The Dragon’s Disciple – Chapter 4 : 「Rencana Masa Depan」

 

"Sora sangat menyesal atas sikap Sora tadi malam, Raja Naga!"

Hal pertama yang terjadi keesokan paginya yaitu di mana Sora membungkuk di lantai dapur di depan Rio, yang sedang menyiapkan sarapan.

 

"I-Itu, tidak apa-apa Sora. Tolong angkat kepalamu. Kamu tidak melakukan apapun yang salah, jadi kamu tidak boleh berlutut di depan orang lain begitu saja."

 

Sora tertidur sambil menangis tadi malam, jadi percakapan mereka ditunda. Sora sepertinya meminta maaf tentang itu, jadi Rio meyakinkannya untuk tidak perlu memikirkannya.

 

"T-Tidak, Sora seharusnya tidak boleh bersikap begitu memalukan di hadapan Raja Naga...!"

Sora berbicara dengan tergagap, tersipu malu dengan memerah sampai ke telinganya.

 

"Tapi kamu tidak melakukan sesuatu yang memalukan, benar?" Rio keberatan, kaget dengan pilihan kata-katanya. Dia tidak tahu apa yang Sora maksud.

 

"Tapi Sora menangis tanpa henti untuk meminta tidur bersama dengan Raja Naga! Sora adalah orang jahat yang memanfaatkan kebaikan Raja Naga!"

Tatapan Sora tertuju pada lantai, berharap lantai itu terbuka dan menelan seluruh dirinya.

 

"Kamu hanya meminta untuk tidur di ruangan yang sama! Tapi di tempat tidur yang berbeda!"

Rio mengoreksi dengan bingung.

 

"Tolong pilih kata-katamu dengan hati-hati..... Kamu bisa menyebabkan kesalahpahaman seperti itu."

Rio tidak mau membayangkan apa yang akan terjadi jika Latifa dan yang lainnya ada di sini. Syukurlah, tidak ada mereka di rumah itu selain Aishia.

 

"Untuk saat ini, tolong bangunlah. Ayo."

Kata Rio, mengulurkan tangannya kepada Sora.

 

"........." Sora dengan keras kepala menolak untuk melihat ke atas.

 

"Sarapannya akan segera siap."

 

"S-Sora akan baik-baik saja tanpa sarapan!"

Kata Sora, bersikeras menghukum dirinya sendiri.

 

"Tapi aku sudah membuat bagianmu....."

 

"Heh? S-Sungguh?"

 

"Akan sia-sia jika kamu tidak memakannya....."

Rio menambahkan dengan lembut, seperti sedang berbicara dengan anak kecil.

 

"T-Tapi Sora harus dihukum......"

 

Hati Sora menjadi goyah. Dia lapar. Dia ingin sarapan. Sudah seribu tahun sejak sarapan terakhirnya dengan Raja Naga. Dan makanan itu adalah masakan buatannya! Tidak ada lagi yang bisa dia minta. Tapi apakah dia benar-benar pantas menerima hadiah seperti itu? Tidak, dia tidak melakukannya. Namun dia juga tidak bisa menyusahkan Raja Naga. Dan karena itulah.....

 

"A-Apa tidak apa-apa bagi Sora untuk sarapan juga? Bersama dengan Raja Naga......" Sora bertanya dengan gugup, akhirnya menetapkan jawabannya.

 

"Aku tidak pernah bilang kamu tidak boleh. Mari kita lupakan tentang kemarin dan nikmati makanannya. Ayo kita pergi."

 

"B-Baik!"

Kali ini, Sora meraih tangan Rio dan berdiri.

 

"Bisakah kamu membangunkan Aishia untukku? Kita semua bisa makan bersama."

 

"Tentu!" Jawab Sora dengan memberi hormat, lalu bergegas keluar dari dapur.

 

[ Dia sangat energik saat pagi hari. ]

Rio tertawa saat melihat Sora pergi.

 

◇◇◇◇

 

"Ini sangat enak......."

Setelah sarapan, Sora duduk kembali di kursinya dengan ekspresi gembira. Dia memuji semua makanan karena Rio-lah yang memasaknya, jadi terbukti betapa dia menikmatinya.

 

Baik Aishia maupun Rio bukanlah tipe orang yang berbicara saat makan. Mereka menyuruh Sora untuk makan sebanyak yang dia mau, lalu fokus kepada makanan mereka sendiri untuk sebagian besarnya.

 

"Apa kamu sudah kenyang sekarang?"

 

"Umu! Sarapan dengan Raja Naga setelah seribu tahun sangat lezat! Dan terlebih lagi makanan ini buatan Raja Naga sendiri!"

Bahkan, sudah seribu tahun sejak Sora terakhir kali makan dengan seseorang. Itu adalah sesuatu yang disadari Rio setelah kejadian tadi malam.

 

"Begitu yah..... Aku senang mendengarnya."

 

"Kamu benar-benar pandai memasak, Raja Naga!"

 

"Terima kasih. Apa kamu bisa memasak, Sora?"

 

"S-Sora pandai memanggang!"

Sora adalah anak yang jujur. Ketika suaranya pecah menyiratkan kalau dia jelas tidak sebaik yang dia klaim.

 

"Emm, biasanya kamu makan apa?"

 

"Daging!"

 

"Apa kamu mendapatkan nutrisi yang cukup hanya dengan makan daging? Bagaimana dengan sayuran?"

 

Sora mengalihkan pandangannya dengan canggung.

"S-Sora tidak bisa sakit, jadi....."

 

"Apa keabadian para murid termasuk dalam kebal dari penyakit?" Rio bertanya sambil menghela napasnya.

 

"Tingkat keabadian seorang murid bergantung pada master transcendent mereka. Raja Naga memberi Sora tubuh abadi yang sangat kuat."

Kata Sora dengan bangga.

 

"Apa Raja Naga membuatmu hanya makan daging seribu tahun yang lalu?"

 

"D-Dia bilang Sora juga harus makan lebih banyak sayuran......"

 

"Kalau begitu, kamu harus makan sayuran dengan benar. Ah, tapi kamu memang makan sayuran untuk sarapan pagi ini." Rio melihat piringnya yang kosong.

 

"Itu karena masakan Raja Naga sangat enak! Terutama sayur kuning ini—manis seperti permen!"

 

"Sayur itu adalah labu rebus. Apa kamu pernah melihatnya sebelumnya?"

 

"Tidak, ini pertama kalinya Sora melihat sayuran seperti itu!" Sora pasti memiliki pola makan yang sangat tidak seimbang jika dia belum pernah melihat labu sebelumnya. Labu tidak dipanen di luar wilayah Strahl dan desa roh.

 

"Aku mengerti. Jika kamu menyukainya, aku akan membuatnya lagi kapan-kapan."

Ketika dia melihat betapa polosnya Sora, Rio tidak bisa memarahinya terlalu keras. Sebaliknya, dia diam-diam berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia akan fokus membuat makanan yang lebih seimbang untuk Sora di masa depan.

 

"Terima kasih banyak!" Sora tersenyum senang.

 

"Baiklah. Sekarang setelah kita selesai makan, mari kita bicara tentang masa depan. Namun sebelum itu, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan lagi tentang masa lalu. Apa itu tidak masalah?"

Kata Rio, melihat antara Aishia dan Sora.

 

"Yup."

 

"Tentu!"

Keduanya menjawab bersamaan.

 

"Ada sesuatu yang ingin dicapai oleh Dewa Bijaksana Lina." Rio memulainya. 

