Theatrics in Spring – Chapter 6 :「Ketidaksabaran」

 

Pada hari Celia tiba di Mansion Keluarga Claire, Liselotte mencapai Kastil Galarc dengan kapal sihirnya untuk memberikan laporan kepada Raja Francois dan Christina tentang keberadaan Celia. Liselotte segera diantar ke kantor Francois setibanya dirinya, di mana dia langsung menjelaskan situasinya.

"Hmm......"

 

"Jadi begitu..."

Francois dan Christina sama-sama bingung. Putri Kedua Charlotte, yang tinggal bersama Celia, juga ada di dalam sana, namun dia hanya tersenyum seolah dirinya mendengar sesuatu yang sangat lucu.

 

Ringkasan singkat dari laporan tersebut adalah sebagai berikut : Duke Arbor mencoba menangkap Celia, dan pertempuran terjadi di benteng. Terlepas dari ini, Celia memenuhi tugasnya sebagai utusan dan kembali ke Amande. Karena Celia takut Duke Arbor akan mengambil tindakan terhadap keluarganya, dia segera kembali dan terbang menuju wilayah Claire sekali lagi.

 

"Beruntung dia memenuhi perannya sebagai utusan dengan selamat, tapi kejadian tak terduga terus terjadi silih berganti. Aku tidak ingin meragukannya, tapi penggunaan sihir atau sihir untuk terbang itu......"

Francois secara implisit mempertanyakan kemampuan Celia terbang. Kata-katanya ditujukan kepada Christina dan Charlotte, yang kenal baik dengan Celia.

 

"Ini pertama kalinya aku mendengarnya." Kata Christina.

 

"Aku juga tidak tahu itu. Jika dia bisa melakukan sesuatu yang begitu menarik, aku berharap dia memberitahuku lebih awal." Tambah Charlotte. Keduanya menggelengkan kepala mereka.

 

"Itu kebenarannya. Aku melihat sayap cahaya muncul dari punggung Celia-san dengan mata kepala sendiri. Dia membawa Aria dan terbang ke langit sendiri. Jika dia bisa bepergian dengan cara seperti itu, aku yakin dia akan bisa kembali dengan selamat—asalkan tidak terjadi apa-apa di tempat tujuannya. Aria bersamanya sebagai pengawalnya, jadi aku yakin mereka akan kembali dalam beberapa hari." Liselotte menambahkan pemikiran dan teorinya sebagai jaminan.

 

"Kalau begitu......"

Francois melirik ke arah Christina. Pergerakan Celia adalah yurisdiksinya. Hal itu bukan tempatnya untuk mengatakan apapun, jadi dia menahan diri untuk tidak membuat pernyataan lebih lanjut.

 

"Terima kasih atas laporanmu, Liselotte-sama. Jika ini masalahnya, kami tidak punya pilihan selain mengawasi situasi selama beberapa hari lagi."

Tidak ada yang bisa dilakukan Christina saat ini. Oleh karena itu, meski masih ada kekhawatiran, mereka memutuskan untuk menunggu kembalinya Celia untuk sementara waktu.

 

 

Sementara itu, di halaman Kastil Galarc, semua orang kecuali Charlotte menjalani kehidupan sehari-hari tanpa mengetahui apa yang sedang dilakukan Celia. Pada siang hari, Satsuki dan Masato berlatih bersama Gouki dan yang lainnya di Kastil. Semua orang—Miharu, Latifa, Sara, Orphia, Alma, Sayo, Komomo, dan Aki—tetap berada di Mansion. Mereka lebih suka menyiapkan segala kebutuhan sendiri, sehingga mereka selalu mengolah bahan makanan dan membuat pakaian sendiri. Ricca Guild bahkan akan membeli hak produksi atas beberapa hasil dari itu; saat ini, mereka sedang mengelola kebun sayur kecil di belakang Mansion.

 

"Aku sudah selesai di sini, Sayo."

