Eternal You – Chapter 1 : 「Pulang ke Rumah」
Tahun 999 dari Kalender Suci. Akhir Musim Gugur.
Di desa Seirei no Tami, tepat sebelum matahari mulai terbenam....
Di salah satu kamar kediaman wanita rubah Ursula, yang merupakan salah satu dari tiga tetua pemimpin desa, Latifa selesai menulis buku hariannya dan meletakkan penanya dengan ekspresi puas.
[ Aku rasa ini cukup untuk hari ini. ]
Latifa mengambil buku harian yang baru saja dia tulis dan melihatnya dengan saksama.
“....Ini terlalu memalukan untuk ditunjukkan pada orang lain. Aku menulis begitu banyak hal... Aku harus menyimpannya supaya tidak ada yang bisa menemukannya.”
Latifa menggumamkan kata-kata itu saat dia bangun dan mulai melihat sekeliling kamarnya.
"Oke.... Di sana saja."
Setelah menyembunyikan buku hariannya di sudut rak buku, gadis itu menunjukkan senyum ceria.
∆∆∆∆
Sementara itu, pada saat yang sama, Rio sedang terbang di atas hutan besar tempat tinggal para penduduk desa roh.
Ada beberapa penghalang sihir di sekitar desa, tapi penghalang terkuat terdiri dari sihir anti-deteksi, jadi hanya orang-orang dengan tingkat spirit art tertentu yang bisa menyusup ke dalamnya.
Efek sihir anti-deteksi jauh lebih lemah jika penyusup mendekat dari udara, tetapi penduduk desa segera diberi tahu begitu mereka melewati barrier. Bahkan Rio, yang terbang di udara, kemungkinan akan segera terdeteksi.
Akhirnya, Rio berpikir dengan sentimental ketika dia melihat Pohon Dryad Besar, yang terletak di dekat desa.
Sudah sekitar dua minggu sejak Rio meninggalkan wilayah Yagumo: bahkan jika dia bisa terbang dengan spirit art nya, perjalanannya sudah cukup lama.
Saat Rio menyelam ke dalam dirinya sendiri, sensasi menakutkan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia baru saja memasuki penghalang, jadi desa pasti sudah mendeteksi kehadirannya sebagai seseorang dari luar. Dengan desa tepat di depan matanya, hanya masalah waktu sebelum seseorang terbang ke arahnya.
Rio berhenti terbang dan tetap melayang di udara.
Aku ingin tahu apakah semua orang baik-baik saja. Terutama Latifa....
Rio tersenyum mengingat hari-harinya di desa dengan kerinduan.
Sudah sekitar dua tahun sejak terakhir dia melihat Latifa. Dia mungkin marah padaku, Rio bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Setelah menunggu beberapa menit, Rio menyadari bahwa sekelompok orang sedang terbang ke arahnya.
"Itu adalah.... Ariel dari Orphia."
Memperkuat penglihatannya dengan spirit art, Rio menyipitkan matanya untuk melihat ke kejauhan. Ariel adalah roh kelas menengah yang dikontrak oleh Orphia.
Beberapa sosok berada di punggung burung yang cantik dan besar itu, yang terlihat sangat mirip elang. Ada juga sosok lain yang terbang sendiri di dekat roh itu.
Kelompok itu tampaknya telah menyadari kehadiran Rio saat mereka menuju ke arahnya. Saat mereka semakin dekat, sosok mereka perlahan menjadi lebih jelas dan Rio bisa mengidentifikasi mereka dengan lebih mudah.
Sampai akhirnya–
"Onii–Chan!"
Sebuah suara yang akrab terdengar – suara seorang gadis yang lugu dan menggemaskan. Pemilik suara itu dengan penuh semangat melambaikan tangannya ke arah Rio. Meskipun kelompok itu bersenjata lengkap, suasananya sama sekali tidak bermusuhan, jadi Rio membalasnya dengan tersenyum dalam situasi yang antusias itu.
Segera setelah itu, Ariel mempercepat gerakannya secara dramatis dan mendekati Rio sebelum yang lain. Dalam sekejap, Ariel telah menutup jarak di antara mereka, sebelum semakin dekat ke arah Rio. Rio mengikuti sosok roh itu dengan matanya, lalu dia melihat seorang gadis melompat dari punggung Ariel. Rio secara refleks mengulurkan tangan dan menangkap gadis kecil itu sambil memeluknya.
