Dengan sedikit senyum saat melihat kebingungan Miharu, Rio menoleh ke Aishia, yang telah menunggunya di udara untuk sementara waktu.
"Ayo pergi, Aishia."
"Oke."
Aishia melihat sosok Miharu yang digendong Rio dengan hati-hati dan mengangguk.
∆∆∆∆
Dari langit, Miharu menyaksikan pemandangan indah yang terhampar di depan matanya dengan ekspresi kagum.
".....Wow, kita benar-benar terbang di udara."
Miharu menggumamkan kata-kata itu setelah beberapa menit setelah memulai perjalanan.
"Apa pemandangan disini lebih indah dibanding saat melihatnya dipermukaan ?"
Rio bertanya sambil tersenyum.
"Iya, cantik sekali. Aku belum pernah melihat sesuatu yang begitu indah seperti ini sepanjang hidupku.”
Terpikat oleh pemandangan indah dihadapannya, Miharu menanggapi dengan suara yang terpesona.
"Aku senang jika kamu menyukainya. Perjalanan ini akan memakan waktu cukup lama untuk sampai ke kota, jadi nikmati pemandangannya sesukamu. Sepanjang jalan kamu akan melihat berbagai jenis pemandangan."
"Baik!"
Mengangguk bahagia, mata Miharu melesat dari sisi ke sisi saat dia melihat pemandangan.
Melihat reaksi dari Miharu, Rio menyesuaikan pandangannya dan juga mulai menikmati pemandangan itu. Di ujung garis pandangannya adalah puncak gunung dan permukaan beberapa danau, yang bersinar bagai pernak pernik setelah sinar matahari yang melewatinya.
Mereka melanjutkan dengan kecepatan santai selama setengah jam atau lebih sampai mereka akhirnya mencapai tujuan mereka, kota Amande.
"Aishia. Kita tidak bisa mendarat di tengah kota, jadi kita akan turun di hutan."
"Oke."
Jawab Aisia, dan keduanya mendarat bersama di hutan.
"Maaf, Miharu-san. Dari sini kita akan berjalan kaki. Cukup sulit untuk berjalan di permukaan tanah seperti ini, jadi aku akan menggendongmu sampai kita mencapai jalan." Kata Rio.
Daerah itu ditutupi oleh tumbuhan lebat dan semak berlumut, membuat permukaan tanah menjadi sangat sulit untuk dilalui. Sementara Miharu mengenakan mantel, dia mengenakan seragam dan sepatu kulitnya, jadi berjalan melewati area semacam itu akan sangat sulit baginya.
“B-Baik. Terima kasih.”
Jawab Miharu, mengangguk dengan gugup.
“Aku akan berlari sedikit, jadi mungkin sedikit lebih bergelombang daripada saat kita di udara. Berhati-hatilah agar lidahmu tidak tergigit. Ayo pergi, Aishia.”
Kata Rio kepada Miharu dan Aishia sebelum mengambil lompatan ke depan.
Meskipun Miharu ada dalam pelukannya, Rio melintasi beberapa meter dengan satu lompatan.
"W-Wow. Luar biasa.... Apa ini sihir ?"
Memegang pakaian Rio lebih erat, Miharu melebarkan matanya pada tampilan jelas dari kemampuan manusia super. Aishia juga mengikuti Rio dari belakang dengan gerakan lincah.
“Aku memperkuat tubuh dan kapasitas fisik ku dengan teknik yang disebut spirit art. Aku juga menggunakan angin di sekitarku untuk mengontrol gerakan dan menyeimbangkan saat mendarat. Jika aku bergerak terlalu cepat, jangan ragu untuk memberitahuku.”
Rio mempertimbangkan perasaan Miharu.
Namun, gadis itu menggelengkan kepalanya dengan tenang.
"Aku baik-baik saja."
Mereka bertiga mencapai jalan raya yang menuju ke kota Amande beberapa menit kemudian. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang di sekitar, Rio dengan lembut menurunkan Miharu dan memberinya kalung.
"Sebelum kita memasuki kota, tolong pakai ini."
"Baik, tapi apa itu?"
“Ini adalah artefak yang mengubah warna rambutmu – orang berambut hitam hanya akan menarik banyak perhatian. Rambutmu akan kembali normal saat kamu melepasnya, jadi kamu tidak perlu khawatir."
"Oke."
Kata Miharu, mengangguk dan memakai kalung itu.
Ketika dia memakainya, kalung itu mulai secara otomatis menyerap esensi magis Miharu, akibatnya mengubah warna rambutnya.
".....Wow, rambutku benar-benar berubah."
"Warnanya cocok untukmu.... Hanya memastikan, kota yang kita tuju bernama Amande. Haruskah kita pergi?"
Rio memuji Miharu dengan sedikit malu sebelum mulai berjalan dengan santai.
Miharu dan Aishia mengikutinya.
Sepuluh menit kemudian, mereka bertiga meninggalkan hutan dan mencapai Amande.
Miharu menunjukkan ekspresi penasaran.
".....Ada banyak sekali orang."
Saat memasuki kota, kerumunan besar telah terlihat, karena pasar pagi masih buka. Ada kios-kios yang berbaris dimana-mana, dipenuhi dengan keaktifan yang luar biasa.