 

"Itulah alasan mengapa dia membuat jiwa Raja Naga bereinkarnasi ke dalam tubuhku. Dia kemudian mereinkarnasi jiwanya sendiri menjadi Miharu. Apa aku mengatakan hal yang benar sejauh ini, Aishia?"

 

"Yup."

 

"Apa yang ingin dia capai? Salah satu tujuan kami dalam waktu dekat adalah menentukan hal itu."

 

"T-Tunggu sebentar!" Sora menyela, jelas terkejut.

 

"Ya.....?" Jawab Rio. Dia sepertinya tidak tahu mengapa Sora bereaksi begitu kuat.

 

"Perempuan itu.... Lina bereinkarnasi juga?!"

 

"Ya, menurut Aishia. Dia bereinkarnasi menjadi seorang gadis bernama Ayase Miharu."

 

"Lalu mengapa anda tidak bisa bertanya langsung kepadanya?" Sora bertanya-tanya.

 

Tentu saja, tidak sesederhana itu.

"Yah, akan mudah jika itu mungkin. Sama sepertiku, Miharu tidak memiliki ingatan sebagai Lina."

 

"Grrr.... Beraninya dia menjalani kehidupan tanpa beban sambil menyeret Raja Naga ke dalam kekacauan seperti itu!" Sora menggeram.

 

"Hal itu bukan salahnya— Itu adalah aturan yang diciptakan dewa."

 

Mereka yang dianggap sebagai penghuni dunia ini akan kehilangan ingatannya jika pergi ke dunia lain, baik melalui reinkarnasi atau sebaliknya.

Namun, mereka yang datang ke dunia ini dari luar akan mempertahankan ingatan mereka. Itulah yang dijelaskan Aishia tadi malam.

 

"Tapi perempuan itulah yang menyeretmu ke dalam kekacauan yang mengerikan ini! Ayase Miharu itu pasti tahu sesuatu!" Sora merengek sedih.

 

"Bagaimana menurutmu, Aishia?"

 

"Aku tidak yakin..... Miharu tidak memiliki ingatan apapun saat ini. Dan dia tidak bisa menjadi transcendent lagi."

 

"Mengapa demikian?"

 

"Hanya mereka yang memiliki keilahian yang dapat menggunakan kekuatan transcendent tanpa konsekuensi. Namun, satu-satunya orang dengan keilahian adalah para transcendent. Dan keilahian Lina diturunkan kepadaku, bukan Miharu."

 

"Dan itu artinya....."

 

"Lina kehilangan keilahiannya dan bereinkarnasi menjadi manusia biasa. Itulah sebabnya, Miharu tidak bisa mendapatkan kembali kekuatan transcendentnya sepertimu. Dia hanya seorang gadis normal dengan esensi sihir sedikit lebih dari yang lain. Akan sulit baginya untuk mencapai apapun."

 

"Jika kamu mewarisi keilahian Lina, apa itu artinya kamu dapat menggunakan kekuatan transcendent milik Lina, Aishia?"

 

"Kekuatan itu sendiri diukir ke dalam jiwa seseorang transcendent. Jiwa Lina ada di dalam Miharu, jadi tidak mungkin aku menggunakannya."

 

"Dalam hal itu, akankah Miharu dapat menggunakan kekuatan transcendentnya jika kamu mengembalikan keilahian Lina kepadanya?"

 

"Itu mungkin saja..... Tapi aku tidak tahu bagaimana melakukannya."

 

"Dan tidak mungkin Miharu bisa tahu tanpa adanya ingatan dari Lina, benar?"

Yang mereka butuhkan saat ini adalah mengatur semua fakta. Saat ini, yang paling sedikit informasinya adalah Rio. Dia telah menerima ringkasan umum hal-hal kemarin, namun dia ingin menanyakan detail lebih lanjut hari ini.

 

"Tapi bahkan jika aku bisa mengembalikan keilahian Lina ke Miharu, tidak ada cara baginya untuk menggunakan kekuatan transcendent tanpa adanya risiko apapun."

 

"Tidak bisakah kamu berasimilasi dengannya? Dia bisa membuat ikatan roh denganmu."

 

"Dia tidak bisa—ikatan roh hanya bisa dilakukan dengan satu orang. Dia perlu menemukan roh lain untuk membuat ikatan itu, namun aku tidak tahu apa-apa tentang ilmu sihir yang diperlukan untuk membuat ikatan. Miharu perlu mengingat kembali ingatannya untuk membuat ikatan tersebut."

 

"Begitu yah..... Tapi kenapa Lina mentransfer keilahiannya kepadamu sejak awal? Aku bereinkarnasi dengan keilahian Raja Naga, jadi aku bisa menggunakan kekuatan transcendent milik Raja Naga, bukan?"

 

"Dia mungkin ingin mengurangi beban menggunakan kekuatanmu. Keilahian mengurangi beban penggunaan kekuatan transcendent, namun beban itu tetap besar bahkan ketika dikurangi. Dengan berasimilasi denganku, kamu bisa menerima manfaat keilahian itu menjadi dua kali lipat."

 

"Jadi jika aku tidak berasimilasi denganmu, aku tidak akan mati, tapi setelah menggunakan kekuatan transcendent akan menjadi lebih buruk?"

 

"Itu betul."

 

"Jadi wajar jika menganggap Lina ingin Raja Naga menggunakan kekuatannya."

 

"Sepertinya begitu."

 

"Aku mengerti..... Tapi ini menimbulkan pertanyaan baru." Rio merenung, meletakkan tangan di bawah dagunya.

 

"Apa itu?"

 

"Apa Lina mengharapkan sesuatu terjadi di era ini, seribu tahun setelah perang suci berakhir? Dia membuat Raja Naga bereinkarnasi karena suatu alasan, kan? Dan dengan niat penuh agar dia menggunakan kekuatannya."

 

Biasanya tidak ada cara bagi seseorang untuk mengetahui apa yang akan terjadi seribu tahun ke depan. Bahkan jika dia punya alasan untuk ramalannya, seribu tahun adalah waktu yang terlalu lama untuk menjelaskan hal ini.

 

"Lina memiliki kekuatan untuk melihat masa depan. Kekuatannya adalah kekuatan transcendentnya sebagai Dewa Bijaksana Lina. Dia menggunakannya untuk mencari tahu apa yang akan terjadi dalam seribu tahun."

Namun, tampaknya Dewa Bijaksana Lina memiliki kekuatan untuk membalikkan akal sehat Rio.

 

"Kekuatan untuk melihat ke masa depan..... Untuk melihat yang terjadi setelah seribu tahun? Itu luar biasa." Kata Rio dengan senyum tegang.

Dia pikir dia telah melihat semuanya sekarang—dan dia terbukti salah.

 

"Apapun yang dilihat Lina dengan kekuatannya tidak ditransfer kepadaku sebagai ingatannya. Aku tidak dapat mengingat apapun tentang itu."

 

"Begitu yah.... Tidak ada cara untuk mengetahui ingatan apa yang tersalin atau tidak."

 

"Sejujurnya! Perempuan itu benar-benar masalah!"

Rio dan Sora sama-sama mengekspresikan reaksi yang kontras terhadap Aishia, dengan Rio memiringkan kepalanya sambil berpikir sementara Sora mengamuk di hadapannya.

 

"Maafkan aku." Aishia meminta maaf.

 

"Raja Naga melemah tanpa bisa diobati saat Lina menyalin ingatannya kepadaku. Dia tidak bisa menghabiskan cukup waktu untuk proses itu."

