Theatrics in Spring – Chapter 3 :「Kembali Ke Rumah」
Di sebuah kota di sebelah timur Kerajaan Beltrum, dua orang perempuan memasuki sebuah penginapan tepat saat matahari mulai terbenam. Dua orang perempuan itu adalah Celia dan Aria. Karena saat itu, banyak penginapan di dekatnya sudah terisi penuh. Mereka harus berkeliling beberapa tempat sebelum cukup beruntung menemukan kamar untuk menginap.
"Syukurlah kita bisa menemukan penginapan dengan kamar yang masih tersedia." Kata Celia begitu mereka masuk, menghela napas lelah sambil duduk di tempat tidur.
"Ya. Kamu telah bekerja keras membawa kita sejauh ini."
"Kamu pasti lelah juga Aria."
Aria menggelengkan kepalanya. "Yang aku lakukan hanyalah berpegangan padamu."
"Tapi aku yakin ini bukanlah perjalanan yang paling nyaman untuk dilakukan—harus berpegangan seperti itu—sepanjang perjalanan..... kita juga bergerak cukup cepat."
Pada akhirnya, Aria terus berpegangan di pinggang Celia sepanjang perjalanan dari Amande saat mereka terbang. Celia memiringkan kepalanya, berusaha menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana mereka bergerak, namun—
"Tidak apa-apa. Tubuhmu sangat nyaman untuk dipegang." Aria tertawa kecil.
"M-Mouu! Jangan mengolok-olokku begitu!"
Celia menunduk, wajahnya memerah.
"Aku tidak mengolok-olokmu. Selain itu, kita melakukan perjalanan dengan kecepatan tinggi. Yang lebih mengesankan lagi adalah betapa sedikitnya hambatan yang terjadi saat kita terbang....."
Ketika suatu benda bergerak di udara, benda tersebut bertabrakan dengan udara yang ditumpanginya. Hal ini menimbulkan gaya yang berlawanan dengan arah geraknya, disebut juga hambatan udara.
"Sepertinya sayap cahayaku menciptakan penghalang angin di sekitar penggunanya, menetralkan kekuatan hambatan udara itu sendiri. Meskipun aku tidak yakin seberapa besar kecepatan yang bisa ditahannya....."
Celia sendiri belum sepenuhnya memahami cara kerja alis luminis miliknya. Namun Rio telah mengatakan sesuatu tentang penggunaan penghalang untuk mengurangi hambatan udara saat terbang dengan spirit art, jadi Celia pikir sihirnya mungkin serupa.
"Apa itu artinya kamu bisa meningkatkan kecepatanmu lebih cepat lagi?"
"Ya, meski itu tergantung esensi sihirku. Tapi semakin cepat aku mencoba melaju, konsumsi esensiku semakin cepat sehingga bisa untuk perjalanan jarak jauh."
Rio mampu terbang lebih cepat dan lebih lama tanpa istirahat, namun itu karena Rio memiliki jumlah esensi yang sangat banyak.
"Begitu ya.... jika bisa bergerak seperti itu, kita akan bisa mencapai Cleia besok pagi. Bisakah esensi sihirmu bertahan sampai saat itu?"
"Yup. Aku juga punya kristal esensi yang diberikan Liselotte-san kepadaku. Aku akan istirahat malam ini, dan meskipun esensiku belum pulih sepenuhnya, aku bisa mengisinya dengan kristal itu."
Meskipun bervariasi dari orang ke orang, secara umum dikatakan kalau tiga puluh persen esensi sihir seseorang dapat dipulihkan dengan tidur semalaman. Kecepatan pemulihan itu menurun saat terjaga, jadi cara paling efektif untuk memulihkan esensi yang hilang adalah dengan tidur nyenyak.
"Aku mengerti. Jika kita kehabisan kristal esensi, aku bisa berburu monster untuk mendapatkan permata sihir mereka, jadi katakan saja jika kamu membutuhkannya."