"Ups...."
"Selamat datang di rumah, Onii-chan!"
Gadis rubah yang merupakan Latifa, berbicara dengan keras saat dia duduk di pelukan Rio.
"Aku pulang. Melompat seperti itu cukup berbahaya, tahu?"
Rio memperingatkannya dengan senyum masam.
"Tidak masalah, karena aku yakin Onii-chan akan menangkapku."
Latifa menunjukkan senyum riang.
Mendengar itu Rio melembutkan ekspresinya. Tidak dapat memberinya kata-kata peringatan lain, dia hanya mengusap kepala Latifa dengan lembut.
"Ehehe."
Latifa tertawa malu-malu saat dia mengusap wajahnya ke dada Rio.
"Kamu sudah dewasa, Latifa."
"Ya. Itu normal bagiku untuk tumbuh dewasa. Aku akan berusia tiga belas tahun!"
"Aku mengerti. Aku senang kamu baik-baik saja... Dan aku juga senang yang lain tidak berubah. Sudah lama, kalian semua.... Aku kembali.”
Rio menunjukkan senyum ceria dan menoleh ke orang lain yang melayang di udara.
Gadis serigala perak Sara dan dwarf Alma sedang duduk di punggung Ariel, sementara Orphia melayang di udara di samping mereka. Uzuma, gadis werebeast bersayap yang melayani desa sebagai seorang pejuang, juga berada di dekatnya.
“Sudah lama tidak bertemu, Rio-dono. Aku senang kamu baik-baik saja dan kamu telah tumbuh. Mungkinkah kamu lebih kuat sekarang?"
Uzuma berbicara dengan penuh semangat
"Uzuma benar. Rio, kamu terlihat jauh lebih dewasa sekarang. Kamu juga sangat keren!"
Orphia mengangguk.
“Terima kasih banyak, kalian berdua. Aku masih dalam fase pertumbuhan.”
Rio berbicara dengan malu-malu.
“Fufufu. Rio menjadi sangat dewasa sehingga Sara dan Alma merasa sedikit malu.”
Dengan senyum nakal, Oufia mengucapkan kata-kata itu saat dia menoleh ke Sara dan Alma.
Kedua gadis itu menatap Rio dengan kagum, ketika tiba-tiba semua perhatian terfokus pada mereka, mereka tersentak.
"A-Aku sama sekali tidak merasa malu!"
Sara keberatan dengan gugup.
“Sara adalah satu-satunya yang merasa malu. Aku baru saja berpikir bagaimana udara di sekitar Rio-san telah banyak berubah."
Alma membuang muka dan membuat alasan sambil berpura-pura tenang.
“A-Alasan seperti itu lagi, kamu selalu mengatakan hal-hal seperti itu. Kamu jelas merasa malu juga!"
Sara keberatan tanpa membuang waktu.
"Sara lah yang terpikat oleh sosok Rio."
"Waaah, Alma! Jangan katakan hal-hal aneh!"
Alma dan Sara berdebat cepat seperti biasanya, menyebabkan Rio tertawa kecil.
"....Hmph, kenapa kamu tertawa, Rio?"
Sara bertanya dengan ekspresi mencela.
"Tidak ada. Aku hanya berpikir telah benar-benar pulang ke rumah. Kalian berdua juga telah menjadi sosok gadis dewasa. Sangat hebat.”
Jawab Rio seolah dia menahan kesenangannya.
"Uh... T-Terima kasih banyak."
Kata Sara dengan pipinya yang memerah.
Namun-
"....Tapi aku belum banyak berubah."
Alma menanggapi dengan cemberut.
"Itu tidak benar. Kamu terlihat lebih dewasa dari sebelumnya, dan kamu telah tumbuh sedikit lebih tinggi juga, bukan?"
Rio berkata sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"....Yah ya, sedikit."
Alma mengangguk sambil tersenyum bahagia.
"Hmph. Enaknya, kalian berdua. Dipuji oleh Rio seperti itu.”
Kata Orphia dengan iri.
“Kamu juga lebih cantik dari sebelumnya, Orphia-san. Kamu terlihat lebih tenang dan lebih dewasa.”
Kata Rio sambil memujinya dengan sedikit senyum.
