Eternal You – Chapter 6 : 「Berbelanja」

 

Setelah selesai makan, Rio meminta Aishia untuk menunggunya di luar agar dia bisa berbicara dengannya sendirian.

 

Itu adalah hari yang sempurna untuk berbelanja; langit cerah, dan udara menyegarkan menyapu rumput padang rumput.

 

Rio sedikit meregang dan rileks. 

 

“Kamu bisa terbang dengan spirit art, kan? Apa kamu memiliki spesialisasi dalam atribut tertentu?"

 

Sebagai roh – salah satu nenek moyang dari spirit art – Aishia secara alami mengenal spirit art. Biasanya, para pengguna spirit art maupun roh itu sendiri mempunyai spesialisasi dalam atribut tertentu. Pengguna spirit art yang berpengalaman dan roh peringkat tinggi dapat menggunakan semua elemen hingga level tertentu, jadi Rio berasumsi bahwa Aishia juga bisa terbang.

 

"Ya, aku bisa terbang. Keahlianku sama dengan Haruto. Aku bisa menggunakan semua atribut dengan sempurna.”

Aishia mengangguk dengan tenang.

 

".....Aku mengerti. Tapi aku pernah mendengar bahwa pengguna semua atribut itu sangat jarang."

 

Bagi seorang pengguna spirit art maupun roh yang memiliki ketertarikan pada semua atribut sangatlah jarang. Namun, karena Rio juga pengguna semua atribut, dia tidak terlalu terkejut dan hanya membuka matanya sedikit.

 

“Itu sebabnya aku bisa bertarung juga. Aku bisa melindungimu, Haruto. Aku bisa berada di sisimu.”

Aishia berkata tiba-tiba.

 

"Aishia...."

 

Saat dia menggumamkan nama gadis roh itu, mata Rio semakin melebar.

 

“Kamu bisa bersandar padaku kapan pun kamu membutuhkanku. Katakan saja padaku, Haruto.”

 

Rio terkejut mendengar perkataan Aishia, dan dia dengan cepat menunjukkan senyuman lembut. 

 

"Terima kasih banyak. Aku mungkin harus meninggalkan rumah dalam waktu dekat. Ketika saatnya tiba, bisakah aku menyerahkan perlindungan Miharu dan yang lainnya kepadamu, Aishia? Yah, menurutku kamu tidak perlu berbuat banyak selama mereka tinggal di rumah."

 

"Oke." 

Aishia mengangguk dengan ekspresi tenang tapi bisa dipercaya.

 

“Juga, hari ini kita akan pergi berbelanja. Bisakah kamu menemani Miharu dan bertindak sebagai penerjemah?"

 

"Yup, tentu."

 

"....Terima kasih." 

Rio berterima kasih pada Aishia dengan senyum damai. 

 

Gadis itu sangat patuh dan taat sehingga Rio merasa sedikit bersalah padanya.

 

"Hanya itu?" 

Aishia bertanya, memiringkan kepalanya ke samping.

 

“Mm, sebenarnya aku ingin mencoba terbang bersama, tapi bisakah aku memeriksa kemampuan bertempurmu dulu? Namun, aku lebih suka tidak menggunakan spirit art yang mencolok.... Bisakah kita bertarung dalam jarak dekat?" Rio bertanya. 

 

Percakapan mereka barusan telah membangkitkan rasa penasaran Rio tentang seberapa baik kemampuan roh humanoid seperti Aishia dalam pertempuran.

 

"Aku bisa."

 

“Kalau begitu, mari kita lakukan duel ringan. Kita akan segera pergi berbelanja, mari kita singkat saja."

 

"Oke."

 

“Ketika batu ini menyentuh tanah, pertempuran akan dimulai. Apa kamu siap?”

 

Rio mengambil batu dan menjauhkan diri dari Aishia, menyisakan jarak 15 meter di antara keduanya.

 

"Ya." 

Aishia mengangguk sedikit.

 

Begitu dia memastikan bahwa Aishia sudah siap, Rio melemparkan batu itu ke langit. Batu itu menarik garis parabola di udara sebelum mendarat ke tanah.

 

Segera setelah itu, Aishia menghilang.

 

Sebenarnya, Aishia telah bergerak di depan Rio dalam sekejap. Pada saat yang sama, lengannya terulur untuk meraih pakaian lawannya.

 

[ Sangat cepat! Teknik melempar, ya? ]

 

Mata Rio melebar karena terkejut dan tangannya secara refleks bergerak.

 

Saat Rio mundur untuk menghindari serangan Aishia, dia berkeringat dingin.

