The Immaculate Equation – Chapter 5 :「Pertemuan Rahasia」

 

Pada malam Celia dan yang lainnya kembali ke Mansion, Celia membawa Sora ke kamar tidurnya. Makan malam telah usai, mereka telah selesai mandi, dan semua orang telah kembali ke kamar masing-masing untuk bermalam.

 

"Kamu bisa menggunakan tempat tidur itu."

 

"Oke." Sora mengangguk dan duduk di tempat tidur.

Celia duduk di tempat tidurnya sendiri, menghadapnya.

 

"Bagaimana? Apa kamu pikir sudah bisa akrab dengan semuanya? Celia bertanya.

 

"Sora tidak punya niat untuk berteman."

Jawab Sora blak-blakan.

 

"Walau kamu mengatakan itu, tapi kamu melahap makan malammu dengan sangat antusias. Kamu juga tampak senang mendengar semuanya menjelaskan hidangannya."

 

"Ma-Makanannya tidak bersalah. Dan itu tidak benar sama sekali! Mereka sangat menyebalkan!"

Sora membantah dengan suara melengking.

 

"Kamu bisa lebih jujur ​​​​pada dirimu sendiri, tahu?"

 

"Le-Lebih penting lagi, ada sesuatu yang lebih merepotkan telah keluar. Masih ada hal lain yang perlu Sora bicarakan." Kata Sora, mengganti topik pembicaraan.

 

"Kurasa benar....."

Celia setuju dengan helaan napas lesu.

 

"Ada apa? Kenapa mukamu seperti itu?"

 

"Hanya saja semuanya telah melupakan Rio.... Setelah menghabiskan hari bersama semuanya, aku menyadarinya lagi. Aku satu-satunya yang mengingatnya, semuanya telah melupakannya—dan hal itu membuatku merasa sangat terasing....."

Semua kenangan yang mereka buat bersama telah hilang, seolah-olah dia telah melewati masa lalu yang berbeda dengan orang lain.

 

"Tapi....." Lanjut Celia, menatap Sora.

 

Sora memiringkan kepalanya dengan curiga.

"Apa?"

 

"Rio, Aishia, dan kamu...... Kalian semua jauh lebih kesepian daripada diriku. Kalianlah yang telah dilupakan oleh semua orang, yang telah kehilangan hubungan mereka, yang harus tetap terpisah dari mereka....."

Kata Celia merasakan kesedihan.

 

"Sora hanya membutuhkan Raja Naga..... Selama Sora memiliki Raja Naga, Sora tidak kesepian sama sekali."

 

Apa Sora menggertak atau mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya, dia menunduk saat dia berbicara. Ada sesuatu tentang penampilannya seperti itu yang membuat Celia merasa sedih.

 

"Apa yang kamu lakukan sebelum kamu bertemu Rio? Raja Naga meninggal dalam perang suci lebih dari seribu tahun yang lalu, benar?"

Celia bertanya, melihat perubahan ekspresi Sora.

 

"Sora hanya menunggu waktu berlalu."

 

"Menunggu.... Apa kamu melakukan sendirian sepanjang waktu?"

 

"Memangnya kenapa jika iya? Bahkan tanpa kehadiran Raja Naga, aturan dewa masih berlaku untuk Sora. Jadi hal itu wajar saja."

 

"Bukankah itu benar-benar kesepian saat sendirian?"

 

"Sora sudah bilang tidak. Tidak selama Sora memiliki Raja Naga."

 

"Sora......"

Celia adalah orang yang memasang wajah kesepian.

 

"Jangan membuat wajah seperti itu. Apa kau mencoba mengasihani Sora?" Sora cemberut kesal.

 

"Tidak, bukan karena itu. Hanya saja......"

 

Seribu tahun. Selama seribu tahun, Sora terikat pada aturan dewa sendirian. Mungkin karena aturan dewa Sora tidak pernah repot-repot berinteraksi dengan orang lain. Mereka akan melupakannya. Itulah sebabnya dia menyerah sejak awal, percaya tidak ada gunanya berteman. Mungkin dia harus mengatakan pada dirinya sendiri bahwa dia tidak ingin berteman sejak awal sebagai bentuk pertahanan untuk melindungi hatinya.