Faktanya, Sara, Orphia dan Alma sedang dalam fase pertumbuhan, jadi mereka telah menjadi sangat dewasa sejak terakhir kali mereka bertemu.
"Ehehe, terima kasih banyak."
Kata Oufia dengan senyum lebar ceria.
Tepat pada saat itu, masih dalam pelukan Rio, Latifa dengan ringan menarik jubahnya dan menatapnya dengan mata penuh harap.
“Kamu juga menjadi gadis yang cantik, Latifa.”
Rio tersenyum kecil.
"Ya!" Latifa menjawab sambil tersenyum lebar.
∆∆∆∆
Setelah itu, Rio dipimpin oleh Sara dan yang lainnya menuju alun-alun desa. Sejumlah besar anak-anak, yang sedang bermain di sana, melihat kelompok itu turun dari langit.
"Selamat datang, Rio-niisama!"
Adik Sara, Vera, dengan cepat mendekat.
“Hai, Vera— Aku pulang. Aku melihatmu masih sangat ssmangat seperti biasa."
"Betul! Dan aku melihatmu masih dekat dengan Latifa-chan seperti biasa! Sangat bagus untukmu, Latifa-chan! Kamu akhirnya bisa bersatu kembali dengan kakak mu yang tercinta!"
Kata Vera, melihat bagaimana Latifa digendong Rio seperti gaya pengantin ditangannya.
"Ya! Terima kasih banyak, Vera-chan!"
Latifa berterima kasih padanya ketia dia semakin melekat pada Rio.
Selama ini Latifa cukup menempel dekat Rio.
“Tolong izinkan aku untuk memeluk Rio-niisama nanti. Aku juga telah menantikan untuk melihatnya selama ini.”
Vera membuat permintaan sambil mengibaskan ekornya dengan gembira.
"Tentu saja. Kita bisa memeluknya bersama!"
Latifa mengangguk sambil tersenyum.
“Terima kasih selalu berteman baik dengan Latifa. Kamu juga tumbuh besar, Arslan."
Rio menunjukkan senyuman saat dia menoleh ke anak werebeast bernam Arslan, yang muncul di sebelah Vera dan berdiri di sampingnya.
"B-Benar. Sudah lama tidak bertemu, Rio-aniki."
Arslan menjawab dengan malu-malu sambil mengangkat bahu sedikit.
“Orang yang menjadi lebih besar dan lebih kuat adalah Rio-niisama. Kamu terlihat jauh lebih dewasa dari sebelumnya."
Saat Vera memandangi Rio dengan ekspresi kagum, rambut peraknya yang indah terombang-ambing oleh angin.
"Terima kasih banyak. Sara-san dan yang lainnya juga mengatakan hal yang sama."
Rio tertawa kecil dan menoleh ke Sara.
Ketika mereka membuat kontak mata dengan Rio, werewolf itu membuang muka dengan ekspresi malu.
“Fufufu. Sepertinya onee-chankh terlalu malu untuk menghadapi Rio-niisama versi dewasa."
Vera berbicara dengan senyum puas.
"A-Aku hanya sedikit gugup!"
Sementara Sara keberatan dengan kata-kata adik perempuannya dengan sangat panik, Rio membuang muka sambil tersenyum. Sara melihatnya.
[ Ugh... Ini semua salah Alma karena mengatakan hal-hal itu. Aku yakin Rio melihatku sebagai gadis aneh karena berperilaku seperti ini. ]
Pikir Sara dalam hati.
Sara memang gugup –
Rio terlihat jauh lebih dewasa dari sebelumnya. Ketika mereka tinggal bersama, Rio memiliki udara yang tenang disekitarnya, tetapi dia masih memiliki beberapa aspek yang menarik minatnya.
Namun, sekarang Sara bisa merasakan kemantapan yang lebih tajam dan mengintimidasi yang datang darinya, membuat Rio tampak sangat dewasa meskipun penampilannya masih muda.
Tubuhnya juga menjadi lebih kuat, gerakannya berhati-hati seperti biasanya, dan tidak diragukan lagi bahwa dia telah menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
Rio sepertinya juga matang secara mental, menyebabkan kepribadian barunya mudah tercermin di sekitarnya.
Saat Sara berpikir itu, Sara sampai pada kesimpulannya sendiri.
[ Aku ingin berduel dengan Rio lagi. Aku harus menunjukkan kepadanya bahwa dia bukan satu-satunya yang telah tumbuh! ]
Gadis werewolf itu berpikir dengan penuh semangat.