"Terima kasih. Tapi aku akan baik-baik saja untuk saat ini. Kamu juga sebaiknya beristirahat juga Aria...."
"Tentu." Kata Aria.
◇ ◇ ◇
Sementara itu, saat Celia dan Aria sedang check-in di penginapan.....
Di tempat lain, di Ibukota wilayah Claire di Kerajaan Beltrum, Cleia. Menyelinap di luar kawasan kediaman bangsawan adalah beberapa tentara bayaran.
"Oi, Arein. Yang lain sudah bersiap dipos mereka."
Bisik Lucci kepada Arein.
Mereka adalah anggota Celestial Lion. Di pinggangnya ada pedang hitam sihir yang dulunya milik Lucius Orgueil, mantan pemimpin mereka. Matahari telah terbenam, dan sekeliling mereka hampir gelap.
"Baiklah. Sekarang kita tunggu sampai Reiss-san datang. Kita akan mengambil giliran untuk berjaga-jaga! Kau lebih baik beristirahat dulu." Perintah Arein.
Namun pandangan Lucci tetap tertuju pada wilayah milik Count itu. "Arein.... Tujuan Reiss-san itu adalah untuk menangkap istri Count itu, kan? Jika memang begitu, kenapa kita tidak bertindak lebih dulu dan menangkapnya?" Lucci bertanya-tanya mengapa mereka tidak bisa bertindak sebelum kedatangan Reiss.
"Dasar tolol. Mereka mengira kita meninggalkan benteng dan pergi ke Galarc, ingat? Bagaimana kita akan menjelaskan semuanya jika kita menyerang terlebih dahulu dan menangkapnya? Apa kau akan menangkapnya dan mengatakan yang sebenarnya kepada mereka?" Arein bertanya dengan gemas.
Meskipun Charles tidak memprihatinkan, ayahnya Duke Arbor cukup tangguh. Duke Arbor juga belum sepenuhnya mempercayai Reiss. Jika mereka bertindak di luar batas, mungkin saja mereka akan kehilangan kepercayaannya sepenuhnya. Bahkan jika mereka berhasil menyerahkan istri Count itu dengan penjelasan yang masuk akal, situasinya membuat Reiss berisiko dicurigai. Itulah sebabnya—
"Untuk menghindari hal-hal yang rumit, kita sendiri harus menahan diri untuk tidak melakukan gerakan-gerakan yang mencolok. Sebaiknya kita menunggu Reiss-san datang dan membantu Charles menangkapnya sendiri." Tambah Arein.
Pertama-tama, mereka tidak tahu apa Celia sedang menuju wilayah Claire atau tidak. Bahkan jika Celia datang, mereka tidak tahu apa Celia bermaksud membawa orang tuanya pergi. Celia bisa tiba sebelum Reiss, atau Celia mungkin tidak datang sama sekali. Jika istri Count itu dapat ditangkap tanpa masalah, tentara bayaran itu tidak perlu atau mendesak untuk bertindak dan mempersulit keadaan. Dan jika mereka ingin bertindak, maka mereka harus melakukannya dengan cara yang dapat dijelaskan secara masuk akal.
"Tapi jika dia datang..... maka, kita harus bertindak, kan?"
"Itu benar. Kita diperintahkan untuk menghapusnya jika dia tiba dengan kapal sihir sebelum Reiss-san datang. Tanpa meninggalkan jejak kita."
"Dengan kata lain, misi kita adalah menghabisi gadis kecil itu, dan bukan menangkap istri Count itu, benar?"
"Ya. Jika kita membunuh gadis itu, dia tidak akan bisa membawa keluarganya itu ke mana pun."
"Jadi begitu.... Yah, selama aku bisa melawannya."
Lucci menyeringai penuh semangat. Dia menantikan pertandingan ulang dengan Celia setelah bertarung dengannya di benteng.
