"Ooh....."
Mata Gouki melebar, terkesan Hiroaki bisa melaju lebih cepat. Namun berbeda dengan keterkejutan di matanya, tubuh Gouki bergerak dengan sangat tenang. Gouki maju selangkah dan mengayunkan pedang di tangannya. Pada saat berikutnya, Divine Arms milik Hiroaki itu dibelokkan dan terbang di udara. Bilahnya mendarat tegak di tanah dan tersebar menjadi partikel cahaya seperti roh yang kembali ke bentuk rohnya.
"..........."
Hiroaki berpose di ujung ayunan pedangnya, melewatkan momen saat pedangnya lepas dari tangannya. Namun dia segera menyadari ada sesuatu yang tidak beres, dan berdiri menatap tidak adanya senjata di tangannya.
"Yang benar saja?"
Hiroaki akhirnya bergumam sambil tersenyum terkesan. Pandangannya tertuju pada tangan kosongnya.
"Masalah utamanya adalah gerakanmu yang berlebihan. Serangan barusan tidak akan efektif bahkan jika kau bergerak dengan kecepatan dua kali lipat."
Kata Gouki dengan nada santai yang sama seperti sebelumnya.
"Ah, begitu." Hiroaki menggaruk kepalanya dengan tangan kanannya yang kosong.
"Apa kau ingin melanjutkan?" Gouki bertanya.
"Tidak, ini kekalahanku." Hiroaki menerima kekalahannya dengan lapang dada.
"Oh? Jadi, kau menerimaku sebagai instruktur?"
"Ya, kau pantas melakukannya. Aku ingin memintamu untuk memberi instruksi kepadaku. Kurasa aku harus memanggilmu dengan panggilan yang lebih baik.... Apa Gouki-san mau menerimanya?"
"Hahaha! Panggil saja aku sesukamu."
Kata Gouki tertawa terbahak-bahak.
◇ ◇ ◇
Setelah pertandingan berakhir, Satsuki, Masato, dan Takahisa menghampiri mereka. Mereka semua telah mengamati pertandingan tersebut, jadi bisa menebak bagaimana pertandingan itu berakhir.
"Bagaimana hasilnya?"
Satsuki tetap bertanya pada Gouki.
"Dia telah menerimaku."
Kata Gouki dengan anggukan tegas.
"Aku mengerti. Jadi apa akan baik-baik saja untuk menganggap Gouki sebagai instruktur kita?"
Satsuki memandang Takahisa. Masato dan Hiroaki menyetujuinya. Takahisa sangat tidak menyukai perang dan pembunuhan. Dia bertengkar dengan tiga Hero lainnya beberapa saat yang lalu. Kehadirannya di sesi latihan untuk belajar bertarung memang patut dipertanyakan.
"Apa kau juga tidak keberatan, Takahisa-dono? Menerimaku sebagai instruktur yang artinya kau akan belajar cara bertarung dengan mempertimbangkan pertarungan sesungguhnya. Beberapa teknik dirancang untuk menghilangkan nyawa orang lain." Kata Gouki menambahkan, dengan sengaja menyampaikan kata-katanya secara terus terang.
"Aku....."
Takahisa mulai berbicara, namun terdiam.
"Aku juga mempertanyakan tentang hal itu. Kau berkata kalau kau menentang perang dan pembunuhan. Kau berkata dengan bodoh untuk mengambil senjata demi menghindari pertempuran. Bukankah itu pendirianmu?"
Hiroaki bertanya dengan ekspresi jijik, mempertanyakan kenapa Takahisa ada di sana bersama mereka.
".........." Takahisa mengerutkan keningnya dengan ekspresi cemberut.
"Hiroaki-kun, jangan memutarbalikkan keadaan dengan langsung mengambil kesimpulan. Biarkan Takahisa berbicara dulu. Dia mungkin berubah pikiran sejak saat itu." Merasakan betapa buruknya suasana itu, Satsuki mencoba menenangkan Hiroaki dengan lembut.
"Tch. Memangnya siapa kau ini, ketua kelas? Dialah yang memutarbalikkan keadaan. Aku hanya tidak ingin sentimen anti-perang itu menghalangi pelatihanku. Dia juga bisa memperlambat latihan kita."
"Aku mengerti perasaanmu, tapi..... memutuskan hal itu langsung dan memulai pertarungan membuat Takahisa-kun lebih sulit memberikan pendapat jujurnya."
Manusia adalah makhluk yang fleksibel, jadi penting untuk mendengarkan apa yang dipikirkan seseorang setiap saat. Keyakinan ini merupakan daya tarik Satsuki. Sebaliknya, Hiroaki cenderung terpengaruh oleh kesan pertamanya terhadap seseorang.
