Eternal You – Chapter 7 : 「Bersiap untuk pergi」

 

Sudah satu setengah bulan sejak perjalanan belanja di Amande. 

Selama waktu itu, Miharu, Aki, dan Masato tetap terkunci di dalam rumah batu, mencoba menanamkan bahasa Strahl di kepala mereka. Karena mereka hampir tidak dapat melakukan apa pun tanpa mengetahui bahasanya, mereka memutuskan untuk memprioritaskan pelajaran mereka di atas semua hal, membahas frasa dan kata dari pagi hingga malam, dan bahkan saat makan.

 

Meskipun ada banyak hal yang bisa dikatakan tentang jumlah waktu yang dibutuhkan untuk belajar bahasa asing hingga bisa melakukan standart percakapan, para tamu Jepang Rio telah mempelajari bahasa Strahl selama lebih dari 400 jam dalam satu setengah bulan terakhir— yang setara dengan 9 jam sehari. Jumlah itu meningkat bahkan lebih ketika mereka bertiga secara sukarela belajar selama istirahat juga.

 

Pada awalnya, sebagian besar waktu digunakan untuk menjelaskan struktur gramatikal dalam bahasa Jepang, namun seiring berjalannya waktu, mereka lebih fokus pada percakapan. Pelajarannya ternyata sukses dan mereka bertiga mencapai tingkat percakapan yang baik.

 

Menjadi yang tertua, Miharu menunjukkan peningkatan yang cukup besar – selama lawan bicara berkata dengan lambat, dia dapat merespons tanpa banyak masalah, meskipun agak canggung.

 

Pada suatu pagi, setelah satu setengah bulan berlalu, Rio dan Miharu sedang membuat sarapan sambil berbicara satu sama lain menggunakan apa yang telah dipelajari Miharu.

 

“Haruto-san.... Bisakah kamu memberiku.... Wajan?”

Miharu bertanya kepada Rio menggunakan bahasa Strahl yang kaku. 

 

"Tentu, ini dia."

 

"Terima kasih banyak. Telur dadar bacon atau telur goreng.... Mana yang kamu sukai?"

 

Rio berpikir sejenak sebelum menjawab dengan sedikit senyum. 

 

"Hmm.... Aku ingin makan telur goreng hari ini."

 

"Oke. Serahkan kepadaku." 

 

Miharu mengambil panci dan mengepalkan tinjunya dengan gerakan imut.

 

"Sekarang kamu bisa berbicara dengan cukup baik."

 

"Semuanya berkat.... Haruto-san."

 

"Itu karena kamu berusaha keras, Miharu-san."

 

"Tidak.... Itu karena.... Kamu mengajari kami.... Terus-menerus."

 

"Karena kalian bertiga telah membuat banyak kemajuan, aku berpikir untuk meninggalkan padang rumput dan pindah ke tempat lain."

 

"Pindah....?"

 

"Ya."

Rio menimpali, berbicara dalam bahasa Jepang.

 

“Pembicaraan ini akan menjadi sedikit rumit, jadi aku akan berbicara dalam bahasa Jepang. Kalau kita tetap di sini, akan sulit untuk mencari informasi dan sangat tidak efektif untuk menemukan petunjuk tentang teman-teman kalian. Aku mengenal beberapa orang yang dapat dipercaya yang mungkin bisa membantu kita, tetapi aku harus bertanya dahulu kepada mereka. Kemungkinannya memang sangat rendah, tapi  kemungkinan teman-temanku mengetahui sesuatu tentang kalian.”

 

"Aku mengerti...."

 

“Jika memungkinkan, aku ingin meminta teman-temanku ini untuk menjaga kalian sementara aku menyelesaikan beberapa urusan pribadiku dan mengumpulkan informasi. Bagaimana menurutmu?"

 

“Umm.... Aku yakin kamu punya masalah sendiri, jadi tidak apa-apa menempatkan kami di posisi kedua. Aku akan menyerahkan keputusannya kepadamu.”

Kata Miharu dengan nada meminta maaf, menundukkan kepalanya ke arah Rio.

 

"Baiklah. Maka, hari ini kita pergi ke dekat kota Amande sekali lagi. Sementara aku mengunjungi kenalanku untuk meminta izin mereka, kalian akan menungguku disana. Butuh waktu sekitar dua minggu bagiku untuk kembali, aku akan meninggalkan Aishia untuk melindungi kalian. Jika kalian butuh sesuatu, kalian bebas untuk berbelanja di kota Amande.”

Kata Rio sambil sedikit tersenyum.