"Asal kau tahu, kita tidak punya alasan untuk melawannya secara langsung saat gadis itu dalam kondisi terbaiknya. Menurutmu mengapa kita pergi ke Galarc untuk membawa bala bantuan untuk mengepung Mansion itu?"
"Untuk memastikan kita bisa menghabisinya, kan?"
"Yah, bisa dibilang begitu..... tapi tujuannya adalah menangkapnya sebelum dia bisa melakukan apapun. Dan alasan kenapa kita akan melakukan itu adalah....."
"Jadi kita bisa membunuhnya sebelum dia mengeluarkan sihir aneh?" Tebak Lucci, menyelesaikan kalimat Arein dengan tatapan tidak terkesan.
"Tepat. Jadi, kau bisa mengerti itu. Aku tidak tahu jenis sihir apa yang dia gunakan di benteng sebelumnya, tapi dia tidak lebih kuat dari rata-rata gadis di jalanan tanpa sihir itu. Dia bukan ancaman tanpa sihirnya."
Itu sebabnya mereka membunuh Celia sebelum Celia bisa menggunakan sihirnya. Hanya sesederhana.
"Membunuh dengan cara seperti itu tidak menyenangkan." Kata Lucci. Sepertinya dia hanya tertarik untuk mengalahkan Celia dalam konfrontasi langsung.
"Bagian dirimu itu yang paling mirip dengan komandan."
Arein mengingat komandan mereka, Lucius, dan berbicara pada dirinya sendiri.
"Haa. Tapi komandan barunya adalah kau. Baiklah kalau begitu, Komandan Arein. Aku akan bergerak persis seperti yang kau perintahkan."
"Itulah yang seharusnya aku katakan. Aku mungkin bertanggung jawab atas kelompok tersebut, tapi kau memiliki pedang sihir milik komandan. Jangan lupa kalau kau adalah wajah pasukan ini sekarang."
Keduanya saling melotot sejenak.
"Ya..... aku tidak akan melakukan apapun yang tidak pantas untuk pedang ini." Lucci menyentuh pedang di pinggangnya dan mengangguk dengan ekspresi serius.
◇ ◇ ◇
Keesokan harinya, Celia dan Aria berangkat dari kota pagi-pagi sekali dan tiba di Ibukota wilayah Claire, Cleia sebelum tengah hari. Keduanya melewati gerbang dan memasuki kota. Seperti terakhir kali Celia ke sini, ada warga pengangguran yang berkeliaran di jalanan. Celia baru mengetahui setelah itu kalau Duke Arbor telah bertindak sewenang-wenang, memaksa para migran berbondong-bondong ke wilayah para bangsawan dari faksi Sang Putri. Di antara para migran tersebut adalah mereka yang sebelumnya bekerja di wilayah Duke Huguenot. Untuk mencegah ketertiban umum agar tidak berantakan, Roland melakukan yang terbaik untuk menyiapkan pekerjaan sementara bagi mereka, namun situasinya agak sulit.
".........." Celia memandang sekeliling kota dengan lesu dan menghela napasnya. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk itu.
"Apa keadaan kota ini mengganggumu?" Tanya Aria.
"Heeh.....? Ya, aku terakhir datang ke sini beberapa bulan yang lalu, tapi aku tidak bisa melihat-lihat keadaan kota pada saat itu....."
Terakhir kali Celia datang ke sini adalah bersama Rio. Ketika dia mengingat momen itu, kesedihan memenuhi matanya Celia.
"Kalau begitu, mungkin kita bisa diam-diam melihat sekeliling sebelum pergi. Kita melakukan perjalanan begitu cepat, hampir tidak ada kesempatan untuk menikmati perjalanan. Di samping itu....."
"Di samping itu?"
"Aku juga ingin istirahat yang cukup dari waktu ke waktu. Apalagi jika itu dengan seorang temanku yang bisa dipercaya." Karena mempertimbangkan teman lamanya itu, Aria mengucapkan kata-kata itu sambil menghela napasnya.