Tidak ada yang benar atau salah dalam keyakinan mereka berdua. Diskusi terkadang dapat menyelesaikan masalah, dan terkadang memperburuk masalah. Ada kalanya praduga harus dibuat untuk menciptakan solusi. Apapun yang terjadi, orang-orang cenderung percaya kalau keyakinan mereka sendirilah yang benar. Dan saat ini, tidak ada cara untuk mengetahui pendirian siapa terhadap Takahisa yang benar. Hanya tuhan sajalah yang tahu itu.
"Dalam hal ini, meskipun kau tidak ingin membunuh orang, kau harus bersedia menggunakan kekerasan untuk mengusir orang bodoh yang melakukan kekerasan terhadapmu. Itu adalah persyaratan minimum untuk bergabung dengan kami. Jika kau tidak setuju dengan itu, kau harus pergi." Tuntut Hiroaki.
"Tolong hentikan itu. Aku datang hanya ke sini karena Lily yang memintaku. Jika aku menghalangi, aku akan pergi." Kata Takahisa dengan pahit sambil berbalik dan meninggalkan halaman.
"Ah....."
Satsuki mengulurkan tangannya ke arahnya, namun menahan diri untuk tidak memanggilnya kembali. Jika pemikiran Takahisa benar-benar tidak berubah, maka tidak ada gunanya dia tetap ada di sana.
"Lihat? Dia tidak berubah pikiran sama sekali."
Kata Hiroaki mendengus dengan penuh kemenangan.
"........."
Masato sepertinya bertekad untuk tidak ada hubungannya dengan kakaknya itu mengenai topik ini. Masato bahkan tidak berusaha mengalihkan pandangannya pada Takahisa.
"Haah."
Sebagai kakak kelas mereka, Satsuki berharap bisa memediasi hubungan antara kedua bersaudara itu sedikit lebih baik dari ini. Dia menghela napasnya dengan ekspresi sedih.
"Yah, tidak perlu menghentikan orang yang mau pergi. Kita tidak bisa memaksanya untuk belajar. Mari kita berusaha dalam pelatihan kita sendiri. Sekarang, mari kita lakukan pertarungan tiga lawan satu untuk menjernihkan suasana! Itu akan membantuku memahami kemampuan kalian, dan itu akan menciptakan rasa persaingan di antara kalian."
Kata Gouki, menepuk tangannya agar mereka kembali ke jalurnya. Maka, Satsuki, Masato, dan Hiroaki memulai pertandingan bersama mereka melawan Gouki.
◇ ◇ ◇
Sementara itu, saat Takahisa meninggalkan tempat latihan.....
"Takahisa-sama." Panggil Lilianna. Dia menarik ujung gaunnya dan bergegas menyusulnya.
"Lily..... Maaf, aku tidak bisa berpartisipasi."
Karena sudah mengundurkan diri dari sesi latihan itu, Takahisa mengalihkan pandangannya karena malu. Dia meminta maaf padanya dengan canggung.
"Tidak, akulah yang seharusnya meminta maaf karena memintamu untuk hadir. Terima kasih karena sudah mengabulkan permintaan egoisku."
Lilianna membalas permintaan maafnya dengan senyuman lembut. Memang benar, alasan Takahisa ada di sana adalah karena Lilianna mengundangnya untuk berpartisipasi dengan semua orang. Takahisa awalnya menolak, namun permintaan Lilianna lebih tegas dari biasanya, jadi Takahisa akhirnya setuju. Namun inilah hasilnya.
"Ah, tidak.... tidak apa-apa, jangan khawatir. Selain itu, aku berpikir untuk pergi menemui Miharu dan yang lainnya. Kamu mau ikut?"
Takahisa bertanya sambil menggaruk pipinya saat dirinya dengan canggung mengubah topik pembicaraan. Meskipun Takahisa memiliki alasan yang jelas untuk melakukan hal itu, keinginannya untuk pergi dan menemui Miharu mungkin tulus.
Karena ada Keluarga Kerajaan dan bangsawan yang menghadiri pelajaran tersebut, Miharu tetap tinggal di Mansion. Sulit bagi Takahisa untuk berkunjung sendirian, jadi dia ingin Lilianna menemaninya. Namun.....
"Aku minta maaf. Masato-sama masih mengikuti pelatihan, jadi aku belum bisa pergi."
Lilianna menolak permintaan Takahisa sambil menatap Masato yang masih berlatih di tempat latihan.
"Hah? Oh.... Oke."
Jawab Takahisa dengan bingung. Dia mengira Lilianna akan dengan senang hati menyetujuinya. Lilianna yang jeli tentu saja mengetahui hal ini, namun—
"Bagaimana kalau kamu datang mengunjunginya sendiri? Aku akan bergabung denganmu setelah Masato-sama selesai." Saran Lilianna.
Namun sepertinya Takahisa tidak punya keberanian untuk mengunjungi Miharu di Mansion sendirian.
"Ah.... tidak, aku akan melihat pelatihan itu juga. Ayo pergi bersama setelah itu selesai."
Takahisa dengan canggung mengusulkan sebagai alternatif. Dia mungkin bisa memulai percakapan dengan Miharu jika dirinya hadir melihat pelatihan itu, namun mengingat kesalahan masa lalunya, Takahisa tidak mau mengunjungi Mansion itu sendirian.