 

Pikiran seperti itu melintas di kepala Celia. Tentu saja, mungkin Sora benar-benar tidak percaya dia membutuhkan teman. Tapi jika tidak.....

Dia tidak repot-repot berteman, karena tidak akan ada yang mengingatnya.

 

"Hanya kenapa?"

 

"Aku hanya ingin mengenalmu lebih jauh. Jadi maukah kamu menjadi temanku? Maksudku—kita sudah berteman, bukan?" Celia berkata dengan riang. Dia ingin berteman dengan Sora.

 

"Heeh?"

Sora mengeluarkan suara tidak percaya.

 

"Karena kita berdua sangat berhubungan dengan Rio, kan? Dan orang-orang mengatakan teman dari teman adalah teman kita juga."

 

"Alasan bodoh macam apa itu.....?"

 

"Tidak ada logika untuk pertemanan. Yang kita butuhkan untuk menjadi teman adalah keinginan untuk menjadi teman."

 

"Kau ingin berteman dengan Sora?"

Sora bertanya skeptis, menatapnya heran.

 

"Itu benar. Bahkan, aku sudah menganggap diri kita sebagai teman. Bukankah aku baru saja mengatakan itu?" Celia mengangguk tanpa ragu.

 

"Sungguh orang yang memaksa....."

 

"Itu benar. Aku orangnya suka memaksa. Aku menganggapmu sebagai teman karena aku menginginkannya. Dan aku mengatakan ini kepadamu atas kemauanku sendiri. Itu saja."

 

".........." Sora terdiam.

 

[ Keegoisannya sangat mirip dengan Lina. ]

Mengapa bisa begitu?

 

[ Kita sudah berteman, bukan? ]

Sekarang Sora memikirkannya, dia pernah diberitahu sesuatu yang serupa oleh seseorang.

 

"Bagaimana denganmu, Sora? Apa kamu sudah menganggapku sebagai temanmu?"

Tanya Celia sambil menatap wajah Sora.

 

Sora memalingkan wajahnya dengan gusar, mengabaikan Celia dengan dingin.

"Lakukan saja apa yang kau inginkan. Sora juga akan melakukan apa yang Sora inginkan, dan Sora tidak menganggapmu sebagai teman."

 

Meskipun permintaan pertemanannya ditolak, Celia tersenyum lembut.

"Sungguh keras kepala..... Tapi baiklah. Kamu bisa tetap seperti itu untuk saat ini."

 

"Hmph. Dasar aneh. Berhenti bertingkah seperti sedang berteman dengan Sora." BENTAK Sora dengan acuh.

Dia kemudian melirik Celia, memperhatikan reaksinya diperlakukan dengan dingin.

 

"Oh, tapi ada satu hal yang ingin kukatakan padamu...."

 

"Apa?"

 

"Aku bukanlah orang aneh, aku Celia. Namaku Celia. Oke?" Celia memperingatkan, menggembungkan pipinya pada Sora.

 

"Satu-satunya orang yang dihormati Sora adalah Raja Naga."

 

"Terlepas dari rasa hormat, memanggil seseorang dengan nama mereka saat kamu memanggil mereka adalah bentuk kesopanan. Tergantung pada siapa kamu berbicara, kamu bisa mendapat masalah besar jika kamu tidak berbicara dengan sopan. Pastikan kamu memanggil orang-orang seperti Putri Charlotte dan Putri Lilianna dengan gelar mereka."

Untungnya, tidak ada masalah seperti itu yang terjadi hari ini, dan Charlotte serta Lilianna sama-sama cukup menerima untuk mengabaikan hal-hal seperti itu, namun bertindak tidak sopan di luar Mansion kemungkinan besar akan mengundang masalah.

 

"Itu terdengar seperti ceramah."

 

"Benar, dulu aku seorang guru. Aku juga guru dari Rio, tahu?"

 

Mata Sora melebar karena terkejut.

"Guru dari Raja Naga? Orang aneh sepertimu?"

 

"Sudah aku bilang namaku adalah Celia."

 

"......Kau adalah guru Raja Naga, Celia?"

Sora berkata dengan enggan.

 

"Itu benar. Aku mengajarinya selama lima tahun, ketika dia masih semuda dirimu." Jawab Celia dengan bangga.

 

"Hmph. Sora tidaklah muda. Jangan perlakukan Sora seperti anak kecil." Kata Sora, mengerutkan bibirnya dengan ekspresi cemberut.

