Her Crusade – Prolog : 「Permintaan」

 

Aku membenci dunia ini.

Dunia ini membuatku muak.

Karena itulah, aku akan memulai perang.

Perlawanan terhadap manusia bodoh.

Perang akan segera dimulai.

Rasanya seperti aku melihat kilas balik tentang berbagi hal terjadi sejak aku datang ke dunia ini.

Apa yang salah.

Siapa yang salah.

Apakah aku yang salah.

Apakah aku sudah kehilangan akal.

Untuk memastikannya.....

 

◇◇◇◇

 

Aku adalah seorang dosen di sebuah universitas yang ada di perkotaan, namun di suatu hari, aku tiba-tiba datang ke dunia ini bersama tunangan tercintaku.

 

Dia adalah seorang profesor yang berusia awal tiga puluhan dan orang yang sangat cakap. Namun, aku tidak jatuh cinta kepadanya karena hal itu. Kebaikan, ketulusan, dan dedikasinya itulah yang membuatku tertarik kepadanya. Aku mencintainya dari lubuk hatiku.

 

Kami berdua pertama kali tiba di dunia ini di tengah pegunungan. Kami berada di laboratorium penelitian universitas pada saat itu, kemudian dikelilingi oleh pemandangan alam seperti saat berikutnya. Ada air terjun di dekatnya.

 

Awalnya, kami pikir kami berada di pedesaan yang berada di jepang. Mungkin kami telah terperangkap dalam warp, teleportasi, atau celah di luar angkasa. Kami baru saja mengalami peristiwa yang tidak realistis, namun kami masih percaya kalau kami masih berada di bumi.

 

Namun, kami salah.

 

Dunia ini bukanlah bumi—ini adalah dunia yang berbeda. Kami menyadari hal itu setelah menghabiskan beberapa jam menuruni pegunungan.

 

Ada sebuah pemukiman manusia di kaki gunung. Pemukiman itu tidak menunjukkan tanda-tanda peradaban modern. Semua orang yang tinggal di sana memiliki pakaian yang compang-camping; kami terkejut karena itu. Tapi mereka adalah orang pertama yang kami temui sejak datang ke sini. Kami harus berbicara dengan mereka.

 

Menilai dari penampilan mereka, mereka jelas bukan orang jepang. Menurut tunanganku, penampilan mereka mirip orang rusia atau eropa. Dia kemudian mencoba berbicara bahasa rusia, inggris, dan jerman kepada mereka, namun mereka tidak memahaminya.

 

Namun untuk beberapa alasan, aku bisa memahami bahasa mereka. Nyatanya, kata-kata mereka terdengar seperti bahasa jepang bagiku. Penduduk desa tampaknya bingung dengan bahasa jepang yang digunakan oleh tunanganku, tapi mereka mengerti setiap kata dalam bahasa jepangku.

 

Setelah itu, aku dan tunanganku diizinkan tinggal di sebuah rumah kosong di desa. Kami kelelahan karena menuruni gunung, jadi kami tertidur sangat lelap seperti orang mati pada saat itu.

 

◇◇◇◇

 

Malam harinya setelah kami tiba ke dunia ini, aku bermimpi.

 

Sepertinya, aku adalah seorang hero.

 

Seseorang muncul dalam mimpiku dan memberitahuku hal itu. Awalnya aku ragu, namun ketika aku bangun di pagi harinya, aku memiliki kekuatan yang sama seperti yang aku lihat dalam mimpiku. Aku bisa memanggil semacam tongkat dan mengendalikan bumi dengan semacam kekuatan abnormal.

 

Aku memberitahu tunanganku tentang apa yang aku lihat dalam mimpiku. Kemungkinan besar, dia ada di dunia ini karena dia bersamaku. Aku telah menyeret kekasihku ke dalam kekacauan ini. Mungkin tidak ada cara untuk kembali ke bumi. Ketika aku menyadari ini, wajahku memucat.

