Eternal You – Chapter 4 : 「Menjelaskan Situasi」
Setelah Rio memasuki rumah batu, Miharu, Aki, dan Masato menahan nafas pada saat bersamaan.
Mereka bertiga menemukan ruang tamu yang luas dan ruang makan yang diterangi oleh artefak sihir. Di sudut ruangan ada tangga yang menuju ke lantai dua.
"Silakan duduk di sofa."
Setelah mengatakan itu, Rio menuju ke dapur sendirian, menyiapkan beberapa minuman dan beberapa handuk basah. Para tamu Rio dengan gugup duduk di sofa dan mulai melihat-lihat ruangan dengan rasa ingin tahu.
“Ini dia – Aku yakin kalian haus. Masih ada lagi, jadi jangan menahan diri."
Rio memberi mereka tiga gelas logam berisi teh dingin.
"T-Terima kasih banyak."
Miharu menerima minuman itu dengan rasa terima kasih. Mereka bertiga telah berjalan di lingkungan yang gersang dengan sedikit makanan dan minuman (yang telah mereka bagi rata), jadi fakta bahwa mereka dapat memuaskan dahaga mereka sangatlah melegakan.
“Terima kasih banyak, Haruto-san! Aku sangat haus.... Jadi, tolong segelas lagi!"
Setelah menghabiskan tehnya dalam beberapa detik, Masato meminta lebih banyak dengan mata berbinar.
“.....Jaga sikapmu. Mou.”
Aki menggumamkan kata-kata itu dengan ekspresi putus asa.
"Bukan masalah. Ketika melihat seseorang meminum teh dengan penuh antusias membuatnya sepadan. Namun, perutmu akan terasa dingin kalau meminumnya terlalu cepat, jadi berhati-hatilah. Kalau kamu mau, aku bisa membuatkan teh panas.”
Kata Rio tersenyum sambil mengisi gelas Masato dengan teh dingin.
"Maafkan aku. Adikku memang seperti itu... Terima kasih banyak."
Aki dengan ekpresi malu menundukkan kepalanya sebelum mengangkat gelas tehnya ke bibirnya. Sama seperti yang lainnya, gelasnya pun langsung habis.
Tanpa penundaan sedikitpun, Rio menuangkan lagi teh dingin ke gelasnya, Aki memerah karena malu dan mengucapkan terima kasih lagi. Kali ini dia menikmati rasa tehnya.
Sementara itu, Miharu memperhatikan Aki dan Masato yang dengan penuh semangat meminum teh mereka dengan senyum diwajahnya, sebelum dia membawa gelasnya sendiri ke mulutnya.
Setelah semua orang merasa puas dan menarik napas, Rio mengalihkan pandangannya ke Miharu, yang duduk didepannya.
"Bisakah kamu memberitahuku mengapa kalian berada di tempat seperti itu?" Rio bertanya.
Sebelum menjawab pertanyaan, mereka bertiga saling memandang. Sebagai perwakilan, Miharu memutuskan untuk menjelaskan.
“Sebenarnya, kami pun tidak tahu. Tiba-tiba, kami berada di padang rumput yang luas tanpa mengetahui apa yang terjadi....”
"Aku mengerti. Jadi, kalian tidak tahu dimana kalian sekarang, kan?"
"Ya, aku tidak tahu. Umm, ada dimana kita....?"
“Di wilayah Strahl di benua Euphelia. Lebih tepatnya, kalian berada di padang rumput dekat perbatasan kerajaan Galarc dan Centostella.... Apa kalian sudah paham ?”
“A-Aku belum pernah mendengar nama-nama itu. Kami tidak berada di Jepang, bukan?"
Miharu bertanya berpegangan pada seutas harapan, ekspresinya menjadi gelap karena khawatir.
"Sayangnya tidak."
Rio menggelengkan kepalanya.
“Lalu, dimana kita? Di suatu tempat di Eropa, mungkin?"
Aki bertanya dengan tidak sabar.