 

Rio tidak cukup tak tahu malu untuk membawa Miharu dan yang lainnya bersamanya dan meminta orang-orang desa roh untuk menjaga mereka begitu saja. Desa Seirei no Tami telah memutuskan koneksi mereka dari dunia luar, jadi sepertinya mereka akan menolak permintaan Rio, tapi setidaknya dia ingin meminta bantuan mereka dengan benar.

 

“Aku minta maaf karena sudah membuatmu mengurus semuanya. Karena kami telah berada di bawah perawatanmu selama ini, aku tidak akan mengatakan bahwa kami akan baik-baik saja tapi.... Aku yakin kami bisa menanganinya, terutama dengan ada Ai-chan disini. Jadi.... Kamu bisa meninggalkan rumah ini kepada kami.”

 

"Oke, terima kasih." 

Rio mengangguk dengan ramah agar tidak mengkhawatirkan Miharu lebih dari sebelumnya.

 

Setelah itu, mereka sarapan, lalu mereka memindahkan rumah batu ke tengah hutan di pinggiran kota Amande. 

Saat mengumpulkan informasi, Rio sempat mendengar rumor tentang beberapa orang menghilang secara misterius di jalan raya barat, jadi pada akhirnya dia memutuskan untuk memindahkan tempat tinggalnya di sebelah timur kota.

 

∆∆∆∆

 

Keesokan paginya, Rio mengenakan baju besinya yang terbuat dari kulit black wyvern dan bersiap untuk pergi.

 

"Baiklah. Aishia— Aku menyerahkan mereka bertiga kepadamu." 

Masih di ruang tamu, Rio berbalik ke arah Aishia.

 

"Oke."

Gadis roh itu mengangguk pelan.

 

Meskipun dia terlihat seperti wanita muda yang rapuh, Aishia adalah roh humanoid kelas tinggi atau bahkan roh humanoid kelas atas. Karena dia bisa menggunakan spirit art pada level yang sama dengan Rio, bertindak sebagai pengawal akan sangat mudah baginya.

 

“Aku akan meninggalkanmu batu roh yang berisi esensi ini sehingga kamu dapat mengisi ulang kembali esensimu jika sesuatu terjadi.”

Kata Rio, menyerahkan batu roh berwarna zamrud seukuran batu kerikil kepadanya. 

 

Meski seukuran batu kecil, batu roh dengan warna itu bisa menyimpan esensi dalam jumlah besar. Penyimpan ruang waktu yang diterima Rio juga tertanam batu dengan ukuran yang sama.

 

"....Oke. Untuk berjaga-jaga, aku akan membuat ikatan sementara dengan Miharu, jadi seharusnya tidak ada masalah." 

Aishia menjelaskan, mengambil batu roh.

 

“Dengan Miharu-san....? Benarkah?”

Melebarkan matanya karena terkejut, Rio berbalik ke arah Miharu.

 

"Iya. Tampaknya kami memiliki banyak esensi dalam diri kami, atau begitulah menurutnya. Aku tidak begitu mengerti, tapi aku memberitahu Ai-chan bahwa dia bisa menggunakannya dalam keadaan darurat." 

Miharu tampaknya tidak sepenuhnya memahaminya, tapi tetap saja, dia mengangguk dengan tegas.

 

"....Aku mengerti. Bagus kalau begitu." 

 

Rio tertarik pada kenyataan bahwa mereka bertiga memiliki banyak esensi, tetapi dia senang tentang itu karena dia tidak perlu terlalu mengkhawatirkan mereka lagi.

 

"Haruto-san. Tolong hati-hati." 

Miharu berbicara.

 

"Iya. Kalian tidak harus keluar untuk mengantarku."

Jawab Rio.

 

"Semoga perjalananmu menyenangkan, Haruto-san."

 

"Sampai jumpa, Haruto-san." 

Aki dan Masato juga menyampaikan kata-kata perpisahan mereka.

 

"Terima kasih. Pastikan kalian berdua mematuhi Miharu-san dan Aishia."

 

"Ahaha, kami tahu."

 

"Itu benar! Kami bukan lagi anak-anak!"

 

Aki dan Masato mengangguk dengan senyum paksa.

 

"Tapi kamu masih bocah." Kata Aki.

 

"Kita hanya selisih satu tahun, tahu?" 

Masato keberatan, memulai pertengkaran mereka yang biasa.

 

Rio melihat interaksi antara keduanya sambil tersenyum.

 

“Sepertinya kalian akan baik-baik saja. Sudah waktunya aku pergi.”

Kata Rio sambil menuju pintu. 

 

Rio merasa lega karena yang termuda dari mereka bertiga tidak menunjukkan tanda-tanda khawatir.

