Theatrics in Spring – Chapter 2 :「Di Kastil Galarc」

 

Keempat Hero : Sumeragi Satsuki, Sendo Masato, Sakata Hiroaki, dan Sendo Takahisa semuanya berkumpul di tempat latihan Kastil Galarc, pada pagi yang sama ketika Celia berangkat ke Beltrum. Yang berdiri di dekatnya dan menghadap mereka adalah Gouki dan Kayoko. Sepertinya sesuatu akan dimulai. Sejumlah kecil Keluarga Kerajaan dan bangsawan termasuk Christina, Lilianna, Raja Francois, dan Duke Huguenot sedang mengamati mereka dari jarak jauh. Kouta dan Rei juga ada di sana sebagai pendamping Hiroaki.

 

"Seperti yang sudah kalian semua dengar, aku baru ditunjuk sebagai instruktur bertarung Satsuki-dono dan Masato-dono. Dan karena kami sedang mengadakan pelajaran, kami memutuskan untuk menyampaikan undangan kepada dua Hero lainnya."

Sebagai penghuni rumah yang sama, Satsuki dan Masato sepertinya sudah mengetahui hal ini. Penjelasan Gouki itu ditujukan kepada Hiroaki dan Takahisa, yang tidak tinggal di Mansion mereka.

 

"Fakta kalau kalian semua hadir berarti kalian semua memiliki keinginan untuk menjadi lebih kuat. Apa aku benar jika berasumsi demikian?" Gouki bertanya pada Hiroaki dan Takahisa.

 

"Ah.... Memang benar aku ingin menjadi lebih kuat, tapi aku tidak punya rencana untuk belajar dari seseorang yang lebih lemah dariku, tahu?" Hiroaki menjawab dengan berani, mempertanyakan apakah Gouki layak untuk mengajar para Hero itu sendiri.

 

"Aku yakin Gouki jauh lebih kuat darimu. Bahkan kita berempat akan kesulitan untuk menghadapinya bersama-sama." Satsuki menatap Hiroaki dengan tatapan jengkel. Satsuki dan Masato telah menghadapi Gouki berkali-kali di Mansion, namun mereka belum pernah menang sekali pun.

 

"Haa! Itu pasti berlebihan. Apa kau mencoba membuatnya terdengar hebat di depan kami?"

Hiroaki bertanya dengan skeptis.

 

"Bwahahaha! Ada baiknya untuk memiliki sikap seperti itu. Dalam hal ini, lebih baik memastikannya sendiri. Bagaimana kalau kita bertarung?" Saran Gouki.

 

"Hmm....."

Sikap Hiroaki yang tidak tertarik dengan cepat digantikan oleh kewaspadaan.

 

Sial, orang tua ini jelas kuat.

Hiroaki tahu kalau Gouki mungkin lebih kuat darinya, dan ada kemungkinan besar Hiroaki akan kalah jika melawannya. Meskipun Hiroaki mungkin tidak menyadari fakta ini, dia hanya menunjukkan sikap percaya diri dalam situasi aman, situasi di mana dia merasa berada di atas angin. Hal itu terutama karena kesombongannya, namun ketakutannya akan kalah dari orang lain dan dipandang rendah juga berperan di dalamnya. Di lain sisi, sikapnya itu adalah tindakan pencegahannya.

 

Namun, Hiroaki saat ini tahu bagaimana rasanya kekalahan. Dia menderita kekalahan yang memalukan di Rodania dari Kikuchi Renji, Hero lain yang sama seperti dirinya. Hiroaki masih tetap mempertahankan keberaniannya karena dia tidak ingin dipandang rendah, namun—

 

"Bagus. Ayo lakukan."

Hiroaki menerima saran Gouki. Hingga saat ini, Hiroaki akan dengan percaya diri mulai membuat alasan untuk dirinya sendiri jika dia berpikir ada kemungkinan dirinya kalah dan mempermalukan dirinya sendiri, namun dia saat ini tidak punya apapun lagi untuk katakan. Ekspresinya menjadi kaku karena gugup.

 

"Bagus. Bisakah kamu bertindak sebagai wasit kami, Kayoko?" Gouki menyeringai seolah dirinya tahu apa yang dipikirkan Hiroaki.

 

"Tentu."

Maka, Gouki dan Hiroaki pindah ke tengah tempat latihan. Kayoko mengikuti mereka untuk menilai pertandingan mereka, dan yang lainnya bergerak ke tepi untuk mengamati keduanya.

 

"Divine Arms yang kau miliki itu, Yamata no Orochi-mu itu.... Menurutku senjata itu cukup menarik. Bentuknya menyerupai Kamaitachi-ku." Kata Gouki sambil menghunus pedangnya sendiri yang dibuat oleh Elder Dwarf Dominic.

 

"Aku juga menganggap senjatamu menarik. Terutama bagaimana Katana seperti itu bisa dibuat di dunia ini.... Bahkan memiliki nama yang mencolok seperti Kamaitachi." Hiroaki memunculkan Divine Arm-nya entah dari mana dan meraihnya.

 

Mari lihat apa pendapat orang tua dengan pedang jepangnya ini tentang gaya bertarungku.

Hingga saat ini, Hiroaki belum pernah menerima instruksi bertarung formal dari siapapun. Salah satu alasannya adalah karena dia tidak ingin berlatih di bawah seseorang, namun alasan lainnya adalah karena tidak ada senjata mirip Katana lain di wilayah Strahl. Hiroaki percaya tidak ada yang bisa dipelajari dari para Ksatria yang hanya menggunakan senjata eropa abad pertengahan. Namun sekarang setelah Hiroaki kalah dari Renji, mantan tentara dari wilayah Yagumo yang ahli dalam senjata semacam itu bisa menjadi instruktur yang sempurna untuknya.

