Where Fiction Lies – Chapter 3 :「Dibalik Kehidupan Sehari-hari」

 

Stewart Huguenot adalah putra tertua dari Keluarga Huguenot, salah satu dari tiga keluarga duke Kerajaan Beltrum. Dia juga merupakan mantan pewaris keluarga tersebut.

 

Dia telah dicabut hak warisnya setelah sebuah insiden di Amande di mana dia mabuk dan menyebabkan masalah bagi Rio, yang pada gilirannya membuat ayahnya, Duke Huguenot, marah. Sekarang, adik laki-lakinya telah mengambil alih posisi pewaris, dan dia hanyalah seorang ksatria berpangkat rendah dari Restorasi.

 

Saat itu tengah hari di Kastil Galarc.

 

"Hahh...."

Stewart sedang bertugas berpatroli di halaman kastil. Berbeda dengan langit yang cerah, helaan napasnya berat dan suram. Dia tidak dapat menahan perasaan lesu. Setiap kali dia berpapasan dengan para ksatria Kerajaan Galarc yang sedang berpatroli, perasaan itu semakin kuat.

 

Alasan di balik perasaan itu adalah rasa rendah diri Stewart terhadap para ksatria Kerajaan Galarc.

 

"Guh...."

Seorang ksatria yang lemah dan pengecut yang melarikan diri dari Rodania saat kota itu jatuh. Dia tidak dapat menahan perasaan bahwa semua ksatria Kerajaan Galarc berpikir seperti itu saat mereka menatapnya dengan tatapan meremehkan. Jadi, setiap kali dia bertemu dengan seorang ksatria Kerajaan Galarc, dia mempercepat langkahnya.

 

Ini memalukan. Mengapa aku harus melakukan ini sebagai bangsawan berpangkat tinggi?

Bahkan seragam ksatria Restorasi pun memalukan untuk dikenakan. Alasan dia merasa seperti ini mungkin karena dia sendiri akan berpikir sama jika posisinya terbalik.

 

Bukankah lebih baik tinggal di Rodania sebagai tahanan kehormatan?

Pikiran seperti itu terlintas di benaknya.

 

Tidak, tidak ada jaminan mereka akan membuat semua orang tetap hidup.

Stewart mengingat medan pertempuran saat itu dan segera mengoreksi dirinya sendiri. Ketika pasukan Arbor menyerang, Stewart sedang bertugas melindungi kota. Namun ketika dia menyaksikan Renji menggunakan satu serangan untuk membekukan lebih dari seratus Ksatria Udara, dia benar-benar kehilangan keinginan untuk bertarung. Saat itulah dia memutuskan untuk mengungsi dengan kapal udara sihir. Jika dia kembali ke masa itu sekarang, dia tetap akan memilih untuk mengungsi.

 

Lagipula, aku adalah putra tertua dari Keluarga Huguenot. Siapa tahu apa yang akan terjadi jika Keluarga Arbor menangkapku...

Alasannya untuk melarikan diri adalah status keluarganya. Dia meyakinkan dirinya sendiri demi kepentingan pribadi bahwa dia tidak dapat ditangkap sebagai pewaris Keluarga Huguenot.

 

Namun, keputusan itu kini memicu rasa bersalah Stewart. Setiap saat berlalu, dia mempertanyakan apa keputusannya benar-benar tepat.

 

"Nii-san."

Saat itu, seseorang memanggil Stewart di tengah patroli. Suara mereka terdengar mengejek, seolah-olah mereka sedang meremehkannya.

 

"Pierre."

Stewart berbalik untuk menatap adik laki-lakinya, Pierre Huguenot, dengan jijik. Meskipun hanya putra kedua, dia memperoleh hak untuk mewarisi Keluarga Huguenot setelah Stewart dicabut hak warisnya.

 

"Sungguh tidak sedap dipandang. Sebagai anggota Keluarga Huguenot, kau seharusnya berjalan dengan kepala tegak. Apa yang membuatmu malu?"

Tanya Pierre, menyadari rasa rendah diri yang dimiliki Stewart. Sepertinya mereka bukan saudara tanpa alasan.

 

"Apa yang baru saja kau katakan?"

 

"Jika kau tewas dalam pertempuran di Rodania, setidaknya kau akan mendapatkan kembali kehormatan yang telah kau hilangkan."

Pierre menghela napas dengan nada mencemooh.

 

Sialan! Dia hanya mengatakan apapun yang dia inginkan!

Stewart menutup mulutnya namun mengutuk adiknya itu dalam hati.

 

Segalanya lebih baik di masa lalu. Setidaknya sampai insiden yang memungkinkan adiknya itu mengambil alih posisi pewaris darinya. Bahkan ketika mereka tidak dapat tinggal di ibukota karena perang faksi, Stewart masih memiliki harga dirinya sebagai pewaris Keluarga Huguenot.

 

Namun sekarang setelah Stewart kehilangan hak warisnya, dia tidak ingin bertemu dengan bangsawan asing lagi. Dia tidak merasa bangga dengan seragam yang dikenakannya. Adik laki-lakinya memandang rendah dirinya, dan Stewart bahkan tidak bisa membantah. Pada tingkat ini, Stewart hanyalah seorang pecundang, yang selalu disadari oleh adik laki-lakinya setiap kali mereka berbicara. Itulah sebabnya Stewart benci berinteraksi dengan Pierre.

 

Namun, Pierre hanya melampiaskan keluhannya kepada Stewart, yang telah menyiksanya saat dia menjadi pewaris, dan membalas budi dengan bunga.

 

"Ayah sudah tahu sejak awal. Kau mengaku melindungi para pengungsi, tapi kau hanya mencoba menyelamatkan diri dengan melarikan diri menggunakan kapal udara sihir itu."

 

"A-Apa?! Jangan konyol! Aku tidak akan pernah melakukannya!"

Stewart tergagap, kehilangan ketenangannya karena Pierre mengenainya tepat sasaran.

 

"Yah, aku tahu kau tidak punya nyali untuk mati terhormat sejak awal. Pada akhirnya, kau tetap anggota keluarga kita, jadi kurasa itu lebih baik daripada kau ditangkap."

 

"Cih! Apa kau datang jauh-jauh ke sini untuk mencari masalah?"

Menyadari bahwa memperpanjang pembicaraan hanya akan menciptakan lebih banyak stres, Stewart menahan amarahnya dan bertanya kepada adiknya itu tentang tujuan kunjungannya.

