Theatrics in Spring – Interlude :「Mimpi Miharu」

 

Sebelum dirinya menyadarinya, Ayase Miharu berdiri sendirian di ruang putih. Dia tahu perasaan ini. Dia tahu pemandangan ini. Hal ini adalah sesuatu yang dirinya alami baru-baru ini. Apa hal ini yang disebut sebagai Lucid Dream? Miharu tahu dirinya sedang bermimpi. Dia tidak tahu alasannya, namun secara naluriah dia tahu kalau ini bukanlah kenyataan. Namun di saat yang sama, pikiran lain terlintas di benaknya.

 

"Apa ini.... benar-benar mimpiku?"

Miharu bertanya-tanya dalam hati, ketika suara seorang perempuan memanggilnya.

 

"Halo. Atau haruskah aku mengucapkan 'Selamat malam'?"

Miharu tidak bisa melihat siapapun, namun anehnya suara itu familiar baginya.

 

"Apa itu kamu lagi....?"

Miharu bertanya. Dia yakin suara ini sama dengan suara yang memanggilnya di mimpi terakhirnya.

 

"Ya, ini aku lagi. Jadi kamu ingat."

Perempuan itu membenarkan dengan mudah.

 

"Siapa kamu.....?" Miharu bertanya-tanya.

 

"Jika ini adalah mimpimu, aku mungkin adalah pikiran bawah sadarmu."

 

"Mimpiku...."

 

"Satu-satunya hal yang pasti adalah dirimu yang sebenarnya sedang tertidur, oke? Yup, sepertinya proses penyelesaiannya sudah mengalami kemajuan lebih dari sebelumnya. Ini pertanda baik."

 

"Proses penyelesaian?"

 

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Jawab perempuan itu. Tampaknya suara itu tidak berniat menjawab pertanyaan Miharu secara langsung.

 

"Apa kamu ingat sesuatu dari terakhir kali?"

Perempuan itu bertanya kepada Miharu.

 

"Kamu mengatakan sesuatu tentang bagaimana aku harus membuat pilihan penting suatu hari nanti."

 

"Gadis yang baik. Itu benar sekali, pilihan yang sangat penting sedang menghampirimu. Aku juga mengatakan ini : Aku menyarankanmu untuk memilih pilihan yang menurutmu salah."

 

"Umm, keputusan seperti apa yang akan diambil?"

Miharu bertanya. Tanpa mengetahui pilihan apa yang akan diambilnya, tidak ada cara baginya untuk mengambil keputusan.

 

"Aku melakukan hal-hal secara tidak langsung karena aku tidak bisa memberitahumu itu, bodoh." Kata perempuan itu, menghela napasnya.

 

"Tapi meskipun kamu mengatakan itu....."

 

"Kalau begitu, ini petunjuk untukmu, karena kamu sangat lambat dalam memahaminya. Pertama, waktu untuk menentukan pilihan semakin dekat. Kedua, masa depan akan berbeda tergantung pada pilihanmu. Ketiga...... bagaimanapun aku tidak bisa memberitahumu. Hanya ini informasi yang bisa aku berikan kepadamu untuk saat ini."

 

Apa terjadi sesuatu? Saat perempuan itu hendak mengucapkan petunjuk ketiga, suaranya terasa seperti bergetar.

 

"H-Heeh? Pada akhirnya itu bukanlah sesuatu yang tidak pernah kamu katakan....."

 

"Aku bilang aku tidak, maka tidak bisa. Terimalah apa adanya."

 

"Itu sangat....."

Tidak masuk akal, itulah yang hendak dikatakan Miharu, ketika—

 

"Yang tidak masuk akal adalah dunia ini."

Pemilik suara itu berbicara padanya, mengantisipasi kata-katanya. Ada helaan napas lelah bercampur dalam nada bicaranya.

 

".........."

Miharu berkedip, tidak bisa berkata-kata.

 

"Itulah apa adanya. Tidak banyak waktu tersisa, tapi ada satu hal lagi yang ingin kuberitahukan padamu."

 

"Apa itu....?"

 

Entah mengapa, perempuan itu terdengar sedikit kesal. Tidak yakin dengan alasannya, Miharu menanyainya dengan gugup.

"Kupikir aku mungkin membencimu."

 

"Heeh....?"

Saat Miharu bertanya-tanya apakah dirinya salah dengar, kesadaran Miharu terputus.