 

"Benar juga, kamu jauh lebih tua dariku....."

 

[ Meskipun kamu benar-benar tidak terlihat seperti itu. ]

Pikir Celia sambil menatap ke arah Sora. Sebagai seseorang yang selalu disalahartikan sebagai gadis kecil, Celia akhirnya bisa memahami perasaan orang-orang yang membuat asumsi yang salah.

 

"Berhentilah memandang Sora seperti Sora masih kecil. Dan jika kau akan membandingkan berapa lama kita mengenal Raja Naga, maka Sora telah bersamanya selama seribu tahun. Sejarah kita sangat berbeda dari orang bukan siapa-siapa seperti dirimu. Mengerti?"

Sora membual, menolak untuk kalah dari Celia.

 

Celia menyipitkan matanya. "Kamu memanggilku dengan sebutan 'bukan siapa-siapa'....."

 

"P-Pokoknya! Berhenti memperlakukan Sora seperti anak kecil. Satu-satunya orang yang diizinkan melakukan itu adalah Raja Naga." Sora menghindari pertanyaan itu, suaranya melengking yang canggung.

 

"Baik. Namun sebagai gantinya, kamu harus memanggil orang-orang penting dengan nama dan gelar mereka. Jika kamu bukan anak-anak, kamu pastinya bisa melakukan sebanyak itu, bukan?"

 

"Guh... Hal itu adalah yang berbeda."

 

"Meski begitu, kamu juga tidak ingin membuat masalah untuk Rio, kan? Menurutmu bagaimana perasaan Rio jika dia mendengarmu membuat masalah?"

Celia memperingatkan Sora dengan menyebut nama Rio. Tampaknya memiliki efek yang besar kepadanya.

 

"Hmph..... Baik."

Sora mengangguk patuh, meskipun enggan.

 

"Bagus. Sekarang mari beralih ke masalah utama."

Kata Celia, mengubah topik. 

 

"Untuk apa topeng rusak ini?" Celia mengambil topeng yang dia tinggalkan di rak di samping tempat tidurnya.

 

"Topeng itu adalah artefak sihir khusus yang membantu menghindari aturan dewa dengan melunakkan efeknya."

 

"Heeh....? Tapi Rio dan Aishia masih dilupakan oleh semuanya."

 

Seorang Transcendent dilupakan oleh dunia setiap kali mereka menggunakan kekuatan mereka. Sejak saat itu, mereka menjadi eksistensi yang hanya memiliki sedikit kehadiran atau daya ingat. Hanya itu yang diketahui Celia tentang aturan itu saat ini, jadi dia bertanya-tanya mengapa menghindari aturan itu tidak bekerja.

 

"Itu bukan bearti aturannya dihindari di sini. Benda ini menanggung hukuman itu ketika seorang Transcendent ikut campur dalam urusan dunia."

Kata Sora, mengoreksi kesalahan Celia.

 

"Jadi aturannya lebih banyak. Apa saja detailnya?"

 

"Seorang Transcendent memiliki kekuatan untuk mengubah dunia, jadi mereka tidak boleh terlibat tanpa berpikir dalam urusan dunia. Itulah sebabnya aturan dewa melarang seorang Transcendent menggunakan kekuatan mereka atas nama individu atau kelompok tertentu. Jika mereka melanggar aturan itu....."

 

"Mereka akan mengaktifkannya....."

Celia menelan rasa gugupnya.

 

"Seorang Transcendent itu akan melupakan segalanya tentang orang yang mereka coba bantu."

 

"Heeh....?"

 

"Seorang Transcendent memiliki kekuatan menyaingi dewa, jadi dewa menganggap tidak adil bagi mereka untuk mendukung kepentingan individu. Itulah mengapa aturan ini ada." Sora menahan emosinya, dengan datar menjelaskan peraturan dengan tatapan cemberut.

 

"Jika Rio dan Aishia bertarung demi kami..... Keduanya akan melupakan kami? Daripada kami yang akan melupakan mereka?"

 

"Itulah yang baru dikatakan Sora."

Sora menegaskan dengan terus terang.

 

"T-Tidak! Itu— Itu tidak mungkin terjadi! Tidak, sama sekali tidak!" Celia berteriak panik, emosi meluap dari wajahnya.