Pada titik tertentu, anak-anak dari alun-alun telah berkumpul di sekitar Rio.
"Selamat datang kembali, Rio!"
“Kamu pergi berpetualang, kan? Seperti apa rasanya ?"
"Rio-oniichan, apa kamu tumbuh lebih tinggi?"
"Oleh-oleh, aku mau hadiah!"
Mereka semua mulai berbicara pada waktu yang bersamaan.
“Semuanya, tidak mungkin Rio-san bisa menjawab pertanyaan kalian sekaligus. Jadi tenanglah dan bertanyalah secara bergantian. Ngomong-ngomong, matahari akan terbenam, jadi sudah waktunya bagi kalian semua untuk pulang.”
Dengan nada suara seorang kakak perempuan, Sara memperingatkan anak-anak lelaki dan perempuan di desa itu.
"Eeeh, tapi aku ingin bicara lebih banyak lagi!"
"Kemana kalian akan pergi, Sara-neechan?"
"Kami ingin ikut denganmu!" Semua anak keberatan.
Alih-alih berbicara dengan Sara yang dikenal ketat, anak-anak beralih ke Orphia dan Alma yang ramah. Meski kedengarannya aneh, Alma ternyata pandai menangani anak-anak.
“Mou, kita akan menemui para tetua! Mereka akan memarahi kalian jika terus membuat keributan. Orphia, Alma. Kalian harus berhenti memanjakan mereka."
Sara berbicara dengan nada tegas.
"Geh, akan ada banyak orang dewasa!"
"Aww…."
"Mari kita pulang!"
Akhirnya anak-anak tersebut memutuskan untuk menyerah.
"Vera, Arslan. Pastikan anak-anak yang lebih kecil pulang dengan selamat."
"Okee!"
"Serahkan saja pada kami.".
Atas perintah Sara, Vera dan Arslan mengangguk.
"Kalau begitu, ayo kita pergi, Rio?"
Jadi, Rio dituntun menuju ke balai kota tempat para tetua menunggu.
∆∆∆∆
Malam itu, di kafetaria balai kota....
Setelah Rio memberi salam semua tetua dan memberitahu mereka tentang kepulangannya, para tetua memutuskan untuk mengadakan pesta penyambutan untuknya.
Para pesertanya adalah: Rio sebagai tamu kehormatan, tiga tetua desa - high elf Syldora, dwarf Dominic, dan wanita rubah Ursula - serta Latifa dan tiga gadis yang dulu tinggal bersama mereka: Sara, Orphia, dan Alma.
“Aku harus mengatakan bahwa kamu telah menjadi cukup dewasa. Aku akan melihat apakah peralatanmu perlu disesuaikan, jadi mampirlah ke rumahku kapan pun kamu sempat. Apa ada sesuatu tentang peralatan yang kami sediakan untukmu yang tidak sesuai?"
Dominic bertanya sambil menuangkan sake untuk dirinya sendiri.
"Terima kasih banyak."
Rio berterima kasih padanya.
"Karena kualitasnya tinggi, maka sangat mudah digunakan, tapi jika aku harus mengatakan sesuatu yang tidak sesuai maka... Kualitasnya yang tinggi akan menarik banyak perhatian."
"Wahaha, itu masuk akal... Begitu, ya."
Dominic tertawa.
“Rio-dono, kudengar kamu berhasil mencapai tujuan perjalananmu. Jika kamu setuju, dapatkah kamu berbagi dengan kami beberapa cerita tentang wilayah Yagumo? Aku yakin para gadis juga tertarik.”
Ursula menyarankan sambil memandang Sara dan yang lainnya.
"Tentu, aku tidak keberatan."
Rio mengangguk dan mulai menceritakan perjalanannya.
Rio memberitahu mereka tentang bagaimana dia tidak dapat menemukan petunjuk tentang orang tuanya dalam beberapa bulan pertama, bagaimana dia berkeliaran di sebagian besar wilayah, dan bagaimana dia mengunjungi berbagai desa dan kota sampai akhirnya bertemu dengan nenek dan sepupunya.
Saat Latifa mendengar tentang Yuba dan Ruri, dia membuka mulutnya.
"Jadi Onii-chan punya nenek dan sepupu..."