 

"Dilarang menggunakan spirit art apapun selain peningkatan fisik tubuh. Pertarungan ini hanya akan menjadi pertarungan teknik berpedang."

 

"Baiklah." Hiroaki jarang sekali menunjukkan antusiasme di wajahnya.

 

"Jika kedua belah pihak siap, kita bisa memulainya."

 

"Siap."

 

"Oke."

Keduanya menjauhkan diri satu sama lain dan menyiapkan pedang mereka. Sementara kuda-kuda Gouki stabil seperti pohon kuno, postur Hiroaki gemetar seperti ranting di tanah.

 

"Mulai!"

Teriak Kayoko menandakan dimulainya duel mereka.

 

"Raah!" Hiroaki pertama kali menyerang langsung ke arah Gouki.....

 

"Haah?!"

Gouki menutup jarak di antara mereka terlebih dahulu, menghentikan langkah Hiroaki. Gouki juga berhenti pada saat itu, dan keduanya saling berhadapan dari jarak beberapa meter.

 

"Aku memuji inisiatifmu untuk mendekatiku dengan menyerangku terlebih dahulu, tapi niatmu itu terlalu jelas. Kau tidak mengharapkanku untuk menyerang kembali, yang menyebabkanmu berhenti. Kau tidak boleh berhenti bergerak hanya karena sesuatu yang tidak terduga." Tak lama setelah memulai, Gouki segera mulai mengoreksi Hiroaki.

 

"Orang yang berhenti bergerak itu adalah kau, pak tua!"

Hiroaki balas membentak.

 

"Hahaha! Kau menyampaikan pendapat yang bagus. Kalau begitu....." Kata Gouki. Dia kemudian bergerak kembali.

 

"Huh!"

Hiroaki bereaksi terlambat. Dia terus mengawasi Gouki sepanjang waktu, namun dia tidak tahu kapan Gouki bergerak. Gouki sudah berada di depannya sebelum Hiroaki menyadarinya. Hiroaki dengan cepat mencoba memblokirnya dengan pedangnya, namun—

 

"Guh....."

Gouki dengan mudah menghempaskan pedang Hiroaki dan mengarahkan ujung pedangnya ke tenggorokannya. Itu sudah cukup jelas untuk mengakhiri pertandingan, namun Gouki segera menarik pedangnya kembali dan mundur beberapa langkah.

 

"Masih terlalu dini untuk mengakhiri ini. Mari kita lanjutkan lebih lama lagi. Aku akan menahan diri untuk tidak menyerang, jadi tunjukkan apa yang kau punya." Kata Gouki kepada Hiroaki.

 

"Jangan meremehkanku! Brengsek!"

Hiroaki menyerang Gouki sekali lagi, mengayunkan pedangnya. Namun Gouki keluar dari jangkauan pedangnya bahkan tanpa mengangkat senjatanya.

 

"Tidak perlu khawatir kalau seranganmu akan mengenaiku, oke?"

 

"Diam!"

Semangat kompetitif Hiroaki semakin membara. Sejak saat itu, Gouki terus bertahan, memberikan Hiroaki waktu untuk menyerang. Gouki melihat semua serangan Hiroaki dan menghindarinya satu demi satu.

 

"Hmm." Kata Gouki setelah satu serangan.

 

"Jadi begitu, jadi begitu." Gouki berkata satu demi satu, mengamati gerakan Hiroaki.

 

"Haah.... Haah....."

Napas Hiroaki berangsur-angsur menjadi tidak teratur, dan dia akhirnya berhenti.

 

Tampaknya definisi teknik dari gaya buatannya sendiri tidak punya bentuk khusus. Dia hanya bisa mengalahkan rata-rata orang hanya dengan kemampuan fisiknya, tapi itu akan sangat sia-sia. Akan bagus untuk mengajarinya.

Gouki tersenyum saat dirinya mengevaluasi Hiroaki.

 

Orang tua ini telah sepenuhnya memahami diriku.... Saat aku mulai mengayunkan pedangku, dia sudah tahu ke mana senjataku itu akan datang.

Merasakan ada kesenjangan yang lebih besar dalam kemampuan mereka daripada yang dirinya duga, Hiroaki memperhatikan Gouki dengan gelisah.

 

"Aku suka ketegasanmu. Kau menggunakan pikiranmu dan memikirkan bagaimana membuat serangannmu berhasil. Tapi ada terlalu banyak gerakan sia-sia dalam gerakanmu. Panjang pedang itu dimaksudkan untuk penggunaan dua tangan. Mengayunkannya tanpa berpikir akan membuat gerakanmu mudah terlihat."

Kata Gouki dalam evaluasinya terhadap Hiroaki.

 

Tch.... Jika dia bisa membaca gerakanku, maka....!

Selagi Hiroaki berpura-pura mengatur napas, dia memikirkan cara untuk melawan Gouki. Setelah beberapa saat, sebuah ide cemerlang muncul di kepalanya. Jika gerakannya terbaca, maka dia harus bergerak lebih cepat daripada reaksi Gouki terhadapnya. Dengan pemikiran itu, Hiroaki maju ke depan dengan kecepatan tercepatnya sejauh ini.