Her Crusade – Bonus Short Stories

 

KEINGINAN CINDERELLA

 

Amakawa Haruto adalah seorang anak laki-laki berusia tujuh belas tahun yang bersekolah di sekolah menengah atas di jepang. Pada bulan september. Masa sekolah baru baru saja dimulai, namun meskipun ini bulan baru september, masih terasan sepanas saat bulan-bulan musim panas.

 

"Ah, Amakawa Senpai!"

Sepulang sekolah, Haruto bertemu dengan Minamoto Rikka, yang berasal dari SMP. Mereka melihat wajah satu sama lain dari kejauhan sebelum Rikka melambaikan tangannya saat dia mendekat.

 

"Halo, Rikka."

 

"Halo juga, Senpai."

 

"Apa kamu akan pulang hari ini?"

 

"Ya. Apa kamu ingin pulang bersama? Sebenarnya ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu....."

Rikka berbicara dengan senyum ramah, tapi dia mengamati wajah Haruto untuk melihat reaksinya yang agak gugup.

 

"Aku tidak keberatan. Tapi apa itu?"

Haruto memiringkan kepalanya, bertanya-tanya tentang apa itu. Untuk saat ini, dia mulai berjalan bersama dengan Rikka.

 

"Apa kamu tahu SMP-ku sedang mengadakan festival sekolah pada akhir bulan depan?"

 

"Ya."

 

"Sudah diputuskan bahwa akan ada drama di festival."

 

"Kalau dipikir-pikir, kamu ada di klub drama, benar?"

 

"Ya. Temanku memintaku untuk bergabung hanya untuk mengisi tempat, jadi aku hampir tidak pernah datang."

 

"Jadi, kamu tidak ikut bermain?"

 

"Tidak, sebenarnya sudah diputuskan bahwa aku akan muncul di dalamnya....." Ekspresi Rikka turun—Dia tidak terlihat terlalu antusias tentang itu.

 

"Oh. Drama tentang apa drama itu?"

 

"Cinderella."

Cerita itu adalah kisah yang sangat terkenal—kisah klasik untuk festival sekolah.

 

"Dan apa peranmu?"

 

"......Cinderella."

 

"Jadi begitu." Haruto tertawa melihat cara Rikka menundukkan wajahnya karena malu.

 

"Aku tahu kalau aku tidak cocok dengan peran sebagai Cinderella......" Kata Rikka, semakin malu.

 

"Itu tidak benar, menurutku peran itu sangat cocok untukmu." Kata Rio tegas.

 

"Te-Terima kasih."

 

"Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan kepadaku?"

 

"Umm, baiklah......"

Sepertinya itu adalah topik yang sulit untuk didekati, karena dia berjuang untuk menemukan kata-katanya. 

 

"A-Amakawa-senpai, maukah kamu berperan sebagai pangeran?"

Rikka dengan tegas mengajukan pertanyaannya—atau lebih tepatnya, keinginannya—ke dalam kata-kata.

 

"........."

Haruto terkejut. Dia berkedip dalam diam.

 

"Seperti yang kamu tahu, sekolah kami adalah SMP khusus perempuan, jadi kami tidak punya laki-laki untuk peran itu. Kami mendiskusikan seorang gadis yang berperan sebagai pangeran, tapi sepertinya tidak ada yang cocok dengan peran itu, karena itu namamu muncul...."

Rikka menambahkan dengan ragu-ragu.

 

"Bukankah buruk bagi orang luar sepertiku untuk masuk di dalamnya?" Sejujurnya, Haruto merasa tidak suka dengan ide itu.

Namun dia merasa sulit untuk mengatakan tidak secara langsung, maka dia mencoba mengambil pendekatan yang berbeda melalui bentuk pertanyaan.

 

"Aku sudah mendapat izin dari penasihat klub. Dia juga mengajar di SMA-mu dan dia bilang tidak apa-apa jika itu dirimu......"

 

"Artinya aku mengenal penasihat ini, benar?"

 

"Penasihat Clubku adalah Suzuki dari departemen seni."

 

"Oh, dia." Dia adalah guru kelas pilihan mingguannya, yang membuatnya berhutang budi.