 

"Kalau begitu bantu di sini selanjutnya."

Sayo dan Shin, yang datang ke wilayah Strahl bersama Gouki, mereka berdua adalah kakak beradik yang lahir dan besar di desa pertanian. Di bawah instruksi mereka, pelayan Gouki yang lain sedang menyiapkan tanah yang cocok untuk menanam sayuran.

 

"Begini caranya menanamnya?"

 

"Yup, seperti itu tidak apa-apa!"

 

"Dengan ini, kita juga bisa menanam tomat di wilayah ini. Aku menantikan pasta dengan saus tomat dan nasi telur dadar!"

 

"Ahaha, mereka masih belum tumbuh. Kamu harus bersabar, Suzune-chan."

Aki, Komomo, dan Latifa sedang menanam benih tomat. Petugas Komomo, Aoi, ada bersama mereka.

 

Awalnya, tomat tidak ada di wilayah Strahl, dan daerah yang memiliki tomat hanya menggunakannya sebagai bumbu untuk menambah rasa. Bagi mereka yang tahu cara menggunakannya dengan benar, tidak memiliki sarana untuk mendapatkannya merupakan ketidaknyamanan yang cukup besar. Masih ada stoknya di gelang penyimpanan ruang dan waktu, dan mereka selalu bisa mengisinya kembali dengan kembali ke desa roh, namun ketika saran untuk menanamnya di wilayah Strahl muncul, diputuskan mereka akan menanamnya di Mansion. Asal usul benih itu harus dijelaskan sebagai sesuatu yang dibawa Gouki bersamanya. Topik nasi juga diangkat, namun mengesampingkan itu.....

Di tempat yang lebih jauh, Sara, Orphia, dan Alma juga sedang menanam benih. Suara para gadis muda itu sepertinya menjangkau mereka, saat mereka menyaksikan pemandangan yang mengharukan itu. Miharu juga ada di samping mereka.

 

Sebenarnya mimpi apa itu.....?

Miharu berhenti sejenak dari pekerjaannya untuk sekali lagi mengingat mimpi yang dirinya lihat tadi malam.

 

"Kupikir aku mungkin membencimu."

Kata-kata itu meninggalkan kesan mendalam pada dirinya. Dia tidak bisa melupakannya. Dengan siapa dia berbicara? Itu adalah mimpinya sendiri, jadi itu seharusnya terjadi di alam bawah sadarnya—namun entah kenapa, rasanya tidak seperti itu. Dia tidak tahu mengapa seseorang membencinya. Di samping itu....

 

Dia berkata waktu untuk menentukan pilihanku semakin dekat.....?

Miharu tidak tahu apa pilihannya, namun perkataan perempuan dalam mimpinya itu terus mengganggunya. Dia seharusnya tidak perlu memikirkan kejadian dalam mimpinya dengan terlalu serius, namun.....

 

Hmm..... Apa itu mimpi prekognitif? Tidak, itu tidak mungkin.....

Miharu tersenyum kecut melihat betapa tidak realistisnya hal itu, ketika—

{ TLN : Mimpi prekognitif adalah salah satu jenis mimpi dimana mimpi tersebut menjadi kenyataan di masa yang akan datang. }

 

"Miharu-san?"

Sara menatap wajah Miharu dengan rasa penasaran.

 

"Ya? Apa itu?"

 

"Tidak ada, sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu. Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"

 

"Tidak, aku baik-baik saja. Aku baru saja mengingat mimpi aneh yang kualami....." Jawab Miharu.

 

"Aki-chan!"

Suara seorang pemuda bergema di seluruh taman. Perhatian semua orang tertuju pada orang yang berteriak itu.

 

"Onii-chan....."

Orang itu adalah kakak laki-laki Aki. Tiga Hero lainnya berlatih dengan Gouki, namum Takahisa tidak berpartisipasi bersama mereka. Lilianna berada di arena pelatihan untuk menemui Masato, jadi Takahisa pasti datang ke Mansion sendirian.