 

"Itulah kenyataannya, tidak peduli apapun pendapatmu."

 

"Karena itukah topeng ini rusak....?"

 

"Dalam pertempuran hari ini, Raja Naga mengambil risiko besar untuk menyelamatkan kalian semua. Itulah sebabnya topeng ini usang dan retak."

 

"Tidak mungkin....." Celia terdiam saat mengetahui bahwa Rio telah mempertaruhkan ingatannya untuk menyelamatkan mereka.

 

"Selama topeng ini digunakan, Raja Naga bisa bertarung untuk seseorang tanpa kehilangan ingatannya. Tapi hanya ada lima topeng, termasuk yang ini. Jika dia harus terus menyelamatkan kalian semua seperti yang dia lakukan hari ini, topeng-topeng itu akan habis dalam sekejap. Begitu itu terjadi, dia harus bertarung dengan mengorbankan ingatannya."

Kata Sora dengan ekspresi tegas.

 

"Meskipun Raja Naga mungkin akan melakukan hal itu untuk kalian semua." Tambah Sora dengan sedih.

 

"Kamu baru saja bertemu Rio, tapi kamu memahaminya dengan baik."

Celia menatap Sora dengan tatapan terkesan.

 

"Seperti yang Sora katakan, Sora telah bersama Raja Naga selama seribu tahun. Bahkan setelah dia telah bereinkarnasi, Raja Naga tetaplah Raja Naga. Tentu saja Sora sangat mengenalnya."

Bentak Sora seolah baru saja dihina.

 

"Aku minta maaf karena meremehkanmu, Sora. Aku bisa mengerti sekarang."

Celia berbicara jujur, merasakan kagum.

Namun pada saat yang sama, dia tidak ingin kalah. Dia membanggakan dirinya sebagai orang yang peduli pada Rio lebih dari orang lain. Itu sebabnya, sebagai sesama rekan yang akan berada di sekitar satu sama lain untuk waktu yang lama, dia meminta maaf kepada Sora.

 

"Baguslah kalau kau mengerti."

Sora mengangguk setuju.

 

"Kalau begitu, kita harus melakukan sesuatu tentang ini. Pilihan terbaik bagi Rio dan Aishia adalah untuk menghindari pertarungan selamanya, tapi....."

 

"Hal itu terlalu mudah untuk dikatakan. Dan kau terlalu lemah untuk itu."

 

"Aku tidak bisa menyangkalnya..... Selama ini kami hanya dilindungi oleh Rio dan Aishia. Tapi....."

 

Saat Celia mendapatkan kembali ingatannya hari ini, dia juga mempelajari beberapa mantra sihir baru. Jika dia menggunakannya, dia berpotensi menghasilkan kekuatan melebihi apapun yang telah dia lakukan sampai sekarang. Celia menatap tangannya sambil berpikir. Namun, dia sengaja memilih untuk tidak berdebat dengan Sora.

Bersikeras bahwa dia menjadi lebih kuat hanya akan terdengar seperti gertakan saat ini. Dia akan membuktikan kekuatannya melalui tindakannya, bukan kata-katanya. Itulah yang dipikirkan Celia.

 

"Kamu harus melakukan yang lebih baik. Kau mungkin lemah, tapi Sora memiliki harapan untuk otakmu."

Kata Sora, menekankan "beberapa" hal.

Tapi jelas dia terlalu malu untuk memuji Celia dengan jujur. Karena itulah.....

 

"Heeh, sungguh?"

Celia menjawab dengan gembira.

 

"Memang menyakitkan bagi Sora untuk mengakui ini, tapi Tujuh Dewa Bijaksana dan murid-murid mereka adalah jenius sejati. Kau yang sangat menyerupai murid homunculus Lina, dan kau tampaknya telah mewarisi karakteristik tertentu ketika ingatanmu kembali, jadi Sora memiliki harapan itu. Kau mungkin menjadi kunci untuk melewati aturan dewa ini..... Kau, dan si Ayase Miharu itu."

 

"Kalau dipikir-pikir, kamu sudah tahu nama Miharu sebelumnya, bukan? Bagaimana bisa?"

 

Celia mengingat apa yang terjadi saat Sora pertama kali mengunjungi Mansion hari ini. Dia telah melihat-lihat penghuni di sana dan menanyakan tentang orang bernama Ayase Miharu.