 

"Tidak, ayah memanggilmu."

 

"Apa? Ayah... memanggilku?"

 

Sejak Stewart dicabut hak warisnya di Amande, Duke Huguenot hampir tidak berbicara dengannya. Jadi, meskipun Stewart memiringkan kepalanya karena curiga, ada nada gembira dalam suaranya.

 

 

Di rumah tamu di dalam area Kastil Galarc, Stewart dan Pierre sedang mengunjungi kantor Duke Huguenot.

 

"Ayah, aku sudah membawanya."

Kata Pierre saat memasuki ruangan.

 

"Kerja bagus. Pierre, kau bisa kembali ke tugasmu sendiri."

 

"Baik, ayah."

Pierre mengangguk patuh pada perintah ayahnya. Namun, dia tidak suka memikirkan harus meninggalkan ayahnya sendirian dengan kakaknya yang tidak memiliki hak waris, jadi dia menatap Stewart dengan tatapan peringatan saat keluar.

 

"Pfft."

Stewart terkekeh penuh kemenangan.

 

"Apa yang kau tertawakan?"

 

"T-Tidak ada. Apa yang kau butuhkan dariku hari ini?"

 

Suara dingin Duke Huguenot membuat Stewart menenangkan diri dengan gugup. Namun, mata Stewart memancarkan cahaya harapan samar saat dia memperhatikan ekspresi ayahnya, berharap dia mendapat kabar baik.

 

"Empat tahun lalu, kau berpartisipasi dalam latihan luar ruangan di akademi. Kau ingat itu?" Duke Huguenot langsung ke intinya, menarik tirai menutupi cahaya di mata putranya.

 

"Hah? Latihan luar ruangan? Empat tahun lalu...."

Mata Stewart bergerak cepat ke sekeliling tempat itu saat mendengar pertanyaan yang tak terduga.

 

"Latihan yang membuatmu membuat masalah. Jangan bilang kau lupa."

 

"T-Tidak, tentu saja aku ingat...."

Tidak mungkin Stewart akan lupa. Ketika dia mengingat kembali masa lalunya, latihan di luar ruangan itu adalah awal dari kekecewaan ayahnya padanya.

 

Namun, Stewart tersinggung dengan tuduhan bahwa dialah yang menyebabkan masalah itu. Sementara Stewart yang menabrak Flora dan melemparkannya ke tebing, Stewart sendiri telah terlempar ke Flora.

 

Aku juga korban!

Stewart tidak bertanggung jawab atas situasi itu. Paling tidak, begitulah cara Stewart melihat berbagai hal, dan begitulah juga bagaimana akibatnya ditangani secara eksternal. Jadi mengapa...

 

"Mengapa kau mengungkitnya sekarang?"

Tanya Stewart gugup.

 

"Siapa nama anak laki-laki yang menjadi pusat insiden latihan di luar ruangan itu?" t

Tanya Duke Huguenot, mengabaikan pertanyaan putranya.

 

"Jika aku ingat dengan benar... namanya itu Rio."

Nama ini juga tak terlupakan bagi Stewart. Lagipula, hanya mengingatnya saja sudah membuatnya benci. Rio adalah anak yatim piatu yang hina, namun dia selalu menonjol, selalu memiliki aura superioritas padanya. Dia seperti anak yang terkena wabah, kenang Stewart sambil mengerutkan keningnya.

 

Benar sekali. Kalau saja dia tidak ada di sana...

Flora tidak akan pernah jatuh dari tebing.

 

Kenyataannya, ada murid laki-laki lain yang bertabrakan dengan Stewart. Stewart terluka oleh penyergapan monster itu dan mencoba berpegangan pada murid laki-laki lain dalam keadaan panik selama pertempuran. Akibatnya, Stewart terlempar ke arah Flora, membuat Flora jatuh dari tepi tebing. Itulah kenyataannya.

 

Namun...

 

Dia mendorongku, dan Putri Flora terjerat dalam akibatnya. Itu bukan salahku.

Stewart telah menggunakan kekuatan ayahnya untuk memutarbalikkan kebenaran. Jadi, semua kesalahan ditimpakan kepada Rio. Pada titik ini, bahkan ingatan dan persepsinya sendiri telah diputarbalikkan oleh kebenaran itu. Hanya mengingat Rio setelah sekian lama sudah cukup membuatnya kesal.

 

"Begitu..."

Kata Duke Huguenot setelah jeda yang lama. Lalu...

 

"Uh..."

Seluruh tubuh Stewart gemetar. Duke Huguenot menatapnya dengan sangat dingin, tatapannya bisa disalahartikan sebagai niat membunuh.

 

Namun, pada saat berikutnya, Duke Huguenot memejamkan matanya sambil berpikir.

 

Apa itu hanya imajinasiku?

Stewart memiringkan kepalanya dengan pandangan kosong.

 

"Selain itu, kau tidak berada di taman atap saat penyerangan kemarin, kan?"

Tanya Duke Huguenot, tiba-tiba mengganti topik pembicaraan.

 

"Ya, aku baru saja berpatroli malam...."

 

"Aku tidak peduli tentang itu. Aku bertanya apa kau melihat Amakawa-dono bertarung."

Ada sedikit nada jengkel dalam nada bicara Duke Huguenot, yakin bahwa Stewart baru saja bersembunyi di dalam kastil. Apa Stewart sendiri menyadari hal itu...

 

"Tidak, aku sangat lelah setelah shift malam, jadi aku tertidur... aku tidak melihat apapun."

 

"Itu seharusnya membuat keributan."

Kata Duke Huguenot dengan ekspresi kecewa.

 

"M-Maafkan aku."

 

"Lupakan saja. Aku ada pertemuan dengan Ratu Christina setelah ini. Kau ikut denganku."

 

Duke Huguenot bangkit dari kursinya sambil memberi perintah pada Stewart.

 

"Hah?"

Stewart berkedip berulang kali dengan ekspresi kosong. Ayahnya tidak pernah membawanya ke mana pun lagi.

 

"Aku sudah bilang padamu untuk mengikutiku."

 

"A-Aku? D-Dengan segera!"

Jawab Stewart dengan suara bersemangat. Mungkinkah ada kesempatan baginya untuk mendapatkan kembali posisinya dalam diskusi dengan Christina? Harapan kembali memenuhi matanya.