 

"Umm......"

Aki sedang bekerja, dan sepertinya tidak yakin bagaimana menghadapi Takahisa.

 

"Kamu bisa pergi, Aki-chan."

 

"Ya. Serahkan ini pada Suzune-chan dan aku."

Latifa dan Komomo mendorongnya kembali karena pertimbangan.

 

"Oke..... Terima kasih."

Kata Aki sebelum bergegas menghampiri Takahisa.

 

".........."

Dalam waktu yang dibutuhkan Aki untuk berlari ke arahnya, perhatian Takahisa jelas terfokus pada Miharu, sambil terus melirik ke arahnya. Hal itu juga bisa dilihat oleh Sara, Orphia, dan Alma, yang bersama Miharu.

 

"Ayo kembali bekerja, semuanya."

Miharu memalingkan wajahnya dari Takahisa dengan canggung, mendesak Sara dan para gadis untuk kembali bekerja.

 

"Ya...."

Sara dan para gadis desa roh lainnya dengan santai memposisikan diri mereka di sekitar Miharu, menghalangi pandangan Takahisa kepadanya.

 

 

"Ah....."

Ketika Miharu mengalihkan pandangan darinya, Takahisa bergetar, jantungnya berdetak kencang.

 

Apa dia menghindariku.....?

Pikiran negatif terlintas di benak Takahisa.

 

Tidak. Tidak...... Aku tidak ingin memikirkan kita tidak akan pernah kembali ke biasanya.

Ketidaksabaran muncul dalam dirinya.

 

"Apa ada masalah?" Tanya Aki sambil mendekatinya.

 

"Oh, tidak..... aku ingin bertemu denganmu, tapi apa aku datang di saat yang tidak tepat?"

Karena Miharu merasa menghindarinya, Takahisa memasang ekspresi sedih di wajahnya.

 

"Heeh? Tidak, tidak sama sekali..... aku senang kamu datang menemuiku." Aki terkejut, namun dia segera menggelengkan kepalanya dan berbicara jujur.

 

"Begitu....."

Takahisa terlihat sedikit lega mendengarnya.

 

"Apa yang sedang dilakukan Miharu-san?"

Takahisa bertanya langsung.

 

"Heeh? Uh.... saat ini kami sedang membuat kebun sayur bersama. Miharu Onee-chan sedang menanam benih bersama semuanya."

Jawab Aki agak canggung. Dia merasa tidak ada kemungkinan Miharu akan jatuh cinta pada Takahisa dan tidak lagi ingin mereka bersama lagi.

 

"Begitu..... apa ada yang bisa kubantu juga? Aku yakin tenaga tambahan akan berguna." Tawaran Takahisa jelas karena dia menginginkan alasan untuk berbicara dengan Miharu. Siapapun bisa melihatnya.

 

"Kami punya cukup orang saat ini....."

Aki masih menyayangi kakak laki-lakinya sampai sekarang, namun dia tidak ingin membiarkan kakak laki-lakinya dekat dengan Miharu lagi, jadi dia dengan lembut menolak tawaran kakak laki-lakinya itu dengan sebuah alasan.

 

Tidak menyadari niatnya, Takahisa tidak mundur.

"Kamu tidak harus berbicara formal begitu."

 

"Aku juga tidak mau pakaian bagus yang kamu pakai menjadi kotor."

 

"Tidak apa-apa, itu hanya pakaian. Aku bisa memakainya meskipun kotor, dan aku selalu bisa menggantinya."

Memang benar, pakaian tetap bisa dipakai meski kotor; itu tidak akan mempengaruhi fungsinya. Namun ketika sang Hero mengenakan pakaian kotor, pendapat orang lain di sekitarnya mulai menjadi penting. Martabat Kerajaan Centostella juga dipertaruhkan.

 

Selain itu, tentunya pakaian itu tidak diperoleh secara gratis. Pakaian sehari-hari sang Hero semuanya dibuat sesuai pesanan. Biayanya ditanggung oleh bagian keuangan Kerajaan Centostella.

