Untuk beberapa alasan, Hiroaki tidak kesulitan memahami apa yang sedang terjadi.
Hiroaki bertanya kembali untuk mengkonfirmasi pertanyaan dari sang putri dan memiringkan kepalanya ke samping dengan kebingungan.
"Pahlawan....? Aku?"
Suasananya mencurigakan, tetapi entah bagaimana sangat cocok dengan situasi yang ada. Nyatanya, itu sangat mirip dengan prolog novel isekai yang baru-baru ini dia baca.
"Y-Ya! Batu Suci yang aku bawa dalam masa tahananku tiba-tiba mulai bersinar, tepat sebelum itu mengeluarkan pilar cahaya yang besar. Menurut ramalan Enam Dewa Bijaksana, para pahlawan akan muncul dari Batu Suci ketika seribu tahun telah berlalu sejak awal Kalender Suci."
Flora menjelaskan agak terburu-buru sebisa mungkin.
Hiroaki mengumpulkan informasi yang tersedia baginya.
“....Ah, tunggu sebentar. Mari kita tenang dulu, tuan putri. Mengesampingkan arti dari apa yang baru saja kamu katakan, yang kamu maksud bahwa aku muncul berkat Batu Suci yang bawa ? Itukah sebabnya aku dianggap pahlawan?”
"Y-Ya. Itulah alasannya." Flora mengangguk.
"Aku mengerti. Nah, ini situasi yang cukup klise. Dan, sepertinya kamu mengerti bahasa Jepang karena suatu alasan. Aku rasa berada di Easy Mode tidak seburuk itu....”
Hiroaki bergumam pada dirinya sendiri.
"U-Umm."
Flora menatap wajah Hiroaki.
"Bolehkah aku menanyakan namamu, pahlawan-sama?"
"....Aku Sakata Hiroaki."
Hiroaki mengusap rambutnya dengan gerakan sombong.
“Sekadar meluruskan, Sakata adalah nama keluargaku dan Hiroaki adalah nama depanku. Aku juga ingin menanyakan sesuatu padamu. Ada dimana ini?”
“Kita berada di wilayah Marquis Rodan di timur laut Beltrum. Lebih tepatnya, di konsulat, ibukota Rodania.
“Pernahkah kamu mendengar nama negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, atau China?”
"Erm, belum."
Flora menggelengkan kepalanya dengan ekspresi minta maaf.
"Begitu....."
Hiroaki menghela nafas kecil.
[ Setidaknya sekarang aku sudah punya gambaran tentang situasi ini... Lebih tepatnya ini bisa disebut hal seperti perjalanan ke dunia fantasi. Dilihat dari sikap sang putri, tidak diragukan lagi bahwa pahlawan memiliki kedudukan sosial yang mirip dengan bangsawan. Jika itu masalahnya, apa aku ini seorang pahlawan atau bukan, apa lebih baik berpura-pura menjadi pahlawan?
Sementara itu akan sangat menjengkelkan jika aku menjadi alat untuk menyelesaikan masalah mereka, aku tidak ingin direndahkan oleh mereka dan aku juga membutuhkan lebih banyak informasi. Jika aku mau bernegosiasi dengan mereka, aku harus menjadi yang teratas. ]
[ Setidaknya, Flora tampak seperti gadis cantik, dan dihormati sebagai pahlawan bukanlah hal yang buruk. ]
Maka, Hiroaki memutuskan untuk menguatkan diri untuk dapat membawa dirinya dengan keterampilan dan kebijaksanaan.
"Jadi, siapa temanmu yang disana?"
Hiroaki sedang berbicara tentang pria paruh baya yang berdiri di samping Flora. Dia tampaknya memiliki status yang cukup tinggi.
“Maafkan atas kekasaranku. Aku adalah Duke, Gustav Huguenot. Karena keadaan tertentu, saat ini aku melayani Yang Mulia Putri Flora sebagai walinya. Senang bertemu denganmu.”
Duke Huguenot menunjukkan senyum ramah dan memperkenalkan dirinya dengan rasa hormat yang dalam. Namun, matanya tidak menunjukkan tanda-tanda kelemahan saat melihat wajah Hiroaki dengan hati-hati.