 

Tapi dia hanya tersenyum dan berkata, "Aku senang kamu yang membawaku ke sini. Aku bersyukur karena kamu tidak harus datang ke dunia ini sendirian."

 

Dengan perkataannya itu, aku merasa terselamatkan.

 

Dia membuatku terselamatkan.

 

Meskipun aku tidak bisa berbuat hal yang sama kepadanya......

 

◇◇◇◇

 

Kami ingin kembali ke bumi jika bisa, jadi kami mencoba mencari cara untuk melakukannya.

 

Namun, aku tidak tahu apapun selain fakta bahwa aku adalah seorang hero, dan bahwa aku telah memperoleh kekuatan khusus. Kami tidak memiliki petunjuk tentang cara kembali. Jika ada sesuatu yang disembunyikan, hal itu mungkin ada di gunung tempat kita pertama kali tiba di dunia ini.

 

Tunanganku dan aku terus tinggal di desa. Sebagai balas budi, tunanganku memberi kepala desa mantel musim dinginnya.

Tinggal di desa adalah pilihan terbaik hingga kami terbiasa tinggal di sini.

Hal itu adalah pilihan terbaik — atau begitulah menurut kami.

 

◇◇◇◇

 

Setelah datang ke dunia ini, waktu berlalu dalam sekejap mata.

 

Apa hal itu tidak terduga, atau itu wajar saja? 

Bagaimanapun, ada banyak hal yang harus kami lakukan di desa.

 

Penduduk desa terlalu bodoh. Kurangnya pengetahuan mereka berarti mereka hidup dengan cara yang sangat tidak efisien.

 

Kami menggunakan pengetahuan modern kami untuk meningkatkan taraf hidup di desa. Pada saat yang sama, aku menyembunyikan kekuatan heroku.

Aku tidak bisa melihat orang lain di desa yang bisa menggunakan kekuatan seperti sihir. Hanya bangsawan dan orang spesial lainnya yang bisa menggunakan sihir.

Itulah mengapa, aku menggunakan kekuatan Divine Armsku untuk membajak ladang dan mempersubur tanah secara rahasia.

 

Tunanganku mempelajari bahasa dunia ini sedikit demi sedikit, dan akhirnya mampu berkomunikasi sederhana dengan penduduk desa.

 

Kami bisa merasakan pekerjaan kami semakin mudah dan hidup semakin baik dari hari ke hari. Hal itu adalah sensasi yang memuaskan. Namun, hal itu juga masih kurang jika dibandingkan saat tinggal di jepang.......

 

"Rumah adalah tempatmu berada."

Tunanganku akan mengulangi kata-kata itu seperti slogan. Setiap kali dia melakukannya, aku akan menjawab dengan malu, "Ya."

 

Yang benar-benar penting adalah dengan siapa kamu bersama. Bagiku, rumah adalah di mana pun dia berada.

 

Aku terlalu malu untuk mengatakan itu padanya secara langsung, tapi.....

Aku merasa senang.

 

◇◇◇◇

 

Lebih banyak waktu telah berlalu.

 

Tongkatku rupanya memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang. Aku menyadari hal ini ketika tunanganku terluka saat bekerja di pertanian.

 

Aku tidak tahu kenapa, tapi untuk beberapa alasan, kupikir aku akan bisa menyembuhkannya jika aku memasukkan kekuatan sihir ke dalam tongkatku. Aku membawa ujung tongkat di dekat area yang terluka dan mulai bersinar, menyembuhkan lukanya.

 

Aku memberitahu penduduk desa kalau aku hanya menggunakan obat yang aku miliki, namun mereka terkejut dengan bagaimana lukanya sembuh dalam sehari.

Setelah itu, rumor bahwa aku adalah seorang dokter mulai menyebar, dan aku didatangi oleh orang-orang yang terluka dan sakit. Aku harus berpura-pura menjadi seorang dokter dan menyembuhkan mereka sambil menyembunyikan kekuatanku. Aku tidak pernah belajar kedokteran, tapi tidak ada orang lain di desa yang bisa disebut dokter.