"Kalau begitu, kamu harus mengganti pakaianmu dulu agar tidak kotor."

 

"Aku bilang tidak masalah."

Takahisa tidak mau bersusah payah kembali ke kamarnya di Kastil hanya untuk berganti pakaian.

 

"Apa akan baik-baik saja seorang Hero membantu pekerjaan pertanian seperti ini?"

 

"Kalau aku bilang tidak masalah, maka itu tidak masalah. Tidak seperti aku mau jadi Hero karena aku menginginkannya." Bayangan gelap menutupi wajah Takahisa. Dia sepertinya tidak terlalu memikirkan betapa ketatnya posisi para Hero itu.

 

"Onii-chan....."

Tidak yakin harus berkata apa kepada kakaknya itu, Aki ragu-ragu. Tindakan itu tampak seperti keengganan di mata Takahisa.

 

"Hei, apa kamu tidak setuju, Aki?"

Takahisa memohon dengan tatapan tulus.

 

"Kalau begitu.... maukah kamu membantuku menanam benih?"

 

"Tentu saja."

 

"Oke. Ikuti aku."

Aki melirik ke arah Miharu yang berada di taman dan mulai berjalan sambil menarik tangan Takahisa. Dia pertama kali kembali ke tempat Latifa dan Komomo berada.

 

"Suzune-chan, Komomo-chan. Onii-chanku akan membantu menanam benih, jadi kita akan mengerjakan yang berikutnya."

 

"Tentu!"

 

"Oke."

 

Setelah memberitahu Latifa dan Komomo, Aki memutuskan untuk menanam benih bersama Takahisa.

"Ke sini."

 

Aki mengambil sekantong kecil benih dan berjongkok di barisan di samping gadis-gadis lainnya. Miharu dan para gadis desa roh menanam dari ujung ladang yang berlawanan, jadi mereka tidak akan saling bersentuhan sampai pekerjaan hampir selesai. Kecuali Takahisa yang mendekati Miharu sendiri. Dia berdiri di samping Aki dan menatap ke arahnya tanpa bergerak. Dia ingin berbicara dengan Miharu, namun dia tidak bisa berbicara dengannya dari posisi yang Aki pilih untuk mereka.

 

"Haruskah aku mulai dari barisan di samping Miharu-san saja? Akan lebih efisien kalau begitu."

Saran Takahisa. Namun mengapa memulai dari sana akan membuat segalanya menjadi lebih efisien?

 

"Umm..... sudah ada empat orang di kelompok Miharu, dan lima orang bersamamu di sini, jadi menurutku efisiensinya tidak akan berubah......"

Kata Aki, berusaha mengungkapkan pendapatnya yang berlawanan. Sama sekali tidak ada alasan di balik saran Takahisa. Masuk akal jika kelompok Miharu bergerak dengan kecepatan yang sangat lambat, namun bukan itu masalahnya.

 

"Maksudku, itu memang benar, tapi....." Tatapan Takahisa tertuju pada Miharu dengan menyesal.

 

"Apa kamu punya waktu sebentar?"

Aki merenung sejenak, lalu berdiri dan menarik tangan Takahisa. Dia membawanya ke sudut taman agar Latifa dan yang lainnya tidak mendengar mereka.

 

"Kamu masih menyukai Miharu, bukan?"

Aki bertanya terus terang.

 

"Uh.... itu..... tidak seperti itu....."

Mata Takahisa bergerak dengan gugup saat dirinya menjawab dengan tergagap.

 

"Aku cukup yakin semua orang di Mansion telah menyadarinya. Miharu Onee-chan juga....."

 

"Hah?!"

 

"Itu tampak jelas. Kamu selalu melihat ke arah Miharu, dan kamu secara terang-terangan mencari alasan untuk mendekatinya sekarang."