“....Aku yakin kalian telah melihat beberapa hal aneh sepanjang hari ini. Apa kalian masih percaya bahwa kalian ada di Bumi?"
“Itu.... J-Jadi dimana saat kita bertemu? Dan siapa kamu sebenarnya? Mengapa kamu bisa berbicara bahasa Jepang?”
Dengan nada serius, Aki bertanya sambil menunjukkan ekspresi khawatir. Rupanya dia tidak bisa menerima kenyataan.
“....Setidaknya, ini bukan di Bumi. Nama tempat ini seperti yang sudah aku katakan sebelumnya. Dan alasan mengapa aku bisa berbicara bahasa Jepang... Mungkin karena aku dulunya orang Jepang, Kurasa.”
Rio mengangkat bahu saat dia menjawab dengan senyum pahit.
"Ehh....?" Aki dan yang lainnya kaget.
....Sepertinya mereka bertiga tidak tahu apa-apa.... Tentang dunia ini, atau mengapa mereka berada di tempat seperti ini. Sama sepertiku, ketika sembilan tahun yang lalu aku terbangun dengan kenangan kehidupan sebelumnya. Tidak.... Mereka bahkan lebih buruk dariku. Setidaknya, aku masih punya ingatan tentang Rio....
Dengan ekspresi menyakitkan, Rio memandang Miharu, Aki, dan Masato.
"U-Umm, apa yang kamu maksud dengan 'Aku dulu orang Jepang….?"
Miharu bertanya dengan takut-takut.
“Maksudku persis seperti itu. Mungkin lebih tepat untuk menyebutnya ‘kehidupan sebelumnya'......? Kalian mungkin tidak mempercayaiku, namun aku memiliki kenangan akan kehidupan lain..... Kehidupan ketika aku masih menjadi mahasiswa yang tinggal di Jepang.”
Rio mengalihkan pandangannya dengan tidak nyaman saat dia menjawab.
"Erm...."
Miharu, Aki, dan Masato terdiam, tidak tahu bagaimana merespon dengan benar.
“Ngomong-ngomong, aku tidak punya bukti bahwa aku adalah orang Jepang, tapi karena itulah aku bisa berbicara bahasa yang sama dengan kalian. Aku akan sangat menghargai jika kalian mempercayaiku untuk saat ini. Lebih penting lagi, tidakkah kalian ingin tahu mengapa kalian bisa ada di sini?"
Rio menunjukkan senyum samar dan mengubah topik pembicaraan.
“Nee, Haruto-san. Apa itu berarti kita berada di dunia RPG fantasi? Dunia dengan pedang dan sihir, kan?"
Masato bertanya dengan agak bersemangat.
“Aku tidak pernah memainkan game semacam itu di kehidupanku sebelumnya, jadi aku tidak terlalu yakin, tapi aku pikir itu hampir sama. Namun, tidak seperti di game, di sini tidak ada tombol untuk memulai kembali.”
Jawab Rio sambil tersenyum paksa.
"Jika kamu tidak menyelamatkan kami, kami akan mendapat masalah besar, kan?"
Jawab Masato sambil berkeringat dingin.
".....Ya, kalian mungkin akan menjadi budak."
Jawab Rio dengan nada kaku dan tajam.
"M-Mustahil... Budak....?"
Aki bergumam dengan ekspresi kaget.
Ekspresi menyakitkan membasahi wajah Miharu, tapi keterkejutannya tidak sebesar Aki.
"Apa maksudmu dengan 'budak'?" Tanya Masato.
Aki menoleh padanya dan menatapnya dengan ekspresi lelah.
"K-Kamu bahkan tidak tahu itu?"
“T-Tidak. Aku buruk dalam bahasa dan kosa kata. Tahukah kamu apa artinya, Aki?”
"T-Tentu saja. Budak itu... Uhh... Umm...”
Aki mencoba menjelaskan konsep perbudakan, tapi mendapati dirinya tidak bisa membuka mulutnya.