 

"Kita telah belajar banyak hanya dari bagian yang berhasil dia salin, jadi tidak apa. Kita juga bisa bertemu Sora berkat itu. Benar?"

 

"Y-Yah, Sora bisa memuji dia sebanyak itu."

Kata Sora dengan ekspresi malu-malu.

 

"Aku ingin tahu apa Lina tahu segalanya..... Apa dia tahu bahwa Raja Naga akan menjadi Amakawa Haruto, dan Rio? Apa dia tahu kehidupan seperti apa yang akan aku jalani, dan masa depan seperti apa yang akan aku capai? Apa semuanya berjalan persis seperti yang dia rencanakan?" Rio tersenyum lembut pada Sora.

 

Mantan Raja Naga dan Dewa Bijaksana telah bereinkarnasi menjadi teman masa kecil, Amakawa Haruto dan Ayase Miharu, kemudian Haruto bereinkarnasi lagi di dunia ini sebagai Rio sementara Miharu diseret ke pemanggilan Hero.

Reuni mereka di dunia ini telah menjadi pemandangan yang cukup dramatis, namun hal itu menimbulkan pertanyaan tentang seberapa banyak yang telah diramalkan Lina dengan kekuatannya. Apa dia tahu kehidupan seperti apa yang akan mereka miliki setelah bereinkarnasi? Bisakah dia campur tangan dengan takdir dan memanipulasinya sesuai keinginannya?

Itulah pemikiran yang terlintas di benak Rio.

 

"Itulah mengapa Sora tidak menyukainya. Dari perang suci hingga saat ini, rasanya dia melibatkan Raja Naga sambil mengetahui apa yang akan terjadi."

Kata Sora, cemberut dengan ekspresi sedih.

 

"Tindakan satu orang bisa menyebabkan masa depan bercabang tanpa batas. Begitulah cara Lina menggunakan kekuatannya untuk campur tangan dengan takdir dan mengubah masa depan berkali-kali."

Kata Aishia, mendukung pertanyaan Rio.

 

"Namun, tidak mudah untuk mengubah masa depan. Masa depan memiliki kemungkinan yang tak terbatas. Mencoba mempelajari setiap kemungkinan terlalu membebani otak—bahkan ketika otak itu milik Dewa Bijaksana. Itulah sebabnya masa depan Lina menggunakan kekuatannya untuk membaca terbatas pada masa depan yang paling mungkin pada saat itu. Masa depan bisa berubah, tapi ada beberapa masa depan yang tidak bisa diubah apapun yang terjadi. Ada juga beberapa masa depan yang hanya bisa diubah menjadi lebih buruk." Aishia berbicara seolah-olah dia menyangkal pertanyaan Rio.

 

"Maksudnya apa itu?" 

Sora bertanya dengan tidak sabar.

 

"Menunjuk tujuan reinkarnasi seharusnya bisa dilakukan. Bereinkarnasi menjadi Amakawa Haruto dan Ayase Miharu adalah sesuatu yang Lina sengaja pilih. Reinkarnasi Haruto menjadi Rio juga diperhitungkan. Namun......." Aishia berhenti, menatap Rio dengan saksama.

 

"Hanya karena Lina dengan sengaja memindahkan jiwa Raja Naga dari Haruto ke Rio bukan berarti Raja Naga bisa mengendalikanmu. Mau itu sebagai Amakawa Haruto atau sebagai Rio, kamu selalu menjadi orang yang mengendalikan keputusanmu. Ada juga kemungkinan bahwa masa kita saat ini bukanlah masa depan yang diramalkan Lina."

 

"Benar..... Itu masuk akal. Tidak ada yang mengatakan bahwa semuanya tidak bisa dihindari. Aku kira itu tidak baik untuk terlalu terlibat dalam masa depan yang tidak diketahui."

 

"Anda mungkin belajar sesuatu jika ingatan Raja Naga atau Lina kembali......" Kata Sora, menambahkan.

 

"Ya, mungkin. Hal itu akan menjadi cara tercepat untuk mendapatkan informasi, jika memungkinkan."

 

Baik Rio ataupun Miharu yang telah kehilangan ingatan mereka sebagai transcendent. Ingatan mereka telah terhapus ketika mereka pertama kali meninggalkan dunia ini ke dimensi lain. Saat ini, satu-satunya petunjuk mereka adalah Aishia, yang mempertahankan ingatannya meskipun pergi ke dimensi lain bersama dengan Raja Naga.

 

"Apa kamu masih tidak tahu bagaimana kamu mendapatkan kembali ingatanmu seribu tahun yang lalu, Aishia?"

 

"Tidak....."

 

"Kalau begitu, kita tidak punya pilihan selain mencari cara untuk mendapatkan kembali ingatan kita sendiri. Apa kamu punya ide, Sora? Apa ada tempat di mana Lina mungkin meninggalkan petunjuk?"

Rio bertanya kepada Sora. Mungkin ada beberapa petunjuk yang tertinggal di markas masa lalunya. Itu adalah ide pertama yang terlintas dalam pikirannya.

 

"Tujuh Dewa Bijaksana semuanya memiliki dasar untuk penelitian mereka. Lina diusir oleh Dewa Bijaksana lainnya, jadi dia melakukan penelitiannya di sebuah rumah yang dibawanya dengan sihir ruang dan waktu seperti ini. Dia melanjutkan penelitian dari sana bahkan saat dia pergi bersama dengan Raja Naga."

 

"Rumah portabel, hmm. Itu akan sulit ditemukan... Tidak ada cara untuk menemukan sesuatu yang tersimpan menggunakan sihir ruang dan waktu."

Bahkan jika tempat itu diletakkan di suatu tempat dan ditinggalkan, tempat itu akan disembunyikan dengan sihir yang sangat canggih. Mencari yang seperti itu akan seperti mencari permata kecil di padang pasir.

 

"Pertarungan terakhir dari perang suci terjadi di ujung barat Strahl. Mungkin jika anda bisa mencari di sekitar sana....."

 

"Bisa mempersempitnya pencarian seperti ini sangat membantu. Terima kasih. Mari kita berkunjung ke tempat-tempat yang ada di sana dalam waktu dekat."

 

"Umu!" Jawab Sora dengan antusias, senang karena Rio telah memujinya.

 

"Kalau begitu mari kita atur tujuan kita untuk ke depannya. Pertama, kita ingin tahu apa yang Lina ingin Raja Naga capai dengan reinkarnasinya. Untuk mengetahuinya, kita akan mencari petunjuk yang mungkin ditinggalkan Lina. Jika ada peristiwa lain dari seribu tahun lalu yang tidak diketahui oleh kalian berdua, kita akan menyelidikinya juga. Bisakah kalian memikirkan sesuatu?"

 

"Apa yang akan anda lakukan kepada reinkarnasi Lina, Ayase Miharu?" Sora bertanya.

 

"Tidak ada gunanya berbicara dengannya ketika dia tidak memiliki ingatan tentang Lina. Dia juga bukan transcendent, jadi dia telah melupakanku dan Aishia. Aku juga tidak ingin mengambil risiko mengaktifkan aturan apapun dengan mendekatinya secara sembarangan, jadi mari kita tinggalkan tentang dirinya untuk saat ini. Meski begitu, aku ingin terus mengawasinya jika ada perubahan......"

 

Bahkan jika Rio tidak menggunakan kekuatan transcendentnya, dia tidak boleh mendukung kepentingan individu atau kelompok mana pun. 

Transcedent harus bertindak demi kepentingan semua orang. Melanggar aturan itu akan menghapus ingatannya sendiri.