"Ya,ya. Untuk saat ini, aku ingin memiliki pemahaman yang lebih baik tentang situasi saat ini. Aku yakin kamu juga setuju, kan? Tidakkah menurutmu kita saling kekurangan penjelasan?"
Duke mengangguk.
"Memang benar. Izinkan aku memandumj ke tempat dimana kita dapat mendiskusikannya dengan tenang."
"Bagus. Terima kasih."
Hiroaki menuju mansion dengan Flora dan rombongannya.
∆∆∆∆
Beberapa menit kemudian, Hiroaki sedang duduk di sofa, menghadap Flora dan kelompoknya.
"Dia adalah George Rodan, penguasa wilayah ini."
Kata Duke Huguenot yang menjelaskan.
“Suatu kehormatan bisa bertemu denganmu, pahlawan-sama. Aku senang bisa menyambut pahlawan legendaris di kediamanku yang sederhana.”
Marquis Rodan menundukkan kepalanya ke arah Hiroaki dengan penuh hormat.
“Ya, senang bertemu denganmu. Apa kamu bisa memberitahuku nama-nama kstaria disana juga? Mereka tampaknya masih sangat muda.... Bahkan lebih muda dariku. Ngomong-ngomong, aku berumur sembilan belas tahun.”
Hiroaki memandang dengan rasa penasaran ke dua ksatria yang berdiri di belakang Flora.
“Mereka adalah putra kami. Seperti yang kamu lihat, mereka masih muda dan jalannya masih panjang. Aku mengizinkan mereka untuk menghadiri pertemuan ini karena aku pikir itu akan menjadi kesempatan yang baik bagi mereka. Apa mereka membuatmu tidak nyaman?”
“Begitu.... Anak-anak Huguenot dan Rodan. Aku tidak keberatan, tapi..... Aku ingin mereka melepaskan senjata mereka, setidaknya.”
Hiroaki dengan hati-hati membuat permintaan itu sambil meletakkan pedangnya sendiri. Untuk sesaat, ekspresi keduanya itu bergetar.
“Maafkan kekasaran kami. Kalian berdua— lepaskan senjata kalian.”
Duke Huguenot memberi perintah sambil tersenyum.
"Ya, tuan."
Keduanya mengangguk dengan tidak nyaman, melepaskan pedang dari pinggang mereka.
"Aku akan mengurusnya."
Seorang gadis dengan pakaian bangsawan mendekat dari sudut ruangan dan mengambil kedua pedang itu.
"Terima kasih."
Kedua anak laki-laki itu mengungkapkan rasa terima kasih mereka, menundukkan kepala sedikit.
"Ini kesempatan baik. Kalian bertiga, cepat perkenalkan diri kalian ke pahlawan-sama.”
Saran Duke Huguenot.
“....Senang bertemu denganmu, pahlawan-sama. Aku Stewart Huguenot.”
“....Aku Alphonse Rodan. Senang bertemu denganmu.”
Kedua ksatria muda itu memperkenalkan diri mereka dengan suara kaku saat mereka menatap Hiroaki dengan mata ragu-ragu.
"Suatu kehormatan bertemu denganmu. Namaku Roanna Fontaine. Senang berkenalan denganmu."
Gadis bangsawan itu tersenyum anggun dan memperkenalkan dirinya.
Terpikat oleh senyum Roanna, Hiroaki membuka matanya.
"Ya.... Senang bertemu dengan kalian. Maaf, tapi aku tidak memperhatikan kamu karena kamu berada di sudut ruangan. Aku tidak bisa membiarkan seorang wanita berdiri saat aku sedang duduk.... Jadi, bisakah kamu mengambil tempat untuk duduk ?"
Roana menggelengkan kepalanya sambil menunjukkan ekspresi yang rumit.
"Tidak, aku...."
"Jika pahlawan-sama menyuruhmu duduk, maka duduklah, Roanna."
Desak Duke Huguenot.
“....Terima kasih banyak atas pertimbanganmu, pahlawan-sama. Lalu, permisi."
Roanna sedikit mengangkat roknya dan membungkuk, lalu mempercayakan pedang Stewart dan Alphonse kepada seorang pelayan dan duduk di sofa.
Hiroaki menatapnya sambil menunjukkan senyuman.