"Oke."
Entah Lilianna telah memberikan sarannya karena mengetahui apa yang akan ditanggapi oleh Takahisa? Hanya Lilianna yang tahu jawabannya.
◇ ◇ ◇
Di sudut ruang yang dialokasikan untuk mengamati tempat latihan itu, duduklah Putri Kedua Charlotte dari Kerajaan Galarc dan Putri Pertama Christina dari Kerajaan Beltrum. Lilianna telah duduk bersama mereka beberapa saat yang lalu, namun Lilianna saat ini sedang berbicara dengan Takahisa. Flora duduk bersama Roanna tidak jauh dari mereka. Tidak ada Keluarga Kerajaan atau bangsawan lain di sana, jadi percakapan Charlotte dan Christina tidak akan terdengar oleh siapapun. Keduanya menatap para Hero yang sedang bertanding saat mereka berbicara.
"Putri Christina. Atau haruskah aku memanggilmu sebagai Yang Mulia, Ratu Christina sekarang?" Charlotte bertanya.
"Aku masih seorang putri saat ini. Aku baru bisa menyebut diriku sebagai ratu setelah upacara penobatan." Jawab Christina sambil tersenyum tegang.
"Agak sepi rasanya memikirkan kita tidak akan menjadi sesama putri lagi, tapi aku sangat berharap pemerintahanmu akan cerah dan damai. Aku akan memberikan ucapan selamat resmi pada kesempatan lain, tapi izinkan aku mengucapkan selamat kepadamu sekarang."
"Terima kasih banyak."
Christina mengucapkan terima kasihnya sambil tersenyum, namun masih ada sedikit kegelisahan di ekspresinya.
"Apa kamu sedang mengkhawatirkan Celia-sama?"
Charlotte menebak menanggapi ekspresi yang diusung Christina. Bagaimanapun, Celia saat ini sedang dalam perjalanan ke Duke Arbor sebagai utusan dari Restorasi ke Kerajaan Beltrum.
"Ya....." Christina mengangguk dengan jujur.
"Semua akan baik-baik saja. Aku yakin Celia-sama akan kembali." Kata Charlotte dengan yakin. Dia juga sangat serius tentang hal itu. Keyakinannya yang kuat pada Celia terlihat dari matanya.
"Kamu sangat kuat ya, Putri Charlotte."
Kata Christina, matanya melebar dengan kagum saat dirinya menatap sikap Charlotte itu.
"Tidak, aku yakin ini karena perbedaan dalam hubungan kami. Bagimu, Celia-sama adalah gurumu yang terhormat. Tapi bagiku, dia adalah teman yang memiliki kedudukan yang setara."
"Begitu ya...."
"Dia berjanji akan kembali dengan selamat, jadi tolong percayalah padanya. Celia-sama pasti akan kembali kepada kita." Itu adalah tugas seseorang yang berdiri di atas orang lain, itulah yang tidak diucapkan Charlotte dengan lantang.
"Kamu benar......" Didorong oleh kata-kata Charlotte, Christina mengangguk pelan.
"Selain itu, begitu Celia-sama kembali, yang lain akan memarahinya dengan keras karena pergi tanpa sepatah kata pun. Aku tidak sabar untuk memberi mereka setengah kebenaran dan membuatnya semakin bermasalah."
"Cobalah bersikap lebih lembut padanya....."
Melihat seringai jahat namun menggemaskan di wajah Charlotte yang nakal, Christina hanya bisa tersenyum kecut.
◇ ◇ ◇
Satu jam kemudian, para Hero yang telah selesai berlatih itu, pindah ke area observasi.
"Phew, aku lelah."
Ada banyak penonton di hari pertama latihan, jadi mereka menyelesaikan semuanya lebih awal. Meskipun mereka berkeringat, sesi tersebut pasti produktif untuk suasana hati mereka, karena ekspresi mereka semua agak segar. Rei dan Kouta menyambut Hiroaki sekembalinya Hiroaki itu.
"Selamat Datang kembali."
"Yo."
Jawab Hiroaki sambil mengangkat tangan kanannya melambai. Sementara itu, Masato melihat Takahisa bersama Lilianna dan memanggilnya dengan terkejut.
"Hah? Kamu masih ada di sini?"
"Ya.... kupikir aku mungkin akan menontonnya. Aku juga mengkhawatirkanmu." Jawab Takahisa sambil mengalihkan pandangannya.
"Hmm......"
Jawab Masato singkat. Meski pendapat mereka berbeda pendapat, Masato tampak senang karena Takahisa peduli, dan Masato terlihat sedikit malu.
"Kerja bagus, Masato-sama. Apa kamu ingin minum?"
Saat itu, Lilianna mendekati Masato dengan minuman dingin di atas nampan.
"Whoa! Terima kasih, Putri Lilianna!"