Aki menempelkan tangannya ke dahinya, jengkel karena Takahisa tidak mempertimbangkan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya, atau bagaimana Miharu memperhatikan perasaannya.

 

"Ini tidak seperti aku ingin berbicara dengannya karena aku menyukainya..... Aku hanya ingin dimaafkan, sehingga kami bisa kembali seperti dulu, ketika kami dapat berbicara satu sama lain tanpa rasa keberatan...."

Takahisa mengakui dengan jujur. Mungkin karena dia sedang berbicara dengan Aki, salah satu dari sedikit orang yang bisa dirinya tunjukkan kelemahannya. Persis seperti yang dirinya lakukan saat perjamuan makan di Kastil Galarc sebelumnya.

 

"Aku mengerti perasaanmu, tapi....."

Aki ingin berada di pihak kakaknya, namun dia sudah tahu kalau perasaan kakaknya tidak akan pernah terbalas.

 

"Rencana awal kita adalah datang dan meminta maaf baik kita akan dimaafkan atau tidak, ingat?"

 

Takahisa mengangguk dengan enggan.

"Itu memang benar..... tapi tetap saja...."

 

Sampai mereka tiba di Galarc, satu-satunya niatnya hanyalah meminta maaf. Takahisa tidak mengira akan dimaafkan, namun dia tetap ingin meminta maaf. Itu sebabnya dia bisa menundukkan kepalanya begitu dia tiba di depan Miharu. Namun manusia adalah makhluk yang sulit dipuaskan. Setiap kali mereka membuat satu langkah kemajuan menuju tujuan mereka, mereka mulai menargetkan langkah berikutnya lebih jauh dari itu. Mereka mulai mengulurkan tangan untuk meraih hasil yang lebih baik. Sulit untuk menghilangkan hasrat tersebut, karena itu adalah bagian dari sifat manusia.

 

Itu sebabnya meminta maaf saja tidak lagi cukup. Takahisa sekarang ingin dimaafkan oleh Miharu juga. Semakin lama dirinya tinggal di Galarc, semakin kuat perasaan itu tumbuh. Sebelum dia menyadarinya, perasaan itu tumbuh menjadi sebuah keinginan. Sebuah keinginan yang tidak bisa dia tolak.....

"Apa kamu menjadi panik, Onii-chan?"

 

"Aku tidak....! Tidak.... tentu saja aku akan jadi panik. Aku tidak tahu berapa lama kita akan berada di Galarc, dan aku tidak tahu berapa lama lagi sampai aku bertemu Miharu lagi jika aku melepaskan kesempatan ini....."

 

"Tapi mungkin sulit untuk kembali normal dan berbicara satu sama lain dengan nyaman lagi, tahu? Karena sebesarnya kesalahan kita..... kita tidak bisa berpura-pura hal itu tidak pernah terjadi." Kata Aki dengan ekspresi sedih. Masa lalu tidak bisa dihapus. Kata-katanya kenyataan yang tidak bisa dipungkiri.

 

"Tapi tetap saja....!"

Meski begitu, Takahisa tetap ingin berpura-pura hal itu tidak terjadi. Dia meninggikan suaranya, wajahnya berubah sedih. Tentunya, orang lain di taman memperhatikan perilakunya yang tidak biasa.

 

"Apa ada masalah....?"

Semua orang berhenti bekerja dan memperhatikan Aki dan Takahisa dengan cermat. Tatapan Miharu yang gelisah ada di antara mereka, karena Miharu seperti mengkhawatirkan Aki.

 

"Bukan itu.... Bukan itu yang ingin kudengar darimu, Aki-chan! Aku hanya..... Aku hanya..... Ini tidak seperti aku ingin mengaku pada Miharu-san atau semacamnya. Aku hanya ingin....."