 

 

Di lantai yang sama di rumah tamu, Stewart menemani Duke Huguenot ke kantor Christina sebagai pengawalnya. Christina dan Duke Huguenot duduk saling berhadapan, sementara Stewart berdiri di belakang ayahnya. Vanessa juga hadir sebagai pengawal Christina.

 

Dia tetap cantik seperti biasa...

Kecantikan Christina, kebanggaan Kerajaan Beltrum, membuat Stewart terpikat.

 

Setelah Stewart dicabut hak warisnya dan diturunkan pangkatnya menjadi seorang ksatria biasa, Christina kini jauh dari jangkauannya. Mereka pernah menjadi anggota regu yang sama untuk latihan luar ruangan akademi, namun sekarang Stewart hampir tidak memiliki kesempatan untuk melihat Christina dari jauh, apalagi bertemu langsung dengan Christina.

 

Kapan terakhir kali dia melihat Christina sedekat ini?

Dia tidak seperti gadis-gadis murahan yang bisa dibeli dengan uang... perempuan bangsawan pada umumnya tidak akan pernah bisa dibandingkan. Keanggunan dan pesonanya berada di level yang lain.

 

Stewart terpengaruh oleh aura Christina yang rapuh dan anggun. Sudah berapa lama sejak terakhir kali Stewart melihat perempuan seperti ini? Stewart menelan rasa gugupnya, menahan keinginan untuk merasakan gadis depannya itu dan melakukan apa yang diinginkannya.

 

"Pemandangan yang langka. Kau biasanya tidak membawa serta putramu."

Christina melirik Stewart sebelum menatap Duke Huguenot dengan pandangan bertanya.

 

"Akhir-akhir ini personelnya kurang. Dia menemaniku sebagai pengawalku."

Duke Huguenot menjelaskan dengan singkat.

 

Jadi ayah benar-benar berencana untuk mempromosikanku?

Harapan mengalir dari dalam diri Stewart. Seperti yang dikatakan Christina, Duke Huguenot jarang mengajak Stewart lagi. Mengajak Stewart menemaninya ke pertemuan pribadi yang penting seperti ini hampir tidak terpikirkan.

 

Ini terkait dengan sifat hati-hati Duke Huguenot—setiap kali ada sesuatu yang penting terjadi, dia akan berusaha menghindari melibatkan sebanyak mungkin orang yang tidak terkait. Bahkan adik laki-laki Stewart, Pierre, yang saat ini bekerja sebagai sekretaris magang Duke Huguenot, hampir tidak diizinkan menghadiri pertemuan penting apapun. Namun, Duke Huguenot yang sama telah membawa Stewart ke pertemuan ini dengan Christina.

 

"Hee..."

Tidak heran Stewart merasa diperlakukan dengan baik. Setelah dibuang ke bayang-bayang untuk terus-menerus merasa menyedihkan tentang dirinya sendiri, semua persyaratan terpenuhi agar Stewart menjadi lebih gembira. Dia membusungkan dadanya dengan bangga atas perhatian yang diberikan Christina kepadanya.

 

Ini dia. Beginilah seharusnya seorang bangsawan dari keluarga duke.

Ini adalah panggung di atas surga yang hanya boleh diinjak oleh beberapa bangsawan berpangkat tinggi. Perasaan kembali ke panggung itu memenuhi hati Stewart dengan rasa bangga. Namun...

 

"Begitu ya. Baiklah. Jadi, apa urusanmu hari ini? Aku ada rapat dengan Raja Francois setelah ini, jadi aku akan sangat menghargai jika kau melakukannya dengan cepat."

 

Christina langsung kehilangan minat pada Stewart. Meskipun Christina tampak penasaran mengapa Duke Huguenot melakukan sesuatu yang tidak biasa dia lakukan, Christina menganggap membuang-buang waktu untuk memikirkan hal itu. Christina mengira Stewart tidak akan ada di sana jika itu bukan topik yang tidak bisa Christina dengarkan, jadi dia bertanya tentang tujuan rapat itu.

 

"Meskipun tidak terlalu mendesak, ada masalah yang ingin aku bicarakan denganmu cepat atau lambat. Ini tentang masa depan Restorasi."

 

"Mari kita dengarkan."

 

"Pertama, mengenai Haruto.... maksudku, Amakawa-dono dan fenomena aneh yang terjadi di sekitarnya. Sampai kemarin, kita sama sekali tidak mengingatnya..."

 

"Ini terkait dengan masa depan Restorasi, ya?"

Christina menatap Duke Huguenot dengan ekspresi jengkel dan waspada atas topik yang tiba-tiba dan tampaknya tidak berhubungan itu.

 

"Ya. Kebetulan saja itu melibatkannya. Itulah sebabnya aku ingin tahu apa yang terjadi padanya. Apa ada yang bisa kau ceritakan padaku?"

 

"Aku diberitahu bahwa dia dikutuk oleh artefak kuno yang jahat. Kita hanya bisa mendapatkan kembali ingatan kita tentangnya berkat penghalang di sekitar kota ini, yang menetralkan efeknya."

 

Christina sudah mendengar tentang apa yang terjadi pada Rio dari Raja Francois kemarin. Selain penghuni mansion Rio, hanya Francois, Christina, Flora, Lilianna, Liselotte, dan Aria yang mengetahui kebenarannya.

 

Namun, dari semua transcendent, Dewa Bijaksana dipandang sebagai dewa agama di wilayah Strahl. Ada syarat untuk membagikan informasi tersebut, yaitu harus mendapat persetujuan langsung dari Rio sebelum memberitahukan pihak ketiga mana pun. Bahkan, ada ancaman kehilangan kepercayaan Kerajaan Galarc, berkat Raja Francois.

 

Itulah sebabnya Christina berpura-pura tidak menunjukkan ekspresi apapun saat berbohong; ini adalah penjelasan yang telah didiskusikan dan diputuskannya dengan Francois dan Lilianna sebelumnya. Di dunia ini, ada banyak sekali artefak sihir—terlalu banyak untuk dilacak, itulah sebabnya sebagian besar kejadian yang tidak wajar dapat dianggap sebagai efek dari artefak kuno.

 

"Kutukan artefak, katamu? Aku pernah mendengar tentang artefak menarik yang dapat memengaruhi pikiran dan ingatan seseorang sebelumnya...."

 

"Apa kau tidak percaya?"