 

Rio membuka pintu depan dan melambaikan tangannya ke arah Miharu dan yang lainnya, mereka melakukan hal yang sama dengan penuh semangat. Kemudian, dia menoleh ke Aishia menunjukkan senyum yang dapat diandalkan, sebelum menutup pintu.

 

"Kalian bertiga harus belajar sampai Haruto kembali."

Kata Aishia.

 

"Ugh, jadi kita akan melakukan hal yang sama bahkan tanpa Haruto." 

Masato meletakkan tangannya di atas kepalanya.

 

“Kita tidak punya pilihan lain. Jika kita tidak dapat berbicara bahasa umum, terlalu berbahaya untuk pergi keluar. Kamu juga yang paling ketinggalan, jadi berusahalah lebih keras.” 

Aki menunjukkan ekspresi lelah.

 

"Fufu. Saat dia kembali, mari kita tunjukkan kepada Haruto-san seberapa banyak kita telah meningkat." 

Miharu berbicara sambil tersenyum.

 

∆∆∆∆

 

Begitu Rio meninggalkan rumah, dia melafalkan mantra aktivasi gelang penyimpanan ruang waktu yang ada di pergelangan tangannya.

 

"Dissolvo."

 

Udara di atas tangannya mulai berubah, dan tiba-tiba batu roh hijau muncul. Meski warnanya sama dengan batu yang digunankan gelang penyimpanan ruang waktu, tapi ukurannya lebih besar.

 

"Transilio."

 

Rio mengaktifkan batu roh di tangannya – kristal teleportasi. Udara di sekitar Rio dan kristal teleportasi mulai terdistorsi secara berlebihan, dan pada saat berikutnya Rio menghilang. Pemandangan di sekelilingnya benar-benar berubah.

 

"Sepertinya aku berhasil kembali tanpa masalah." 

Rio bergumam pelan.

 

Sinar matahari menerobos celah diantara pepohonan hutan di depannya. Ini adalah pertama kalinya dia menggunakan kristal teleportasi, jadi dia terkejut melihat bagaimana pemandangan berubah dalam sekejap. Untungnya, dia sepertinya tidak memiliki masalah dengan koordinat teleportasinya.

 

Kristal berubah dari hijau menjadi pirus; saat jumlah esensi sihir dalam batu roh meningkat, warnanya akan berubah menjadi biru saat tidak ada warnanya. Namun, warna kristal tidak berhenti sampai di situ, tetapi berubah dari pirus menjadi hijau daun, dan dari hijau daun menjadi hijau jade— Ini berarti bahwa sejumlah besar esensi sihir telah banyak digunakan untuk mengaktifkan mantera transfer.

 

[ Aku seharusnya tidak terlalu jauh dari desa, tetapi dimana aku berada ? ]

 

Rio meletakkan kristal roh di sakunya dan tersenyum pada pemandangan yang sudah dikenalnya. Untuk memastikan di mana dia berada, dia melompat dari tanah dan naik ke udara untuk memeriksa lokasinya saat ini.

 

[ Aku berada di luar area pemukiman.... Tapi cukup dekat dengan desa – perlu waktu satu atau dua menit jika aku terbang ke sana. Pada jarak ini, mereka seharusnya mendeteksi distorsi mantra yang aku gunakan. ]

 

Seperti yang diharapkan, di atas desa adalah sekelompok prajurit yang menunggunya. Orphia ada di antara mereka.

 

"Lihat semuanya, Itu Rio-san! Kali ini dia kembali dengan cukup cepat."

Kata Orphia, menunjukkan senyum hangat saat Rio mendekat.

 

"Halo, Orphia-san. Aku memiliki beberapa berita untuk di sampaikan.... Dan juga permintaan untuk disampaikan." 

Rio berbicara dengan ekspresi minta maaf.

 

“Baiklah... Kalau begitu kita harus segera pergi ke tetua. Tolong ikuti aku.”

 

Orphia sepertinya mengerti bahwa Rio memiliki sesuatu yang penting untuk didiskusikan, jadi dia membimbingnya menuju desa tanpa bertanya lebih banyak lagi. Anggota lain dari grup juga mengikuti.

 

"Terima kasih banyak. Sebenarnya.... Roh kontrakku baru saja bangun." 

Saat Rio terbang ke sisi Orphia, dia mulai menjelaskan.

 

"Eh, benarkah!?" 

Mata Orphia melebar karena terkejut.

 

Roh yang di kontrak oleh Rio adalah roh humanoid, bagaimanapun juga. Bagi Orphia, yang menjunjung tinggi itu, itu adalah kabar baik.