“Ini adalah kota perdagangan, jadi ini normal. Sebagian besar wilayahnya tidak berpenghuni, sehingga orang-orang cenderung berkumpul di tempat-tempat seperti ini.” Jelas Rio.
"Begitu ya..... Aku harus berhati-hati agar tidak tersesat."
Saat Miharu melihat kerumunan besar itu, dia berbicara dengan campuran kekaguman dan kekhawatiran.
"Jangan khawatir. Jika kamu tidak ingin tersesat, lakukan ini, Miharu."
Kata Aishia yang tiba-tiba meraih tangan kiri Rio.
"Umm...."
Rio menunjukkan ekspresi bingung saat Miharu tersipu malu.
"Dengan cara ini, kita tidak akan tersesat."
Aishia menyarankan dengan sederhana.
Kata-katanya benar, tapi Rio dan Miharu terlalu malu untuk berpegangan tangan.
"Kamu tidak mau Miharu?"
Aishia memiringkan kepalanya ke samping.
Ekspresinya membuat Rio dan Miharu mulai bertanya-tanya apakah mereka yang aneh disini.
"Ahaha. Kalau begitu permisi....”
Dengan senyum masam, Miharu dengan lembut meraih tangan Rio.
"Ayo pergi."
Aishia menarik tangan Rio – membuatnya sedikit tertawa dan mereka bertiga mulai berjalan mengelilingi kota.
Namun, Miharu dan Aishia adalah gadis yang sangat cantik, jadi tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menarik perhatian pria yang ada didekatnya. Mereka memandang Rio dengan rasa iri, saat dia memegang tangan kedua gadis itu.
"....Haha.... Oke, kalian berdua— kenakan tudung kalian. Sepertinya kita terlalu menonjol.”
Saran Rio, yang tak dapat menahan tatapannya orang-orang disekitar mereka.
∆∆∆∆
Di kawasan pusat perdagangan Amande....
"Sepertinya toko ini mempunyai semua barang yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari wanita."
Berdiri di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi, Rio mulai menjelaskan detailnya. Sebelumnya, dia telah menanyakan seorang wanita penjaga kios, apakah dia tahu sebuah toko yang menyediakan semua kebutuhan wanita; biarpun itu mahal, tidak akan ada masalah asalkan sesuai dengan kualitas barangnya. Semua pemilik kios perempuan menyarankan untuk datang ke toko ini.
"Bangunan yang luar biasa...."
Kata Miharu, saat dia melihat toko berlantai empat tersebut.
“Toko ini diberi nama Ricca Guild, itu adalah cabang langsung dari guild perdagangan yang bahkan terkenal sampai negara tetangga. Penguasa kota ini, Liselotte, juga presiden dari Ricca Guild.”
Ada beberapa toko yang dijalankan oleh Ricca Guild di Amande. Kota ini bisa dianggap sebagai pusatnya.
[ Toko ini seharusnya mempunyai beberapa barang berkualitas baik yang tersedia. ]
Rio teringat terakhir kali dia mengunjungi kota Amande beberapa tahun lalu. Secara khusus, dia mengingat rumor yang dia dengar selama perjalanannya dari Strahl ke wilayah Yagumo.
Ya— Rio secara sepihak mengetahui gadis bernama Liselotte. Gadis muda berbakat itu adalah putri Duke Cretia, Penguasa Agung Kerajaan Galarc.
Liselotte juga orang pertama yang membawa apa yang disebut 'pasta' di dunia ini. Jelas bahwa Liselotte, atau mungkin seseorang yang bekerja dengannya dari bayang-bayang, menggunakan pengetahuan dari Bumi.
Dalam beberapa tahun Rio saat berada di luar wilayah Strahl, Ricca Guild berkembang sangat pesat. Guild perdagangan mereka telah menyebar ke sebagian besar negara tetangga, dan telah mengembangkan beberapa produknya selama beberapa tahun terakhir.
Rio tidak tahu bagaimana membuat barang-barang yang digunakan wanita modern dalam kehidupan sehari-hari, jadi berbelanja adalah solusi yang tepat untuk Miharu.
Tepat sebelum mereka memasuki gedung, Rio berbicara.
"Baiklah, sisanya kuserahkan pada kalian berdua. Aku akan kembali dalam satu jam. Serahkan percakapannya pada Aishia."
Karena itu adalah toko yang mengkhususkan diri pada produk wanita, sulit bagi Rio untuk masuk. Kemungkinan besar Miharu harus membeli pakaian dalam dan barang serupa lainnya, jadi Rio memutuskan bahwa yang terbaik adalah Aishia menjadi pendampingnya.
"O-Oke...."
Miharu mengangguk dengan malu-malu.
"Aishia, tolong jaga Miharu-san.... Dan pastikan kamu tidak meninggalkan toko ini."
"Yup, serahkan padaku."
Aishia mengangguk dengan tulus.
[ .....Yah, aku yakin akan baik-baik saja. Lagipula, mereka tidak akan bisa membeli dengan tenang jika aku tinggal bersama mereka. ]
Rio memutuskan untuk mempercayai mereka. Meskipun dia agak khawatir, dia tidak bisa membiarkan dirinya menjadi terlalu protektif. Keamanan toko tampaknya cukup bagus, sehingga tidak akan ada pelanggan yang mencurigakan.