Masato menerima gelas itu dengan sopan, kaget karena Sang Putri sendiri yang membawakan minuman untuknya. Namun Masato tidak bisa menahan rasa hausnya dan menenggak minumannya sekaligus.
"Ah, ini menyegarkan!"
Kata Masato seperti yang mungkin dikatakan seorang laki-laki sambil minum bir setelah seharian bekerja.
"Kamu terdengar seperti orang tua, Masato."
Kata Satsuki tertawa kecil.
Charlotte datang membawa minuman seperti Lilianna.
"Silakan ambil juga, Satsuki-sama."
"Terima kasih, Char-chan."
"Gouki-sama dan Kayoko-sama, ada minuman untuk kalian juga."
"Ooh, terima kasih atas tawarannya."
"Terima kasih banyak."
Gouki dan Kayoko menerima minuman mereka dari pelayan Charlotte.
"Hei, kenapa kalian berdua tidak berpikir untuk menyiapkan minumannya itu untukku juga?"
"Oh, itu...."
Hiroaki melirik ke arah dua laki-laki yang tangannya kosong itu di sampingnya dan menghela napasnya karena kurangnya pertimbangan dari mereka berdua.
"Ini dia, Hiroaki-sama."
Roanna datang membawa minuman dingin di atas nampan dan menawarkannya kepada Hiroaki.
"Setidaknya Roanna paling mengerti di sini." Kata Hiroaki.
"Terima kasih, Roanna."
"Tapi, menurut kami kau lebih suka menerima minuman itu dari Roanna daripada dari orang membosankan seperti kami." Kata Rei segera menambahkan penjelasannya.
"Ya, itu memang benar juga."
Kata Hiroaki, meminum minumannya.
"Oh, ngomong-ngomong, Hiroaki-kun."
Kata Satsuki, tiba-tiba memanggilnya.
"Apa?"
Setelah pelatihan selesai, Hiroaki tidak menyangka Satsuki akan berbicara dengannya lebih jauh. Dia menatapnya dengan curiga.
"Kami sedang berpikir untuk mengundang Putri Christina dan Putri Flora ke Mansion malam ini untuk makan malam. Apa kamu ingin ikut juga?"
"Hah?"
Hiroaki menyipitkan matanya, mempertanyakan perubahan sikap Satsuki yang tiba-tiba itu.
"Apa maksudnya ekspresimu itu? Kita bertiga akan diajari oleh Gouki-san mulai sekarang, jadi kupikir ini akan menjadi kesempatan bagus untuk lebih mengenal satu sama lain. Tentunya, Roanna-san, Saiki-kun, dan Murakumo-kun juga dipersilakan untuk ikut." Kata Satsuki, menjelaskan alasan dirinya mendekatinya.
"Mengenal satu sama lain....."
Hiroaki tidak terlalu tertarik, jadi dia mau menolaknya. Saat Hiroaki hendak mengatakan itu—
"Tunggu sebentar, Hiroaki."
Kata Rei sambil menarik lengannya. Mereka memunggungi Satsuki dan mulai saling berbisik.
"A-Apa, Rei?"
"Apa kau baru saja akan menolak itu?"
"Hmm? Yah, begitulah."
"Bodoh. Hiroaki bodoh."
"Apa?! Ada apa denganmu, Rei? Apa kau ingin pergi?"
"Tentu saja! Mansion yang ditinggali Satsuki-san itu dikabarkan penuh dengan gadis-gadis cantik, tahu? Sara-san, Orphia-san, dan Alma-san juga ada di sana, dan aku ingin membuat rute—maksudku, aku ingin bertemu mereka lagi untuk mengucapkan terima kasih. Dan Putri Christina dan Putri Flora juga ikut, kan?"
Kata Rei memprotes dengan penuh semangat.
Berada tepat di samping mereka, Roanna dan Kouta bisa mendengar setiap kata percakapan mereka. Christina dan Flora sedang berbicara dengan Keluarga Kerajaan dan bangsawan lain dalam jarak yang cukup dekat, namun mereka tahu kalau nama mereka telah disebutkan dan memiringkan kepala, bertanya-tanya apa yang sedang keduanya bicarakan itu.
"Tunggu..... Bukannya kau ini sudah punya tunangan bernama Rosa?" Hiroaki bertanya, menatap Rei dengan tatapan jengkel.
"Ini adalah masalah yang sama sekali berbeda! Aku masih berumur tujuh belas tahun! Aku juga masih ingin bersenang-senang, tahu?"
Aku punya tunangan. Tapi umurku masih tujuh belas tahun. Aku ingin bersenang-senang.
Rei menggunakan usianya sebagai pembenaran, alasannya tidak masuk akal.
"Hmm. Tapi....."
Tanggapan Hiroaki tidak begitu baik.
"Ini tidak seperti dirimu, Hiroaki. Ini sama sekali tidak seperti dirimu. Aku ingin melihat Hiroaki yang bersemangat dan aku kenal. Bukankah sebelumnya kamu suka pergi ke pesta teh bersama para perempuan juga?" Kata Rei, menolak untuk mundur.