 

"Benar juga, Sora masih belum menjelaskan tentang itu. Perempuan bernama Ayase Miharu itu adalah reinkarnasi dari Tujuh Dewa Bijak, Lina."

Kata Sora, mengungkapkan kebenaran yang agak mengejutkan tanpa ragu.

 

"Heeeh?" Celia tidak dapat memahami kata-katanya dan bereaksi seolah-olah dia salah dengar.

 

"Seharusnya ada semacam hubungan antara dirimu dan perempuan bernama Ayase Miharu itu. Apa kau punya ingatan untuk itu?"

 

"Heeh? T-Tunggu sebentar. Ayase Miharu itu adalah Miharu yang kamu temui sebelumnya itu? Dia adalah reinkarnasi dari Dewa yang Bijaksana?"

Tidak dapat memercayai apa yang didengarnya, Celia mengulanginya hanya untuk memastikan.

 

"Itulah yang dikatakan Sora. Jadi, apa kau ingat sesuatu?"

 

"A-Aku tidak tahu.... Tapi apa kamu benaran yakin?"

Meskipun Celia akhirnya mengerti bagian tentang Miharu sebagai reinkarnasi dari Tujuh Dewa Bijak Lina, Celia masih ragu apakah hal itu benar.

 

"Aishia yang mengatakannya. Dia diciptakan oleh Lina demi Raja Naga, dan Ayase Miharu adalah reinkarnasi dari Lina. Selama dia tidak berbohong, maka hal itu adalah kebenaran. Mengapa kau begitu skeptis?"

 

"Karena Miharu hanya gadis biasa, tahu? Membayangkannya sebagai salah satu dari Enam Dewa Bijaksana, para dewa yang disembah di wilayah Strahl itu sungguh......"

 

"Ah, benar, orang-orang sombong itu menjuluki diri mereka sendiri sebagai Enam Dewa Bijaksana saat mereka mengambil alih wilayah Strahl. Tapi Lina adalah Dewa Bijaksana ketujuh yang diasingkan, jadi dia tidak disembah oleh siapapun. Pertama-tama, Dewa Bijaksana bahkan bukan dewa. Mereka adalah dewa palsu yang diberi peran untuk memenuhi tugas dewa yang sebenarnya."

Kata Sora mencela Tujuh Dewa Bijaksana.

 

"Umm.... Bukankah hal itu yang membuat mereka jadi dewa? Jika mereka diberi peran sebagai dewa oleh dewa yang sebenarnya......"

Kata Celia sambil memiringkan kepalanya. Apapun itu, mereka adalah eksistensi supernatural yang dipandang umat manusia sebagai dewa.

 

"Kau bisa menanggap mereka apapun sesukamu. Sora hanya menganggap Raja Naga sebagai dewanya."

Sora berkata dengan bangga.

 

"......Di kehidupan masa lalu Rio sebagai Raja Naga setara dengan Tujuh Dewa Bijaksana, maksudmu?"

 

"Wajahmu terlihat seperti orang aneh, apa kau yakin sudah mengerti? Raja Naga adalah orang yang sangat, sangat tinggi dan agung."

Sora merentangkan tangannya untuk mengekspresikan kehebatan Rio. Melihat dia melakukan hal itu sangat imut, tindakannya itu menunjukkan betapa dirinya sangat mencintai Rio.

 

"Kamu hanya peduli kepada Rio yah."

Kata Celia, tertawa kecil.

 

"Sepertinya kau tidak mengerti sama sekali."

Sora menghela napas lelah.

 

"Mereka adalah eksistensi yang tidak terjangkau, rasanya tidak realistis. Mendengar bahwa kehidupan masa lalu Rio adalah Raja Naga, dan kehidupan masa lalu Miharu adalah Tujuh Dewa Bijaksana."

Selain itu, bagi Celia, Rio adalah Rio. Bahkan jika dia adalah makhluk seperti dewa di kehidupan masa lalunya, hal itu tidak mengubah siapa dirinya yang sekarang baginya.

 

"Yah, kau benar tentang Raja Naga yang keberadaannya tidak terjangkau. Ketahuilah bahwa Ayase Miharu adalah reinkarnasi dari dewa jahat bernama Lina, dan kau mungkin reinkarnasi dari muridnya. Itulah fakta terkecil yang harus kau ingat."