Meskipun dia tahu arti umum dari kata itu, dia tidak bisa menjelaskannya dengan baik.
Miharu juga menunjukkan ekspresi yang rumit.
"Sederhananya, budak adalah seseorang yang tidak diperlakukan seperti manusia, mereka diperlakukan seperti benda." Rio memotong.
"....Diperlakukan sebagai benda?"
Masato memiringkan kepalanya ke samping, tidak dapat memahami konsepnya.
“Mungkin kalian akan lebih memahaminya jika aku mengatakannya seperti ini: budak dijual dan dibeli seperti binatang. Orang yang dijual menjadi milik orang yang membelinya, jadi dia harus melakukan semua yang di katakan pemiliknya."
"H-Hah!?" Bukankah itu seperti hewan peliharaan !? Dan kamu mengatakan itu hampir terjadi pada kami? Bagaimana mereka bisa melakukan hal seperti itu !?"
Memahami artinya, Masato berteriak dengan marah.
“Rambut hitam itu tidak biasa, dan kalian terlihat rapi dan bersih. Meskipun kalian tidak dapat memahami bahasa disini, jelas kalian menerima pendidikan yang baik.... Jadi sangat mungkin mereka berasumsi bahwa kalian akan dijual dengan harga tinggi."
Rio menjelaskan dengan nada serius.
“....Bagaimana mereka bisa melakukan hal seperti itu !? Itu mengerikan! Apa bagusnya memperlakukan orang seperti itu? Kami bukan boneka!”
Masato menarik napas dalam dan berbicara dengan nada tinggi.
Bagi seseorang yang dibesarkan dalam masyarakat modern, perbudakan jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
“Yah, mereka yang membeli budak punya alasannya sendiri. Terlepas dari menyenangkan atau tidak, ada orang yang membelinya karena itu cara mudah untuk menyelesaikan pekerjaan....”
Rio berbicara dengan ekspresi yang rumit.
Rio sudah menyingkirkan moral dari dunianya sebelumnya dan tahu bahwa sistem perbudakan diperlukan untuk masyarakat dimana dia tinggal. Itulah mengapa kemarahan Masato tidak mempengaruhinya sama sekali. Pada saat yang sama, Rio berharap Miharu dan yang lainnya menjunjung tinggi moral yang mereka miliki.
"Apa yang salah.... Dengan itu...."
Tidak dapat menerima kenyataan dan memahami bahwa tidak ada gunanya untuk terus mengeluh, Masato menundukkan kepalanya.
“.....Mari kita kembali ke topik utama. Apa kalian sudah menerima kenyataan bahwa kalian berada di dunia yang bukan Bumi?”
Rio menunjukkan senyum yang dipaksakan dan memfokuskan pandangannya pada Miharu, yang duduk di depannya.
"....Ya."
Miharu mengangguk dengan ekspresi serius.
Meskipun Miharu tidak mau menerimanya, ada terlalu banyak hal yang tidak bisa dijelaskan dengan cara lain, jadi dia tidak punya pilihan selain mengangguk.
"Secara alami, kalian ingin kembali ke Bumi.... Kan?"
Rio bertanya dengan hati-hati.
Aki berdiri dengan penuh semangat.
"B-Bisakah kami kembali!?"
"Tenang dulu."
Kata Rio membungkam Aki.
"Aku salah mengajukan pertanyaan – aku tidak tahu apakah kalian bisa kembali atau tidak, tapi menurutku itu tidak mungkin...."
Rio menggelengkan kepalanya dengan meminta maaf.
“O-Oh, maafkan aku. Aku sedikit terburu-buru....”
Aki meminta maaf dengan canggung.
“Aku tidak tahu mengapa kalian ada di dunia ini. Namun, tempat dimana kalian muncul memiliki jejak sihir ruang waktu. Aku bisa menemukan kalian berkat jejak sihir itu. Setelah mempertimbangkannya, aku yakin kalian bertiga sengaja dipanggil ke dunia ini.”