 

"Iya. Karena keadaan tertentu, dia tidak bersamaku saat ini, tetapi aku akan menjelaskan detailnya – dan permintaanku – dengan para tetua."

 

Orphia mengangguk. 

 

“Ya.... Aku yakin semuanya akan terkejut. Ayo cepat!”

 

Orphia memperhatikan ekspresi Rio dengan hati-hati sebelum meningkatkan kecepatan terbangnya

 

∆∆∆∆

 

Rio dan yang lainnya mendarat di depan rumah pohon raksasa yang digunakan sebagai balai kota desa. Di sana, Latifa sedang menunggu bersama Sara – gadis rubah, dan Alma – gadis dwarf.

 

"Latifa.... Sara-san dan Alma-san juga......"

Mata Rio melebar saat dia menyadari kehadiran para gadis itu.

 

"Ehehe. Ada denyut mana yang kuat, jadi semuanya sangat bahwa Onii-chan sudah kembali. Saat kami melihatmu terbang, kami bergegas datang untuk menyambutmu." 

Latifa menjelaskan dengan bangga. Rupanya dia berlari sambil terengah-engah.

 

“Mereka berdua menjadi terlalu bersemangat – itu sangat menyedihkan.”

Alma menambahkan dengan senyum masam.

 

"Ka-Kamulah yang memutuskan untuk ikut dengan kami, Alma."

Sara keberatan dengan ekspresi malu. 

 

Orphia menunjukkan senyuman.

 

"Fufu, jadi kalian berdua ingin melihat Rio secepat mungkin."

 

"Mrgh...."

 

Sara dan Alma mengerang karena malu, tapi kurangnya reaksi penyangkalan mereka menunjukkan bahwa perkataan Orphia itu benar.

 

"Onii-chan, kali ini kamu kembali dengan cepat." 

Latifa menunjukkan senyum penuh kemurnian dan kepolosan.

 

"Ya. Roh kontrakku terbangun, dan aku juga ingin berdiskusi dengan tetua tentang hal-hal lain." 

Jawab Rio dengan senyum tegang.

 

"R-Roh kontrakmu sudah terbangun!?" 

Alma dan Sara terkejut.

 

"Benar. Dia tidak bersamaku saat ini, tapi aku akan mengajaknya lain kali."

 

“Kalau begitu, kita harus cepat-cepat menemui para tetua. Mereka seharusnya ada di atas.”

 

Sara mendesak kelompok itu untuk memasuki balai kota.

 

∆∆∆∆

 

Sekitar setengah jam kemudian, di ruang pertemuan di lantai atas balai kota, Rio dan dewan tetua bertemu untuk berdiskusi. Latifa dan gadis-gadis lainnya tetap tinggal di sudut ruangan.

 

"Jadi apa itu benar? Bahwa roh kontrak Rio-dono sudah terbangun?" 

Syldora, seorang high elf yang duduk di tengah tiga tetua terkemuka, bertanya.

 

"Benar. Dia terbangun satu setengah bulan yang lalu."

 

".....Itu bertepatan dengan saat arus besar ode dan mana yang muncul di wilayah Strahl."

Syldora menambahkan dengan ekspresi yang bijaksana. 

 

Pilar-pilar cahaya memang tidak terlihat jelas dari desa, tetapi mereka dapat mendeteksi aliran mana dan ode yang dilepaskan saat itu.

 

"Jadi gelombang esensi itu sampai ke sini."

Rio menunjukkan senyum masam.

 

"Mungkinkah hal itu terkait dengan terbangunnya roh kontrakmu, Rio-dono?" 

Tanya Ursula, wanita rubah dewasa dan salah satu tetua dewan.

 

"Tida.... Aku tidak terlalu yakin. Namun, sangat mungkin bahwa aliran ode dan mana yang semua orang rasakan kemungkinan besar diciptakan oleh sihir dari enam pilar cahaya."

 

".....Lanjutkan, tolong." Ursula menekan.

 

“Aku percaya bahwa bentuk sebenarnya dari enam pilar cahaya itu adalah sejenis mantra ruang waktu.... Sesuatu yang bisa memanggil manusia dari dunia lain. Ada beberapa agama di wilayah Strahl yang mempercayai dewa yang disebut sebagai Enam Dewa Bijaksana. 

Menurut teks suci, dikatakan bahwa para pahlawan yang memainkan peran penting dalam perang suci akan kembali bersama dengan enam pilar cahaya itu. Itulah mengapa berbagai rumor telah beredar di Strahl tentang kembalinya para pahlawan.”

 

"Pahlawan.... Katamu." 