 

"Sepertinya kehidupan masa laluku sebagian besar adalah dugaan.... Tapi baiklah. Itu tidak mengubah apa yang harus aku lakukan."

 

"Sora senang melihatmu termotivasi, tapi apa yang akan kau rencanakan?"

 

"Aku akan mulai dengan analisis topeng ini. Aku akan mencari cara untuk memperbanyaknya. Pada saat yang sama, aku akan menyelidiki formula mantra yang tertanam di tubuhku dan memeriksa apakah tidak ada yang aneh tentangnya. Mantra itu mungkin memberikan petunjuk mengapa aku mendapatkan kembali ingatan tentang para Transcendent ketika aku bukanlah salah satu Transcendent itu atau salah satu dari murid mereka." Celia menatap topeng di tangannya.

 

"Apa kau pikir kau bisa melakukannya.....?"

 

"Aku tidak akan tahu sampai aku mencobanya, tapi aku belajar beberapa mantra yang berguna ketika ingatanku kembali, jadi menurutku itu tidak mustahil.... Mungkin."

Celia belum menguji mantranya sendiri, jadi dia belum bisa mengatakan apapun dengan pasti.

 

"K-Kalau begitu coba analisis topengnya sekarang!"

Desak Sora penuh semangat. 

 

"......Hmm?"

Sora sepertinya merasakan sesuatu, saat dia berbalik ke arah jendela. Begitu dia melakukannya, ketukan terdengar dari sisi lain.

 

"Siapa di sana?" Kata Celia dengan pelan.

 

Fakta bahwa mereka telah mengetuk mungkin untuk menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki niat permusuhan. Tapi Celia masih harus berhati-hati terhadap seseorang yang mengunjungi jendela mereka pada larut malam seperti ini.

 

"Hei, kau menjauhlah dari jendela."

Sora memerintahkan Celia untuk mundur, lalu mendekati jendela sendirian untuk melindunginya. Dia membuka tirai untuk mengungkapkan—

 

"Aishia!" Celia tersenyum berseri-seri dengan gembira.

 

"Hmph. Ternyata kau." Sora mendengus dingin, tapi dia membuka jendela agar Aishia masuk.

 

"Lama tidak bertemu, Celia. Lama tidak bertemu, Sora?"

Aishia menyapa mereka dengan lambaian tangan, memiringkan kepalanya ke samping. Dia memakai topeng di wajahnya.

 

"Di mana Raja Naga?" Sora bersandar keluar jendela, melihat sekeliling di langit.

 

"Haruto memberitahuku apa yang terjadi, jadi aku datang menemui Celia. Haruto ada di rumah batu. Kami tidak bisa datang ke Kastil bersama, jadi aku yang datang sendiri ke sini."

 

"Tch."

Sora pasti ingin melihat Rio. Dia mendecakkan lidahnya dengan kecewa, berpaling dari jendela.

 

"Sudah, sudah, Sora. Masuklah, Aishia. Aku merindukanmu."

Celia bisa mengerti perasaan Sora—dia ingin melihat Rio juga. Tapi dia juga ingin melihat Aishia. Dia menenangkan Sora sambil tersenyum dan mengundang Aishia untuk masuk. Namun....

 

"Haruto juga ingin melihat kalian berdua. Haruskah kita semua pergi kepadanya?" Aishia menyarankan dengan ringan, seolah mengajak mereka jalan-jalan.

 

"Heeh? Bisakah kami melakukannya?"

Celia senang hanya melihat Aishia lagi, tapi dia akan lebih bahagia lagi melihat Rio. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya agar tidak muncul di wajahnya pada kesempatan itu.

 

"Yup, selama tidak ada orang di Mansion yang tahu."

Rio telah meminta Aishia pergi dengan menyuruhnya bersenang-senang di Mansion, tapi Rio tidak mengatakan Aishia tidak bisa membawa mereka berdua kembali. Itu sebabnya Aishia berpikir untuk membawa keduanya kembali menemuinya.

 

"Ja-Jadi......"