 

"Bukannya aku tidak percaya, hanya saja area efeknya jauh lebih besar daripada yang bisa kupercaya... hampir tidak masuk akal."

Wajar saja jika Duke Huguenot tidak puas dengan penjelasan ini. Namun, kebenarannya bahkan lebih tidak masuk akal. Diberitahu bahwa ingatan mereka tidak dikendalikan oleh artefak, namun oleh aturan dewa sendiri akan lebih sulit dipercaya.

 

"Aku tidak menyalahkanmu. Aku juga bingung."

Christina setuju dengan Duke Huguenot dengan senyum yang benar-benar gelisah.

 

"Tapi itu benar-benar terjadi. Dan kita tidak punya alasan untuk meragukan Amakawa-dono." Tambah Christina dengan tatapan serius. Kata-kata itu saja sudah memperjelas bahwa Christina memiliki keyakinan penuh pada Rio.

 

"Tentu saja. Aku tidak mencurigainya."

 

"Lalu apa itu?"

 

"Aku hanya melakukan penyelidikan ringan terhadap reaksi orang-orang di sekitar kami. Yang mengejutkanku, ada banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan ingatan sejak awal."

 

"Begitulah kelihatannya."

 

Christina sudah mendengar tentang bagaimana orang-orang di kastil bereaksi terhadap Rio. Mereka yang tidak tertarik padanya atau hampir tidak berinteraksi dengannya bahkan tidak menyadari bahwa ingatan mereka tentangnya telah hilang. Mereka tidak memedulikan Rio sejak awal, jadi ruang kosong dalam ingatan mereka tidak berpengaruh pada mereka. Rio tidak lebih dari sekadar pikiran yang lewat bagi mereka.

 

Sebaliknya, mereka yang sangat terlibat dengan Rio sangat terpengaruh oleh kembalinya ingatan mereka. Mereka juga merasakan kekosongan dalam ingatan mereka dengan jauh lebih tajam. Subjek utama dari ini adalah para penghuni mansion Rio dan mereka yang menyaksikan pertempuran di taman atap.

 

"Kau tahu? Ambil contoh Stewart saja. Dia tidak menyaksikan pertarungan Amakawa-dono kemarin." Duke Huguenot melirik Stewart dari balik punggungnya.

 

Apa itu sebabnya dia membawa putranya?

Christina juga menoleh ke arahnya.

 

"Stewart. Kau ingat Amakawa-dono?"

 

"Ya, aku ingat dia...."

Stewart mengangguk sambil meringis. Dia tidak bisa melupakan bahkan jika dia ingin. Haruto Amakawa adalah alasan dia merasakan kesulitan pahit di Amande. Stewart menganggapnya sebagai sumber masalah di balik pencabutan hak warisnya. Namun, itu tidak berarti dia memikirkan Rio sepanjang waktu.

 

"Kau seharusnya juga kehilangan ingatanmu tentangnya. Apa kau merasakan sesuatu yang aneh mengenai hal itu?"

 

"Tidak. Aku tidak memikirkan ora— dia setiap hari, jadi aku tidak pernah menyadarinya..."

Mengabaikan fakta bahwa dia hampir mengatakan "orang itu", Stewart memberikan jawabannya dengan ekspresi tidak puas.

 

"Seperti yang bisa kau lihat, ada beberapa orang yang tidak pernah menyadari ingatan mereka yang hilang." Duke Huguenot berhenti menatap Stewart dari balik bahunya dan kembali menatap Christina.

 

"Aku mengerti itu, tapi langsung saja ke intinya. Aku tidak melihat bagaimana topik ini berhubungan dengan masa depan Restorasi."

Kata Christina, mengembalikan tatapannya ke Duke Huguenot untuk mempertanyakan arah pembicaraan.

 

"Ada hubungannya. Kita perlu tahu hambatan seperti apa yang mungkin menghalangi kita untuk mengundangnya ke Restorasi."

 

Sudah jelas bahwa topik utamanya adalah mengundang Rio.

 

"Kurasa sebelumnya aku sudah memintamu untuk melupakan pemikiran itu."

Kata Christina dengan ekspresi lelah. Dia mungkin punya firasat tentang bagaimana pembicaraan akan berlangsung sejak Rio disebutkan.

 

"Tapi kau seharusnya menyadari situasi genting yang sedang kita hadapi."

Kata-kata Duke Huguenot diucapkan dengan urgensi yang tulus. Tekadnya yang kuat dan penolakannya untuk menyerah begitu saja dapat terlihat sekilas.

 

Ayah...

Stewart menatap punggung ayahnya dengan heran. Topik pembicaraan jauh lebih serius daripada yang dia duga.

 

"Tentu saja, aku tahu."

 

"Bukan hanya kekurangan personel atau keuangan. Kita tidak punya harapan. Tidak ada masa depan. Kita telah kehilangan Rodania, dan para pengungsi yang terpisah dari keluarga mereka dipenuhi dengan ketakutan. Aku tidak ingin takut pada yang terburuk, tapi jika situasi ini berlarut-larut, orang-orang mungkin tergoda untuk membelot. Kelangsungan hidup organisasi kita terancam."

 

"Aku tahu itu. Itu sebabnya aku menyatakan kenaikan takhtaku lebih awal dari yang direncanakan."

Kenyataannya, pernyataan Christina untuk naik takhta telah menerima reaksi yang baik dari para anggota Restorasi. Namun...

 

"Memang benar bahwa deklarasimu membantu meredakan kekhawatiran beberapa anggota. Tapi, itu hanya memberi kita sedikit waktu lagi. Pada tingkat ini, legitimasimu akan ditolak saat penobatan. Ketika itu terjadi, situasi yang aku khawatirkan akan menjadi kenyataan."

 

Deklarasi yang dibuat dengan tanda kebesaran seharusnya tidak pernah digunakan sebagai jalan pintas. Itu adalah kartu truf mereka—tangan yang seharusnya mereka simpan untuk digunakan pada saat yang paling efektif untuk mengalahkan faksi Arbor.

 

"Aku tahu kita butuh rencana untuk memperbaiki situasi... orang-orang kita butuh harapan." Christina setuju, namun wajahnya masih tampak enggan.

 

Menggunakan kartu truf mereka berarti mereka tidak punya tangan yang lebih efektif untuk dimainkan.

 

"Memang, kita butuh harapan—harapan nyata yang bisa dilihat dengan mata kepala kita sendiri. Harapan kuat yang bisa menciptakan jalan bagi kita melewati kegelapan."