Rio menjelaskan.
"Sihir ruang waktu....?"
Miharu mengulangi kata-kata Rio dengan sebuah pertanyaan.
"Benar. Di dunia ini, ada teknik yang disebut sihir. Sihir tidak bisa dijelaskan dengan sains. Misalnya, rumah yang aku tempatkan di padang rumput adalah contoh sihir ruang waktu."
"Jadi itu...."
“Untuk menggunakan sihir, kalian harus menggambar formula sihir dan mengisinya dengan esensi. Agak sulit untuk menjelaskan dengan kata-kata, jadi aku akan tunjukkan contohnya.”
Saat dia menjelaskan, Rio mengambil salah satu pena di atas meja dan mulai menggambar formula sihir di selembar kertas. Miharu, Aki dan Masato menatapnya dengan ekspresi penasaran.
“Ini adalah formula sihir yang cukup sederhana. Jika aku mengisinya dengan esensi sihir....”
Setelah selesai menggambar polanya, Rio meletakkan tangannya di atasnya dan melepaskan esensi sihir. Pola yang di atas kertas menyerap esensi sihir, menyatu dengan mana untuk menyebabkan fenomena yang mampu mengubah dunia.
Segera setelah itu, gelembung dengan diameter beberapa sentimeter terbentuk di atas pola sihir tersebut. Mengikuti hukum gravitasi, gelembung itu jatuh, membasahi kertas di bawahnya.
“Fenomena yang mampu mengubah dunia telah terjadi dan menciptakan air dari ketiadaan. Ini adalah sihir dasar atribut air, tapi jika menggabungkan pola sihir yang tak terbatas, kalian bisa mengendalikan api, membuat es, membuat listrik, dan banyak fenomena lainnya.”
Rio memberikan penjelasan singkat.
Ketiganya membuka mata mereka ketika mereka melihat kertas itu dibasahi air.
"W-Wow! Luar biasa, Haruto-san! Jadi ini sihir!"
Masato adalah orang pertama yang mendapatkan kembali ketenangannya, berteriak dengan nada kegirangan.
"Diam – kamu tidak perlu terlalu keras untuk sesuatu seperti itu."
Aki, yang duduk di sebelah Miharu, mengungkapkan ketidaksenangannya.
“Tapi, Aki.... Kamu tidak melihat apa yang baru saja terjadi !? Air muncul entah dari mana. Ini sihir! Sihir!”
Masato mengabaikan celaan Aki, dengan polosnya menunjukkan kebahagiaannya.
“Tidak mengherankan kalau kamu membandingkannya dengan rumah batu yang muncul di tengah padang rumput.”
Kata Aki yang cemberut.
Miharu menyaksikan interaksi antara keduanya sambil tersenyum.
"Itu benar. Seperti yang Aki-chan katakan; gelembung air tidak bisa dibandingkan dengan sebuah rumah batu yang muncul entah dari mana. Apa yang digunakan adalah sihir ruang-waktu. Aku pikir kalian sekarang bisa membayangkan sulitnya mengganggu ruang dan waktu, bukan?"
"....Iya. Ini bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan oleh siapa pun."
Aki mengangguk dengan rasa tidak percaya yang ditangguhkan.
“Sebenarnya, pemahaman itu juga berlaku untuk dunia ini. Meskipun sihir adalah sesuatu yang dapat di temui dimana pun, namun sihir ruang waktu adalah teknik yang belum diterapkan dengan benar. Ada berbagai jenis sihir ruang waktu, serta pengecualian seperti yang baru saja aku tunjukkan.”
Rio menekankan sulitnya sihir ruang waktu. Tujuannya adalah membuat mereka mengerti bahwa itu tidak normal bagi mereka untuk dipanggil menggunakan metode itu.
"Bagaimana apanya? Semua yang kamu katakan cukup membingungkan.... Aku tidak begitu mengerti."
Masato memiringkan kepalanya ke samping dalam kebingungan yang jelas.