Latifa bergumam dari tempat duduk di sebelah Rio, mendengarkan dengan seksama.
“Saat aku memberitahu mereka kalau aku punya adik angkat, mereka bilang ingin bertemu denganmu. Namun, aku tidak memberitahu mereka tentang desa ini, jadi aku tidak bisa membawa mereka untuk menemuimu.”
Rio berbicara dengan nada lembut.
“....Kurasa aku ingin bertemu dengan mereka juga.”
Latifa menanggapi dengan sedikit ragu.
“...Hm. Nah, jika itu keluarga Rio-dono, maka kita bisa membiarkan mereka tinggal sementara dalam kondisi tertentu. Tapi wilayah Yagumo jauh sekali... Baiklah, mari kita kesampingkan itu untuk saat ini.”
Ursula berbicara dengan ekspresi khawatir.
Syldora dan Dominic juga menunjukkan ekspresi yang sama, sementara Latifa dan yang lainnya hanya memiringkan kepala dengan kebingungan. Rio bereaksi serupa, tidak dapat memahami arti di balik kata-kata Ursula.
[ ....Aku rasa lebih untuk menyembunyikan fakta tentang ibuku yang merupakan bangsawan, karena mungkin akan membuat masa laluku terseret lebih dalam. ]
Pikir Rio dalam hatinya, dia hanya mengungkapkan beberapa hal yang perlu, karena dia tidak ingin membuat percakapan menjadi lebih gelap.
"Jadi, Rio-dono, berapa lama kamu tinggal kali ini?"
Syldora bertanya, mengubah topik pembicaraan.
“Paling lama, beberapa bulan. Aku berniat untuk meninggalkan desa roh sebelum musim dingin dimulai dan menuju ke wilayah Strahl.”
Jawab Rio dengan ekspresi serius.
"....Onii-chan, kamu mau pergi lagi?"
Latifa bertanya dengan nada sedih sambil cemberut.
"Maaf, Latifa. Aku akan memastikan untuk kembali lebih cepat kali ini.”
Rio meminta maaf dengan senyum paksa.
Latifa meraih lengan baju Rio dengan ekspresi tidak puas dan menatapnya tajam.
".....Janji, ya?" Latifa bertanya.
"Jika aku berjanji padamu."
Rio mengangguk dengan tegas.
Yang lain menyaksikan percakapan sambil tersenyum.
“Rio-dono, apakah kamu kehabisan perbekalan selama perjalananmu? Kami akan membuat persiapan yang diperlukan untuk perjalananmu selanjutnya, jadi jangan ragu untuk memberitahu kami.”
Ursula menyarankan sambil tersenyum.
"Terima kasih banyak. Aku masih memiliki banyak persediaan, tapi ada sesuatu yang terlintas di pikiranku saat bepergian... Itulah mengapa aku ingin meminta saranmu.”
Rio berbicara, membuat permintaan dengan hati-hati.
“Hohoho, tidak apa-apa. Katakan saja padaku."
Ursula mengangguk.
Rio menjelaskan ide yang terlintas di benaknya saat berada di wilayah Yagumo.
"Aku sebenarnya berpikir untuk membangun rumah yang bisa disimpan di penyimpanan ruang waktu."
“Oho, rumah portabel? Ini ide yang cukup menarik"
Dominic langsung menunjukkan ketertarikan: insting arsitekturalnya sebagai dwarf telah bangkit secara alami.
“Rumah portabel... Jadi rumah tanpa pondasi akan menjadi yang terbaik, karena bisa diletakkan dengan mudah, bukan?" Ursula bertanya.
"Tentu. Namun, spirit art harus digunakan untuk menstabilkan permukaannya setiap kali dia ingin meletakkannya di suatu tempat. Yah... Itu seharusnya tidak menjadi masalah bagi Rio, tapi...”
Dominic bergumam sambil meletakkan tangannya di dagu.
“....Hmm. Sekarang dia sudah memasuki kondisi seperti itu, Dominic tidak akan memperhatikan kita untuk sementara waktu. Rio-dono, serahkan pembangunannya kepadanya. Aku yakin dia akan membangun rumah yang sempurna untukmu.”
Syldora tersenyum kecut.
"Tidak, aku hanya mencari beberapa saran agar aku bisa membuatnya sendiri...."