"Sampai jumpa lagi."
Dengan begitu, Rio melepaskan tangan Miharu dan Aishia.
∆∆∆∆
Setelah berpisah dengan gadis-gadis itu, Rio mulai mengumpulkan informasi di sekitar gedung tempat Miharu sedang berbelanja.
Di dunia ini, informasi menyebar dengan sangat lambat karena metode komunikasi yang belum terlalu maju. Karena itu, kebanyakan orang yang mendapat banyak informasi adalah bangsawan, pedagang, dan anggota guild. Mereka mengumpulkan banyak informasi saat mereka berhubungan dengan banyak orang, dan mereka memiliki kemampuan luar biasa untuk menciptakan koneksi yang baik.
Itulah mengapa orang biasa seperti Rio tidak dapat memperoleh banyak informasi jika terus bersikap pasif. Untuk menemukan informasi yang diinginkannya, Rio harus berbicara dengan banyak orang setiap harinya atau berhubungan dengan individu yang berpengetahuan luas.
Saat ini, Rio secara efisien mengumpulkan informasi dengan berkeliling ke setiap kios pinggir jalan di kota dan berbicara dengan beberapa pedagang. Dia bukan anggota guild dan dia juga tidak memiliki kenalan bangsawan, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah berbicara dengan pedagang ditiap kios-kios.
Dengan membeli barang dagangan mereka dan mengobrol dengan kedok percakapan santai, para pedagang lebih bersedia untuk mengobrol. Meskipun tidak ada yang pasti bahwa informasi yang akan diperolehnya dapat diandalkan, setidaknya usahanya akan membuahkan hasil.
Rio mengunjungi sebuah kios yang menjual tusuk sate panggang dan memesan dalam jumlah yang wajar sebelum memulai percakapan dengan pemiliknya.
“Apa sesuatu yang penting terjadi baru-baru ini? Aku cukup terkejut ketika pilar-pilar cahaya itu muncul kemarin.”
"Ara~ Apa kau tidak mendengarnya? Orang-orang bilang itu tanda kemunculan pahlawan.”
Jawab perempuan itu sambil memanggang daging.
"Pahlawan?"
Kata pahlawan mengejutkan Rio, membuatnya membuka matanya.
“Kamu tahu nubuat suci, kan? Yang mengatakan bahwa para pahlawan akan muncul di samping enam pilar cahaya. Sejak peristiwa pada ramalan suci itu terjadi, rumornya bahwa sanga pahlawan juga muncul.”
{ TLN : Nubuat artinya menyatakan lebih dahulu peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, jadi semacam ramalan/ilham gitu ya }
“Benar, ada yang seperti itu. Begitu ya....”
Rio mengangguk penuh pengertian.
Orang-orang di wilayah Strahl percaya pada dewa yang dikenal sebagai Enam Dewa Bijaksana. Meskipun Rio bukan orang yang sangat percaya, dia telah menerima beberapa kelas tentang itu selama di Akademi Kerajaan, jadi dia masih samar-samar mengingat detail dari teks suci.
[ Ini mungkin terkait dengan bagaimana Miharu dan yang lainnya muncul di dunia ini.... Atau apa mereka terseret begitu saja? Jika demikian, apakah itu berarti dua orang yang bersama mereka..... Adalah pahlawan? ]
Rio berpikir, menganalisis informasi yang dia dapat dan membuat hipotesisnya sendiri.
“Apa ada hal lain yang menonjol belakangan ini? Aku berniat untuk pergi ke kerajaan Beltrum dalam waktu dekat....”
"Hmm.... Kerajaan Beltrum memiliki konflik sedang dengan Kerajaan Proxia beberapa waktu lalu, tapi itu hanya politik seperti biasa."
Wanita itu menjawab, tetapi segera teringat sesuatu.
"Oh itu benar. Untuk pergi ke Kerajaan Beltrum, kamu harus melalui jalan barat, bukan?"
"Ya, benar."
Dalam kasusnya, Rio bisa terbang dengan spirit art, tetapi dia memutuskan untuk tetap mengangguk.
“Beberapa petualang yang menghilang saat menjalankan misi di jalan raya barat. Tidak jarang mereka melarikan diri untuk agar tetap hidup, tetapi bahkan ada kasus dimana petualang berpengalaman menghilang. Kamu terlihat muda, tapi pakaianmu menunjukkan bahwa kamu juga seorang petualang. Berhati-hatilah jika kamu pergi ke sana.”
"....Begitukah, terima kasih banyak."
Rio berterima kasih padanya dan berhati-hati menyimpan informasi di kepalanya.
Setelah itu, pemilik kios terus mengobrol dengannya meski Rio tidak bertanya apapun lagi; wanita itu tampaknya orang yang banyak bicara, sesuatu yang Rio hargai karena tujuannya adalah mengumpulkan informasi.
Namun, sebagian besar percakapan mereka terfokus pada topik yang tidak menarik bagi Rio, sehingga dia memutuskan untuk mundur ketika wanita tersebut mulai berbicara tentang ingin memperkenalkan putrinya kepadanya.