Rio menunjukkan senyum masam dan mencoba menyederhanakan kata-katanya.
"Aku percaya kalian bertiga dipanggil ke dunia ini menggunakan sihir ruang waktu, tapi membuat kalian kembali ke bumi dengan metode yang sama hampir mustahil mengingat tingkat sihir di dunia ini.... Apa kalian mengerti sekarang?"
"Aku masih belum mengert. Apa kamu mengatakan bahwa kami dipanggil dengan sihir yang tidak dapat digunakan oleh siapa pun di dunia ini? Bahkan jika ini adalah dunia dengan sihir?"
Keraguan Masato masuk akal.
“Sebagian besar pengetahuan tentang sihir hilang dalam perang para dewa yang terjadi lebih dari seribu tahun yang lalu. Sihir pada masa itu jauh lebih maju dari yang kita miliki sekarang. Aku yakin bahwa mantra sihir yang digunakan untuk memanggil kalian ke dunia ini adalah sihir pada masa itu.”
Jawab Rio, terkejut dengan pertanyaan Masato yang begitu langsung.
“Perang para dewa.... Begitu. Jika demikian, maka aku mengerti.”
Untuk beberapa alasan, Masato tampak bersemangat.
Aki menghela nafas dan mulai berbicara.
“.....Tidak heran kamu mengerti setelah mendengar penjelasan seperti itu. Lagi pula, kamu selalu menyukai hal semacam itu. Aku iri dengan pikiranmu yang sederhana.”
Meskipun tidak sulit dipercayai jika mereka bukan berada di bumi. Pikirannya akhirnya menunjukkan tanda-tanda kelelahan.
[ Haruskah aku berhenti sejenak? Aku bisa menangani hal-hal rumit nanti. ]
Sambil tersenyum masam, Rio menyadari bahwa orang yang paling cepat beradaptasi di grup itu tidak lain adalah Masato.
“Untuk saat ini, hanya itu yang aku tahu tentang mengapa kalian dibawa ke dunia ini. Karena aku tidak memiliki banyak petunjuk, kita harus menyelidiki cara agar kalian dapat kembali ke Bumi. Apa kalian memiliki pertanyaan lain?”
Rio mengakhiri diskusi.
“....Umm, sebenarnya.... Tepat sebelum kami datang ke dunia ini, kami bersama dengan dua orang lainnya. Apa kamu tahu jika ada jejak lainnya disana?"
Aki bertanya ragu-ragu.
"Aku tidak berpikir ada distorsi esensi sihir lain di daerah itu, tapi.... Jika kalian bersama, itu berarti dua lainnya berada di dekat denganmu, kan?" Rio bertanya.
"Iya. Kami bertemu sepulang sekolah, dan kami berjalan sambil mengobrol."
“Tidak ada yang aneh terjadi? Ketika mantra sihir ruang waktu diaktifkan, maka akan terlihat seperti udara mulai terdistorsi.”
“Onii-chan.... Aku sedang berbicara dengan kakakku, tiba-tiba sosoknya mulai menghilang di depan mataku.”
Balas Aki perlahan sambil mencoba mengingat apa yang terjadi.
"Kakakmu...."
Sejenak, Rio berdebar-debar memikirkan bahwa Aki membicarakannya, tetapi tidak butuh waktu lama baginya untuk menyadari bahwa yang dia maksud adalah putra dari suami baru ibunya.
“Umm, aku sedang berbicara dengan kakak kelas yang bernama Satsuki ketika tiba-tiba sosoknya mulai menghilang. Aku mungkin telah melihat banyak hal, tapi kupikir hal yang sama juga terjadi di sekitar kami.”
Miharu menjelaskan, memberikan sisi ceritanya dengan ragu-ragu.
".....Apa hal yang sama terjadi padamu, Aki-chan?"
"Y-Ya. Itu hanya sesaat, jadi aku tidak yakin, tapi kupikir distorsi terjadi pada sosok kakakku mulai menghilang kemudian menelan kita....?”