 

"Jika kamu tidak bisa melakukannya, dia bilang dia bisa mencari anak laki-laki lain dari SMP lain untuk membantu, tapi aku agak takut ada anak laki-laki tak dikenal yang berperan sebagai pangeran, dan menurutku itu akan menyenangkan. Jika kamu yang jadi pangeran..... Aku....."

 

[ Aku mau kamu yang menjadi pangeranku?  ]

Rikka menatap wajah Haruto dengan cemas seolah ingin menanyakan hal itu.

 

"Baiklah..... Aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya dengan baik, tapi jika itu keinginanmu maka tidak masalah."

Tidak mungkin Haruto bisa menolaknya saat melihat adik kelasnya yang imut itu. Haruto menerima peran sebagai pangeran untuk Rikka sang Cinderella.

 

MANDI YANG NYAMAN

 

Malam setelah Rio tersadar, selama perjalanan kembali ke Kastil Galarc dari Republik Demokratik Suci Erica, Liselotte sedang menikmati mandi di rumah batu.

 

"Ini sangat nyaman....."

Dia menghela napasnya dengan gembira, bersandar untuk melihat ke langit-langit. Dia sangat khawatir ketika Rio tidak sadarkan diri, jadi dia tidak bisa menghargai betapa indahnya pemandian di rumah batu itu sampai sekarang.

 

[ Apa tirai gantung di atas pintu ruang ganti itu buatan Amakawa-senpai juga? Ini seperti aku sedang datang ke pemandian air panas Jepang. ]

Liselotte tertawa setengah geli, setengah senang. 

Sisi Rikka dari dirinya tampaknya telah muncul ke permukaan, saat dia menyebut Rio sebagai "Amakawa-senpai" di dalam hatinya.

 

[ Mandi di pemandian batu ini nyaman.

Mungkin aku akan membuatnya lain kali kalau aku punya kesempatan. ]

Liselotte berpikir sambil bersenandung pada dirinya sendiri dengan gembira.

 

[ Suasana seperti tempat ini luar biasa.

Ini seperti memiliki tempat persembunyian pribadi untuk diriku sendiri. ]

Liselotte jarang memiliki kesempatan untuk berendam di pemandian batu yang indah. Apa itu karena dia merasa terinspirasi atau karena dia adalah seorang pedagang berdasarkan pekerjaannya, dia melihat sekeliling sambil memikirkan bagaimana dia ingin mendesain interior kamar mandinya sendiri. Dia bisa berendam selamanya seperti ini.

 

[ Aku ingin bersantai sedikit lebih lama, tapi...... ]

Tempat itu bukan kamar mandinya sendiri di rumahnya sendiri, dan Rio masih belum mendapat giliran untuk mandi, jadi Liselotte memutuskan untuk keluar dari kamar mandi lebih awal. Begitu dia kembali ke ruang ganti dan selesai berganti, dia melangkah ke koridor. 

Di sana, dia berpapasan dengan Rio yang baru saja keluar dari kamarnya sendiri.

 

"Bagaimana airnya?"

 

"Pemandian itu sangat bagus. Terima kasih banyak..... Amakawa-senpai." Jawab Liselotte.

Rona memerah di pipinya mungkin bukan hanya karena lama berendam di pemandian. Dia menyelesaikan kalimatnya dengan senyuman.

 

"Umm...... Bisakah aku membuatkanmu minuman? Sesuatu seperti susu atau buah dengan susu untuk diminum setelah mandi?"

Rio menawarkan, tersenyum sedikit canggung. Bagi orang-orang yang memiliki ingatan sebagai orang jepang, itu adalah proposal yang sangat menggoda.

 

"Y-Ya, tolong......!"

Liselotte menelan gugupnya dan mengangguk dengan penuh semangat.

 

HUJAN DI PAGI HARI

 

Di Kastil Galarc, di Mansion yang diberikan Francois kepada Rio.....

Latihan pagi itu dibatalkan karena pada malam hari hujan, tapi Rio bangun pagi-pagi sekali karena sudah kebiasaan. Sementara itu, semuanya belum bangun.