 

Rio telah meremehkannya, dia secara tidak sadar telah mengkategorikan Aishia sebagai orang yang harus dilindungi. 

Namun, Aishia telah menghilangkan kenaifannya dalam sekejap, seolah dia ingin menunjukkan kekuatannya sendiri padanya.

 

Aishia menutup celah di antara mereka dengan tekad, melancarkan serangan yang terampil. Dengan kombinasi tipuan, tinju dan kakinya bergerak ke arah Rio dengan kecepatan yang menakutkan. Kekuatan di balik setiap serangannya cukup kuat untuk merusak tubuhnya.

 

Namun, Rio masih bisa menghindari semua serangannya tanpa masalah.

 

[ Ada sesuatu yang familiar dari gerakannya..... Tunggu, dia meniru gerakanku !? ]

 

Melihat teknik bertarung Aishia, Rio menyadari bahwa itu adalah tekniknya sendiri. 

Meskipun dia tidak yakin mengapa, mungkin saja Aishia telah mempelajari teknik yang sama yang dia pelajari melalui osmosis, sama seperti dia mempelajari bahasa.

 

{ TLN : Osmosis itu semacam perpindahan gitu, untuk jelasnya cek sendiri }

 

Untuk sementara, Aishia terus melancarkan beberapa serangan ke arah Rio, tapi tiba-tiba pola serangannya berubah. Gadis roh itu mundur sejenak, membuat jarak diantara mereka, dan menggunakan spirit art – seperti Rio – untuk mempercepat gerakannya.

 

Dengan napas dalam-dalam, Rio mengumpulkan sejumlah besar ode di dalam dirinya untuk meningkatkan efek peningkatan fisiknya dan kemudian mempertajam indranya. Ketika Aishia mendekatinya, Rio nyaris tidak bisa memahami pola gerakannya  dengan indranya yang sudah dipertajam. 

 

Tiba-tiba, Aisia mengayunkan telapak tangannya ke arah Rio, tapi Rio mengapitnya dan menghindarinya pada saat bersamaan. 

Kemudian, Rio mencoba untuk mengacaukan keseimbangan Aishia dan memanfaatkan momentum itu untuk melemparnya sedikit ke arah dia bergerak. Mata Aishia melebar, tapi dia dengan anggun membalikkan badan ke udara dan kemudian dengan cekatan mendarat di tanah. Segera, dia bersiap untuk melanjutkan serangannya.

 

"T-Tunggu! Sudah cukup, Aishia! Aku sudah mengerti akan kemampuanmu!" 

Mendengar kata-kata Rio, Aishia berhenti.

 

“....Aku tidak bisa mendaratkan satu pukulan pun. Kamu menghindari semuanya.”

Aishia berkata dengan pelan.

 

"Umm, yah, itu semua adalah gerakan yang aku tahu.... Jadi, bisakah dikatakan aku sudah belajar lebih lama darimu?" 

Rio menjawab dengan senyum masam. 

 

Dia tidak tahu pengalaman yang dimiliki Aishia dalam pertempuran; yang dia tahu hanyalah gadis itu telah tertidur selama beberapa tahun. Akan aneh baginya jika kemampuannya melemah, bahkan jika dia adalah roh.

 

"Haruto, kamu sangat kuat."

 

"Ahaha, terima kasih. Kita tidak boleh terlalu lama, jadi ayo cepat kembali."

 

Dengan demikian, Rio dan Aisia kembali ke dalam.

 

∆∆∆∆

 

Usai duel sparring dengan Aishia, Rio bersiap untuk berangkat menuju Amande.

 

"Baiklah, kami akan pergi. Kalian akan aman selama berada didalam rumah, aku akan berusaha untuk kembali secepat mungkin. Pastikan kalian agar tetap di dalam.”

Rio berbicara kepada Aki dan Masato, yang akan tinggal di rumah.

 

Rumah itu dibentengi dan sulit untuk dibobol secara fisik begitu dikunci dan diamankan dan juga ada penghalang yang mengelilinginya seperti penghalang desa  Seirei no Tami, jadi sebagian besar penyusup bahkan tidak akan bisa mendekat. Kecuali jika musuh yang tangguh lewat di dekat rumah, kedua anak itu benar-benar aman. Tidak ada orang di daerah sekitarnya, dan monster di padang rumput sangat jarang, jadi kemungkinan lawan tangguh sangatlah rendah.

 

"Ya, kami mengerti. Jaga Miharu Onee-chan, Haruto-san."

 

"Hati-hati selama perjalanan."

 

Masato dan Aki mengucapkan selamat tinggal pada Rio, Miharu dan Aishia.