"Sepertinya dulu aku memang begitu ya....."
Saat Rei mengutarakannya seperti itu, hal itu memang terasa aneh. Sebelumnya, Hiroaki akan aktif berbaris di mana pun gadis-gadis cantik berkumpul dan berperan sebagai bintang. Mungkin itu karena dia melihat kembali tindakannya sendiri secara objektif, namun sepertinya Hiroaki sendiri menyadari hal ini.
Mereka hanya tidak membuatku tertarik..... seperti perempuan yang sudah punya pacar kurang menarik?
Hiroaki mempertimbangkan apa alasannya. Namun sejauh yang dirinya tahu, semua penghuni Mansion itu masih lajang. Baik Satsuki maupun yang lainnya tidak memiliki tunangan—Itulah sebabnya Rei sangat antusias untuk pergi. Hiroaki berpikir beberapa detik lagi, lalu tiba-tiba melirik ke arah Satsuki.
Oh, itu mungkin karena perempuan cerewet itu ada di sana.
Hiroaki berpikir, mencapai kesimpulannya sendiri. Satsuki memiringkan kepalanya saat mata mereka bertemu.
"Apa?" Satsuki bertanya dengan ekspresi lelah.
"Jadi kamu mau datang atau tidak?"
"Tunggu sebentar. Aku masih berpikir."
"Kamu ini.... Akan lebih baik jika kamu bisa dengan cepat memutuskannya." Jawab Satsuki, meredakan kedutan di senyumannya. Cara bicara Hiroaki menjengkelkan, namun Satsuki memutuskan untuk menahannya. Roanna menundukkan kepalanya kepada Satsuki dengan nada meminta maaf.
Mengapa gadis baik sepertinya tetap bersama laki-laki seperti ini?
Satsuki balas menggelengkan kepalanya dan menghela napasnya dengan ekspresi sedih, tidak bisa mengerti itu.
"Ayolah..... jangan biarkan Satsuki-san menunggu. Katakan saja kalau kita akan datang."
"Gadis-gadis di Mansion itu tidak akan memperhatikanmu, tahu?" Kouta berbicara pada Rei yang masih mendesak Hiroaki untuk datang.
"Diam, kau hanya mengatakan itu karena hubunganmu dengan Mikaela baik-baik saja. Pendapatmu tidak diperlukan di sini."
Sebagai catatan, Mikaela adalah teman tunangan Rei, Rosa, seorang gadis dari Keluarga bangsawan rendah di Kerajaan Beltrum.
"A-Apa? Itu tidak seperti kita akan pacaran atau semacamnya."
"Hah? Tunggu, kau belum pernah menyebutkan hal itu padaku, Kouta."
"Sudah kubilang hubungan kami tidak seperti itu! Jadi tidak ada yang perlu dikatakan untuk itu....."
"Apa kau bisa mempercayai orang ini, Hiroaki? Dia hanya seorang pengecut yang tidak berani mengambil langkah pertama—" Percakapan antara ketiga anak laki-laki itu terus berubah-ubah seperti itu, sampai....
"Maaf, Hiroaki-sama."
Seru Roanna, tidak bisa diam lebih lama lagi.
"Hm? Ada apa Roanna?"
"Tidak sopan membiarkan Satsuki-sama menunggu lebih lama lagi, jadi jika kamu bisa segera memberikan tanggapanmu padanya....."
"Ah, baiklah. Aku akan datang. Hei, Satsuki. Kami semua akan datang. Sepertinya kami tidak punya hal lain yang lebih baik untuk dilakukan."
Kata Hiroaki, akhirnya mengambil keputusan. Dia menyampaikan niatnya untuk menjawab itu ke Satsuki yang masih menunggu.
"Baiklah. Sampai jumpa nanti."
Satsuki melambai dan berbalik.
"Yosh! Ini luar biasa!"
Rei mengepalkan tinjunya untuk menunjukkan kegembiraan, namun—
"Kalau kamu bertindak terlalu berlebihan, aku akan memberitahu Rosa." Kata Roanna memperingatkannya dengan tatapan dingin.
"A-Aww, jangan lakukan itu, Roanna-san...."
Rei tiba-tiba tersendat lemah. Sementara itu, Takahisa memperhatikan percakapan antara ketiga anak laki-laki dan Putri Sang Duke itu dari samping.
"Ada pesta makan malam, malam ini?"
Takahisa bertanya pada Masato dan Lilianna, yang sedang mengobrol ramah di antara mereka.
"Kalau dipikir-pikir, aku lupa bilang itu."
"Memang.... Apa kamu tidak mau datang?"
Masato dan Lilianna sepertinya sudah mendengar tentang pertemuan itu dan akan hadir sendiri.
Ada waktu sebelum pelatihan untuk memberitahuku..... Kenapa tidak ada yang mengatakan itu sebelumnya?