"Aku mengerti.... kalau begitu mari kita luangkan waktu dalam perjalanan pulang. Sebagai ucapan terima kasih karena telah menemaniku untuk urusanku ini, aku akan menemanimu saat kamu mau beristirahat." Celia tersenyum bahagia.
"Kalau begitu, ayo selesaikan urusanmu. Akan sangat tidak bagus jika pasukan Duke Arbor bergerak sebelum kita."
"Kamu benar. Ayo kita pergi."
Celia menenangkan diri dan mengangguk.
"Tapi sebelum itu..... ada kemungkinan pasukan Duke Arbor sudah ada di sini, jadi aku punya saran."
"Apa saranmu itu?"
Keduanya mengadakan pertemuan strategi singkat sebelum menuju ke Mansion milik Count.
◇ ◇ ◇
Kemudian, di perkebunan Claire......
Bersembunyi di sudut halaman, Arein dan Lucci memantau jalan setapak dari gerbang depan untuk setiap pengunjung yang mendekati perkebunan.
"Oi."
Orang pertama yang melihatnya adalah Arein.
"Siapa gadis itu?" Mata Lucci melebar saat melihat pengunjung mendekat.
Seorang gadis muda berambut pirang mengenakan pakaian seperti petualang sedang berjalan di jalan setapak. Gadis itu memiliki tubuh yang ramping dan kencang, seolah-olah gadis itu telah berlatih cukup lama, namun sosok glamornya masih terlihat bagus di semua tempat yang tepat. Di atas semua itu, yang paling luar biasa dari dirinya adalah wajahnya yang rupawan dan seperti patung. Tidak diragukan lagi gadis itu cukup cantik untuk membuat setiap laki-laki dan perempuan yang gadis itu temui di kota terpesona olehnya, membuat mereka berhenti dan menatap dengan kagum. Identitas gadis itu tentu saja adalah teman lama Celia, Aria..... namun Lucci benar-benar terpesona oleh penampilannya.
"Sial. Lihat pinggangnya itu."
Arein memperingatkannya.
"Ya, pinggangnya itu sangat bagus. Aku ingin sekali menyentuhnya."
"Bukan yang itu tolol. Lihat yang ada di pinggangnya adalah sebuah pedang—dan terlihat cukup tajam."
"Huh? Oh, apa itu pedang sihir?"
Lucci akhirnya mengarahkan pandangannya ke pedang yang ada di pinggang Aria.
"Dia bukan hanya seorang pengunjung, dia pastinya seorang Ksatria Bangsawan. Sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat....." Kata Arein sambil menatap Aria dengan perasaan déjà vu.
"Haruskah aku pergi dan mencari tahunya?" Lucci menyarankan, bersiap untuk pergi dan memukulnya.
"Berhentilah main-main."
"Tch. Lagian juga tidak ada penjaga di sekitar sini."
Lucci memandang Arein dengan kesal. Betapa menariknya gadis itu sebagai seorang wanita.
"Penjaga lainnya sedang mengawasi lokasi lain."
Selama waktu itu, Aria berjalan melewati gerbang dan menuju halaman perkebunan. Hal itu rupanya membuat Lucci akhirnya menyerah.
"Tidak ada yang bisa kita lakukan ya......"
Kata Lucci, menghela napasnya.
Sepuluh menit berlalu setelah itu tanpa ada gerakan khusus dari penjaga atau pelayan yang berpatroli. Namun kemudian ada orang baru yang muncul, menarik perhatian para tentara bayaran itu.
"Tch, yang satu ini memakai tudung yang menutup wajahnya." Lucci mendecakkan lidahnya.
Seperti yang Lucci jelaskan, pengunjung baru itu mengenakan tudung yang menutupi wajah mereka. Namun—
"Dia punya tinggi yang mencurigakan...." Kata Arein.
"Kau benar. Tingginya hampir sama dengan gadis itu."
Kata Lucci, menatapnya tajam.