 

Mendengar tentang kemungkinan kembalinya pahlawan dari perang suci, para tetua di ruangan itu sangat terkejut.

 

Rio memandang Latifa; gadis rubah itu menatapnya. 

Seperti Rio, Latifa juga memiliki kenangan akan kehidupan masa lalunya. Dia mungkin penasaran untuk mengetahui apakah dunia lain yang Rio bicarakan adalah Bumi.

 

[ Aku akan menjelaskan semuanya kepada Latifa nanti. ]

Rio memikirkannya sambil menunjukkan senyum tegang.

 

"Apakah semua orang tahu cerita tentang pahlawan yang diceritakan di wilayah Strahl?"

Rio bertanya pada para tetua yang ada di sebrangnya.

 

“Bahkan kita orang-orang desa roh menyimpan berbagai catatan tentang perang suci. Bagaimanapun juga, nenek moyang kami, yang tinggal di tengah benua, juga terlibat.” Jawab Syldora.

 

“Untuk membantu roh kelas atas yang berpartisipasi dalam perang, desa mengirim beberapa prajurit ke wilayah Strahl.... Meskipun kebanyakan dari mereka, seperti roh kelas atas, tidak pernah ada kembali. 

Dikatakan bahwa para pahlawan muncul selama fase terakhir perang suci, tetapi pada saat itu, roh kelas atas telah menghilang, dan sebagian besar prajurit kami telah kehilangan nyawa mereka.” 

Ursula menambahkan.

 

".....Jadi, kalian juga tidak tahu secara spesifik?" 

Rio bertanya dengan rasa ingin tahu.

 

“Memang – kami tidak tahu terlalu banyak tentang para pahlawan. Tujuh Dewa Bijaksana.... Tidak, saat itu hanya ada enam, jadi mereka dikenal sebagai Enam Dewa Bijaksana oleh manusia. Enam Dewa Bijaksana itu muncul entah dari mana dan mereka semua dilengkapi dengan senjata suci. Hanya itu yang kami ketahui.”

Dominic menanggapi dengan ekspresi bijaksana.

 

"Aku sudah lama bertanya-tanya, tapi kenapa kalian yakin akan keberadaan dewa ketujuh?" Rio bertanya. 

 

 

"Tidaka ada seorang pun di wilayah Strahl yang tahu tentang keberadaan dewa itu."

 

“Karena selama fase awal dan fase akhir perang, nenek moyang kita bertemu dengan seseorang yang menyebut dirinya dewa ketujuh. Dia mengunjungi desa dan meminta bantuan dari roh kelas atas untuk berperang. 

Alasan mengapa dia mengunjungi kembali desa selama fase akhir perang tidak dicatat, tetapi tampaknya dia sudah diasingkan oleh enam dewa lainnya saat itu.”

Jelas Dominic.

 

“....Dewa ketujuh tidak meninggalkan informasi apapun tentang para pahlawan?”

 

"Aku tidak yakin karena tidak ada catatan tentang mereka."

 

“Mengapa kamu yakin para pahlawan dipanggil dari dunia lain, Rio-dono? Biarpun kamu bilang mereka bukan bagian dari dunia ini, aku merasa cukup sulit untuk percaya....”

Ursula bertanya padanya dengan sedikit kecurigaan.

 

"Karena saat ini, aku merawat tiga orang yang  datang dari dunia itu."

 

Mata Ursula melebar karena terkejut. 

 

"....Ya ampun. Jadi ketiganya adalah pahlawan?"

 

Rio menggelengkan kepalanya. 

 

“Tidak, mereka bukan – mereka berada di lokasi yang tidak relevan dengan pilar cahaya. Sepertinya mereka bersama dengan dua orang lainnya saat mereka dipanggil ke dunia ini. 

Mereka bertiga mengaku telah melihat distorsi di udara yang mirip dengan sihir pemanggilan. Aku pikir dua lainnya apa yang disebut sebagai pahlawan, sementara mereka bertiga yang ada dalam perlindunganku hanya terseret bersama keduanya itu secara kebetulan.”

 

"Hmm.... Apa kamu bisa berkomunikasi dengan orang dari dunia lain?" 

Syldora bertanya tanpa membuang waktu. Itu adalah pertanyaan yang bisa dibenarkan.

 

"....Iya. Atau lebih tepatnya, aku  mengerti bahasa yang mereka bertiga gunakan."

 

Dengan ekspresi serius, Rio menjawab dengan jujur, tetapi samar-samar. Karena dia akan meminta bantuan mereka nanti, dia memutuskan untuk menjadi sejujur mungkin. Dia berhutang banyak kepada orang-orang Seirei no Tami, jadi dia tidak bisa terus menipu mereka lagi, mengingat hubungan yang mereka miliki.