 

Jika Rio bergabung dengan Miharu dan yang lainnya sekarang, dunia dapat menganggapnya sebagai transcendent yang bertindak demi kepentingan mereka — dan jika itu terjadi, dia akan kehilangan ingatannya tentang mereka. Meskipun kemungkinan terjadinya hal ini dari satu interaksi kecil, Rio tidak ingin mengambil risiko untuk hal ini.

 

"Kalau begitu, apa kamu ingin Sora menyelidiki itu? Itu adalah tugas seorang murid untuk berinteraksi dengan orang biasa atas master transcendent mereka."

 

"Hmm..... Mari kita tunggu dan pikirkan lebih lama lagi, oke?" Rio berkata dengan lemah, matanya menatap ke sana kemari dengan gugup.

 

[ Bukannya aku tidak mempercayai Sora, tapi..... ]

 

Jika Sora melakukan kontak formal dengan Miharu, dia harus melalui proses mendapatkan izin dari Kerajaan Galarc. Menghindari itu berarti melakukan kontak secara diam-diam, dan Rio masih tidak tahu seberapa mampu dia bertindak diam-diam.

Bahkan jika Sora bisa lolos dari keamanan Kerajaan tanpa hambatan, mungkin saja Miharu dan yang lainnya akan menganggapnya mencurigakan.

Dia harus memiliki kemampuan untuk mendapatkan kepercayaan mereka dan berkomunikasi dengan mereka secara harmonis. Karena mereka baru saja bertemu satu sama lain, Rio masih tidak tahu kemampuan apa yang dimiliki Sora.

 

"Aku mungkin memintamu untuk melakukannya suatu hari nanti, jadi tolong tunggu sampai saat itu."

 

Sora mengangguk penuh semangat. 

"Ya!"

 

"Apa kamu punya sesuatu untuk ditambahkan, Aishia?"

 

"Para murid dari yang transcendent lainnya mungkin mengetahui sesuatu juga."

 

"Ah, benar juga. Murid menjadi abadi, jadi mereka seharusnya masih hidup, bukan? Apa kamu mengenal murid lain, Sora?" Rio bertanya.

 

"Sayangnya, Sora tidak tahu di mana mereka berada...."

 

"Apa kamu pernah bertemu mereka sebelumnya?"

 

"Sora bertemu dengan seorang murid dari roh tingkat atas, dan seorang murid dari Lina sebelumnya."

 

"Seperti apa murid dari Lina itu?"

 

"Satunya adalah penyihir homunculus, dan dua lainnya adalah golem."

 

"Seorang homunculus..... dan dua golem?"

Rio terkejut dengan jawaban yang tak terduga itu.

 

"Keduanya diciptakan sebagai hasil dari penelitian Tujuh Dewa Bijaksana. Homunculus adalah makhluk yang tidak manusiawi, mereka diciptakan dengan mengambil bagian yang baik dari setiap spesies lainnya. Menjadi murid Dewa Bijaksana, Lina, memberi mereka sifat kecerdasan yang luar biasa. Jadi mereka bertugas sebagai asisten Lina."

 

"Bagaimana dengan golem?"

 

"Mereka adalah artefak sihir yang berspesialisasi dalam pertempuran ofensif. Mereka memiliki kepribadian buatan yang ditanamkan ke dalamnya."

 

"Jika mereka memiliki kepribadian, apa itu berarti mereka dapat berkomunikasi?"

 

"Hmm. Mereka tidak bisa bergerak tanpa persediaan esensi sihir, dan mereka hanya mampu mengikuti perintah. Homunculus akan lebih baik untuk diajak berkomunikasi. Tapi mereka semua pergi ke pertarungan terakhir dengan Lina, jadi tidak ada jaminan mereka berhasil keluar hidup-hidup."

 

"Dapatkah para murid itu bisa mati bahkan setelah mereka menjadi abadi...?"

 

"Ya. Meski mereka abadi, tidak terkalahkan. Serangan fatal akan membunuh kami, dan membebaskan kami dari peran kami sebagai murid akan membunuh kami dengan mengembalikan umur alami ke semula."

 

"Kalau begitu, murid macam apa yang dimiliki oleh roh tingkat atas?"

 

"Mereka semua adalah roh humanoid tingkat tinggi. Termasuk yang Sora belum pernah temui."

 

"Kurasa mungkin lebih mudah untuk mencari yang serupa dengan Aishia juga. Jadi itu artinya kita harus mencari roh humanoid juga."

Sebagai sesama roh, Aishia akan dapat mendeteksi keberadaan mereka bahkan jika mereka berwujud, dan Sora tampaknya mampu mendeteksi kehadiran roh juga. Roh humanoid sangat langka, namun hal itu adalah sasaran yang lebih baik daripada mencari petunjuk yang mungkin ditinggalkan atau tidak ditinggalkan Lina.

 

"Namun, semua murid itu pergi ke perang suci atas perintah master mereka. Mungkin saja mereka telah dikalahkan bersama dengan master mereka."

 

"Begitu ya, kedengarannya masuk akal....."

 

Jika mereka pergi ke perang suci dengan roh tingkat atas, mereka mungkin berusaha menyelamatkan master mereka ketika mereka disegel. Tidak ada informasi tentang mereka selama seribu tahun terakhir, jadi kemungkinan besar mereka semua juga telah kalah.

 

"Mau bertanya kepada Dryas?" Saran Aishia.

Satu-satunya roh humanoid lain yang mereka kenal adalah Dryas. Dia bukan roh humanoid selama era perang suci, tapi dia kemungkinan tahu di mana menemukan roh humanoid yang lain.

 

"Ide bagus. Dryas-san telah kehilangan ingatannya tentang kita karena dia bukan seorang murid, tapi kita bisa mencoba untuk melakukan kontak dengan kapan-kapan."

 

"Ya."

Bahkan jika Dryas kehilangan ingatannya, desa tempat dia berada pada dasarnya adalah tanah suci bagi para roh. Aishia mungkin akan disambut tanpa masalah, meski dia harus memakai topeng. Itu juga sesuatu yang mungkin bisa dilakukan Sora.

 

"Selanjutnya adalah tentang bagaimana cara melepaskan segel ikatan roh antara para hero dan roh tingkat atas, jika kita bisa mengetahui caranya. Bagaimana menurutmu, Aishia?"

 

"Jika kita melepaskan segelnya, mereka mungkin membalas dendam kepada Miharu. Selama bahaya itu bisa dicegah, aku pikir lebih baik melepaskan mereka."

 

"Ya. Aku setuju."

Pertama dan terpenting, roh tingkat atas menjadi korban. Mereka ditipu oleh Enam Dewa Bijaksana dan secara paksa diintegrasikan ke dalam sistem pemanggilan hero. Selama tidak ada risiko kekerasan, lebih baik untuk membebaskan mereka.

 

"Namun, sistem ikatan roh sangat kompleks. Melepaskan segel itu akan membutuhkan kecerdasan seperti salah satu dari Tujuh Dewa Bijaksana. Hal itu tidak mungkin untuk kita."

 

"Kalau begitu, kita bisa mencari cara untuk melepaskan segel bersamaan dengan pencarian kita untuk mencari tujuan Lina. Kita juga dapat menemukan cara untuk menghapuskan kesalahpahaman tentang Lina saat kita melakukannya."

 

"Aku setuju dengan itu."

 

"Dari pembahasan ini..... Apa kalian berdua sudah tahu di mana roh tingkat atas berada?" Sora bertanya, melihat antara Rio dan Aishia dengan rasa penasaran.