"Dia juga bersenjata. Kelihatannya bukan senjata murahan, tapi sepertinya juga tidak digunakan dengan baik."
Ada jarak lebih dari tujuh puluh meter antara Arein dan Celia, namun Arein mengamatinya dengan cermat.
"Hmm. Apa menurutmu gadis nakal itu membeli pedang baru sebelum kembali ke rumahnya?"
"Mungkin saja."
"Artinya dia ini yang kita incar, kan? Apa yang harus kita lakukan? Apa akan menjadi masalah jika dia memasuki Mansion? Bagaimana kalau kita membunuhnya dulu?"
"........."
Arein tidak langsung menjawab Lucci. Alasannya adalah karena jika sosok bertudung itu bukan Celia, mereka harus bersusah payah membuang mayat tambahan. Ada juga risiko ketahuan oleh penjaga yang berpatroli.
Namun, seperti yang Lucci katakan, akan sama merepotkannya jika Celia memasuki Mansion. Hal itu adalah satu-satunya kesempatan mereka untuk menyergapnya dari posisi yang menguntungkan. Tentunya—
"Kita tidak punya pilihan lain. Ayo lakukan. Aku akan menyerang dengan sihir dari sini. Kau mendekatinya, menghabisi dia, lalu mengkonfirmasi identitasnya dan kembali. Jika bukan gadis itu, bawa mayatnya kembali ke sini." Kata Arein memutuskan.
"Oke."
"Baiklah, ayo lakukan! Photon Projectilis."
Dengan perintah itu, Arein mengangkat tangannya ke arah Celia dan membacakan mantranya.
"Oke."
Lucci telah menghunus pedang sihir Lucius sebelum dia menjawab, memperkuat tubuh fisiknya. Dia berlari menuju sosok bertudung itu—saat ini, dia berada enam puluh meter dari Celia. Dengan tubuhnya yang diperkuat oleh pedang sihir, dia bisa menutup jarak seperti itu hanya dalam dua atau tiga detik.
"Ugh.....!"
"Hah?"
Arein, yang telah siap menembakkan lingkaran sihir di tangannya, tiba-tiba meringis. Merasa ada yang tidak beres, Lucci segera berbalik.
"Menurutmu apa yang sedang kau lakukan?"
Aria berdiri di sana dengan pedang sihir di tangannya, baru saja membuat Arein pingsan.
◇ ◇ ◇
Seperti dugaan Lucci dan Arein, sosok bertudung itu adalah Celia; Celia sedang berjalan menuju Mansion keluarganya. Keduanya berencana untuk menyerangnya dari jarak enam puluh hingga tujuh puluh meter.
Ini agak tenang.....
Tidak mungkin Celia mengetahui hal itu. Aria telah memerintahkannya untuk mendekati Mansion itu sealami mungkin, jadi Celia fokus untuk menggerakkan kakinya menyusuri jalan setapak.
Bisa dibilang, ini adalah strategi yang mereka berdua buat sebelum menuju ke Mansion : karena mungkin saja pasukan Duke Arbor sudah ditempatkan di perkebunan itu, Aria akan mendekat terlebih dahulu untuk memeriksa musuh yang bersembunyi di halaman. Setelah memasuki Mansion dan memberikan penjelasan singkat kepada Keluarga Celia tentang situasinya, Aria akan menyelinap keluar dari belakang dan menggeledah area tersebut. Celia kemudian akan mendekati Mansion dari gerbang depan dan memancing penyerang yang tersembunyi. Dengan begitu, Aria bisa menyergap musuh yang mengintai dari belakang dan bertemu dengan Celia sebelum kembali di Mansion. Inilah rencana mereka.