 

"Dan kau ingin Amakawa-dono menjadi harapan itu."

 

"Kabar tentang keberaniannya sudah menyebar jauh. Bahkan tanpa berada di taman atap, banyak yang menyaksikan pertarungan kemarin dari jauh. Seluruh istana tahu bahwa Amakawa-dono adalah orang yang mengalahkan monster. Dia juga terkenal karena mengalahkan King Sword, Alfred, yang sangat berarti bagi kita. Sekarang bayangkan jika dia membantu Restorasi."

 

Tentu saja, para anggota akan merasa berharap lagi. Mereka akan menaruh harapan mereka pada Rio.

 

"....."

 

Keinginan Duke Huguenot untuk bergantung pada Rio dapat dimengerti. Maksudnya meyakinkan. Namun Christina tetap diam. Jelas bahwa dia bersikap pasif—atau lebih tepatnya, menolak mentah-mentah—untuk mengundang Rio.

 

Namun, Duke Huguenot tetap teguh.

 

"Para anggota organisasi akan memiliki harapan. Aku yakin dia dapat merebut kembali Rodania untuk kita semua sendirian. Dia dapat memimpin jalan kita."

Kata Duke Huguenot, berbicara dengan fasih.

 

"Kau ingin mempercayakan masa depan kita kepada seseorang yang tidak ada hubungannya dengan kita?"

 

"Kita hanya perlu menciptakan hubungan dengannya."

 

"Pernikahan yang lain yang dipaksakan? Kau tahu dia tidak tertarik dengan itu."

Kata Christina, lelah mengulang percakapan ini.

 

Rio sudah dikelilingi oleh anggota lawan jenis yang menarik. Tidak ada ruang bagi para perempuan bangsawan Restorasi untuk menyela antrean. Satu-satunya yang punya kesempatan—dan mungkin kesempatan terbaik saat itu—adalah...

 

"Ada Celia, bukan?"

 

"Meski begitu, bukan tugas kita untuk mengatakan apapun."

Christina mempertahankan posisi pasifnya dengan mengerutkan keningnya.

 

Mendengar itu, Duke Huguenot akhirnya menunjukkan tanda-tanda ketidaksabaran.

 

"Kita tidak punya waktu luang dalam situasi ini. Celia adalah anggota Restorasi. Tidak harus menikah juga—dia hanya perlu memohon bantuan Amakawa-dono. Fakta bahwa Celia belum melakukan itu adalah satu masalah, tapi fakta bahwa kau tidak akan memerintahkannya untuk melakukannya adalah masalah lain."

Bantah Duke Huguenot dengan emosional.

 

"Aku tidak akan pernah melakukan hal seperti itu."

Kata Christina, alisnya berkerut dengan jelas tidak setuju.

 

"Kenapa tidak?"

 

"Apa yang Amakawa-dono dapatkan dengan membantu kita? Sungguh tidak tahu malu jika kita tidak menawarkan hadiah yang pantas."

 

"Kita bisa bertanya kepadanya hadiah seperti apa yang dia inginkan, bukan? Kenapa kau tidak melakukannya?"

 

"Aku sudah mencoba menyelidikinya sebelumnya. Hasilnya, aku menyadari tidak ada yang bisa kita tawarkan kepadanya. Dia tidak punya banyak keinginan—kau juga harus tahu itu."

 

"Meskipun demikian, kita tidak pernah mengundangnya ke negosiasi formal sebagai sebuah organisasi. Bahkan jika gagal, itu layak dicoba. Setidaknya kita harus mendekatinya dan meminta kerja samanya."

 

Kedua belah pihak menyampaikan argumen yang tegas saat mereka berdebat. Meskipun Duke Huguenot menentang atasan langsungnya, dia tidak menunjukkan sikap menahan diri hari ini.

 

Aku tidak tahu ayah bisa begitu bersemangat...

Stewart dalam diam menahan napas saat dia melihat ayahnya berdebat dengan Christina.

 

Apa prospek kami benar-benar seburuk itu?

Tentu saja, Stewart juga menyadari situasi Restorasi yang genting. Namun, kesan samar-samarnya menjadi jauh lebih nyata saat melihat ayahnya—orang nomor dua organisasi—berdebat dengan begitu sengit.

 

Christina, yang sebelumnya begitu pasif meminta bantuan Rio, terdiam sambil berpikir dengan ekspresi gelisah. Dia bisa membayangkan situasi akan membaik secara dramatis dengan bantuan Rio. Memang benar Christina juga tidak punya ide yang lebih baik.

 

Duke Huguenot merasa lelah dengan diamnya Christina itu dan mendesaknya untuk menjawab.

"Yang Mulia, aku tidak akan mendesakmu sebanyak ini jika ada ide lain. Kita tidak punya waktu untuk mempertimbangkan pilihan yang tidak ada. Apa ada alasan kita bahkan tidak bisa meminta bantuan Amakawa-dono?"

 

"Amakawa-dono masih menderita akibat kutukannya. Bahkan jika kita menerima bantuannya, kita akan melupakannya begitu kita meninggalkan penghalang."

Christina membantah dengan pahit.

 

"Tapi itu seharusnya tidak menjadi halangan untuk menerima bantuannya. Kita akan mengingatnya lagi jika kita kembali ke penghalang, bukan?"

 

Kelemahannya adalah ketidakmampuan untuk berkoordinasi dengan pasukan mereka sendiri di luar penghalang, namun strategi mereka tidak akan melibatkan penggunaan Rio dalam kelompok. Mereka menginginkannya karena kekuatannya yang luar biasa sebagai individu. Jika Duke Huguenot bisa menggunakan kekuatan itu untuk pasukan mereka, tidak masalah jika mereka tidak bisa berkoordinasi dengannya selama misi.

 

"Ada alasan lain. Kau lihat bagaimana dia memakai topeng saat bertarung, kan?"

 

"Ya."

 

"Tanpa topeng itu, Amakawa-dono tidak bisa bertarung di luar penghalang ini."

 

"Apa itu bagian lain dari kutukan itu?"

 

"Ya. Jika dia bertarung tanpa topeng, dia akan kehilangan ingatannya tentang dirinya sendiri." Kata Christina, menjelaskan alasan keengganannya.

 

"Kedengarannya memang seperti masalah...."

Namun Duke Huguenot bersenandung, tidak tampak sepenuhnya yakin.