Pikir Takahisa, merasakan sedikit rasa keterasingan.
"Ya, aku akan datang." Takahisa mengangguk. Dia tidak punya alasan untuk menolaknya. Faktanya, dia punya banyak alasan untuk datang ke sana.
"Kalau begitu, mungkin lebih baik kembali ke kamarmu dulu dan mengganti pakaianmu lebih dulu."
Takahisa masih mengenakan armor tebal yang dirinya kenakan saat sesi latihan. Apa yang Lilianna sarankan adalah agar Takahisa mengenakan sesuatu yang lebih mudah untuk bergerak.
"Ya. Kalau begitu....."
Takahisa hendak menyarankan agar mereka kembali ke Kastil bersama, ketika—
"Oke, ayo kita bertemu lagi nanti. Aku akan pergi ke Mansion terlebih dahulu bersama Masato-sama."
Lilianna berbicara padanya.
"Hah? Oh, baiklah."
Takahisa membeku di tempat sebelum mengangguk lemah. Dia tidak mengira Lilianna akan memprioritaskan pergi bersama orang lain daripada dirinya sendiri.
Pilihan Lilianna pasti sedikit mengejutkan Masato juga, karena mata Masato sedikit melebar. Namun Masato segera menyetujuinya, berpikir itu akan menjadi peringatan yang bagus untuk kakak laki-lakinya itu.
"Bagaimana kalau kita pergi sekarang, Putri Lilianna?"
Kata Masato kepada Lilianna.
"Tentu, Masato-sama."
Maka, keduanya secara alami mulai berjalan berdampingan. Hingga saat ini, tempat Masato adalah milik Takahisa. Tidak, Lilianna lah sendiri yang memilih berjalan di samping Takahisa. Namun sekarang—
Mengapa....? Mengapa bukan Takahisa yang ada di samping Lilianna, tapi malah Masato?
Lilianna mungkin tidak punya motif tersembunyi. Takahisa tidak perlu diganggu oleh setiap hal kecil. Namun entah kenapa, Takahisa merasa diabaikan dan diasingkan. Dia tidak mengira dirinya telah melepaskan apapun, namun rasanya seolah-olah dirinya telah kehilangan sesuatu.... Sesuatu itu memberinya perasaan panik, seolah-olah dia telah terjatuh.
Takahisa menatap mereka berdua dalam diam.
◇ ◇ ◇
Malam itu, banyak pengunjung berkumpul di Mansion tempat tinggal Satsuki dan yang lainnya. Acara kumpul-kumpul tersebut berbentuk acara prasmanan. Banyak hidangan berjejer di meja di ruang makan, dan terdapat kursi untuk mereka yang ingin beristirahat dari berdiri juga.
"Yo, Masato. Aku tidak akan kalah lain kali."
"Hehe, tentu. Aku juga tidak akan kalah dari Satsuki Nee-chan lain kali."
"Kau mengatakan itu lagi. Tch, itu seperti aku sudah kalah dari perempuan itu....."
"Ini hanya masalah kecocokan, kalian tahu. Divine Arms-ku adalah senjata polearm, dan aku sudah lama berlatih cara menggunakan Naginata."
Hiroaki, Masato, dan Satsuki sedang mengobrol tentang sesi latihan yang mereka ikuti. Seperti yang tersirat dalam percakapan mereka, hasil pertandingan di antara mereka adalah sebagai berikut : Satsuki menang atas Masato dan Hiroaki, Masato menang atas Hiroaki, dan Hiroaki kalah dari Satsuki dan Masato.
Mengayunkan Divine Arms mereka, ada saat-saat di mana mereka tersendat dalam menyerang karena kurangnya pengalaman, namun mereka mampu mengukur kemampuan satu sama lain. Berkat itu, Hiroaki dan Masato mampu membentuk persaingan yang sehat. Sementara itu.....
"........."
Meskipun sesama Hero, Takahisa tidak dapat bergabung dalam percakapan itu karena tidak mengikuti pelatihan. Dia hanya bisa melihat mereka dengan canggung sambil ditinggalkan.
"Bagaimana kalau kamu berpartisipasi dalam pelatihan itu, Takahisa-sama? Kamu punya kesamaan untuk didiskusikan dengan mereka." Kata Lilianna menyarankan dengan ramah.
"Tidak, aku.... aku tidak mau."
Takahisa menggelengkan kepalanya dengan tatapan pahit. Dia tidak punya niat untuk berubah pikiran.
"Apa itu tidak cukup bagimu, Rei."
"Oww! T-Tunggu, tunggu dulu, Hiroaki!"
Rei sepertinya menggoda Hiroaki tentang sesuatu, dan dia ditahan di kepala sebagai pembalasan. Rei dengan panik menepuk lengan Hiroaki untuk menyerah.
"Hahaha. Kalian ini lucu." Masato tertawa geli.
"Oh....! Apa dia akan baik-baik saja?"