Lebih dari sepuluh menit telah berlalu sejak Aria memasuki Mansion. Kedatangan Celia telah diumumkan kepada penjaga gerbang, jadi dia diantar langsung melewati gerbang. Celia mendekati Mansion, ketika dia melihat orang tuanya sedang melihat ke luar pintu depan Mansion. Celia menahan keinginan untuk berlari ke arah mereka. Jika memang ada seseorang yang mengawasinya, berlari menuju Mansion bisa berdampak buruk. Itu sebabnya dia berpura-pura tenang saat dirinya mendekati pintu masuk, namun ketika dia akhirnya melangkah masuk—
"Ayah! Ibu!"
Celia berkata dengan penuh emosi saat dirinya bertemu kembali dengan orang tuanya. Dia menggunakan seluruh tubuh mungilnya untuk memeluk kedua orang tuanya secara bersamaan.
"Celia-kun!" Ayahnya, Roland, menariknya mendekat dan menepuk punggungnya dengan lembut.
"Celia, Celia kecilku. Putriku tercinta."
Seorang perempuan berambut perak bertubuh kecil memeluk Celia dengan penuh kasih sayang. Dia tidak terlihat berusia dua puluhan, namun usia sebenarnya sudah lebih dari empat puluhan. Namanya Monica Claire, dan dia adalah Ibunya Celia. Sepertinya penampilan muda Celia merupakan warisan dari ibunya.
Bagaimanapun, Monica tidak menghadiri pernikahan Celia dengan Charles, dan dia tidak bisa bertemu Celia terakhir kali Celia menyelinap ke ruang bawah tanah bersama Rio. Sudah lama sekali sejak terakhir kali Celia melihat ibunya.
"Ibu......"
Celia menempel erat pada ibunya, merasakan kesepian karena berpisah hingga saat ini. Bisa dibilang, ada alasan kenapa mereka belum bertemu sampai sekarang. Itu ada hubungannya dengan kelainan bawaan langka yang muncul dalam garis keturunan keluarga Claire. Singkatnya, beberapa orang dilahirkan dengan konstitusi yang tidak stabil.
Ketika mereka sehat, mereka dapat berlari dan melompat dengan baik. Selama mereka menjaga diri mereka sendiri, masa hidup mereka tidak terpengaruh, dan mereka dapat menjalani kehidupan normal. Namun ada kalanya mereka jatuh sakit tanpa peringatan dan terpaksa istirahat. Meskipun tidak ada risiko bagi nyawa mereka jika mereka terus beristirahat, terlalu banyak bergerak dalam kondisi lemah ini berpotensi membunuh mereka. Kondisi mereka bisa menjadi sangat parah, mereka tidak mampu berjalan lebih dari beberapa meter.
Durasi kondisi ini bervariasi bagi setiap orang, namun mereka terpaksa tinggal di tempat tidur sepanjang waktu. Dan tidak ada yang tahu kapan gangguan ini akan terjadi lagi—bisa dalam waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Itulah sebabnya kebanyakan orang yang menderita kelainan ini tidak pernah meninggalkan kota tempat mereka dilahirkan. Monica juga tidak pernah meninggalkan Cleia seumur hidupnya—Roland melakukan segala daya untuk menghabiskan waktu di rumah bersamanya selama tempat tinggal kedua di Ibukota.
Bagaimanapun, kelainan ini dikatakan menunjukkan gejalanya pada penderitanya dalam beberapa tahun setelah lahir. Dengan kata lain, mereka yang tidak menunjukkan gejala di masa kecilnya terhindar dari kelainan ini. Untungnya, Celia lahir tanpa kelainan ini, namun ibu Celia terlahir dengan kelainan tersebut.
Lebih jauh lagi, sering kali perempuan yang berasal dari keturunan Claire yang menderita kelainan ini berisiko untuk melahirkan. Jika kondisinya memburuk selama kehamilan, mereka berpotensi kehilangan nyawa mereka. Itu sebabnya Roland dan Monica pernah berdebat sengit mengenai apakah akan menjadi ahli waris bersama. Hanya setelah melewati banyak cobaan dan kesengsaraan barulah putri mereka Celia lahir.