 

"Topeng-topeng itu hancur saat dia bertarung karena efek kutukan. Dan dia hanya memiliki topeng dalam jumlah terbatas."

 

"Kedengarannya kita bisa mendapatkan bantuannya jika kita menawarkan hadiah yang setara dengan topeng yang harus dia pakai."

 

"Secara teori, ya."

 

"Apa ada perspektif lain yang tidak kumengerti?"

Duke Huguenot tidak berhenti bertanya. Dengan masa depan organisasi yang dipertaruhkan, dia mengungkapkan pikirannya dengan terus terang.

 

Christina tidak dapat segera menjawab, terdiam gelisah.

 

"Aku tidak bisa menahan perasaan bahwa kau menyembunyikan sesuatu dariku. Itu perasaan yang sudah kumiliki sejak lama. Setiap kali Amakawa-dono menjadi topik pembicaraan, kau tampaknya menarik kesimpulan emosional terlebih dahulu dan membuat alasan logis setelahnya."

Duke Huguenot mendesak masalah itu lebih jauh, memotong peluang Christina untuk mengelak dari pertanyaan itu.

 

"Aku hanya tidak ingin membuatnya mendapat masalah."

Tatapan mata Christina menjadi gelap karena rasa bersalah terhadap Rio.

 

"Apa itu benar-benar satu-satunya alasan?"

Entah mengapa, Duke Huguenot terdengar gugup setelah sampai sejauh ini. Dia menunjukkan tanda-tanda keraguan sejak pertemuan dimulai.

 

"Apa maksudmu?"

Christina bertanya, memiringkan kepalanya dengan ragu.

 

"Kau tidak ingin membuatnya mendapat masalah. Aku mengerti, aku mengerti itu. Tapi itu sepertinya bukan satu-satunya alasan bagiku."

 

"Jadi, apa itu?"

 

"Itu yang ingin kuketahui..."

Duke Huguenot menunduk dan berbicara pada dirinya sendiri dengan pahit. Dia kemudian melihat Stewart berdiri di belakangnya dan hampir tampak seperti hendak berbalik.

 

Ayah?

Stewart bertanya pada dirinya sendiri.

 

Saat itu, lonceng istana berdentang setiap jam.

 

"Yang Mulia, sudah hampir waktunya untuk pertemuanmu dengan Raja Francois."

Bisik Vanessa di telinga Christina.

 

"Maaf, tapi seperti yang kukatakan di awal, aku punya janji dengan Raja Francois. Hiroaki-dono juga akan hadir, jadi kita harus melanjutkan pembicaraan ini lain waktu."

Christina menghela napas saat mengakhiri pembicaraan mereka.

 

"Aku akan berkunjung lagi dalam beberapa hari."

Duke Huguenot juga menghela napas berat dan meninggalkan ruangan.

 

 

Segera setelah keluar dari ruangan...

 

"Stewart."

Duke Huguenot berhenti dan berbicara kepada putranya. Namun, dia tidak menoleh.

 

"Y-Ya?"

Stewart tidak tahu seperti apa ekspresi wajah ayahnya. Namun, dia telah menyaksikan pertengkaran sengit dengan Christina tadi, jadi jawabannya gugup.

 

"Lupakan apa yang kau dengar di ruangan ini."

Perintah Duke Huguenot dengan suara dingin. Dia masih tidak menoleh.

 

"Maaf?"

Reaksi Stewart terhadap perintah tiba-tiba itu tertunda.

 

"Jawabanmu?"

 

"T-Tentu!"

 

Suara Duke Huguenot yang kesal mengejutkan Stewart hingga langsung mengangguk.

 

"Jangan lakukan apapun lagi."

Tambah Duke Huguenot, suaranya masih tanpa emosi apapun selain kebencian.

 

"Hah?"

Stewart tidak dapat memahami apa yang dikatakan ayahnya itu, namun Duke Huguenot mulai berjalan kembali ke kantornya di lantai yang sama tanpa mengatakan apapun lagi. Stewart dengan cepat mengejar ayahnya. Mereka segera tiba di kantor, di mana seorang pengunjung telah menunggu mereka.

 

"Ah, waktu yang tepat. Kupikir aku telah melewatkanmu dan hendak pergi."

Pengunjung itu adalah seorang lelaki paruh baya bertubuh besar. Ada juga seorang penjaga di sampingnya.

 

"Bukankah ini Duke Gregory."

Mata Duke Huguenot melebar melihat pertemuan yang tak terduga itu. Clement Gregory adalah salah satu bangsawan terkemuka di Kerajaan Galarc. Sebelum Rio menjadi seorang transcendent, Saint Erica telah merebut ibukota wilayahnya.

 

"Aku minta maaf atas kunjungan yang tidak diumumkan ini, tapi aku memiliki beberapa masalah mendesak untuk dibicarakan denganmu. Apa anak laki-laki ini yang bersamamu ini?" Duke Gregory menatap Stewart.

 

"Dia anakku, Stewart."

 

"Halo. Senang berkenalan denganmu."

Stewart mengangkat tangan kanannya ke dada dan memberi hormat layaknya seorang ksatria.

 

"Oho, bisa diandalkan sekali."

 

"Sama sekali tidak. Aku malu mengatakan bahwa dia tidak berhak atas gelar itu meskipun dia adalah anak tertuaku."

 

"Guh...."

Dipermalukan oleh ayahnya sendiri, Stewart gemetar karena malu. Duke Gregory menatapnya dan tersenyum.

 

"Tidak, tidak, dia tampak seperti anak yang luar biasa."

 

"Terima kasih. Sekarang, kau bilang ada yang ingin kau bicarakan?"

 

"Ya, lebih baik jika tidak ada yang mendengarkan."

 

"Tentu saja. Silakan masuk."

Duke Huguenot mengundang Duke Gregory ke kantornya. Dia kemudian menoleh ke putranya.

 

"Stewart, kembalilah ke posmu."

 

"Ya!"

Stewart menjawab dengan hormat dan kembali ke patrolinya.

 


Setelah sekretaris Duke Huguenot menyiapkan teh dan meninggalkan ruangan...

 

"Kudengar ratumu akan mengadakan pertemuan dengan raja kami."

Kata Duke Gregory seolah-olah sedang mengobrol ringan.

 

"Ya, aku terkejut kau tahu."