Flora bertanya dengan cemas. Pemandangan itu pasti merupakan pemandangan yang mengejutkan bagi seorang Putri yang terlindung seperti dirinya. Jika para bangsawan memperlakukan satu sama lain seperti itu, mereka berpotensi memulai perang antar Keluarga.
"Tidak apa-apa, anak laki-laki seusia mereka selalu seperti itu. Pemandangan seperti itu adalah pemandangan normal di dunia kami." Kata Satsuki, menjelaskan, mengingat kelakuan teman-teman sekelasnya sambil menghela napas lelah.
"B-Benarkah itu?"
"Ya. Aku belum pernah melihat pemandangan seperti ini sejak datang ke dunia ini, jadi hal itu membawa kembali kenangan akan di dunia kami." Satsuki tersenyum geli.
"Awalnya aku juga terkejut, tapi sepertinya di dunia Hiroaki-sama, para laki-laki dari kelompok umur yang sama berkomunikasi satu sama lain dengan cara seperti ini." Tambah Roanna, setelah menghabiskan banyak waktu bersama Hiroaki dan yang lainnya.
Flora bersenandung penasaran.
"Begitu ya...."
"Tidak, itu tidak persis sama saat kamu menjelaskannya seperti itu..... Mereka hanya bersikap kekanak-kanakan saja....." Satsuki mengoreksi dengan tatapan gelisah, merasakan kesalahpahaman aneh sedang terjadi.
"H-Hiroaki, jangan lupakan Kouta! Kamu masih harus bertanya padanya tentang Mikaela, ingat?"
Rei mencoba mengalihkan fokus Hiroaki ke Kouta.
"Oh, kau benar juga. Kouta, ceritakan detailnya. Kenapa kau bisa menjadi pengecut begitu?"
"Ap—Hentikan itu! Benar-benar tidak ada apa-apa di antara kami berdua."
"Yah, aku tidak menyangka pecundang sepertimu bisa bergerak. Tapi ada kemungkinan Mikaela akan melakukan sesuatu. Bukan begitu, Rei?"
Hiroaki memiliki kepekaan yang tajam terhadap topik vulgar semacam ini dan segera memberikan teorinya kepada Rei.
"Itu benar sekali!"
"Aku serius tahu, kami ini tidak punya hubungan apa-apa!" Kouta memprotes dengan panik.
"Kau memang tidak berhak memutuskan kalau kalian tidak ada apapun yang terjadi. Jadi, ini terserahku berpendapat apa tentang itu." Kata Hiroaki, akhirnya membebaskan Rei dan menunjuk ke arahnya dengan jari telunjuknya.
"Alasan konyol macam apa itu.....?"
"Hahaha. Aku juga ingin mendengar lebih banyak tentang Kouta."
"Masato! Bahkan kamu juga!"
Masato mengangkat tangannya dan menyatakan ketertarikannya, membuat bahu Kouta terjatuh.
"Ya! Sekarang ada dua hero yang penasaran dengan itu. Cepat, beritahu kami, Rei."
"Siap, pak!"
Rei memberi hormat sambil bercanda dan mulai menceritakan kembali kejadian baru-baru ini antara Kouta dan Mikaela. Yang menonton anak laki-laki dari jepang itu mengobrol satu sama lain adalah Christina.
"Melihat diskusi seperti itu membuatku berpikir tidak banyak perbedaan dalam kematangan mental di seluruh dunia." Kata Christina sambil tersenyum. Memang benar, menjadi bersemangat dengan topik vulgar seperti itu adalah hal yang sama di dunia mana pun.
"Memang."
Satsuki setuju sambil tertawa kecil.
Pesta makan malam secara alami terpecah menjadi sekelompok laki-laki dari bumi dan sekelompok perempuan lainnya. Bahkan Roanna, yang biasanya berada di sisi Hiroaki, tampaknya merasa sungkan untuk berdiri di samping anak laki-laki itu saat mereka membuka diri satu sama lain. Dia malah berdiri bersama Christina dan Flora. Satu-satunya pengecualian adalah Gouki yang lebih tua, yang mengawasi yang lebih muda bersama Kayoko dan Takahisa. Takahisa berasal dari dunia yang sama dan seumuran dengan para pemuda dari jepang itu, namun Takahisa menjaga jarak dari mereka, membuatnya tampak aneh.
Melalui proses eliminasi, Takahisa tetap berada di samping Lilianna, yang membawanya lebih dekat ke sisi para perempuan. Namun, itu tidak berarti Takahisa ikut serta dalam percakapan mereka.
"Lily. Apa kamu tahu, apa yang sedang dilakukan Miharu?" Takahisa bertanya, bertanya-tanya mengapa Miharu tidak ada bersama mereka.
"Dia sedang memasak hidangan untuk kita. Dia akan bergabung dengan kita nanti bersama yang lain."