 

"Maaf, tapi menurutku kamu semakin menjadi tidak sabaran dari hari ke hari. Aku bisa memahami ketidaksabaranmu, kamu tidak terlihat seperti rencana awalnya. Bukan untuk meminta maaf, tapi—"

Perkataan Aki diucapkan karena mempertimbangkan kakaknya. Namun, Takahisa tidak memiliki ketenangan untuk mendengarkan kata-kata seperti itu saat ini. Itu sebabnya.....

 

"Kamu tampak senang mengatakan itu..... karena Miharu-san sudah memaafkanmu." Takahisa membuat pernyataan terburuk yang mungkin terjadi.

 

"Aku minta maaf....."

Aki meminta maaf dengan tatapan yang sangat terluka. Ekspresi itu sepertinya menjadi penentu yang membuat Miharu menentukan ada sesuatu yang salah.

 

"Aki-chan?"

Miharu berteriak dengan keras—suara yang jarang baginya. Dia bergegas menghampiri Aki lebih cepat dari siapapun di taman itu.

 

"Ah...."

Aki dan Takahisa sama-sama tersentak—seolah-olah mereka berdua terlihat di saat yang paling tidak mereka inginkan.

 

"Apa yang terjadi, Aki-chan?"

Miharu segera menatap wajah Aki.

 

"Ah, umm....."

Aki ragu-ragu, ingin membela kakak laki-lakinya itu.

 

"Takahisa-kun?"

Miharu memandang Takahisa dengan curiga.

 

"T-Tidak, aku hanya....."

Setelah putus asa mencari alasan untuk berbicara dengannya, Takahisa menghindari tatapan tajam Miharu itu seolah ingin melarikan diri.

 

"Apa yang sudah kamu katakan pada Aki-chan? Kamu berjanji tidak akan melakukan apapun yang membuat Aki-chan sedih ketika kamu datang ke Kastil ini, ingat?" Miharu mendesak.

 

"A-Aku tidak melakukan apapun....."

Hentikan, jangan lihat aku seperti itu, aku tidak melakukan kesalahan apapun, tolong percayalah—itulah yang ditunjukkan oleh seringai kesakitan Takahisa. Saat itulah—

 

"H-Haha. Ada apa denganmu, Miharu Onee-chan?"

Ucap Aki riang menenangkan Miharu.

 

"Aki-chan.....?"

Merasakan kalau Aki berusaha membela kakaknya itu, Miharu mengerutkan keningnya karena ketidakpastian. Ketiganya terus saling berhadapan seperti itu sampai—

 

"Kami kembali!"

Satsuki dan Masato kembali, setelah menyelesaikan latihan mereka hari itu. Gouki dan Kayoko, yang telah memberi instruksi kepada mereka, ada bersama mereka.

 

"Oh, kalian sudah kembali!"

Aki memanggil dengan suara yang lebih cerah, melambai pada Satsuki dan yang lainnya.

 

"Oh....?"

Perhatian Satsuki tertuju pada mereka. Meski Aki bersama mereka, jarang sekali melihat Miharu dan Takahisa bersama.

 

"Suzune-chan, Komomo-chan. Ada apa dengan mereka? Apa terjadi sesuatu?"

Tentunya, Satsuki menyadari ada sesuatu yang aneh sedang terjadi. Dia menyipitkan matanya ke arah mereka dan mendekati Latifa dan Komomo untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.

 

"Oh, umm.... Takahisa-san baru saja datang ke Mansion....."

 

"Hmm. Jadi begitu."

Latifa dan Komomo bertukar pandang sebelum menjelaskan apa yang mereka saksikan. Mereka belum mendengar semuanya, jadi ada kesenjangan dalam pengamatan mereka.

 

"Oke. Terima kasih sudah memberitahuku."

Satsuki mampu menyimpulkan apa yang telah terjadi. Dia berterima kasih kepada mereka berdua dan menghela napasnya dengan pelan sambil melihat kembali ke arah kelompok itu.

 

"Hei, Takahisa-kun!" Panggil Satsuki.

 

"Hah....? Y-Ya?"

Mata Takahisa melebar saat dirinya menjawab. Dia tidak menyangka namanya dipanggil.