 

"Ah, benar juga, kamu masih belum tahu tentang itu, yah. Mereka telah disegel dalam bentuk berasimilasi dengan para hero.... Apa kau tahu apa itu hero, Sora?"

 

"Hero.....?"

Rupanya Sora tidak mengetahuinya. Dia telah melindungi wilayah Yagumo atas permintaan Raja Naga, jadi dia diasingkan dari peristiwa yang terjadi di Strahl.

 

"Sederhananya, Enam Dewa Bijaksana telah menyegel roh tingkat atas dalam sistem pemanggilan hero untuk menggunakan kekuatan mereka. Mereka yang terpilih sebagai hero berasimilasi dengan roh dan mampu mengeluarkan kekuatan mereka."

 

"Oh......"

 

"Roh peringkat atas membenci Enam Dewa Bijaksana karena menyegel mereka. Mereka yakin Lina terlibat dalam skema untuk menyegel mereka dan juga membencinya. Para hero tidak menyadari bahwa mereka telah berasimilasi dengan roh tingkat atas, dan segel melindungi mereka dari sebagian besar bahaya—namun jika segel itu melemah, para hero itu dalam bahaya karena telah dirasuki oleh roh tersebut."

 

"I-Itu terdengar seperti masalah....."

 

"Kami benar-benar bertarung dengan seorang hero yang telah diambil alih oleh roh tingkat atas kemarin, tepat sebelum aku memanggilmu."

 

"Heeh?!"

 

"Sejujurnya, itu bukan pertarungan yang bisa aku menangkan. Jika Aishia tidak mendapatkan kembali ingatannya dan membantuku menggunakan kekuatan transcendent Raja Naga, kami pasti akan kalah."

 

"Setidaknya anda menang pada akhirnya!"

 

"Selama pertarungan itulah kami menyadari jika roh tingkat atas dapat mengetahui bahwa Miharu adalah Lina. Mereka juga melihatku sebagai Raja Naga, tapi sepertinya mereka tidak menyadari bahwa kami berdua bereinkarnasi."

 

"Roh peringkat atas memiliki mata khusus yang memungkinkan mereka melihat jiwa seseorang. Mata tersebut bekerja seperti bagaimana roh biasa dapat mendeteksi kehadiran spiritual, kecuali mereka dapat memperoleh lebih banyak informasi darinya."

Kata Sora, menjelaskan.

 

Dalam hal itu, tidak mungkin mereka salah mengenali jiwa sesama transcendent yang telah memerintah dunia bersama mereka begitu lama.

 

"Apa itu artinya kekuatan transcendent dari roh tingkat atas?"

 

"Tidak. Mereka adalah makhluk spiritual tertinggi; mata mereka lebih merupakan sifat transcendent itu sendiri. Sama seperti Tujuh Dewa Bijaksana yang memiliki kecerdasan luar biasa."

 

"Jadi Tujuh Dewa Bijak itu sebenarnya bijaksana."

 

"Yah, mereka disebut Dewa Bijaksana karena alasan itu. Raja Naga juga tidak dapat memahami semua penelitian Lina. Kemudian mereka memiliki kekuatan transcendent di atas itu......"

Sora berkata dengan kesal. Dia tampaknya tidak memiliki kesan yang baik tentang Tujuh Dewa Bijaksana karena menyeret Raja Naga ke dalam perang.

 

"Hahaha..... Apa Raja Naga juga memiliki semacam sifat?"

 

"Sifat Raja Naga adalah memiliki tubuh fisik yang sangat kuat!" Jawab Sora, matanya berbinar dengan antusias.

 

"Naga juga memberikan kesan yang sangat kuat."

 

"Apa anda ingat bagaimana Sora menunjukkan bentuk kulit naganya kemarin? Saat Raja Naga mewujudkan tubuh naganya, dia mendapatkan baju besi terkuat di dunia. Dalam bentuk itu, dia mampu membelokkan semua spirit art dan sihir."

Menurut Sora, bentuk humanoid fisik mereka adalah tubuh utama mereka, namun mereka juga memiliki tubuh roh naga yang dapat mereka wujudkan menjadi kulit naga. Hal itu juga berlaku untuk Raja Naga dan muridnya Sora. Namun......

 

"Itu mengesankan..... Tapi aku manusia sekarang, jadi aku tidak memiliki bentuk roh naga, kan?"

Rio bertanya dengan gugup.

 

"Memang...... Sora tidak bisa merasakan kehadiran roh sama sekali dari Raja Naga....."

 

"Aku juga tidak bisa."

Kata Aishia, menambahkan. Jika Aishia tidak bisa merasakan apa pun dari Rio pada jarak ini, maka hampir pasti Rio tidak memiliki wujud roh.

 

"Itu adalah bukti hubungan Raja Naga dengan Sora, sebagai satu-satunya dua dragonkin di dunia ini....."

Sepertinya Sora lebih kecewa daripada Rio. Dia menundukkan kepalanya dengan sedih.

 

"Y-Yah, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan, dan kita akan membuat banyak kenangan mulai sekarang! Kalau dipikir-pikir, apa yang kamu ketahui tentang kekuatan transcedent dari roh tingkat tinggi?" Rio bertanya, menghibur Sora dengan mengganti topik.

 

"Kekuatan roh itu......"

 

"S-Sora bisa menjelaskannya!"

Dengan perannya dalam bahaya dicuri oleh Aishia, Sora tersadar kembali.

 

"Terima kasih, Sora. Bisakah kamu menjelaskannya kepadaku?"

 

"Umu! Kekuatan transcendent yang dimiliki roh tingkat atas adalah mengabaikan hukum alam untuk menciptakan alam. Dewa memberi mereka kekuatan itu untuk melindungi keseimbangan antara manusia dan alam." Jawab Sora.

 

"Kekuatan..... Untuk menciptakan alam?"

Rio tidak bisa memproses kata-katanya.

 

"Umu! Spirit art menciptakan fenomena berdasarkan imajinasi caster. Kekuatan roh tingkat atas melakukan hal serupa, namun dalam skala yang lebih besar—mereka dapat secara instan membentuk alam menurut imajinasi mereka. Namun, masing-masing terbatas pada satu elemen khusus."

 

"Jadi itu yang kami lihat dalam pertarungan kemarin....."

Detail yang Sora berikan membantu Rio yang akhirnya memahami kekuatan luar biasa dari roh tingkat atas yang dia lihat kemarin. Dia mengingat gambaran tanah yang terbelah dan naik seperti tsunami yang membalik bumi.

 

"Raja Naga pernah berkata bahwa enam roh peringkat atas dapat menciptakan kembali dunia jika mereka menggunakan kekuatan mereka secara bersamaan."

 

"Dan jika mereka menggunakan kekuatan mereka untuk menghancurkan, mereka bisa menyebabkan bencana alam seperti roh bumi yang merasuki Erica kemarin."

Kata Aishia, menambahkan.

 

"Benar. Jika umat manusia pernah mengabaikan alam, adalah tugas roh tingkat atas untuk menciptakan bencana alam dan menghukum mereka. Itulah yang Raja Naga katakan kepada Sora."

 

"Begitu yah... Terima kasih, aku mengerti sekarang."

 

"Tidak masalah! Sora juga bisa menjelaskan kekuatan Tujuh Dewa Bijaksana jika anda mau!"

 

"Bukankah kekuatan Tujuh Dewa Bijaksana adalah melihat masa depan?" Rio bertanya, memiringkan kepalanya bingung.