 

Celia tidak bisa menahan keinginannya untuk melihat Rio. Dia akan dengan riang mengatakan, "Ayo kita pergi," di saat—

 

"Apa yang kalian berdua lakukan? Jika kalian tidak mau pergi, Sora yang akan pergi duluan. Selamat tinggal."

Sora sudah berada di balkon, siap berangkat. Tidak ada yang akan menghentikannya untuk pergi, dan dia mendesak Celia dan Aishia untuk bergegas juga.

 

"T-Tunggu sebentar, aku harus mematikan lampu di kamarnya dulu....."

Celia bergegas mempersiapkan keberangkatan larut malam mereka dari Mansion.

 

  ◇◇◇◇

 

Dengan Celia yang di gendong dengan ala tuan putri oleh Aishia, Aishia dan Sora terbang melintasi langit dan menuju pinggiran ibukota di mana rumah batu itu tersembunyi di dalam hutan. Mereka masuk ke dalam rumah batu dan mereka bertiga berbaris di pintu masuk.

 

".....Dan itulah alasanku membawa mereka bersamaku."

Kata Aishia mengakhiri penjelasannya.

 

"Ahaha....." Rio tertawa datar kebingungan. Dia tidak menyangka Aishia akan membawa Celia dan Sora kembali bersamanya.

 

"Maaf..... Aku akhirnya ikut datang ke sini."

Celia meminta maaf dengan malu-malu.

 

"Tidak ada yang perlu disesali. Aku juga senang bertemu denganmu lagi."

Dengan begitu banyak petarung berpengalaman seperti Gouki yang tinggal di Mansion, Rio memutuskan untuk tidak menyelinap masuk bersama Aishia agar tidak ketahuan. Namun jika Aishia akan melakukan hal ini, mungkin Rio seharusnya pergi bersamanya sejak awal.

 

Namun penting bagi mereka untuk mengurangi risiko untuk diperhatikan sebanyak mungkin, bahkan jika itu membutuhkan usaha ekstra. Sekarang karena Rio adalah seorang Transcendent, dia harus menghindari perhatian sebanyak mungkin—tidak diragukan lagi lebih aman bagi Aishia untuk memeriksa Celia sendirian, karena dia selalu bisa melarikan diri dalam bentuk rohnya. Dan dengan membawa Celia kembali ke rumah batu, tidak perlu merendahkan suara mereka. Itulah yang diputuskan untuk dipercaya oleh Rio.

 

"Mungkin akan lebih baik untuk kembali dengan secepatnya, tapi sebaiknya kita berbicara sedikit sekarang karena kamu ada di sini. Ayo kita ke ruang tamu dulu." Kata Rio, mempersilakan mereka masuk.

 

Celia mengangguk senang.

"Oke!" Katanya, berjalan ke depan. Aishia juga mulai maju, dan Rio hendak mengikuti mereka ketika dia melihat Sora gelisah di belakangnya.

 

"Haruskah kita pergi masuk juga, Sora?"

Rio memanggilnya.

 

"Ya! Tentu!" Jawab Sora segera, berjalan ke kiri Rio.

 

Tidak jauh dari pintu masuk ke ruang tamu, tapi Rio memutuskan untuk memulai percakapan dengannya.

"Bagaimana kehidupan di Mansion? Apa kamu bisa berbaur dengan semuanya?" Rio bertanya.

 

"Ya! Sora akan memenuhi tugas yang diberikan oleh Raja Naga!" Sora menjawab dengan bangga.

 

"Aku mengerti. Sungguh meyakinkan saat kamu bersama dengan Celia. Terima kasih."

 

"Sora hanya melakukan apa yang perlu dilakukan. Hehehe." Sora terkikik, berseri-seri dengan pujian itu.

 

"Sora sangat membantu dengan mengajariku banyak hal." Kata Celia, menambahkan.

 

"Celia juga menunjukkan beberapa janji." Jawab Sora, gagal menyembunyikan betapa senangnya dia.

 

"Hmph. Jangan terlalu terburu-buru."

 

"Ahaha, aku senang melihat kalian akrab. Sekarang mari kita duduk."

 

Dengan demikian, mereka berempat memasuki ruang tamu. Atas dorongan Rio, kelompok itu berjalan ke sofa.

 

"Kemarilah, Raja Naga. Kamu harus duduk di sini!"

Sora bergegas ke depan dan mengamankan tempat duduk yang ditawarkan kepada Rio.