 

“Aku sudah meninggalkan makan siang di meja ruang makan. Kalian bisa memakannya walaupun sudah dingin, pastikan kalian memanaskan sup miso. Kalian tahu cara memanaskannya, kan?” 

Miharu bertanya dengan cemas.

 

"Jangan khawatir. Kamu sudah mengajarkannya pada kami beberapa kali."

 

"Sudah, sudah Miharu Onee-chan. Cepat sana pergi!" 

 

Mereka berdua menanggapi sikap over-protektif Miharu dengan senyum masam.

 

"Ayo pergi, Miharu-san." Desak Rio

 

"Oke...."

Miharu mengangguk dengan ekspresi enggan. 

 

"Kami akan segera kembali."

 

“Tapi apa kamu yakin akan kembali hari ini? Tempat ini benar-benar dikelilingi oleh bukit dan tanaman hijau.... Apa kota ini benar-benar dekat atau semacamnya?" 

Masato bertanya dengan rasa ingin tahu.

 

“Kalau dipikir-pikir, aku belum memberitahu kalian tentang bagaimana cara kami akan pergi. Aku akan menunjukkan sesuatu yang menarik. Ikutlah denganku sebentar.”

Kata Rio, meninggalkan ruang tamu dan menuju pintu masuk. 

 

Aishia segera menyusul, dan tiga lainnya perlahan mengikuti.

 

Begitu mereka meninggalkan rumah batu, area padang rumput yang luas terhampar di depan mereka.

 

".....Ini pemandangan yang luar biasa."

Kata Miharu yang terpesona oleh pemandangan yang membentang ke cakrawala. 

 

Sekarang, setelah satu hari berlalu, perasaan bahwa dia berada di dunia lain diperkuat dengan melihat pemandangan yang luar biasa itu. Aki dan Masato juga menunjukkan ekspresi kekaguman.

 

"Kamu akan melihat sesuatu yang jauh lebih menakjubkan." 

Rio berbicara sambil sedikit tersenyum.

 

"Bahkan lebih dari ini?" 

Miharu dengan ragu-ragu berbalik, tidak dapat membayangkan bahwa hal seperti itu mungkin terjadi.

 

Alih-alih membalas Miharu, Rio menuju ke arah Aishia, yang telah berdiri diam. 

 

"Aishia. Aku ingin melihat kemampuanmu untuk terbang, dapatkah kamu menunjukkannya kepadaku?"

 

"Tentu." 

Aishia mengangguk lembut. 

 

Pada saat itu, kakinya mulai melayang menjauh dari tanah. Gadis roh itu terus bangkit dengan mudah, seolah-olah dia mengabaikan gaya gravitasi.

 

"Ehh?....Ehh? Apa....?" 

 

Miharu dan yang lainnya terkejut, melihat sosok Aishia dengan ekspresi tertegun. Gadis roh itu berada di langit, terbang bebas di udara dengan kecepatan yang cukup tinggi.

 

[ Dia berkata kalau dia bisa menggunakan semua atribut spirit art, mungkin karena dia adalah roh humanoid, jadi itu tidak aneh. ]

Rio memandangi sosok Aishia dengan kagum.

 

Sementara itu, Masato sadar kembali. 

 

"Wow! Apakah itu sihir juga !?" 

Masato bertanya dengan nada bersemangat.

 

“Itu berbeda dari sihir, tapi untuk saat ini kamu bisa menganggapnya sebagai sesuatu yang serupa. Aku akan menjelaskan rinciannya lain kali."

Jawab Rio dengan sederhana. 

 

Penjelasan yang tepat akan memakan waktu lama.

 

Pada saat itu, Aishia dengan lembut turun ke tanah.

 

"Apa begitu?" 

Gadis roh itu memiringkan kepalanya ke samping dan mengajukan pertanyaan kepada Rio dengan suara datar.

 

“Sempurna – aku tidak memiliki keluhan. Maaf untuk mengatakan ini ketika kamu baru saja mendarat, tetapi haruskah kita pergi sekarang? Apa sudah kamu siap, Miharu-san?" 

Rio tersenyum dan mengangguk ke arah Aishia sebelum berbalik ke tempat Miharu berada.

 

Sedikit gemetar, Miharu mengambil langkah ke depan dengan sedikit ragu. 

 

"Y-Ya. Tolong pimpin jalannnya."

 

".....Mungkin agak terlambat untuk bertanya, tapi apa kamu terbiasa dengan ketinggian?" 

Rio bertanya dengan hati-hati.

 

"Seharusnya tidak ada masalah.... Kurasa." 

Miharu mengangguk dengan nada sedikit gugup. 

