan antar spesies dengan senyum senang di wajah mereka semua.
Ketika semua tamu sudah berkumpul, salah tetua, Syldora mulai berbicara.
“Baiklah, haruskah kita mulai? Bisakah aku meminta kalian semua untuk diam sebentar?”
Kata Syldora yang berbicara, menyebabkan suaranya bergema ke seluruh ruangan, dia telah memperkuat suaranya dengan spirit art angin. Aula yang ramai segera menjadi sunyi. Syldora, Dominic dan Ursula menarik perhatian semua orang yang hadir
Begitu dia mendapatkan perhatian semua yang hadir, Syldora mulai berbicara dengan senyum.
“Aishia-sama dan Dryas-sama akan memasuki ruangan. Semuanya seharusnya sudah tahu sekarang, tetapi ingatlah tidak perlu terlalu formal.”
Acara seperti ini selalu di utama bahwa status sosial dari mereka yang hadir tidak penting, jadi semua orang di ruangan itu mulai tertawa ringan, menyebabkan suasana tempat menjadi kurang tegang.
"Aku tidak melihat Haruto-san....."
Melihat sekeliling ruangan, Miharu mengucapkan kata-kata itu. Sara mengikuti pandangannya dan melakukan hal yang sama.
"Kamu benar..... Mungkin dia datang terlambat?"
Terlepas dari kekhawatiran kedua gadis itu, Syldora melanjutkan pidatonya tanpa memperhatikan mereka.
"Baiklah, sekarang kalian bisa masuk."
Kata Syldora, memanggil Dryas dan Aishia, yang telah menunggu di luar ruangan.
Setelah diamati lebih dekat, Ursula dan Dominic tersenyum lebar, tetapi tidak ada yang memperhatikannya.
Pintu ke aula dibuka oleh beberapa yang mengaturnya, dan semua orang yang hadir – termasuk Miharu, Sara dan yang lainnya – secara alami mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu. Segera setelah itu, suasana ruangan menjadi berisik.
Sementara Aishia dan Dryas sudah pasti memasuki ruangan, kedua gadis roh itu ditemani oleh orang ketiga yang sengaja disembunyikan – itu adalah Rio. Anak laki-laki berada di antara Aishia dan Dryas, masing-masing berpegangan pada lengan kanan dan kirinya.
Rio menunjukkan senyum yang agak tidak nyaman di wajahnya. Aishia memasang wajah tanpa ekspresi seperti biasanya, sementara senyum ramah Dryas adalah sesuatu yang benar-benar menyegarkan untuk di lihat.