 

Sementara itu, tunanganku bekerja memperbaiki alat-alat pertanian, membuat pupuk, membuat kincir air dan saluran air, serta meningkatkan standar kebersihan desa.

Sebelum kami menyadarinya, tunanganku dan aku telah menjadi tokoh penting bagi desa. Setiap kali ada yang punya masalah, mereka akan datang kepada kami untuk meminta nasihat. Aku bahkan menyaksikan lahirnya kehidupan baru.

 

Aku menjelaskan kepada pasangan itu bahwa aku tidak memiliki pengalaman dalam kebidanan, namun mereka bersikeras agar aku berada di sana. Aku benar-benar merasakan pengalaman itu. Tak banyak yang bisa aku lakukan selain menekankan pentingnya kebersihan kepada bidan dan membantu menyiapkan kain bersih yang telah disterilkan dengan air mendidih.

 

Hal itu adalah persalinan yang sangat sulit. Dengan ekspresi bingung, bidan mengatakan bahwa ibu dan anaknya sama-sama dalam bahaya. Melihat ekspresi kesakitan di wajah sang ibu, aku memutuskan untuk menggunakan kekuatan penyembuhanku, yang selama ini aku sembunyikan.

 

Penduduk desa telah memberitahuku tentang keberadaan artefak sihir yang memiliki kekuatan sihir di dalamnya. Aku menggunakannya sebagai penjelasan untuk tongkatku dan mengaktifkan efek penyembuhannya. Cahaya bersinar, dan keajaiban terjadi.

 

Bayi itu lahir dengan selamat, dan pasangan itu sangat berterima kasih.

 

"Aku akan berhutang budi kepadamu selama sisa hidupku."

Rasa terima kasih sang ayah sangat berlebihan, aku merasa sedikit khawatir. Tapi dia sepertinya tidak melebih-lebihkan.

 

Aku menggendong bayi yang baru lahir dan merasakan nilai kehidupan. Aku ingin melahirkan anak yang imut seperti ini dengan tunanganku suatu hari nanti.

 

Aku berharap hal itu dari lubuk hatiku.

 

Kami benar-benar terbiasa hidup di dunia ini ketika kami memutuskan untuk mengunjungi gunung tempat kami pertama kali tiba sekali lagi. Tujuan kami adalah mencari petunjuk bagaimana kami bisa kembali ke bumi.

 

Butuh beberapa waktu sebelum kami dapat melakukan perjalanan, namun kami awalnya memilih untuk tinggal di desa ini untuk tujuan yang tepat. Kami semakin terikat dengan desa, namun keinginan kami untuk kembali ke jepang lebih besar.

Alasan mengapa kami masih belum menikah juga ada hubungannya dengan keinginan kami untuk kembali ke jepang. Kami telah memutuskan bahwa jika kami menikah di dunia ini, kami akan melakukannya dengan niat untuk tinggal di dunia ini.

 

Ada dua masalah. Yang pertama adalah kami tidak dapat menentukan lokasi persis tempat kami muncul.

Kami hanya tahu bahwa lokasi itu ada di pegunungan dan dalam beberapa jam berjalan kaki dari desa. Kami tidak punya pilihan selain mengandalkan ingatan kami. Kami juga tahu ada air terjun di dekatnya.

 

Masalah lainnya adalah siapa yang akan pergi untuk menyelidiki. Kami cukup beruntung bisa turun gunung dengan selamat pertama kali, tapi ada banyak binatang berbahaya di pegunungan.

Berjalan ke pegunungan tanpa senjata adalah tindakan bunuh diri. Itu sebabnya, aku ingin pergi sendiri, namun tunanganku khawatir.

 

"Aku jauh lebih kuat darimu sekarang." Kataku bercanda, namun dia hanya terdiam dengan cemas..... karena kekuatanku membuat pernyataan itu benar.