 

"Itu memang benar, tapi itu hanya kekuatan Lina. Enam lainnya memiliki kekuatan yang berbeda."

 

"Ah, benarkah?"

 

"Ya. Mereka benar-benar merahasiakannya, jadi baik Raja Naga maupun Lina tidak tahu bagaimana kekuatan mereka bekerja secara detail."

Tampaknya Tujuh Dewa Bijaksana masing-masing memiliki kekuatan transcendent yang unik.

 

"Kalau begitu, bisakah kamu memberitahuku apa yang kamu ketahui?"

 

"Tentu saja! Jika Sora mengingatnya dengan benar.... Ada duplikasi, analisis komponen, manipulasi takdir..... Umm..... Dan..... Err..... Pandangan untuk masa depan Lina..... Dan....."

Sora memulai menyebutkan daftarnya dengan percaya diri, tapi dia mulai kehilangan perkataannya di tengah-tengah dan mulai panik. Dia telah melupakan sisanya, atau dia tidak pernah memiliki ingatan yang jelas sejak awal.

 

"Apa kamu lupa?" Rio menebak. 

Rio secara khusus memintanya untuk menyebutkan kekuatan dari Enam Dewa Bijaksana, namun Sora telah memberinya jawaban tentang kekuatan dari Lina, yang seharusnya dikecualikan. Jelas Sora sudah lupa.

 

"I-Ini semua salah Lina! Dia menggunakan kata-kata yang sangat sulit satu demi satu!"

 

"Tidak apa-apa, sudah seribu tahun sejak itu, jadi wajar saja untuk melupakannya. Apa kamu ingat sesuatu, Aishia?"

 

"Maaf, aku hanya tahu tentang kekuatan Lina."

 

"Hehehe. Ini kemenangan Sora!"

Kata Sora, lalu menghela napasnya dengan lega.

 

"Yang aku tahu adalah bahwa Tujuh Dewa Bijaksana memiliki kecerdasan yang luar biasa, dan ketika pikiran mereka digabungkan dengan kekuatan mereka, mereka dapat melakukan hampir semua hal. Mereka memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menemukan apapun yang ingin mereka ketahui."

 

"U-Umu. Dewa memberi mereka kekuatan untuk memimpin umat manusia. Tujuh Dewa Bijaksana dimaksudkan untuk menjadi sosok pemujaan, simbol untuk dipercaya umat manusia."

Tambah Sora, tidak mau kalah dengan Aishia.

 

"Jadi peran roh tingkat atas adalah untuk menjaga keseimbangan antara alam dan umat manusia, dan peran Tujuh Dewa Bijaksana adalah untuk menjadi simbol keimanan bagi umat manusia. Dan dewa memberi mereka semua kekuatan yang luar biasa untuk peran-peran itu......" Rio meringkas.

Dia mulai mendapatkan ide bagus tentang apa sebenarnya para transcendent itu.

 

"Kekuatan Raja Naga jauh lebih mengesankan daripada kekuatan para transcendent lainnya!"

 

"Kalau begitu, bisakah kamu memberitahuku tentang kekuatan Raja Naga juga? Pemahamanku tentang kekuatannya itu seperti melepaskan cahaya yang menghapus target......"

Rio telah memperoleh kekuatan itu di tengah-tengah pertarungan sebelumnya—bersama dengan pemahaman samar tentang cara menggunakannya—tapi dia masih belum menerima penjelasan yang tepat tentang kekuatan macam apa itu.

 

"Kekuatan yang dimiliki Raja Naga adalah pemusnahan. Kekuatan itu dianugerahkan kepadanya dengan tujuan menghilangkan segala ancaman dari dunia, untuk melindungi dunia." Kata Sora dengan bangga.

 

[ Aku menghapus malapetaka yang diciptakan oleh roh bumi dalam pertarungan kemarin. Itu memang kekuatan yang menakutkan. Tapi aku tidak tahu apa yang aku hapus dan apa yang tidak, meskipun akulah yang menggunakan kekuatan itu. Bagaimana jika aku tidak sengaja menghapus semuanya? ]

Rio menatap tangannya saat hawa dingin turun ke punggungnya. Kekuatan ini berbahaya—itulah yang dikatakan instingnya.

 

"Raja Naga adalah yang terkuat! Tidak ada seorang pun di luar sana yang bisa menghadapi Raja Naga dalam pertarungan langsung!"

Kata-kata Sora dipenuhi dengan semangat.

 

"Kamu berpikir seperti itu? Kedengarannya seperti para transcendent lainnya juga agak berbahaya."

 

"Itu benar! Jika para transcendent lain menggunakan kekuatan mereka secara bersamaan, kekuatan pemusnahan Raja Naga akan selalu menjadi yang teratas!"

 

Rio berhenti sejenak. 

"Begitu yah...."

 

Apa yang mengganggunya adalah fakta bahwa dia masih belum tahu bagaimana menggunakan kekuatan itu dengan baik, dan fakta bahwa tidak setiap pertarungan diadakan secara langsung.

Serangan kejutan selalu menjadi kemungkinan, dan dia tidak akan berdaya melawan sesuatu yang tidak bisa dimusnahkan.

 

Lina telah membuat Raja Naga bereinkarnasi ke masa sekarang, namun mungkinkah seseorang yang lebih kuat muncul di masa depan? Akankah Rio dapat melindungi orang yang dia cintai jika itu terjadi, atau akankah dia dihentikan oleh aturan yang diciptakan dewa? Semua ketakutan itu membebani dirinya, dan hal itu bisa terlihat di wajahnya.

 

"Apa ada masalah, Raja Naga?"

Sora bertanya dengan cemas.

 

"Tidak, bukan apa-apa. Aku hanya berpikir tentang bagaimana aku harus menggunakan kekuatan ini untuk melindungimu juga, Sora."

Jawab Rio sambil tersenyum lembut kepada Sora.

 

"Anda tidak perlu khawatir tentang itu! Sebagai murid Raja Naga, Sora sangat kuat!" Sora membusungkan dadanya dengan bangga, tertawa sendiri.

 

"Apakah begitu? Maksudku, aku yakin jika itu pasti benar, tapi....."

Seorang murid pastinya sangat kuat, tapi Sora tidak terlihat berbeda dari anak kecil. Kecanggungan yang kadang-kadang Sora tunjukkan hanya meningkatkan kesan itu lebih jauh, jadi Rio tidak bisa menahan keraguan di dalam dirinya.

 

"S-Sora itu kuat! Jauh lebih kuat dari Aishia di sana!"

Sora bersikeras, sambil menunjuk Aishia.

 

"Lebih kuat dari Aishia.... Kalau begitu, aku ingin melihat kekuatan itu secara pribadi suatu hari nanti."

Rio tahu betapa kuatnya Aishia, dan dia tidak akan kalah dalam pertarungan dengan mudah. Tapi dia punya perasaan bahwa berdebat di sini hanya akan menimbulkan masalah, jadi dia memutuskan untuk mengesampingkan masalah itu di lain hari.

 

"B-Baiklah!"

Tapi hal itu tidak tersampaikan dengan jelas.

 

"Sora akan menunjukkan kemampuannya yang sebenarnya!" Dia menggembungkan pipinya yang lembut dengan ekspresi cemberut, siap membela harga dirinya.

 

◇◇◇◇

 

Lebih dari sepuluh menit kemudian, kelompok itu telah pindah ke gurun tak berpenghuni yang berjarak puluhan kilometer dari ibukota wilayah Duke Gregory. Tujuan mereka adalah mengadakan pertarungan latihan antara Sora dan Aishia.