 

Miharu belum pernah terbang di udara seperti itu, jadi dia tidak yakin dengan jawabannya.

 

“Aku kira kita akan tahu setelah mencobanya. Kita akan terbang secara perlahan untuk memulainya.”

 

"Ya silahkan."

 

Rio memanggil Aishia tetapi ketika dia melihat sekeliling, Aishia tidak bisa ditemukan. 

 

"Aishia.... Heh?"

 

Rio bermaksud membuat Aishia menggendong Miharu selama perjalanan karena lebih baik daripada seseorang dari lawan jenis yang melakukannya, namun.....

 

"Jika kamu mencarinya, dia sudah pergi."

Kata Masato, menunjuk ke langit; Aishia sudah cukup jauh berada diatas. 

 

Aishia sepertinya melakukan pemanasan untuk terbang, karena dia tidak menunjukkan tanda-tanda ingin turun.

 

"Haha.... Erm, apa kamu keberatan jika aku yang membawamu?" 

Rio bertanya sambil tersenyum paksa.

 

Miharu mengangguk dengan ekspresi ingin tahu. 

 

"Eh? Iya, tidak masalah." 

 

Gadis itu masih tidak mengerti mengapa Rio khawatir.

 

"Umm, aku harus menggendongmu...."

Rio berbicara dengan susah payah, tapi Miharu akhirnya mengerti apa yang dia maksud.

 

“A-Ah, begitu. Kamu benar." 

Pipinya memerah karena malu.

 

“Ahaha, bagaimanapun juga, aku pikir lebih baik jika Aishia yang melakukannya. Aku akan segera memanggilnya.”

Rio tertawa canggung dan berubah pikiran, bersiap untuk memanggil Aishia untuk turun.

 

Namun, tidak ingin bersikap kasar kepada Rio, Miharu berbicara dengan panik.

 

"T-Tidak! T-Tidak apa-apa. Aku tidak keberatan!"

 

Rio berbalik padanya dengan senyum tegang. 

 

"Kamu tidak harus memaksakan diri, tahu?"

 

“T-Tidak apa-apa, sungguh. Aku tidak keberatan sama sekali, jika itu kamu. Aku percaya padamu, jadi.... Aku mohon”

Dengan sedikit kata-kata, Miharu menghentikan Rio dan menundukkan kepalanya dengan sikap malu.

 

"......Umm..... Kalau begitu permisi." 

 

Setelah memikirkannya sesaat, Rio memutuskan bahwa menolaknya akan sangat tidak sopan, jadi dia perlahan mendekatinya untuk menggendongnya.

Setelah mendapat izin darinya, Rio mengangguk dan menggendongnya seperti seorang putri.

 

"Umm, apa aku berat?" 

Miharu bertanya dengan wajah yang benar-benar merah.

 

“Tidak, tidak sama sekali – kamu benar-benar ringan. Seperti kata pepatah, kamu seringan bulu."

Rio menggelengkan kepalanya sambil tersenyum

 

Miharu lembut dan ringan. Dia memiliki tubuh yang lembut dan feminin yang bisa Rio rasakan melalui pakaiannya meskipun gadis itu mengenakan mantel yang cukup tebal – yang di pinjam dari Rio untuknya – yang menutupi seragamnya. 

Sejujurnya, Rio berjuang keras di dalam, jadi dia berpura-pura tenang agar tidak terganggu oleh tubuh Miharu.

 

"Aku akan mencoba terbang seaman mungkin, tapi pastikan kamu berpegangan dengan erat."

 

"O-Oke." 

 

Miharu mengangguk dengan nada tajam, berpegangan pada pakaian Rio dengan malu-malu dan menyandarkan berat badannya padanya. Keduanya cukup dekat untuk membuat wajah mereka bersentuhan.

 

Rio dengan sengaja mengalihkan pandangannya dari Miharu untuk berbicara dengan Aki dan Masato, yang berdiri di sampingnya. 

 

"Kami akan pergi. Pastikan kalian mengunci semuanya dengan benar."

 

"Baik. Biarkan aku mencobanya saat kamu kembali!" 

Masato melambaikan tangannya dengan senyum riang.

 

".....Tolong jaga Miharu Onee-chan." 

 

Aki menundukkan kepalanya saat dia mengamati dengan seksama ekspresi Rio dan Miharu, setelah merasakan suasana aneh yang telah tercipta di antara mereka.

 

Rio menunjukkan sedikit senyum sebelum melompat dari tanah dan naik ke udara. Sosok Aki dan Masato semakin mengecil.

 

"Waaah, ini luar biasa." 

 

Miharu mengamati sekelilingnya saat dia menempel pada Rio lebih erat.