Aki memiringkan kepalanya ke samping.
Rio menganalisis deskripsi mereka.
[ Biasanya, titik distorsi dimulai pada target mantra ruang waktu. Jika aku mempertimbangkan apa yang mereka berdua katakan, mantranya diaktifkan secara terpisah, dengan gadis bernama Satsuki dan kakak Aki sebagai targetnya. ]
"Jika apa yang kalian katakan itu benar, maka aku pikir kemungkinan besar keduanya juga ada di dunia ini."
Rio mencapai kesimpulan itu.
Ekspresi Aki menjadi sangat cerah.
"B-Benarkah !?"
"Mungkin. Sebaliknya, aku pikir mereka berdua yang seharusnya dipanggil. Kalian bertiga hanya terseret olehnya. Alasan mengapa kalian muncul di tempat yang berbeda dari dua lainnya karena dua mantra ruang waktu saling bertabrakan, mengacaukan koordinat teleportasi kalian atau mungkin demikian."
Rio menjawab. Tidak seperti Aki, ekspresinya semakin gelap.
"T-Tapi, itu berarti kakakku ada di suatu tempat di dunia ini, bukan?"
Aki mencari jawaban yang ingin dia dengar; kasih sayang yang dia miliki untuk saudaranya sangat jelas. Cara dia memohon seolah-olah dia telah menemukan secercah harapan dalam situasi putus asa total.
"....Aku tidak yakin, tapi kemungkinan ada."
Rio menjawab samar-samar dengan ekspresi yang rumit.
Meskipun Rio percaya bahwa ada kemungkinan besar dalam kasus ini, selama dia tahu jenis sihir ruang waktu yang digunakan, dia tidak dapat menjawab dengan pasti. Belum lagi Aki masih belum menyadari bahwa meskipun dua orang lainnya juga telah dipanggil ke dunia ini, bukan berarti mereka aman.
Namun, tidak perlu baginya membuat mereka khawatir lebih jauh, jadi Rio memutuskan untuk tetap diam.
Lagi pula, hal pertama mereka harus fokus selesaikan adalah masalah ke depannya.
“Aku tahu ada beberapa hal yang belum kalian pahami, tapi untuk saat ini, mari pikirkan bagaimana kalian akan bertahan mulai sekarang. Aku akan bantu sebisaku, jadi kalian tidak perlu khawatir tentang makanan atau mencari tempat tinggal. Untuk saat ini, fokuslah untuk mempelajari bahasa dan pengetahuan dunia ini."
Rio menunjukkan senyum terbaik yang dia bisa.
"A-Apa kamu yakin?"
Miharu bertanya dengan takut-takut saat dia dengan hati-hati melihat reaksi Rio.
Tidak peduli seberapa optimisnya mereka, mustahil bagi mereka untuk bertahan hidup sendiri tanpa mengetahui bahasa dunia ini. Jika mereka ingin bertahan hidup, mereka harus mempercayai Rio.
Miharu bermaksud untuk menanyakannya sendiri, tetapi dia lebih dari sadar bahwa meminta seseorang untuk menjaga tiga orang yang tidak dia kenal adalah tidak tahu malu, sejauh ini dia tidak berani melakukannya.
"Tentu. Tapi ada satu syarat yang aku ingin kalian ikuti. Selama kalian bisa melakukan itu....”
Rio berbicara dengan nada lembut agar mereka tidak khawatir.
"Satu syarat?"
“Kalian tidak perlu gugup. Hanya saja aku adalah individu yang cukup aneh, dengan kenangan yang aku miliki tentang kehidupan masa lalu dan hal lainnya. Saat kita tinggal bersama, kalian mungkin mendengar hal-hal yang tidak masuk akal tentangku, jadi aku ingin kalian merahasiakan semuanya, kecuali aku memberi kalian izin. Misalnya keberadaan rumah ini. Namun, jika kalian berada dalam situasi hidup atau mati, kalian tidak perlu memaksakan diri untuk tetap merahasiakan informasi tersebut. Bagaimana menurut kalian?"