 

Saat Aishia muncul untuk bertarung, kehadiran rohnya terungkap ke sekitarnya. Hal yang sama terjadi pada Sora ketika dia mewujudkan tubuh naganya. Mereka mempertimbangkan untuk menggunakan topeng untuk menyembunyikan kehadiran mereka, namun mereka tidak ingin mengambil risiko topeng berharga itu pecah untuk pertandingan persahabatan.

 

Itu sebabnya mereka memutuskan untuk melakukan perjalanan jauh dari kota untuk menghindari deteksi. Jarak itu juga masih relatif dekat, jadi mereka bisa kembali dalam hitungan menit jika diperlukan.

Saat ini, Sora dan Aishia berdiri pada jarak sepuluh meter dari satu sama lain. Rio berdiri di antara mereka sebagai wasit.

 

"Umm..... Ada kemungkinan Aishia dianggap sebagai transcendent setelah berasimilasi denganku. Apa menggunakan kekuatannya dalam pertandingan seperti ini akan menimbulkan masalah?" Rio bertanya. Dia masih tampak agak ragu-ragu tentang gagasan itu.

 

"Sora adalah murid Raja Naga! Pertandingan tanpa ada kepentingan yang dipertaruhkan bukanlah masalah!"

 

"Baiklah... Tidak perlu berlebihan, jadi jangan bertindak terlalu jauh. Itu saja."

Ditekan oleh antusiasme Sora, Rio akhirnya mempersiapkan diri. Dia perlu mengetahui kemampuan Sora cepat atau lambat. Aishia sepertinya merasakan hal yang sama, karena dia menyetujui tantangan Sora dan membawa Rio ke sini.

 

Sora, yang dengan jelas melihat Aishia sebagai rival, bersemangat untuk pertandingan itu. 

"Hehehe. Ini adalah kesempatan sempurna. Mari kita perjelas siapa di antara kita yang lebih pantas menjadi tangan kanan Raja Naga!"

 

Rio mengambil batu kecil dari tanah, lalu menjelaskan aturannya.

"Oke. Aku akan melempar batu ini, dan pertandingannya akan dimulai saat batu ini menyentuh tanah. Harap jangan menggunakan serangan apapun yang dapat menyebabkan kerusakan besar di sekitar. Dan kalian harus berhenti ketika aku menyuruhnya. Apa itu jelas?"

 

"Jelas sekali!"

 

"Ya."

Setelah melihat mereka mengangguk, Rio melempar batu itu ke atas.

"Baiklah, mulai."

 

Tepat pada saat batu itu mendarat, Sora bergerak.

"Haaah!"

 

[ Dia cepat. ]

Mata Rio melebar. Sora langsung menyerang Aishia saat batu itu jatuh, tapi.....

 

"..........."

Aishia melompat mundur tanpa membuat ekspresi apapun di wajahnya, menghindarinya dengan mudah.

Begitu dia melakukan itu, sayap naga tumbuh dari punggung Sora.

 

"Kamu tidak akan lolos!"

Sora terbang mengejar Aishia. Kecepatannya bahkan lebih cepat setelah menumbuhkan sayap itu, memungkinkannya untuk mendekati Aishia di udara.

 

Di sana, keduanya terlibat dalam pertarungan. Namun, itu bukanlah pertandingan pertarungan jarak dekat.

 

Bagaimanapun, mereka berdua sangat cepat. Mereka bisa terbang bebas. Mereka bisa terbang dari satu tempat ke tempat berikutnya tanpa jeda, dan bisa menempuh jarak seratus meter dalam sekejap mata—artinya jarak dua atau tiga ratus meter hampir tidak ada jarak sama sekali. Mereka tidak pernah berhenti di satu tempat untuk waktu yang lama, jadi pertarungan mereka menjangkau area yang sangat luas.

 

Keduanya mulai bergerak dengan belokan sudut kanan yang akan menjadi beban yang terlalu berat untuk dilakukan oleh tubuh manusia biasa, bahkan setelah peningkatan fisik. Gerakan mereka tidak mungkin diikuti oleh orang biasa.

 

Dengan demikian, pertukaran serangan udara yang sengit berlanjut untuk beberapa waktu.

 

"Wow....."

Rio terkejut. Sekarang, dia sudah cukup melihat untuk mengetahui bahwa Sora memiliki banyak kekuatan.

Jika ada satu hal yang belum dia lihat, maka itu adalah bagaimana Sora menghadapi lawan yang melemparkan banyak spirit art dari jarak jauh. Tentu saja, dengan mobilitasnya, sebenarnya tidak ada jarak yang jauh.....

 

Saat itu, Aishia membeku di udara. Menyalin gerakannya, Sora berhenti sepuluh meter jauhnya.

 

"Tch, kenapa kamu tidak diam saja."

Kata Sora dengan kesal.

 

"Kamu juga cepat."

 

Senang dengan pujian Aishia, Sora berusaha untuk memuji dia kembali. 

"H-Hmph! Kamu hanya sedikit lebih baik dari yang Sora pikirkan."

 

"Haruto seharusnya sudah tahu seberapa kuat dirimu sekarang." Kata Aishia, menatap Rio, yang mengawasi mereka dari tanah.

 

"Hmph..... Sora jauh lebih kuat dari ini."

 

"Aku pikir Haruto ingin tahu seberapa baik kamu bisa bertahan melawan serangan esensi sihir dalam wujud nagamu." Kata Aishia, melemparkan puluhan peluru esensi sihir ke sekelilingnya. Dia pada dasarnya menyuruhnya untuk menerima serangannya sebagai demonstrasi untuk Rio.

 

"Oh, apa yang kamu maksud yang ini......"

Sora melirik Rio juga. Memang, dia hanya terbang dengan sayapnya dalam pertarungan tangan kosong berkecepatan tinggi sampai sekarang. Dia belum menunjukkan kemampuan penolak esensi sihir dalam bentuk naganya. Dia tidak suka cara Aishia diminta untuk melakukannya, tapi.....

 

"Baiklah."

Sora menerima tawaran dari Aishia.

 

"Namun! Sora tidak berniat membiarkanmu menyerangnya dengan serangan lama. Jika kamu ingin melihat pertahanan Sora, kamu harus menghentikan upaya pertarungan jarak dekat dan menyerangnya terlebih dahulu. Karena Sora akan menggunakan wujud dragonkinnya, Sora akan mengalahkanmu tanpa menggunakan serangan jarak jauh!"

Sora menyatakan, menunjuk jarinya kepada Aishia tegas. Pada saat yang sama, tanduk tumbuh dari kepalanya dan ekor tumbuh dari belakang; lengannya juga berubah menjadi lengan naga.

 

"Kalau begitu aku akan lari dari serangan jarak dekatmu sambil menyerang dari jauh. Jika kamu bisa cukup dekat untuk menyentuhku, itu akan menjadi kemenanganmu."

 

"Baik, jika itu maumu!"

Oleh karena itu, mereka menetapkan aturan untuk pertandingan mereka.

 

"Oke. Siap?"

 

"Kapanpun kamu siap!"

Pertandingan dilanjutkan. Aishia diam-diam menembakkan rentetan peluru cahaya ke arah Sora saat dia terbang mundur.

 

"Terlalu lambat!"

Sora memanfaatkan ritma kecilnya untuk melewati rentetan serangan itu dengan mulus. Dia mulai mengejar Aishia, yang sudah melakukan serangan kedua untuk memblokir pendekatan Sora.