 

"Bagaimana apanya.....?" 

Semua tetua menunjukkan ekspresi bingung. 

 

Satu-satunya yang mengerti kata-kata Rio adalah Latifa, yang tidak bisa berkata-kata karena terkejut.

 

"Tolong maafkan aku. Aku ragu alasanku dapat dipercaya, bahkan jika aku menjelaskannya kepada kalian sekarang. Selain itu, kita akan terlalu keluar topik. Untuk saat ini, bolehkah aku meminta kalian untuk menerima bahwa aku dapat berkomunikasi dengan mereka? Jika perlu, aku akan menjelaskan detailnya kepada kalian lain kali." 

Kata Rio, menundukkan kepalanya dalam-dalam ke arah semua tetua.

 

".....Tidak masalah. aku juga ingin mendengar lebih banyak tentang roh kontrakmu." 

 

Ursula sepertinya memahami perasaan Rio, jadi dia dengan cepat menyetujui. Para tetua lainnya saling memandang dan mengangguk dengan ragu.

 

"Baiklah. Lalu, Apa roh kontrakmu saat ini bersama dengan ketiga orang itu?" 

Syldora bertanya, mengubah topik pembicaraan.

 

Rio mengangguk. 

 

"Iya. Namanya Aishia. Aku tidak membawanya bersamaku untuk melindungi mereka."

Jawab Rio dengan ekspresi minta maaf.

 

“Mungkinkah Aishia-sama tahu sesuatu tentang pahlawan? Atau mungkin tentang identitasnya mereka sendiri?”

Syldora bertanya.

 

“Tidak, Aishia tidak tahu apapun. Dia tidak tahu mengapa membuat kontrak denganku, ataupun mengenai dirinya sendiri, bahkan dia tidak tahu namanya sendiri. Akulah yang memberinya nama 'Aishia'.”

Rio menggelengkan kepalanya dengan canggung.

 

".....Aku mengerti. Yah, seharusnya tidak ada masalah dengan itu. Roh kelas tinggi baru saja terbangun; bagi kami, ini adalah momen yang sangat penting. Aishia-sama.... Kamu memberinya nama itu menggunakan bahasa Seirei no Tami, kan? Musim semi yang hangat, musim semi yang indah.... Nama yang tepat untuk musim ini.”

Kata Dominic tertawa riang.

 

"Ara. Nah, seperti yang dikatakan Dominic; Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan, Rio-dono." 

Ursula menunjukkan senyum ramah. 

 

Para tetua lainnya juga mengangguk, menyebabkan suasana yang menyenangkan menyelimuti ruangan.

 

"Terima kasih banyak. Sejujurnya, aku tidak yakin apa aku harus kembali ke desa pada saat seperti ini. Namun, untuk membantu mereka bertiga yang aku lindungi dan untuk mengetahui lebih banyak tentang Aishia, aku berharap dapat menerima bantuan dari kalian. Itulah mengapa pada akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke desa."

 

“.....Meskipun aku sangat meragukan bahwa kami dapat banyak membantu terkait Aishia-sama, mungkin ada baiknya jika kamu mengunjungi Dryas-sama bersama dengannya. Kamu bisa membawanya ke desa kapan pun kamu mau.”

Syldora berbicara dengan ekspresi termenung.

 

"Namun, jika aku membawa Aishia, aku juga harus membawa mereka bertiga yang dalam lindunganku...."

Kata Rio, mengamati dengan hati-hati reaksi Syldora dan yang lainnya.

 

“Bagaimanapun, mereka adalah  temanmu. Tidak hanya Aishia-sama, tapi kamu bebas membawa yang lainnya juga. Kami akan melakukan yang terbaik untuk membantumu. Aku yakin kamu sudah sibuk dengan ketiganya, bukan?” 

Syldora mengangguk, menunjukkan sikap hangat terhadap ketiganya yang disebutkan Rio.

 

"....Iya. Mereka bertiga ingin bertemu dengan dua teman yang terpisah – jika keduanya benar-benar ada di dunia ini - dan kembali ke dunia mereka sendiri.... Tetapi sejauh ini, kami belum membuat banyak kemajuan. Di atas segalanya, aku tidak memiliki pengetahuan tentang sihir ruang waktu yang dapat melintasi antar dunia. Aku berharap bahwa orang-orang di sini yang dapat menggunakan sihir ruang waktu dapat membantuku menemukan cara untuk membuat mereka bertiga kembali ke dunia mereka sendiri."