Miharu agak terkejut.
"E-Erm, hanya itu saja? Apa kamu yakin akan menjaga kami bertiga ?"
Pada akhirnya, Miharu, Aki dan Masato hampir tidak melakukan apa-apa. Proposal Rio sangat cocok untuk mereka bertiga, karena mereka tidak punya pilihan selain mengandalkannya. Namun, kebaikan dari Rio membuat mereka merasa bersalah.
"Iya tidak masalah. Apakah Anda berjanji untuk memenuhi persyaratan tersebut?"
“....Y-Ya. Aku bersumpah. Aku akan melakukan semua yang aku bisa untuk melunasi hutang ini suatu hari nanti, jadi tolong jaga kami dalam perawatanmu. Terima kasih banyak.”
Miharu berbicara dengan ekspresi sedih saat dia menundukkan kepalanya ke arah Rio.
"Kami juga, tolong."
Di sampingnya, Aki dan Masato juga melakukan hal serupa.
Rio menggelengkan kepalanya.
“Maka, sudah diputuskan. Tolong angkat kepala kalian semua. Aku yakin semuanya sudah lapar, kan? Mari kita simpan detailnya untuk nanti dan makan dulu. Aku akan segera menyiapkan makanan – apakah ada yang ingin request makan apa?”
Rio berbicara dengan nada bersemangat, mencoba memicu suasana suram dari tadi.
“U-Umm, aku ingin membantu! Aku tahu hidangan favorit mereka, dan aku juga pandai memasak. Aku ingin kamu meninggalkan urusan dapur padaku mulai sekarang!”
"Apa kamu yakin?"
Rio bertanya dengan ragu-ragu.
"Iya! Aku akan melakukan yang terbaik!"
Miharu mengepalkan kedua tangannya, dipenuhi dengan kegembiraan.
"Ah, kalau begitu aku akan membantu juga!"
Aki menawarkan dengan panik.
Namun, Masato dengan cepat turun tangan.
“H-Hentikan, Aki. Tidakkah kamu ingat saat kamu mengubah hamburger menjadi abu?”
"B-Berisik! Itu hanya kebetulan. Lagipula, kakak bilang enak.”
Protes Aki sambil cemberut.
"Yah, tidak. Itu pujian yang sederhana – aniki hanya bersikap sopan."
Masato berbicara dengan tegas.
Fakta bahwa Miharu tidak berusaha membela Aki menegaskan betapa buruknya masakan gadis itu.
“Aku pikir Miharu-san dan aku sudah cukup untuk memasak makanan. Aku juga harus menjelaskan cara menggunakan dapur, jadi kalian berdua bisa mandi sementara itu."
Saran Rio, mencoba meredakan pertengkaran gaduh di antara kedua bersaudara itu.
"Apa rumah ini memiliki kamar mandi?"
Mata Aki melebar karena terkejut.
Sampai baru-baru ini, Aki telah bersiap untuk berkemah di luar, jadi fakta bahwa ada kamar mandi membuatnya gembira.
“Pertama, kalian harus menggunakan alat sihir.... Atau lebih tepatnya, artefak sihir. Aku akan menjelaskan cara menggunakan peralatan kamar mandi terlebih dahulu, jadi silakan ikuti aku.”
Jadi mereka semua menuju kamar mandi.
"Di mulai dari sini."
Rio membuka pintu yang mengarah dari ruang ganti ke kamar mandi, mengundang mereka masuk.
"Permisi."
Mereka bertiga memasuki kamar mandi dengan gerakan ragu-ragu.
"Wow...."
Melihat ke dalam, Aki berkata dengan nada terkejut.
Karena Rio adalah mantan orang Jepang, dia berpikir menggunakan batu bata hangat sebagai pintu masuk adalah ide yang bagus, memberikan perasaan seperti mata air panas.