Mereka telah memutuskan untuk membatalkan latihan pagi mereka pada malam sebelumnya, dan Christina dan Flora telah tinggal di Mansion tadi malam, jadi para gadis itu mengadakan pesta piyama..... dan mungkin begadang sambil mengobrol satu sama lain.

 

[ Baiklah. Aku akan membuat sarapan hari ini. ]

Miharu dan Orphia sering membuat sarapan selama latihan pagi, jadi Rio memutuskan kalau dirinya akan membuatnya hari ini. Dia langsung menuju dapur.

 

[ Tidak ada berlatih pagi ini, jadi haruskah aku membuat sesuatu yang ringan untuk semuanya? Sesuatu yang sederhana..... ]

Dia berpikir tentang apa yang harus dibuat. Setelah memutuskan menunya, dia mulai memasak. Dia mulai dengan bahan-bahan yang perlu direbus dan hidangan yang bisa dipanaskan nanti, dan memotong bahan-bahan yang perlu dibuat nanti. Dia menghabiskan satu jam di dapur untuk persiapan itu sebelum kembali ke ruang tamu.

 

[ Tidak ada yang tersisa untuk dilakukan..... ]

Rio duduk di sofa ruang tamu yang kosong. Pagi hari biasanya merupakan urusan yang keras dan hidup dengan semuanya, jadi sendirian seperti ini terasa sangat sepi. Rio tersenyum lembut, menyadari bahwa dia telah berubah dari selalu sendirian di masa sekolahnya menjadi terbiasa hidup dengan orang lain.

 

Bagaimanapun, dia tidak cukup mengantuk untuk kembali ke tempat tidurnya untuk tidur lagi, jadi dia bertanya-tanya apa yang harus dilakukan dengan waktu luang ini.

 

[ Mungkin aku akan minum teh sambil membaca buku. ]

Dia telah membuat teh dalam perjalanan keluar dari dapur sebelumnya. Dia melirik jam di kamar.

Teh itu telah siap. Dengan itu, dia menuangkan secangkir dari teko untuk dirinya sendiri. Aroma teh menyebar ke seluruh ruangan.

 

Setelah menikmati aromanya sepenuhnya, dia menikmati setiap tegukan dari tehnya. 

"Rasanya enak....."

 

"Ah. Apa itu kamu, Haruto?"

Kata Celia, memasuki ruang tamu.

 

"Selamat pagi, Celia..... Putri Christina dan Putri Flora juga." Ketika dia melihat Christina dan Flora bersama Celia, dia berdiri untuk menyambut mereka dengan hormat.

 

"Selamat pagi, Amakawa-sama."

 

"Selamat pagi, Haruto-sama."

Christina membalas sikapnya dengan hormat. Suara Flora dijiwai dengan sukacita.

 

"Kalian semuanya sudah bangun terlalu awal." Kata Rio.

 

"Kamu juga." Jawab Celia.

 

"Apa tidur kalian nyenyak?"

 

"Ya, kami semua tidur di kamar yang sama tadi malam."

 

"Flora memiliki sesuatu yang ingin dia tanyakan kepada Celia Sensei, apapun yang terjadi."

 

"Hehe! Aku senang bisa berbicara banyak dengan Celia Sensei." Flora menyeringai bahagia.

 

"Itu hebat."

 

"Ya." Celia mengangguk.

Dia kemudian melihat sekeliling ruangan. 

 

"Apa semuanya masih tidur?"

 

"Ya, aku hanya sedang menunggu semuanya bangun. Aku akan membawakan beberapa cangkir lagi, jadi silakan duduk." Rio berdiri dan menuju ke dapur.

 

"Bukankah ini pagi yang terbaik, Christina Onee-chan?"

Kata Flora kepada kakak perempuannya. Dia tampak sangat gembira pada kesempatan untuk berbicara dengan Rio.

 

"Ya." Kata Christina, tertawa lembut.

 

Setelah itu, mereka berempat mengobrol satu sama lain hingga yang lainnya terbangun. Itu adalah pemandangan yang tidak pernah dibayangkan Rio selama hari-harinya di Akademi Kerajaan.