 

“Hmm.... Sejujurnya, kami tidak tahu apa-apa tentang sihir ruang waktu yang bisa melintasi antar dunia. Tentu saja, kami akan mencoba mencari informasi dalam teks kuno desa, tetapi sebaiknya kamu jangan terlalu banyak berharap.”

 

“Tidak, itu lebih dari yang bisa aku minta. Bahkan, aku takut kalian tidak memberiku izin untuk membawa orang luar untuk masuk ke dalam desa.... Aku tidak memiliki cukup kata-kata selain mengungkapkan rasa terima kasihku yang terdalam."

 

“Hmm..... Mengenai ketiganya, kami harus membuat mereka menandatangani perjanjian kerahasiaan saat mereka kembali ke Strahl. Maaf, tapi keberadaan desa tidak bisa diekspos.” Jelas Syldora.

 

"Tentu saja. Aku akan pastikan untuk menjelaskan semua detailnya kepada mereka.”

Kata Rio, meyakinkan.

 

Rio telah mendapat izin dari mereka, sebagai untuk memenuhi kondisi itu, Miharu dan yang lainnya harus memenuhi syarat sederhana itu – itu bukan permintaan yang sulit untuk dilaksanakan.

 

“Yah, kamu telah merawat mereka untuk sementara waktu, dan kamu telah mencari bantuan kami demi anak mereka. Kepribadianmu yang seperti itu membuatku yakin juga dengan mereka, jadi seharusnya tidak ada masalah." 

Ursula berbicara dengan nada yang menyenangkan, menunjukkan sedikit senyuman.

 

"Ursula benar."

Kata Syldora, di ikuti anggukan Dominic dan tetua lainnya.

 

"....Aku merasa tersanjung atas kepercayaan yang kalian berikan kepadaku." 

Rio menunduk dalam-dalam, membiarkan dirinya terbawa oleh emosi di hatinya.

 

Rio sangat bersyukur telah bertemu orang-orang yang mempercayainya apa pun situasinya.

 

“Sekarang sudah diputuskan, kita harus mempersiapkan sambutan untuk Aishia-sama dan yang lainnya. Kita juga harus memberitahu Dryas-sama." 

 

Dominic mengubah topik pembicaraan dengan gembira, seolah ingin menghilangkan suasana akrab yang muncul di antara mereka.

 

"Kamu benar. Apa kamu akan segera kembali ke Strahl, Rio-dono?" 

Syldora bertanya, memanfaatkan perubahan topik pembicaraan Dominic.

 

“Ya - aku tidak ingin membuat mereka menunggu terlalu lama. Aku berniat meninggalkan desa dalam beberapa hari.”

 

"Hm. Jadi, pastikan kamu tinggal di desa hari ini, karena kami ingin berdiskusi lebih banyak tentang Aishia-sama dan ketiga lainnya yang dalam perawatanmu."

 

"Tentu saja."

 

∆∆∆∆

 

Ditemani makanan ringan, percakapan mereka berlanjut hingga sore hari. Rio memberitahu mereka berbagai hal tentang Aishia, lalu memutuskan bersama para tetua tentang aturan apa yang akan berlaku untuk kunjungan Miharu, Aki, dan Masato. 

Pada saat  diskusi mereka berakhir, matahari sudah terbenam, jadi mereka memutuskan untuk kembali.

 

Malam itu, Rio menginap di rumah Ursula. Setelah makan malam, mereka menyuruhnya untuk beristirahat dan bersantai – yang mungkin berarti menghabiskan waktu bersama dengan Latifa.

 

Rio memintanya untuk datang ke kamarnya karena dia ingin berbicara dengannya sendirian. Latifa terlihat memikirkan sesuatu dari saat pertemuan dengan para tetua, jadi Rio perlu menjelaskan semuanya.

 

"Latifa. Apa kamu memahami diskusi yang aku lakukan hari ini?" 

Rio bertanya padanya sambil melihat ekspresinya dengan hati-hati. Keduanya duduk berseberangan.

 

Latifa mengangguk dengan ekspresi tidak nyaman. 

 

"Iya. Orang-orang itu juga orang Jepang, kan?"

 

"Ya, memang."

 

".....Onii-chan, apa itu berarti kamu memberitahu mereka bahwa kamu juga orang Jepang?"

 

Rio mengangguk dengan senyum pahit. 

 

"Benar. Jika aku tidak memberitahu mereka, mereka akan bertanya-tanya tentang bagaimana aku bisa berbicara dalam bahasa mereka."

 

"Hmph..... Itu seharusnya menjadi rahasia antara Onii-chan dan aku."