Itu memang benar, Miharu sedang bertugas di dapur. Sebagai catatan, Latifa, Sara, Orphia, Alma, dan kelompok Yagumo, kecuali Gouki, Kayoko, dan Komomo, semuanya sibuk menyiapkan dan menyajikan makanan. Penghuni Mansion ini umumnya tidak mempekerjakan pekerja yang ada di Kastil, jadi mereka cenderung melakukan semua yang mereka bisa sendiri.
"Begitu.... Mungkin aku harus membantu mereka."
Entah itu karena dirinya merasa tidak sabar setelah mengunjungi Mansion itu selama berhari-hari berturut-turut tanpa ada kemajuan dalam memperbaiki hubungannya dengan Miharu, atau karena Takahisa tidak bisa bergaul dengan yang lain di pertemuan itu, pikiran Takahisa terfokus ke hal lain. Dia mencoba meninggalkan ruang makan dan menuju dapur tempat Miharu berada. Dia bahkan tidak melihat ke arah Lilianna di sampingnya.
"Tolong jangan lakukan itu. Kamu datang ke sini sebagai tamu, Takahisa-sama."
Tegur Lilianna dengan lembut.
"Tapi tidak ada gunanya aku berada di sini....." Jawab Takahisa.
Jika ya, mengapa Takahisa menghadiri pertemuan itu? Itulah pertanyaan yang pertama kali dipikirkan siapapun. Namun tidak ada jawaban yang produktif untuk pertanyaan itu. Selain itu, meski tanpa menanyakan pertanyaan itu, Lilianna sudah tahu jawabannya. Karena Miharu ada di sini. Takahisa memilih untuk menghadiri makan malam ini karena Miharu tinggal di Mansion ini. Bahkan sekarang, Takahisa hanya mengincar Miharu. Lilianna sangat memahaminya.
"Itu tidak benar. Ada banyak arti dalam kehadiranmu hari ini."
"Apa kamu benar-benar berpikir begitu? Menurutku tidak akan ada bedanya bagi siapapun jika aku tidak ada di sini....."
Tatapan Takahisa tertuju ke arah dapur saat dirinya tersenyum mencela diri sendiri. Dia kemudian melihat kembali ke sekeliling pada orang-orang di ruang makan.
"Oi Masato, kau ini bocah yang beruntung. Kau bisa tinggal bersama semua perempuan cantik ini setiap hari?"
"Tapi Rei, bukankah kau sendiri punya tunangan yang cantik?"
"Astaga Rei, apa kau ini merasa iri dengan anak SD?"
Pemandangan Masato yang akrab dengan Rei dan Kouta mulai terlihat. Seolah-olah dia diperlihatkan keberadaan yang berlawanan dengan dirinya.
"Itu rasanya seperti aku tidak ada gunanya berada di sini. Dan itu seperti tidak ada yang mengingatku. Tidak ada yang peduli denganku. Satu-satunya orang yang peduli denganku adalah Aki, tapi bahkan Aki bersama Miharu sekarang....." Takahisa menatap penuh kerinduan ke arah dapur sekali lagi.
"Itu jelas tidak benar. Kamu bilang tidak ada gunanya berada di sini dan tidak ada yang peduli denganmu, tapi aku.... adalah satu-satunya yang tidak beranggapan seperti itu...." Lilianna menolak Takahisa dengan menunjukkan emosi yang jarang terjadi. Namun dia terhenti dari apa yang dirinya katakan di tengah ucapannya.
Berdasarkan bagian dari pernyataannya yang bisa didengar, kata-kata Takahisa tentang tidak ada orang yang memandangnya dan tidak ada orang yang peduli baik dia ada di sini atau tidak telah mempengaruhi dirinya lebih dari yang diharapkan. Karena sampai saat ini, Lilianna selalu memperhatikan Takahisa..... Namun Takahisa sendiri hanya memperhatikan Miharu.
Aku selalu memperhatikanmu sampai sekarang, Takahisa-sama. Tapi kamu tidak pernah memperhatikanku.... seharusnya akulah yang bertanya, apa ada gunanya aku berada di sisimu.
Lilianna menatap wajah Takahisa, sangat ingin mengucapkan kata-kata itu dengan lantang. Takahisa membalas tatapannya.
"Apa ada yang salah?" Takahisa bertanya dengan bingung, tidak tahu apa yang Lilianna maksudkan.
Lilianna menghela napasnya dengan pasrah dan perlahan menggelengkan kepalanya.
"Tidak, hanya saja ada seseorang yang mengawasimu sampai sekarang. Bahkan jika kamu tidak mengerti saat ini, tolong jangan lupakan itu."
"Apa ada yang terjadi?"
Komomo tiba-tiba bertanya. Kamomo menyadari suasana antara Takahisa dan Lilianna agak aneh, dan memanggil mereka karena khawatir. Lilianna merasa malu membuat seorang gadis yang jauh lebih muda darinya mengkhawatirkan dirinya.
"Oh, maafkan aku. Aku hanya tersedak sedikit makananku. Aku sudah baik-baik saja sekarang."
Lilianna langsung menghapus ekspresi suramnya dan tersenyum anggun.