"Itu tidak mungkin. Bahkan jika kamu mulai membangunnya sendiri, kamu hanya akan menarik perhatian dwarf lainnya. Hal terbaik adalah kamu menyerahkan pembangunan rumah kepada Dominic sehingga kamu dapat bersenang-senang dengan Latifa dan para gadis lainnya sebanyak mungkin. Benar kan, Latifa?"
Ursula menjawab dengan riang, mencari opini Latifa.
"Yup! Aku ingin selalu bersama Onii-chan selama dia tinggal di desa!"
Setelah diputuskan bahwa pembangunan rumah Rio akan diserahkan kepada Dominic. Rio memberinya penjelasan sederhana tentang struktur dan ruangan yang ada dalam pikirannya, dan kemudian mereka memutuskan untuk mengakhiri hari dengan cara yang energik.
∆∆∆∆
"Ehehehe!"
Keesokan harinya, Rio berjalan melewati desa dengan Latifa dan Vera yang masing-masing bergantung di lengannya.
Mereka bertiga sedang menuju kuil roh yang dibangun di kaki Pohon Besar, mereka bermaksud untuk memberi salam kepada roh Dryas dan memberitahunya tentang kembalinya Rio. Jika mereka berjalan kaki, pergi ke pohon besar dari desa akan memakan waktu sekitar satu jam. Meskipun terbang akan mempercepat segalanya, ketiganya memutuskan untuk mengambil kesempatan berjalan-jalan dan piknik.
Dengan ekspresi gelisah, Rio membiarkan kedua gadis yang ceria itu berjalan sesuka mereka. Kemudian, saat mereka bertiga dengan riang berjalan, Rio dan kedua gadis itu bertemu dengan Anya, si gadis kucing.
"Oho, bukankah ini, Rio. Kulihat kamu sedang bersenang-senang dengan keduanya, meski kamu baru saja kembali."
Dia beberapa tahun lebih tua dari Rio, tetapi karena spesiesnya berumur panjang dan menua sangat lambat selama masa remaja, gadis itu tidak banyak berubah sejak terakhir kali dia melihatnya dua tahun lalu.
"Ah, Anya-san! Selamat pagi!"
Latifa dan Vera menyapanya pada saat bersamaan.
"Selamat pagi. Apa kalian pergi keluar untuk bersenang-senang?"
Anya bertanya.
Vera mengambil inisiatif dan menanggapi.
"Tidak. Kami akan bertemu dengan Sara Onee-chan dan yang lainnya setelah ini."
“Nyaruhodo, dengan Sara-san. Yang artinya Orphia-san dan Alma-san juga akan hadir. Bukankah itu ada lebih banyak bunga dari apa yang bisa kamu bawa, Rio?"
Anya mengangguk dengan penuh minat sebelum beralih ke Rio dan tersenyum.
{ TLN : Maksud ‘bunga' yang Anya bilang itu Gadis, jadi si Anya nanya ke Rio yang udah digandeng sama Vera dan Latifa kedua tangannya, kalau nambah tiga lagi kan gak muat... Intinya si Anya ngegoda Rio. }
“....Lama tidak bertemu, Anya-san. Sejak aku kembali ke desa, aku berpikir untuk mengunjungi Dryad-sama.”
Mengabaikan tatapan penasaran Anya, Rio tersenyum paksa.
“Fufufu, sepertinya kamu sudah tumbuh sedikit. Sebagai seniormu, aku senang tentang itu. Belum lagi, kamu juga menjadi lebih tampan."
Anya mengangguk puas dan tersenyum.
"Terima kasih banyak. Aku melihat kamu masih cantik seperti biasanya, Anya-san”
Rio mengucapkan terima kasih sambil tersenyum.
"Nya!?"
Telinga kucing Anya bergetar karena terkejut.
"Nya?"
Latifa dan Vera memiringkan kepala mereka pada saat bersamaan.
"Nya…. A-Apa yang kamu katakan begitu tiba-tiba ?”
Anya berbicara dengan suara bernada tinggi; ada sedikit rona memerah di pipinya.
"Ada apa, Anya-san?"
“....Bukan apa-apa, Vera. aku hanya terkejut ketika Rio menyanjungku saat aku lengah, menyebutku cantik dan semacamnya. Sheesh, kurasa itu berarti bukan hanya kekuatan pertahanannya yang tumbuh saat kamu pergi.... Karena kamu melakukannya secara alami, itu bahkan lebih memalukan. Aku sangat menyedihkan!"