{ LOL.... Nasib babang tamvan ya gitu.... }
Rio melanjutkan berkeliling ke kios lain, tapi dia tidak dapat memperoleh informasi yang berguna, jadi dia memutuskan untuk kembali ke tempat dimana Miharu dan Aishia berada.
∆∆∆∆
Saat ini, Rio berada di depan toko Ricca Guild.
[ Hmm.... Aku berkata akan kembali satu jam lagi, tapi apakah tidak apa-apa untuk masuk begitu saja? ]
Itu adalah toko yang di khususkan untuk wanita. Sebagai laki-laki, bangunan di depannya tampak seperti tempat suci dan terlarang, jadi Rio ragu untuk masuk.
Pada saat itulah, Aishia meninggalkan gedung itu sendirian. Miharu tidak bisa ditemukan.
“Eh..... Aishia? Di mana Miharu-san?”
“Haruto kembali, jadi aku datang menjemputmu. Miharu masih berbelanja.”
Jawab Aishia singkat.
"Oh, baiklah. Tapi.... Bagaimana kamu tahu bahwa aku telah kembali?"
"Kita terhubung satu sama lain, jadi aku tahu bisa merasakan kalau kamu mendekat."
"Aku mengerti.... Kalau aku ingat dengan baik, Sara dan yang lainnya pernah mengatakan sesuatu seperti itu."
Rio mencoba mengingat apa yang telah dia pelajari tentang roh ketika dia berada di desa Seirei no Tami – singkatnya, orang yang di kontrak dan rohnya sangat terhubung dengan ikatan spiritual. Aishia baru saja terbangun, jadi Rio bertanya-tanya dengan penasaran apakah kepekaannya telah tumbuh selama beberapa hari terakhir.
"Miharu akan khawatir, jadi ayo cepat kembali."
Aishia meraih tangan Rio dan mencoba kembali ke dalam toko.
“Kamu benar, ya. Umm... Apa tidak apa-apa bagiku untuk masuk juga?”
[ Harusnya tak masalah kalau aku bersama Aishia. ]
Pikir Rio, membiarkan gadis roh itu membimbingnya.
Namun, jika masalah muncul, dia bisa pergi kapan saja.
Anehnya, Rio menyadari bahwa ada pria lain di dalam toko yang menemani pasangan mereka. Masing-masing tampaknya merasa sangat tidak nyaman – Rio bisa memahami perasaan mereka.
Ketika mereka berdua memasuki toko, para pria dengan cepat menatap Aishia, karena kecantikannya. Namun, para wanita yang berada disebelah mereka segera menyadarinya dan mulai mengirimkan sinyal peringatan, seperti berdehem dan sejenisnya. Para pria itu berpura-pura tidak tahu, meski sesekali mereka terus melirik. Hal yang sama mungkin terjadi saat Rio mengumpulkan informasi.
"Miharu ada di lantai empat."
Aishia mengabaikan tatapan mereka dan membimbing Rio. Saat keduanya berpegangan tangan yang tampak jelas sekali, semua perhatian pria dan wanita dalam toko tertuju pada mereka. Para pria tampak iri, sementara yang wanita memandangi wajah Rio dengan kagum.
"Ara. Gadis itu memiliki seseorang dengannya. "
"Hmm....."
"Yah, setidaknya pemuda itu cocok untuknya."
Suara-suara dari para wanita itu bisa bergema di dalam toko.
[ Canggung sekali rasanya.... ]
Rio merasakan ketidaknyamanan yang kuat.
Para pelanggan tidak bisa berhenti menatap mereka kapan pun, jadi Rio fokus untuk melihat punggung Aishia saat dia berjalan.
Keduanya naik ke lantai empat menggunakan tangga.
"Di sini."
Mendengar suara Aishia, Rio melihat sekeliling lagi.
Matanya bertemu dengan pemandangan—
".....Heh? Ah...."
Toko pakaian dalam.
Seperti yang diharapkan, tidak ada pendamping laki-laki di area ini. Wanita memilih pakaian dalam yang paling mereka sukai dengan bebas. Miharu ada di antara mereka. Gadis itu berdiri tepat di depan Rio dan menatap pakaian dalam itu dengan ekspresi serius. Di tangannya dia memegang bra yang lucu dan elegan dengan desain yang sederhana.
"Miharu." Aishia memanggilnya.
"Oh, Ai-chan. Di mana kamu? Ah, Haruto-san juga.... Di sini....”
Miharu berhenti melihat ke celana dalam dan menoleh ke tempat Aishia berada. Rio juga ada di sana, memegang tangan Aishia, jadi Rio dan Miharu melakukan kontak mata.
Miharu hendak menyambutnya dengan senyuman ketika dia menyadari bahwa ada yang salah dengan situasi mereka saat ini. Gadis itu langsung membeku.
Celana dalam di tangan Miharu dilihat oleh Rio, jadi dia meminta maaf sambil membuang muka.
"Maafkan aku."
"Eh, ah....!?"
Miharu akhirnya memahami situasinya dan menyembunyikan celana dalam di tangannya dengan gugup. Pipinya mulai memerah.
"Umm, maafkan aku. Sungguh.”