 

"Hero negara kami, Satsuki-sama, juga hadir bersama hero baru, Masato-sama. Begitu juga Putri Charlotte dari kerajaan kami, dan Putri Lilianna dari Kerajaan Centostella. Selain itu, Amakawa, yang menjadi pusat semua keributan ini, juga akan hadir."

Mata Duke Gregory sedikit menyipit. Dia tampaknya punya pendapat tentang daftar hadir, dan khususnya, Rio.

 

"Oh?"

Mata Duke Huguenot membelalak.

 

"Oh, apa kau tidak tahu?"

Duke Gregory bertanya dengan tajam setelah melihat reaksi itu.

 

"Bukan dari daftar hadir lengkap, tidak... sepertinya pertemuan yang cukup besar."

 

"Ya, siapa tahu apa yang akan dibahas dengan semua hero yang berkumpul di sana."

 

"Aku juga belum mendengar apapun...."

 

Itu memang pertemuan yang menarik.

Duke Huguenot berbicara di dalam dirinya sendiri.

 

"Tidak baik menyimpan begitu banyak rahasia. Mereka bilang tidak akan membahas hal-hal penting, tapi itu jelas-jelas bohong."

Duke Gregory menggelengkan kepalanya tidak setuju.

 

"Memang, aku berharap mereka menyembunyikan sesuatu dengan lebih baik jika mereka ingin merahasiakannya. Kalau tidak, rasanya seperti mereka memberitahu kita secara langsung bahwa mereka tidak memercayai kita."

 

Akan menjadi masalah jika itu hanya menurunkan motivasi untuk waktu yang singkat, namun untuk hubungan kerja sama yang berkelanjutan, rasa saling percaya sangatlah penting. Akan sangat buruk jika ketidakpuasan tumbuh hingga kehilangan kepercayaan, bahkan yang paling kecil, yang tersisa hanya kebencian.

 

"Aku sepenuhnya setuju. Berbagi informasi adalah bukti kepercayaan. Kebohongan yang buruk seperti itu hanya akan membuat kita curiga ada sesuatu yang tidak menguntungkan bagi kita. Sebagai pengikut utama mereka, aku berharap mereka lebih memercayai kita."

Mungkin karena pengalamannya sendiri, namun kata-kata Duke Gregory tidak hanya mengandung empati, namun juga ketidakpuasannya sendiri.

 

Yah, bukan berarti aku menuntut untuk diberitahu segalanya. Aku tidak bermaksud meminta informasi yang tidak berhubungan denganku, dan aku mengerti bahwa ada beberapa hal yang perlu dirahasiakan. Aku melakukan hal yang sama kepada orang-orang di sekitarku.

Tidak apa-apa jika ada informasi yang tidak dapat dibagikan—yang penting adalah menjelaskannya dengan jelas tanpa mencoba menghindari pertanyaan. Terkadang, tidak membagikan informasi juga bisa menjadi bukti kepercayaan. Paling tidak, itulah yang diyakini Duke Huguenot secara pribadi, dan dia mencoba mempraktikkannya sebisa mungkin.

 

"Terutama jika masalahnya menyangkut diri sendiri. Menghindari pertanyaan, mengubah topik, dan berbicara berputar-putar.... lalu merasa kesal ketika dimintai klarifikasi? Itu tidak bisa dimaafkan."

Duke Huguenot setuju. Separuh kata-katanya yang terakhir juga tampak didasarkan pada pengalaman pribadinya, karena dia sekilas mengerutkan kening.

 

"Bwahaha! Kenapa itu terdengar begitu familiar bagiku? Sepertinya kita berdua sudah sangat menderita." Duke Gregory tertawa terbahak-bahak.

 

"Begitulah kelihatannya."

Kata Duke Huguenot sambil tertawa.

 

Setelah bertukar keluhan ringan sebagai pembicaraan bisnis sebagai ganti salam, mereka menjalin rasa keakraban.

 

"Meskipun aku ingin menghabiskan malam bersamamu sambil membahas hal-hal seperti itu, mari kita bahas lain waktu. Aku datang ke sini untuk membahas sesuatu yang serius hari ini."

 

"Kau bilang itu masalah yang mendesak...."

 

"Ya, dan aku ingin itu menjadi rahasia kita."

 

"Mengerti. Tentang apa itu?"

 

Kedua duke itu menegangkan ekspresinya dan saling menatap dengan waspada.

 

"Sebenarnya aku enggan menerima tugas ini. Tapi kau tahu tentang hubungan para bangsawan lintas batas kerajaan, bukan?"

Duke Gregory menyampaikan pembukaan yang anehnya berputar-putar.

 

"Apa ini melibatkan bangsawan Kerajaan Beltrum?"

 

"Seperti yang kuduga, kau orang yang cerdik. Kau tahu, salah satu kerabatku menikah dengan keluarga bangsawan di negaramu. Aku menerima pesan dari seseorang."

 

"Oh?"

Tatapan mata Duke Huguenot menajam mendengar kata-kata Duke Gregory. Lupakan orang yang dimaksud, apa sebenarnya pesan itu?

 

"Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu secara rahasia."

 

"Meminta untuk bertemu denganku saat aku berafiliasi dengan faksi musuh kedengarannya tidak terlalu damai."

 

Jika fakta bahwa dia telah bertemu seseorang secara rahasia dipublikasikan—tidak, bahkan jika fakta bahwa dia mencoba bertemu seseorang secara rahasia beredar sebagai rumor, itu akan sangat buruk. Tidak mengherankan jika dia dicap sebagai pengkhianat.

 

"Kalian berdua adalah bangsawan dari kerajaan yang sama, khawatir tentang masa depan kerajaan, bukan?"

 

"Itu semua tergantung bagaimana kau mengatakannya. Mengungkit hal seperti ini dapat membahayakan posisimu sendiri, Duke Gregory."

 

"Itulah sebabnya aku di sini untuk menemuimu secara langsung. Aku tidak perlu takut selama kau tetap diam."

 

"Kau melewati batas."

Duke Huguenot memperingatkan.

 

"Maafkan aku. Kerabatku yang disebutkan tadi memohon sambil menangis, kau tahu. Aku merasa perlu untuk memenuhi kewajibanku kepada mereka, jadi tolong maafkan aku. Jangan salah paham—aku hanyalah pihak yang netral. Aku tidak tahu apa yang ingin mereka bicarakan denganmu, dan bukan urusanku apa kau memilih untuk menemui mereka atau tidak."