Kata Latifa, mengembungkan pipinya.

 

"Apa kamu marah?"

 

"Bukannya aku marah, tapi...."

 

Rio tertawa kecil. 

 

"Aku paham."

 

"Mrgg! Apa yang kamu tertawakan?"

 

"Betapa menggemaskannya dirimu, kurasa?"

 

".....Itu tidak adil, Onii-chan." 

Latifa bergumam pelan, menatap Rio dengan nada mencela.

 

"Ada apa, Latifa?"

 

"Tidak ada...."

 

"Dengar, Latifa. Hanya karena ada orang Jepang lain telah muncul bukan berarti hubungan kita akan berubah. Benar, kan?" 

Saat Rio melihat amarah adik perempuannya yang lucu, Rio mencoba membujuknya dengan senyuman.

 

"....Ya."

 

"Tidak ada yang akan mengubah fakta bahwa kamu sangat spesial bagiku."

 

"....Ya."

 

“....Karena itulah, aku harap kamu tidak terlalu terkejut dengan ini. Apa kamu masih ingat ketika aku memberitahumu tentang kehidupan masa laluku? Tentang teman masa kecil yang aku cintai, dan adik perempuanku yang pindah saat orang tuaku bercerai.”

 

"Hm? Aku ingat itu...."

Latifa memiringkan kepalanya ke samping menunjukkan ekspresi penasaran.

 

"Sebenarnya, keduanya ada di antara ketiga orang yang aku jaga."

 

"....Ehhh?"

 

"Ayase Miharu. Orang yang selalu aku cintai selama aku masih sebagai Amakawa Haruto. Yah, dia mungkin tidak mengingatku lagi.... Dan juga Amakawa— tidak, Sendou Aki.... Kami hanya tinggal bersama selama tiga tahun, tapi dia adalah adik perempuanku. Seperti Miharu, aku ragu dia mengingatku. Aku tidak yakin apakah ini hanya kebetulan, tapi mereka dalam perlindunganku saat ini."

Rio menjelaskan secara perlahan kepada Latifa yang kebingungan.

 

“....Eh.... J-Jadi, apa kamu memberitahu mereka!? Apa kamu memberitahu mereka berdua tentang siapa dirimu sendiri !?” 

Tidak lama setelah Latifa memahami penjelasannya, dia mulai membalas pertanyaannya dengan panik.

 

Rio menggelengkan kepalanya dengan tenang. 

 

“Tidak, aku tidak memberitahu mereka tentang Amakawa Haruto. Aku pikir ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahu mereka tentang itu....”

 

“O-Oh, baiklah. Tapi kenapa....?" 

Latifa bertanya dengan suara serak.

 

“Aku tidak ingin membingungkan mereka terlalu banyak sekarang— setelah dipanggil di dunia lain, kondisi mental mereka sangat tidak stabil dan aku tidak ingin memperburuk keadaan itu. Kamu dulu juga sama, kan, Latifa?” 

Rio menjelaskan alasan yang kuat.

 

"Itu....."

Latifa tidak bisa berkata-kata. Rio ada benarnya.

 

Namun, Latifa tidak menganggap Rio jujur, meskipun dia yakin Rio tidak berbohong padanya. 

 

Apa Rio baik-baik saja dengan itu?

 

Latifa tidak tahu.

 

“Karena itulah, aku ingin kamu menyembunyikan masa lalumu untuk sementara waktu. Tentu saja, aku tidak akan melarangmu untuk memberitahu mereka jika kamu bersikeras melakukannya, Tapi.... Kamu harus tetap diam tentang kehidupan masa laluku. Bisakah kamu berjanji padaku?” 

Rio bertanya, menunjukkan padanya sedikit rasa bersalah.

 

"....Onii-chan, kamu sebenarnya ingin memberitahu mereka, bukan?" 

Latifa bergumam, menanyakan perasaan Rio yang sebenarnya.

 

".....Itu tidak benar." 

Rio menggelengkan kepalanya, menunjukkan senyum pahit.

 

"Katakan padaku bagaimana perasaanmu yang sebenarnya, Onii-chan. Jika tidak, aku tidak akan menjanjikan apa pun." Latifa bersikeras.

 

"....Aku ingin kehidupan masa laluku menjadi rahasia antara kamu dan aku, kurasa." 

Kata Rio, menunjukkan senyum tegang, berbicara dengan jujur.

 

"....Itu tidak adil. Kamu curang, Onii-chan." 

 

Seolah hampir menangis, Latifa menggumamkan kata-kata itu dengan suara gemetar; dia tidak dapat memutuskan apakah Rio berbohong atau tidak.