Rio meminta maaf sekali lagi dan mencoba melepaskan tangan Aishia untuk meninggalkan tempat itu, tapi gadis roh itu memiliki cengkeraman yang kuat, jadi pelariannya berakhir dengan kegagalan. Yang bisa dia lakukan hanyalah menundukkan kepalanya dan menatap lantai.
"Ah, umm, a-aku juga!"
Miharu menundukkan kepalanya ke arah Rio.
Melihat keduanya menundukkan kepala, salah satu penjaga toko menjadi curiga, jadi dia memutuskan untuk mendekati mereka.
"Apa ada masalah?"
"Kami bertiga datang ke sini untuk berbelanja."
Aishia berbicara dengan nada lembut, dan kemudian mengarahkan pandangannya ke wajah Rio dan memegang dengan erat tangannya. Itu sudah cukup untuk meyakinkan penjaga toko.
"Oh, baiklah. Tidak masalah kalau begitu; Lagipula, tuan tidak dilarang masuk. Wajar jika perempuan mengajak pasangannya untuk meminta pendapatnya.”
Penjaga toko itu menggelengkan kepala sambil menunjukkan senyum pengertian.
Pada titik tertentu, ketiganya telah menarik perhatian pelanggan lain yang hadir di sana.
Memahami situasinya, mereka tertawa kecil.
“A-Aku akan kembali satu jam lagi. A-Aishia, tolong lepaskan tanganku....”
Ucap Rio, dia cepat-cepat pergi dari tempat pakaian dalam itu setelah menyuruh Aishia untuk melepaskan gandengan dari Aishia.
[ Aku pikir, aku akan menulis surat untuk Celia sensei.... Aku perlu memberitahunya akan sedikit terlambat untuk menemuinya, tapi aku pasti akan mengunjunginya. ]
Setelah keluar dari sana, Rio pergi ke salah satu cabang Ricca Guild untuk mengirim suratnya.
∆∆∆∆
Sekitar satu jam kemudian, Rio kembali lagi ke tempat dia meninggalkan Miharu. Rupanya mereka telah selesai berbelanja untuk barang-barang yang mereka butuhkan, atau mungkin Aishia merasakan bahwa dia semakin dekat – tetapi kedua gadis itu meninggalkan toko untuk menemuinya.
Ketika mata Miharu bertemu dengan mata Rio, gadis itu tersipu karena malu. Rio tersenyum tidak nyaman.
"Aku minta maaf atas kurangnya pertimbangan yang aku lakukan sebelumnya."
Kata Rio, meminta maaf.
“T-Tidak, akulah yang seharusnya lebih berhati-hati. Aku tidak tahu jika Ai-chan yang membawamu. Ahaha.... Aku akan sangat menghargainya jika kamu bisa melupakan semuanya.”
Miharu mengeluarkan senyum malu saat dia menggelengkan kepalanya.
“T-Tidak masalah. Selain itu, sepertinya kamu tidak memegang tas belanjaanmu. Apa kamu sudah selesai berbelanja?”
“Ah, penjaga toko mengatakan akan mengurusnya. Kita bisa mengambilnya saat pulang nanti.”
“Begitukah.... Itu pelayaan yang cukup membantu. Ayo kita berbelanja pakaian Masato, kalau begitu.”
Mendengar saran Rio, Miharu mengangguk.
"Ya, mari."
Keduanya berhasil menghilangkan suasana canggung di antara mereka.
Tiba-tiba, Aishia menggandeng tangan kiri Rio. Melihat betapa wajarnya perbuatannya, Rio pun tersenyum.
"Umm, bolehkah..... Aku menggandeng tangan kananmu?"
Miharu bertanya dengan malu-malu.
"....Tentu. Kita tidak boleh terpisah."
Rio mengangguk dengan ekspresi sedikit malu.
Jadi mereka bertiga menuju area berikutnya sambil bergandengan tangan. Menemukan area untuk laki-laki yang tampaknya layak, kelompok itu memutuskan masuk untuk membeli pakaian Masato. Miharu mulai memeriksa barang yang tersedia dengan cermat, ketika dia tiba-tiba menemukan sesuatu yang menurutnya cocok dengan Rio.
"Yang ini sepertinya cocok untukmu, Haruto-san."
"S-Sungguh?"
"Iya. Bisakah kamu memegangnya di depanmu?.... Ya, begitu, Ini terlihat sangat bagus untukmu."
Miharu menyerahkan pakaian tersebut kepada Rio untuk dipegang di depannya, dan kemudian mengambil jarak untuk melihat bagaimana ukurannya.
Rio tersenyum malu-malu.
"Terima kasih banyak. Aku tidak punya banyak pakaian sehari-hari, jadi aku pikir akan membeli yang satu ini."
Karena biasanya Rio mengenakan baju tempur, bahkan dalam kesehariannya dia tidak memiliki pakaian kasual. Ini adalah kesempatan sempurna untuk mengubah kebiasaannya itu.
"Umm, jadi haruskah aku memilihkanmu beberapa pakaian lagi?"
"Tentu. Karena ada kamu disini, bisakah aku memintamu untuk mencarinya lagi? Aku tidak pandai dalam memilih pakaian....”
Rio meminta dan menunjukkan senyum masam.