 

"Kamu datang ke Mansion sendirian hari ini."

 

"Ya.... Apa itu masalah?"

 

"Tidak..... Hanya saja Putri Lilianna kembali ke Kastil untuk menjemputmu. Sepertinya dia melakukannya tanpa hasil." Satsuki melihat ke arah Kastil, tempat Lilianna berada saat ini.

 

"Begitu. Kupikir tidak apa-apa jika aku datang sendirian kali ini....." Faktanya, jika dilihat dari sudut pandang lain, mengunjungi Mansion sendirian adalah bukti betapa paniknya dirinya. Takahisa mengalihkan pandangannya karena rasa bersalah.

 

"Hmm.... Yah, karena kamu sudah di sini, bagaimana kalau kamu menginap untuk makan malam malam ini?"

 

"Hah? Benarkah itu?" Perpaduan antara kebahagiaan dan kejutan memenuhi mata Takahisa.

 

Dia telah mengunjungi Mansion itu selama beberapa hari berturut-turut, namun dia selalu kembali ke Kastil untuk makan malam di kamarnya sendirian. Satu-satunya saat mereka mengundangnya makan malam adalah ketika mereka sedang mengadakan suatu acara, jadi undangan pada hari biasa ini adalah tanda kalau dirinya telah mendapatkan kepercayaan mereka. Yang bisa dibilang......

 

"Ya. Ada beberapa orang lain yang datang, dan ada sesuatu yang ingin aku diskusikan juga."

 

"Sesuatu untuk didiskusikan?" Takahisa menegang.

 

"Benar. Aku sendiri yang akan memberitahu Putri Lilianna. Jadi luangkan waktumu, oke? Oh, dan Miharu-chan, apa kamu punya waktu sebentar?"

 

"Ya...?"

Tanpa mengatakan apa yang ingin dirinya diskusikan, Satsuki memanggil Miharu pergi, meninggalkan Aki dan Takahisa. Setelah pertengkaran mereka sebelumnya, suasana canggung mengalir di antara mereka semua. Takahisa sangat takut kalau kesan Miharu terhadap dirinya akan memburuk lagi.

 

"Maaf, Aki-chan...."

Sebenarnya apa yang Takahisa minta maafkan itu tidak jelas, namun dia telah meminta maaf.

 

"Tidak apa-apa..... aku juga minta maaf."

Kata Aki sambil tersenyum terpuji dan menyayat hati. Dia memperhatikan kakaknya itu, mengerahkan suara paling cemerlang yang bisa dirinya gunakan untuk berbicara dengannya.

 

"Aku benar-benar merasa tidak enak dengan semuanya. Aku bersumpah aku tidak akan melakukan hal seperti itu lagi. Itu sebabnya aku hanya ingin dia mempercayaiku....."

 

"Aku tahu. Aku tahu perasaanmu, karena aku juga sama. Tapi itulah mengapa aku tidak ingin kamu kehilangan dirimu sendiri. Onii-chan masih punya aku...." Aki memohon pada Takahisa dengan tulus.

 

"........."

Takahisa tidak membenarkan atau menyangkalnya, terdiam sambil meringis.

 

 

Sementara itu, makan malam akan diadakan bersama Christina, Flora, dan Liselotte, yang datang ke Kastil untuk memberikan laporan tentang apa yang terjadi pada Celia.

 

"Liselotte Onee-chan!"

Begitu Latifa melihat Liselotte di pintu masuk Mansion, dia berlari ke arahnya dengan penuh semangat. Dia memuja Liselotte seperti kakak perempuannya, namun Liselotte bukanlah seseorang yang bisa Latifa temui kapan pun dirinya mau.

 

"Selamat malam, Suzune-chan."

Liselotte juga memperlakukan Latifa seperti adik perempuannya sambil mengusap-usap kepalanya dengan lembut. Hal itu mendorong Latifa untuk memeluknya.