Ruang ganti itu luas, tapi kamar mandinya lebih luas lagi. Sebagian besar ruangan didedikasikan untuk 'area mencuci' dan dibuat dengan ubin batu, sedangkan area sisanya ditempati oleh bak mandi indah yang dapat menampung beberapa orang dewasa pada saat yang bersamaan.
Di sepanjang permukaan batu ada beberapa tabung sihir yang terus-menerus memasok air bersih. Selain perawatan rutin, berkat artefak sihir yang ada di kamar mandi, tidak perlu mengganti air atau sering membersihkan area tersebut.
Air di bak mandi batu itu jernih dan mengepul transparan dari permukaan.
“Untuk membasuh tubuh dan rambut kalian harus menyentuh batu bundar di tempat mencuci. Batu-batu itu akan menyerap sejumlah esensi sihir sebanding dengan berapa lama kalian menyentuhnya, menghasilkan air dari tabung. Batu kanan untuk tabung di atas, sedangkan batu kiri untuk tabung di bawah.”
Rio berjalan ke dinding area cuci dan menunjukkan kepada mereka artefak sihir saat dia berbicara. Sepintas, jumlah esensi sihir yang mengalir dari mereka cukup tinggi, jadi mereka seharusnya tidak memiliki masalah dalam menggunakannya.
"B-Bisakah aku menyentuhnya?"
Masato bertanya, dipenuhi rasa ingin tahu.
"Tentu. Airnya keluar dengan cepat, jadi berhati-hatilah."
Mendapatkan izin Rio, Masato dengan penuh semangat berjalan ke batu kiri dan menyentuhnya. Tabung di bawahnya segera mulai menuangkan air.
"Wow! Luar biasa!"
Masato berseru dengan semangat.
“Ada empat jenis sabun di wadah logam disana. Mulai dari kanan ada sampo, kondisioner, sabun muka, dan sabun tuwas. Handuk ada di rak ruang ganti – silakan ambil masing-masing."
"O-Oke."
Miharu dan Aki mengangguk dengan malu-malu.
Kedua gadis itu terkejut melihat semua peralatan di kamar mandi.
"Nah, jadi itu saja. Jadi, siapa yang ingin mencobanya?"
Rio bertanya.
Aki dan Masato saling memandang.
"Aku dulu!"
"Aku ingin duluan!"
Kata-kata kedua bersaudara itu tumpang tindih pada saat bersamaan.
∆∆∆∆
Setelah satu putaran mereka melakukan batu–gunting–kertas, diputuskan bahwa Aki akan mandi duluan. Agar tidak bosan, Masato memutuskan untuk menjelajahi seluruh bagian rumah. Sementara itu, Miharu dan Rio akan menyiapkan makan malam untuk semuanya.
Miharu mengenakan celemek yang diberikan Rio di atas seragamnya. Sosoknya benar-benar manis dan imut. Rio mulai merasa gugup, ada sesutu yang aneh dengan dirinya.
"Oke, haruskah kita mulai memasak?"
Kata Rio yang berbicara sambil menunjukkan senyum canggung.
Rio sudah menjelaskan dimana peralatannya, dimana bumbu dan bahan-bahan disimpan, kemudian cara menggunakan artefak sihir untuk membuat air dan api. Keduanya telah memutuskan untuk menyiapkan hidangan Jepang.
"Baik. Aku akan membuat sup miso dengan akar burdock cincang, serta hidangan kukus."
Miharu mengangguk dengan senyum riang, dan mulai menyiapkan sup miso. Gerakannya tidak menunjukkan sedikit pun keraguan, membuatnya jelas bahwa dia terbiasa memasak.
[ ....Dia sepertinya tahu cara memasak dengan sangat baik. ]
Ketika Rio bersiap untuk merebus nasi, dia mengagumi gerakan Miharu – bahkan bisa dikatakan bahwa dia telah terpikat olehnya. Di depannya adalah seorang Miharu yang tidak dia kenal. Bisa dibilang cukup menyegarkan untuk di lihat.