"Jika kamu setuju dengan itu, maka...."
Miharu mengangguk dengan ragu dan mulai mencari pakaian tidak hanya untuk Masato, tapi juga untuk Rio. Miharu mempunyai selera fashion yang bagus, jadi dia memastikan bahwa pakaian yang dipilihnya sesuai untuk mereka.
Waktu berlalu dalam sekejap mata.
“Terima kasih banyak, Miharu-san. Berkatmu, pembeliannya berjalan lancar.”
Kata Rio, setelah membeli barang-barang yang mereka butuhkan.
"Tidak, akulah yang harusnya berterima kasih padamu. Aku cukup bersenang-senang hari ini."
"Aku senang mendengarnya. Setelah kalian mempelajari bahasa umun dengan baik, ayo kita kembali ke sini lagi bersama dengan Aki-chan dan Masato.... Bagaimanapun juga, aku berencana untuk mengajari kalian setidaknya selama sebulan lagi."
Setelah mereka mempelajari bahasa tersebut sampai tingkat tertentu, Rio bermaksud membawa mereka ke desa Seirei no Tami. Namun, sepertinya dia harus mendiskusikan situasinya nanti.
"Baik!"
Miharu mengangguk sambil tersenyum.
∆∆∆∆
Rio, Miharu, Aishia kembali ke rumah batu sebelum matahari terbenam. Setelah makan malam, mereka duduk untuk menikmati teh bersama, kemudian Rio mulai berbicara.
“Sebenarnya, aku mungkin telah memperoleh beberapa informasi yang masuk akal tentang dua orang yang bersama kalian sebelum kalian bertiga dipanggil ke dunia ini. Ini bukan berita buruk jadi jangan khawatir.”
"S-Sungguh!?"
Aki berteriak, senang mendengar kata-kata Rio.
“Kurang lebih, ya. Dalam keadaan normal, ini bukanlah informasi yang dapat diandalkan, juga tidak membantu kita memastikan kebenarannya.”
Rio mengangguk sambil mengangkat bahu.
"Jadi, apa yang kamu temukan?" Aki bersikeras.
Rio tersenyum sedikit dan berbicara terus terang.
"Mungkin keduanya..... Telah menjadi pahlawan."
Mendengar kata-kata itu, Aki menunjukkan ekspresi ragu.
".....Heh?"
Aki tidak hanya meragukan apa yang di dengarnya, tetapi Masato dan Miharu juga menunjukkan ekspresi terkejut.
Reaksi mereka dapat dimengerti; Lagipula, menjadi pahlawan bukanlah jalur karier yang umum bagi orang Jepang modern.
"Yah, kurasa reaksi dari kalian cukup normal."
Rio menunjukkan senyum masamnya yang biasa.
Sementara itu, Aishia menguap ringan dari sampingnya.
"Nee, Haruto-san. Pahlawan yang kamu maksud sesuatu seperti karakter utama dalam video game?"
Masato bertanya ragu-ragu.
"Aku pikir itu sesuatu seperti itu."
“Eh.... Benarkah? Aniki menjadi pahlawan, katamu.... Aku tidak begitu mengerti, tapi itu tidak cocok sama sekali dengannya!”
Masato menunjukkan senyum geli.
“Dunia ini juga memiliki keyakinan agama. Ada beberapa teks suci yang berbicara tentang ramalan dimana pahlawan dipanggil. Fenomena yang disebutkan dalam ramalan itu menjadi kenyataan hampir pada saat yang sama ketika kalian dipanggil di dunia ini. Itulah mengapa ada rumor bahwa para pahlawan telah muncul di wilayah Strahl.”
"Jadi, pahlawan itu adalah Satsuki-san dan Takahisa-kun?" Miharu bertanya.
"Iya. Ramalan tersebut mengklaim bahwa ada enam pahlawan, jadi aku pikir dua dari mereka adalah orang-orang yang kita cari."
Meskipun Rio terlalu khawatir tentang suara misterius di kepalanya, enam pilar cahaya yang muncul saat itu menyebarkan ode dan mana dalam jumlah besar – cukup untuk membuatnya percaya bahwa para pahlawan telah dipanggil dari dunia lain.
"Jadi.... Apakah kita bisa bertemu dengan mereka berdua jika kita bisa mengetahui semua pahlawan berada !?"
Aki bertanya dengan penuh harap.
“Jika dugaanku benar, maka ya. Ramalan itu mengatakan bahwa para pahlawan akan muncul oleh Batu Suci, tetapi tidak ada yang tahu dimana batu suci tersebut berada.”
Jawab Rio dengan ekspresi khawatir.
Ada berbagai rumor tentang keberadaan Batu Suci, tapi kemungkinan bahwa itu hanyalah bualan juga cukup tinggi.
"Tidak mungkin...."
Ekspresi Aki menjadi gelap karena frustrasi.
"Jangan khawatir. Keduanya pasti ada di suatu tempat di Strhal, jadi selama kita terus menunggu, rumor tentang para pahlawan akan mulai beredar pada akhirnya. Lebih baik kita bersabar untuk saat ini. Pastinya, aku akan melakukan yang terbaik untuk menemukan informasi tentang Batu Suci dan tentang para pahlawan, tetapi aku ingin kalian bertiga fokus mempelajari bahasa umum untuk saat ini. Apa kamu baik-baik saja dengan itu, Miharu-san?"