 

[ Jadi begitu yah.... ]

Pertarungan mereka itu adalah adegan yang benar-benar berbeda dari pertukaran pertarungan jarak dekat murni sebelumnya, dan Rio bisa menebak apa yang mereka tuju.

 

Singkatnya, itu adalah permainan tag. Sora yang mengejar, dan Aishia yang kabur. Aishia menyerang dengan spirit art jarak jauh, sementara Sora membatasi dirinya pada serangan jarak dekat. Dia pikir mereka telah memutuskan aturan itu ketika pertarungan baru saja berhenti. Aishia terus menerus menembakkan rentetan peluru cahayanya langsung ke Sora.

 

"Menggunakan serangan yang sama berulang kali tidak akan berpengaruh kepada Sora!"

Sora melesat dalam pola zigzag di antara peluru cahaya itu sambil menyerang langsung ke arah Aishia. Hujan peluru cahaya itu tidak membuat dampak apapun padanya.

 

Namun, Aishia tidak melepaskan rentetan pelurunya tanpa alasan. Saat mata Sora mulai terbiasa melihat peluru itu, Aishia mulai memanipulasi lintasan tembakan.

 

"Wahh?!"

Peluru yang hanya bergerak dalam garis lurus sampai sekarang tiba-tiba mulai berputar dan berbelok tak terduga ke arah Sora.

 

"Guh!"

Bahkan Sora hampir tidak bisa menyadarinya seketika bereaksi terlambat. Tapi refleksnya cukup cepat untuk memungkinkan tubuhnya berputar dalam gulungan barel yang dengan paksa memungkinkannya menghindari tembakan.

 

"H-Hmph! Kamu masih terlalu lambat!"

Sora menyombongkan diri, meskipun ada kepanikan yang jelas di wajahnya. 

 

"Apa menurutmu Sora bisa—?!"

Bualannya diinterupsi di tengah kalimat oleh kejutan yang lebih besar. Peluru yang seharusnya ditembakkan melewatinya berlipat ganda seperti bumerang, mengelilinginya dari segala arah. Setiap peluru terkunci padanya seperti mereka melacak setiap gerakannya.

 

[ A-Apa dia secara manual mengendalikan semua peluru ini?! ]

Sora menyadari bahwa teknik spirit art Aishia jauh lebih baik dari yang dia bayangkan. Dan itu berarti akan menjadi tantangan nyata untuk menghindari ini.....

 

"Argh! Terima itu!"

Sora mulai melepaskan esensi sihir untuk meningkatkan tubuh fisiknya lebih jauh lagi. Dia kemudian berhenti bergerak maju dan mulai berputar di tempat dengan sayapnya terbentang, membelokkan tembakan dengan momentum putarannya.

 

[ Jika dia memilih metode memblokir serangan ini, apa itu artinya dia tidak dapat menetralkan energi kinetik dari peluru esensi itu? ]

Rio menatap Sora dengan mata melebar dan menganalisis gerakannya.

 

"K-Kamu sudah selesai sekarang, Aishia."

 

"Kamu baik-baik saja?"

 

"Tentu saja!"

 

"Ingin melanjutkan?"

 

"Ya! Dengarkan ini. Mulai sekarang, pertarungan ini menjadi head-to-head! Sora akan mengalahkanmu dengan semua yang Sora punya, jadi tidak ada lagi trik licik!"

 

"Bisakah aku menggunakan elemental art?"

 

"Silakan saja. Sora dapat menerima setiap elemen yang ada!"

 

"Kalau begitu....."

Aishia memanggil bola raksasa yang berdiameter beberapa meter—lima bola petir, lima bola air, dan lima bola api.

 

[ Apa dia tidak memiliki elemen khusus yang menjadi spesialisasinya? Sepertinya dia bukan roh humanoid yang diciptakan oleh Lina secara cuma-cuma. ]

Sora mengevaluasi kembali kemampuan Aishia dengan tatapan tajam.

 

"Ayo, serang Sora sesukamu!"

Sora mendesak dengan keras, sambil menunjuk ke Aishia. Dia tampak sangat percaya diri.

 

"Oke." 

Aishia menembakkan salah satu bola air ke arah Sora.

Bola itu, yang ukurannya sepuluh kali lebih besar dari peluru cahaya sebelumnya, menembak Sora dengan kecepatan supersonik, tapi.....

 

"Hmph!"

 

Sora tidak bergeming dari posisinya, mengayunkan lengan kanannya yang terbuat dari kulit naga yang dibungkus dengan esensi sihir. Gelombang kejut yang dihasilkan meledakkan bola air menjadi semburan tetesan yang tidak berbahaya.

 

[ Kekuatan itu adalah jumlah kekuatan yang cukup mengesankan. ]

Sora tersenyum melihat keterkejutan Rio, lalu kembali mengejek Aishia. 

 

"Serangan terus datang! Sora akan mendemonstrasikan dengan tepat kekuatan apa yang Raja Naga berikan kepadanya!"

 

Sebagai tanggapan, Aishia mulai menembakkan bola demi bola itu ke Sora.

"Ini dia!"

 

Sora menembak ke depan seperti anak panah yang dilepaskan dari tali busur yang ditarik ke belakang, berakselerasi ke arah serangan elemental itu sendiri.

Ayunan lengan dragonkin naganya dengan kecepatan seperti itu seperti perwujudan absurditas. Apa bola itu air, api, atau kilat, cakar tajamnya mencabik-cabiknya secara merata.

 

Elemental orb yang dilemparkan sebelumnya bukanlah tandingan Sora—inilah yang segera disadari Aishia. Dia membutuhkan serangan yang lebih kuat untuk menjatuhkan Sora sekaligus. Namun, serangan seperti itu berpotensi mereduksi tubuh manusia biasa menjadi debu.

 

"............"

Aishia ragu. Tapi dia tidak punya waktu untuk berpikir.

Mengira Sora cukup kuat untuk bertahan hidup, dia mengulurkan tangannya dan menyiapkan esensinya.

 

"Ini yang terakhir!"

 

Sora menyadari bahwa Aishia sedang mempersiapkan serangan lain saat dia menebas bola terakhir dan memanggilnya. 

"Serang sini!"

 

Aishia menembakkan meriam esensi ekstra besar ke Sora untuk menghentikan pendekatannya. Sinar cahaya itu cukup tebal untuk menelan Sora sepenuhnya.

 

"Haaah!"

Sora menjulurkan tangan kanannya saat dia terbang lurus ke arah tembakan meriam. Tepat ketika dia akan melakukan kontak dengan sinar itu, dia tenggelam ke dalamnya seperti tahu dan menembusnya.

 

"Yang benar saja...?"

Rio berkata sendiri terlepas dari adegan itu.

 

"Sekarang, semuanya telah berakhir!" 

Sora membatalkan setiap serangan dengan lancar dan mencapai Aishia. Tapi saat dia hendak menyentuh tubuhnya, Aishia dengan cepat mundur.

 

"Apa?!" Sora berteriak kaget. 

Dia percaya dia telah menang, jadi hal itu membuatnya terkejut. Dia dengan cepat tersentak kembali ke akal sehatnya dan mengejar Aishia.

 

"H-Hei! Jangan lari! Aishia! Yang tadi adalah kemenangan Sora!"

 

"Itu tidak ada dalam aturan."

 

Sora tidak bisa membantahnya. 

"Grrr. D-Dengarkan! Sora akan menangkapmu dengan mudah jika Sora bisa menggunakan serangan jarak jauh, dan Sora masih belum menunjukkan bentuk dragonkinnya yang utuh kepadamu!"

Sora berdebat karena frustrasi.