Anya berpura-pura tenang sambil menggelengkan kepalanya ke arah Vera. Dia menggumamkan bagian terakhir perkataannya dengan suara rendah.
"....Itu bukan hanya sanjungan."
Kata Rio dengan bingung.
"Ya, sudah. Pergilah ke tempat Dryas-sama kalian semua. Jangan biarkan Sara-sama dan yang lainnya menunggu. Ada sesuatu yang harus aku lakukan, jadi aku pergi."
Dengan desahan lelah, Anya melambaikan tangan dan pergi.
Saat itulah, Vera membuka mulutnya.
"Tidakkah menurutmu dia bertingkah aneh?"
"Ahaha, mungkin. Tapi dia benar, kita seharusnya tidak membiarkan Sara Onee-chan dan yang lainnya menunggu. Ayo kita pergi."
Latifa mengangguk sambil menunjukkan senyuman tegang samar dan meraih lengan Rio lagi. Setelah itu, mereka bertemu dengan gadis-gadis lain dan menuju ke arah pohon besar tempat tinggal Dryas.
∆∆∆∆
Saat Rio dan para gadis memasuki properti kuil roh, Dryas bermanifestasi di depan mereka.
"Oh... Aku bertanya-tanya siapa ini, tapi sepertinya seluruh kelompok sudah berkumpul... Selamat datang, semuanya. Aku melihat bahwa Rio ada di sini juga— Apa kamu sudah kembali?"
Kata Dryas yang menyapa mereka dengan ramah.
“Ya, kupikir aku akan mampir dan menyapamu. Mereka semua membawa makanan, jadi ayo makan bersama."
Rio menjelaskan menggantikan yang lainnya.
“Wow, terima kasih banyak. Aku tidak punya banyak barang di sekitar sini, tapi aku akan dengan senang hati menyambut kalian. Mari, ikuti aku."
Dryas menyambut mereka dengan gembira dan membawa mereka ke dalam; Rio dan para gadis mengikutinya.
“Menilai dari kondisimu saat ini, roh terkontrakmu sepertinya masih tertidur, namun kehadirannya lebih kuat dari sebelumnya. Mungkin hari dia bangun semakin dekat.... Apa ada yang berubah selama perjalananmu?"
Dryad menoleh ke Rio dan bertanya padanya saat mereka berjalan.
"Tidak, tidak ada kurasa...."
"Aku mengerti. Nah, kunjungilah aku lagi saat aku masih terbangun. Aku ingin mendengar ceritamu, dan ada banyak hal yang ingin aku sampaikan kepadamu."
"Baiklah. Terima kasih banyak."
Sambil bertukar kata-kata itu, mereka tiba di kuil.
Itu adalah kuil yang dibagun dari batu, dengan tangga yang mengarah langsung ke depan, di mana ada aula yang disediakan untuk upacara. Di bagian belakangnya, di seberang pintu masuk ruangan, ada sebuah altar.
Kali ini, Rio dan yang lainnya tidak memasuki aula, melainkan berjalan disekitarnya dan melewati pintu yang menuju ke dalam gedung. Pintu itu terletak tepat di bawah aula.
"Aku tidak tahu ada tempat seperti ini di bawah sini."
Rio sedikit melebarkan matanya.
Di depannya ada ruangan besar dengan berbagai furnitur. Luasnya sekitar 200 meter persegi, dengan beberapa kamar di belakang.
“Penduduk desa yang membuat interior. Biasanya tidak banyak digunakan, tetapi cukup berguna ketika ada pengunjung, atau ketika penduduk desa bermalam untuk menyelesaikan persiapan Festival Roh."
"Aku mengerti." Rio mengangguk.
Pada dasarnya, itu adalah ruang tamu. Ngomong-ngomong, kediaman resmi Dryas adalah sebuah gua di dalam pohon besar, meski dia belum pernah mengundang siapa pun kesana.
“Hehe, hari ini kita akan memiliki berbagai hidangan yang dipelajari Rio-san dari wilayah Yagumo. Aku membuat beberapa juga, jadi cobalah sedikit dari semuanya."
Kata Orphia sambil tersenyum.