Rio menoleh padanya untuk mendapatkan jawaban.
"Iya. Aku tahu kami membuatmu cukup banyak masalah, Haruto-san, tapi tolong jaga kami."
Miharu menjawab dengan ekspresi minta maaf.
“Jadi, sudah diputuskan – mulai besok aku akan mulai mengajari kalian bahasa dunia ini. Ini mungkin sulit, tetapi semakin keras kalian berusaha, semakin cepat kalian belajar. Kalian pada akhirnya akan dapat menggunakan lebih banyak waktu kalian untuk hal-hal lain. Ayo kita lakukan yang terbaik!”
Rio berusaha memotivasi mereka.
"Ya, tolong ajari kami dengan baik!"
Aki mengangguk dengan penuh semangat, termotivasi oleh kata-kata Rio.
"Belajar ya.... Meskipun kita datang ke di dunia lain, hal-hal yang harus kita lakukan belum berubah...."
Masato menghela napas dan menggerutu pada dirinya sendiri.
“Masato, aku memperingatkanmu. Jika kamu tidak menganggapnya serius, aku akan marah.”
"Aku tahu!"
Atas peringatan Aki, Masato mengangguk singkat.
Masato sadar bahwa ini adalah tugas yang perlu ia lakukan, setidaknya.
Miharu memperhatikan mereka berdua sambil tersenyum.
∆∆∆∆
Setelah itu, Rio, Aishia, dan Miharu bekerja sama untuk membereskan semuanya. Karena pelajaran bahasa akan dimulai besok pagi, Masato dan Aki pergi tidur lebih awal.
“Kerja bagus, Miharu-san.... Kamu juga, Aishia. Kita juga harus tidur.”
Kata Rio kepada dua gadis di meja, ruang makan.
Miharu menundukkan kepalanya.
"Baik. Terima kasih untuk semuanya, Haruto-san. Kamu juga, Ai-chan."
"Kerja bagus, Miharu."
Jawab Aishia dengan ekspresi mengantuk.
"Ahaha. Kamu kelihatan mengantuk, Aishia— mari kita segera tidur. Selamat malam!"
Rio berpikir bahwa jika dia tinggal lebih lama lagi, Miharu dan Aishia akan terjaga bersamanya, jadi dia memutuskan untuk pergi ke kamarnya.
"Selamat malam."
Kata Aishia sambil berjalan di belakang Rio.
Miharu menyapa mereka juga, sebelum menuju kamarnya sendiri.
"Tunggu? A-Ai-chan, kamarmu di sebelah kamarku kan? Di arah itu adalah kamar Haruto-san. Kamu tidak akan tidur?"
Miharu melihat sesuatu yang aneh tentang arah yang dituju Aishia dan memanggil untuk menghentikannya.
"Aishia?"
Rio membuka matanya, bertanya-tanya ada apa.
"Aku akan tidur."
Aishia memiringkan kepalanya ke samping.
"Umm.... Dimana?"
Rio bertanya dengan nada gugup.
"Di kamar Haruto."
"E-Ehhh!?"
Miharu berteriak kaget setelah mendengar kata-kata Aishia.
“Umm… Kamu punya kamar sendiri, kan? Kamu seharusnya tidur di sana.”
Rio berbicara dengan hati-hati kepada Aishia, membawa tangan kanannya ke kepalanya.
"Aku akan tidur dengan Haruto."
Aishia menyatakan dengan cara yang murni dan polos.
"T-Tidak, kamu tidak boleh melakukan itu."
Rio menepisnya dengan panik, tapi Aishia ingin tahu mengapa dia dilarang.
"Kenapa?"
"Yah itu karena....."
Sepertinya Aishia tidak terbiasa dengan seluk-beluk batasan pribadi antara pria dan wanita. Rio tidak bisa berkata-kata, jadi dia meminta bantuan Miharu.
"Ah, umm. Begini, Ai-chan.... Agak bermasalah— lebih tepatnya, tidak menguntungkan – bagi pria dan wanita yang tidak memiliki hubungan intim untuk tidur di ranjang yang sama.”
Miharu menjelaskan dengan bijaksana, berusaha menyelamatkan Rio dari dilemanya.
"Mengapa?"
"U-Umm...."
Pertanyaan kekanak-kanakan Aishia kali ini membuat Miharu yang tidak bisa berkata-kata.
Sangatlah sulit untuk menjelaskan akal sehat dan moral masyarakat manusia dengan menggunakan kata-kata sederhana. Hanya mengatakan bahwa itu tidak diperbolehkan tidaklah cukup untuk membuat roh seperti Aishia mengerti.
Aishia menatap Miharu dengan mata polos.
"Haruto dan aku tidak dekat?"
"Ah, erm, bukan itu maksudku."
[ Intim? Apanya yang intim? Mengapa kata-kata yang sesuai begitu sulit untuk dipilih? ]
Meski berusaha sebaik mungkin, Miharu benar-benar bingung.
"Jika Haruto dan aku tidak boleh, apa kamu ingin bergabung?"