"Sekarang, bisakah kita melanjutkan poin utama dari percakapan kita, pahlawan-sama?"
Duke Huguenot bertanya.
Hiroaki mengangguk dengan dingin.
"Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan terlebih dulu."
"Apa itu? Jika itu adalah sesuatu yang dapat kami jawab, kami akan menjawabnya dengan semua kemampuan kami...."
"Yang memanggilku adalah batu suci yang dibawa oleh Putri Flora, kan?"
Hiroaki menoleh ke sang putri.
"Y-Ya. Benar!"
Flora mengangguk dengan gugup.
"Fakta bahwa aku dipanggil berarti – jelas – aku juga bisa kembali, kan?"
"Heh? Kembali? Umm, itu...."
Tidak mengharapkan pertanyaan itu, Flora tidak bisa berkata-kata. Reaksinya cukup bagi pahlawan kita untuk menyadari ketidakpastiannya.
"Oi, oi, jangan bilang kamu memanggilku datang ke dunia tanpa cara untuk mengirimku kembali."
"Tidak, hanya saja.... Umm.... Aku tidak tahu...."
“Jika kamu tidak tahu, bukankah ini seperti sedang membicarakan tentang penculikan? Membawa seseorang yang bertentangan dengan kehendak mereka juga dianggap sebagai kejahatan bahkan di dunia ini, kan?”
Hiroaki bersikeras tanpa memberi Flora waktu untuk menjawab.
"Maafkan aku. Aku juga tidak terlalu mengerti situasinya, jadi kami sedikit khawatir juga....."
Dengan sifatnya lembut dan alami, Flora tidak bisa berbuat apa-apa selain meminta maaf; pihaknya juga tidak tahu apa yang terjadi. Batu Suci telah memanggil Hiroaki sendiri, jadi menyebutnya penculikan adalah cara yang terlalu ekstrim untuk melihat situasi saat ini.
"Ah, bukannya aku ingin mengintimidasi kalian atau apapun. Hanya saja aku menjadi terikat denga semua ini, tahu?"
Bahkan Hiroaki merasa bersalah karena menekan gadis cantik seperti Flora, jadi dia menundukkan kepalanya untuk meminta maaf.
“Pahlawan, bukankah sikapmu terhadap Yang Mulia cukup kasar? Haruskah seorang pahlawan berperilaku seperti itu?”
Stewart keberatan dengan alit berkerut.
"Stewart!"
Duke Huguenot meninggikan suaranya karena kesal.
"Guh.... Terimalah permintaan maafku yang terdalam."
Kata Stewart dengan ekspresi kesal.
Duke Huguenot menunduk dalam-dalam ke arah Hiroaki.
"Maafkan kekasaran anakku, pahlawan-sama."
“Ah, jangan salah paham. Aku tidak seperti sedang mencari pertengkaran atau apapun. Hanya saja, aku juga memiliki kehidupan di dunia asalku. Kehidupan yang baru saja direnggut dariku. Aku hanya ingin kalian memahami itu. Jika kalian terlibat dalam penculikanku, maka yang terbaik adalah menangani situasi secara logis. Bahkan jika aku tiba-tiba diberi tahu bahwa aku adalah seorang pahlawan, tidak banyak yang dapat aku lakukan.”
Hiroaki menggelengkan kepalanya.
“Hal yang sama berlaku untuk kami.... Dan penculikan itu adalah kesalahpahaman. Sepertinya kita perlu membahas masalah ini dengan benar. Pahlawan-sama, aku bersumpah kami akan memberitahumu semua yang kami ketahui. Maukah kamu mendengarkan?”
Duke Huguenot bertanya dengan ekspresi sedikit bingung.
“Ya, bagus jika begitu. Bahkan jika kalian memberitahuku tentang Enam Dewa Bijaksana, Batu Suci dan pahlawan, itu tidak masuk akal bagiku.”
Hiroaki menunjukkan senyuman santai.
Setelah itu, Duke Huguenot menjelaskan berbagai fakta kepada Hiroaki, termasuk meminta kerjasamanya sebagai pahlawan.
Pada saat yang sama, Miharu dan yang lainnya berjalan melalui padang rumput yang luas.