Setelah itu, mereka mengeluarkan makanan yang telah mereka persiapkan sebelumnya. Kelompok itu duduk mengelilingi meja bundar dari urutan: Rio, Latifa, Vera, Dryas, Sara, Orphia dan Alma. Setelah mereka semua duduk dan meletakkan semua hidangan di atas meja, semuanya mulai makan.
“Wah, rasa sayuran ini luar biasa. Sangat lezat. Dan makanan kukus ini.... Nasi dan sayuran dikombinasikan dengan sempurna."
Dryas tersenyum senang saat dia dengan elegan mengisi mulutnya dengan makanan.
Roh tidak perlu makan untuk bertahan hidup, tetapi melalui makanan mereka dapat memulihkan beberapa esensi sihir. Meskipun tidak perlu menyiapkan makanan mewah, Dryas sangat menyukai makanan buatan tangan, dan agak pilih-pilih tentang rasa.
“Ayam dengan sayuran kukusnya sangat enak. Penuh rasa."
Sambil menyantap ayam kukus, Vera menjejalkan nasi di mulutnya.
"Aku suka talas."
Ternyata makanan favorit Latifa adalah talas dengan sayuran kukus. Mulut kecilnya menunjukkan senyuman saat dia mengunyah talas dengan senang hati.
"Mou, kalian berdua. Kalian tidak boleh hanya makan yang kalian suka saja lalu menyisihkan sisanya.”
Sara memarahi mereka dengan ekspresi lelah.
"Baaiiikk!"
Latifa dan Vera memberikan balasan yang panjang pada saat bersamaan.
Maka waktu berlalu dengan sangat damai.
Ketika mereka selesai makan, Orphia pergi ke dapur dan kembali dengan membawa teh. Setelah mengambil teko, dia mulai menuangkan teh ke dalam setiap cangkir yang dibawanya. Keharuman dari teh membuat Rio dan yang lainnya tersenyum lebar.
"Ehehe, makanan penutup, makanan penutup."
"Waktunya pencuci mulut!"
Latifa dan Vera mulai tersenyum saat mereka mencium aroma kue yang ada di atas meja.
"Silahkan nikmati, sebelum dingin."
Orphia berbicara dengan gembira setelah selesai melayani semua orang.
"Biarkan aku yang pertama mencobanya. Mm, ini enak!"
Dryas mencium aroma teh, menunjukkan ekspresi senang, dan mengangkat cangkir ke mulutnya. Ketika rasa teh menyebar dari mulutnya, dia tidak bisa menahan senyum.
"Keahlianmu dengan teh luar biasa seperti biasanya, Orphia-san."
Kata Rio sambil memuji Orphia.
"Ehehe. Terima kasih banyak. Rio-san, aku juga ingin teh yang kamu buat. Mari kita adakan pesta teh lagi, oke?"
Kata Orphia yang menunjukkan senyum malu-malu.
Rio mengangguk senang.
"Tentu saja. Aku menantikannya."
Dengan senyum malu, Orphia memandangi wajah Rio dan bertanya padanya lagi untuk memastikan.
"Yay! Itu janji, ya?"
Rio mengangguk menunjukkan senyum ceria. Pada saat itulah Alma, yang telah mengawasi mereka dari tempat duduknya di sebelah Rio, menarik lengan baju Rio dengan ringan.
“Rio-san, roti macam apa ini? Adonan berbeda dari yang biasanya...."
Alma bertanya sambil melihat wajahnya.
“Roti ini disebut manju. Biasanya diisi dengan pasta manis yang terbuat dari kacang merah. Tapi kali ini, aku coba isi dengan krim kocok juga."
"Kacang merah.... Dan krim kocok? Terdengar sangat enak. Bolehkah aku mencobanya?"
"Tentu saja."
Setelah menerima persetujuan Rio, Alma dengan ragu-ragu mengambil salah satu manju.
"Kalau begitu aku akan mencobanya juga."
"Aku juga."
"Aku mau!"
Semua gadis meraih manju secara bersamaan, dan dalam sekejap, mereka semua memiliki manju di tangan mereka.
"Sangat enak! Teksturnya yang kenyal dan kacang merah sangat cocok dengan krim kocoknya!"
Saat semua orang menggigit manju, Vera adalah orang pertama yang memberikan pendapatnya. Yang lainnya juga melebarkan mata mereka saat mereka merasakan rasa manis yang tiba-tiba menyebar melalui mulut mereka.