Kata Duke Gregory, menekankan kenetralannya, namun jelas bahwa Duke Huguenot waspada.

 

Apa ini jebakan, atau pembelotan? Bagaimanapun, mereka telah bergerak untuk membuatku kehilangan keseimbangan. Tapi, mendekatiku dengan cara ini berarti...

Duke Huguenot menduga akan ada jebakan untuk memecah belah Restorasi, namun dia terkejut melihat dirinya menjadi sasaran. Jika ini jebakan, kemungkinan besar itu adalah undangan baginya untuk mengkhianati Christina dan membelot ke faksi Arbor.

 

Tidak aneh jika bangsawan lain sudah menjadi sasaran. Inilah sebabnya aku mengatakan pada Putri Christina bahwa kami harus mengambil langkah pertama...

Untuk mencegah situasi seperti ini, mereka membutuhkan reputasi Haruto Amakawa. Namun Christina masih ragu-ragu pada tahap akhir ini. Duke Huguenot menggigit bibirnya dengan jengkel.

 

Dengan masa depan yang tidak jelas di depan mereka, tidak mengherankan jika orang-orang mulai membelot. Jika Duke Huguenot diguncang sebagai salah satu pemimpin organisasi, para bangsawan di bawah akan semakin gelisah.

 

Bagaimana jika ada bangsawan yang mengantre untuk menerima pertemuan rahasia? Apa lebih baik baginya untuk menerima pertemuan itu hanya untuk melihat apa yang dilakukan pihak lain?

 

Tidak, itu tidak mungkin. Aku tidak akan pernah...

Sebelum dirinya menyadarinya, Duke Huguenot merasa seperti sedang berdiri di persimpangan jalan tanpa jalan kembali. Dia menelan napasnya dengan gugup.

 

"Aku yakin kau butuh waktu untuk mempertimbangkan. Kau boleh memberikan jawabanmu padaku pada pertemuan yang pasti akan diadakan tentang masa depan kita dengan pemerintahan Beltrum.... atau paling lambat, upacara penobatan.”

 

Duke Gregory memberinya tenggat waktu untuk tanggapannya. Ada senyum tipis di wajahnya, seolah-olah dia menikmati kesusahan Duke Huguenot.

 

"Aku tidak bisa memberikan jawaban tanpa mengetahui siapa bangsawan lainnya it— Tidak, bukan apa-apa. Aku akan berpura-pura kita tidak pernah membicarakan ini."

Duke Huguenot menolak tawaran itu dengan tegas. Dia menekan tangan kanannya ke matanya seolah-olah menahan sakit kepala—atau menyingkirkan kabut keraguan yang menggantung di sekelilingnya.

 

"Baiklah."

Duke Gregory mengangguk dengan mudah, tampak tidak terpengaruh oleh jawaban itu. Dengan demikian, diskusi rahasia antara kedua duke itu berakhir.

 


Saat Duke Huguenot menyelesaikan pertemuan rahasianya dengan Duke Gregory, para hero dan bangsawan berkumpul di kantor Raja Francois di istana.

 

Satsuki, Masato, Hiroaki, Charlotte, Lilianna, Christina, dan Francois ada di sana, bersama dengan Rio dan Aishia—sebenarnya, Rio lah yang memanggil mereka semua ke sana. Tujuannya adalah untuk menjelaskan segala hal mengenai roh kelas atas dan para hero kepada mereka. Sara, Orphia, dan Alma, yang sangat mengenal roh, juga hadir.

 

Hanya Rio dan Aishia yang berdiri saat mereka memberikan penjelasan. Kemarin, selama pertemuan yang mereka adakan untuk para penghuni mansion setelah pertempuran, rincian tentang para hero dan roh kelas atas sengaja dikaburkan. Mereka hanya menjelaskan situasi tersebut kepada bangsawan masing-masing negara sebelum menjelaskannya kepada para hero itu sendiri.

 

Pertama, mereka mengungkapkan bahwa para hero memiliki roh kelas atas di dalam diri mereka, dan bahwa roh-roh tersebut terus-menerus berasimilasi dengan mereka. Sara dan para gadis desa roh lainnya terkejut saat mengetahui bahwa roh-roh tingkat atas yang telah lama menghilang ternyata berada di dekat mereka. Namun, mereka menahan diri, karena penjelasan itu ditahan demi para hero.

 

"Asimilasi dengan roh tingkat atas...."

Kata Satsuki, menatap tubuhnya dengan rasa ingin tahu saat dia tetap duduk.

 

"Enam roh tingkat atas itu disebut transcendent bersama dengan Raja Naga dan Tujuh Dewa Bijaksana. Mereka adalah makhluk yang melindungi dunia ini. Satsuki-san memiliki roh angin, Hiroaki-san memiliki roh air, dan Masato memiliki kontrak dengan roh tanah."

 

"Kontrak dibuat melalui kesepakatan bersama. Rasanya tidak benar jika pilihan itu diambil dariku." Kata Satsuki dengan cemberut tidak setuju.

 

"Yah, itu sering terjadi dalam cerita fantasi."

 

"Benar, kan?"

 

Hiroaki dan Masato menerimanya dengan mudah.

 

"Kurasa itu karena kalian laki-laki."

Kata Satsuki sambil menghela napas lelah.

 

"Hahaha. Kita juga tahu orang-orang yang punya kontrak di dekat kita. Haruto Aniki dan Aishia Nee-chan juga punya kontrak, kan? Sara Nee-chan dan yang lainnya juga."

Kata Masato sambil menatap Rio, Aishia, Sara, Orphia, dan Alma.

 

"Benar. Tapi sekarang kita tahu ada dua jenis kontrak dengan roh. Kontrak roh normal dengan hubungan yang dangkal, dan ikatan roh yang lebih kuat. Kelompok Sara-san punya kontrak roh normal. Yang dimiliki para hero lain dan aku adalah ikatan roh."

Kata Rio, menjelaskan.

 

"Apa bedanya?"

Tanya Masato.

 

"Seperti yang sudah kukatakan, mereka bisa berasimilasi dengan roh. Mereka juga bisa menggunakan Spirit Arms... Divine Arms yang bisa diciptakan para hero. Aishia."

 

"Ya."

Atas aba-aba Rio, Aishia berubah menjadi bentuk rohnya dan menghilang. Segera setelah itu, mereka berasimilasi, dan Spirit Arms Rio—sebuah pedang—terwujud.