Aishia memberi saran.
"I-Itu tidak mungkin!"
Miharu tersipu dan menggelengkan kepalanya.
"Mengapa?"
"Heh? Ah, karena.... A-Aku sudah punya seseorang yang kusuka. Ah— tidak, tunggu, itu tidak berarti aku membenci Haruto-san!"
Miharu mengoceh dengan tidak jelas dan menjawab semuanya dengan kejujuran yang bodoh.
"....Ya aku tahu. Haha."
Mendengar bahwa Miharu memiliki seseorang yang di cintainya telah sedikit mengejutkan bagi Rio, tetapi entah bagaimana dia berhasil menjaga senyum di wajahnya.
Bagaimanapun, hal seperti itu sudah pernah dia kira.
"Aku tidak mengerti."
Aishia bergumam pelan.
Rio menghela nafas dan menunjukkan senyum masam.
".....Kenapa kamu mau tidur denganku, Aishia?"
“Aku mengisi ulang odeku dengan lebih efisien saat aku berada di sisi Haruto. Selain itu, sangat nyaman bersamamu.”
“Oh, untuk mengisi kembali esensimu. Kamu benar.... Tapi jika kamu adalah roh, maka kamu harusnya bisa mengambil bentuk astralmu, kan? Tidakkah kamu bisa menekan lebih sedikit esensi dalam keadaan itu...?"
Karena Aishia memiliki wujud humanoid, rasanya sangat alami baginya berwujud manusia sehingga Rio lupa bahwa roh biasanya lebih suka tetap dalam bentuk astral mereka. Mewujudkan dan mempertahankan bentuk fisik mereka menghabiskan sebagian besar esensi mereka, jadi itu adalah penggunaan energi yang tidak efisien.
"Bentuk.... Astral?"
Miharu bertanya, tidak bisa mengikuti percakapan.
“Aishia memiliki tubuh fisik saat ini, tapi pada kenyataannya, roh adalah kumpulan dari mana. Jadi, seperti namanya, roh memiliki wujud spiritual. Biasanya, manusia tidak dapat melihatnya dalam keadaan itu – keadaan itu disebut bentuk astral.”
“....A-Aku mengerti. Maka, Ai-chan juga bisa mengambil bentuk astral itu?”
Miharu menunjukkan ekspresi ragu dan menoleh ke Aishia.
"Aku bisa."
Aishia mengangguk.
Tiba-tiba, tubuhnya berubah menjadi partikel cahaya dan menghilang dalam sekejap mata.
"M-Menghilang? Ai-chan?"
Mata Miharu melebar karena terkejut.
"Aku di sini."
Jawab Aisia; partikel cahaya berkumpul, membentuk tubuhnya sekali lagi.
Miharu membuat suara heran dan menoleh ke Rio untuk memastikannya.
"Waah.... I-Itu bentuk astralnya?"
"Benar. Kamu tidak bisa melihatnya atau berinteraksi dengannya secara fisik, tetapi dia masih ada disana dalam bentuk astralnya. Roh menggunakan esensi hanya dengan untuk mewujudkan tubuh fisik mereka, jadi mereka mengambil bentuk astral untuk mengurangi sedikit penggunaan ode mereka."
Miharu berbalik ke arah Aishia.
"Sekarang aku mengerti.... Ah, jadi jika kamu tetap dalam wujud astral terus-menerus, kamu tidak perlu tidur di sebelah Haruto-san lagi.... kan?"
“Pemulihan esensi bukanlah masalah besar. Semakin dekat aku dengan Haruto, semakin banyak esensi sihir yang bisa aku dapatkan. Jika aku tidak menggunakan spirit art, aku bahkan bisa tetap dalam bentuk fisikku tanpa kehadiran Haruto.”
Aishia menjelaskan secara logis sambil menggerakkan kepalanya.
"Umm, kalau begitu, apa kamu masih perlu tidur dengan Haruto-san....?"
"Ya, aku ingin tidur dengannya."
"A-Ahaha. Sungguh.... Ah, kalau begitu bagaimana.... Jika kamu tidur dengan Haruto-san dalam wujud astralmu ? Seharusnya tidak ada masalah, kan?"
Miharu menyarankan, menoleh ke Rio dengan senyum tegang.
“Umm... Kurasa, ya. Itu seharusnya.... Yah, tidak masalah, mungkin?”
Rio mengangguk ragu, meskipun dia tidak yakin apakah itu menyelesaikan masalah moral seorang pria dan wanita yang tidur di ranjang yang sama. Setidaknya jika Aishia mempertahankan bentuk astralnya, tidak ada kecelakaan fisik yang dapat terjadi. Aishia terbukti sangat keras kepala dalam masalah ini, jadi tidak ada cara lain untuk meyakinkannya. Setidaknya, itu solusi yang bisa mereka bisa dalam keadaan seperti ini.
"Apa kamu baik-baik saja dengan itu, Ai-chan?"
Miharu bertanya.
"Tentu." Aishia mengangguk.
Dengan demikian, diputuskan bahwa Aishia akan tidur di kamar Rio menggunakan bentuk astralnya. Dan jika Rio membangunkannya dalam bentuk fisiknya—
Well, itu cerita untuk lain waktu.