 

Jika aku menginginkannya, kekuatan heroku akan meningkatkan kemampuan fisikku ke tingkat yang mengerikan. Tubuhku juga akan menjadi lebih kuat.

 

Sebagai perbandingan, tunanganku tidak memiliki kemampuan seperti itu. Dia adalah manusia biasa. Dia telah memperoleh stamina dari pekerjaan pertanian sehari-hari, namun hidupnya masih dalam bahaya melawan binatang buas, bahkan jika dia bersenjata.

 

Meskipun aku kuat, aku belum pernah bertarung dalam pertarungan nyata sebelumnya. Bertarung itu menakutkan. Aku tidak yakin dengan kemampuanku untuk tetap tenang dan melindunginya jika kami diserang. Karena itulah, aku percaya bahwa pergi sendiri tidak terlalu berbahaya.

 

"Bahkan jika aku bertemu dengan binatang buas, aku akan fokus untuk melarikan diri. Aku akan menghindari pertarungan."

Kegigihanku pada akhirnya membuatnya mengalah. Jadi, aku pergi ke pegunungan sendirian.

 

◇◇◇◇

 

Pagi-pagi sekali, aku berangkat ke pegunungan.

 

Lewat tengah hari, aku menemukan air terjun yang mirip dengan yang pertama kali kami datangi. Kemudian, aku menemukan tempat di mana kami muncul.

Ada air terjun di dekatnya. Itulah satu-satunya kenangan yang tersisa dari pemandangan ini. Sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata, tapi anehnya tempat ini terbuka karena begitu dalam di pegunungan.

 

Tidak salah lagi. Tunanganku dan aku benar-benar berdiri di sini ketika kami pertama kali datang ke dunia ini. Namun, meskipun aku sudah berharap banyak, tidak ada petunjuk tentang cara kembali ke dunia kami. Aku mungkin mengetahuinya sejak kami tiba. Tapi kami sangat bingung saat itu, kami tidak melakukan penyelidikan yang tepat.

 

Aku menyelidiki tempat itu dengan hati-hati. Baik di atas tanah maupun di bawah tanah. Untungnya, aku bisa mengendalikan bumi dengan tongkatku, jadi mudah untuk digali.

Tidak ada yang bisa diperoleh di mana pun aku menggalinya, namun aku tidak bisa menyerah untuk kembali ke bumi setelah upaya itu. Aku akan kembali lagi nanti. Setelah memutuskan hal itu, aku kembali ke desa.

 

◇◇◇◇

 

Satu minggu telah berlalu sejak aku mulai menyelidiki pegunungan tersebut. Pada akhirnya, kami belum menemukan apa pun tentang cara kembali ke bumi.

Tidak ada gunanya menyelidiki lebih jauh dari ini. Dengan pemikiran itu, aku dan tunanganku mulai mengumpulkan informasi di luar desa. Apa ada literatur tentang hero di dunia ini? Kami berangkat untuk menemukan jawabannya.

 

Sehari setelah itu, ternyata desa tidak memiliki cukup uang untuk membayar pajak yang akan datang. Penduduk desa mendatangi kami untuk meminta saran.

Desa membayar pajak kepada negara, dalam bentuk uang atau hasil panen. Namun, jarang ada kebutuhan untuk menggunakan mata uang di desa. Dengan demikian, desa tidak memiliki tabungan berupa uang dan biasanya membayar pajak dengan hasil panen.

 

Bukan tidak mungkin bagi mereka untuk membayar pajak yang akan datang, namun hal itu akan menyebabkan banyak orang mati kelaparan.

 

Pengetahuan modern yang kami bawa ke desa telah sangat meningkatkan pertanian mereka, namun hasilnya tidak akan terlihat sampai panen berikutnya.

Tanaman baru tidak akan tumbuh tepat waktu untuk pembayaran pajak.

 

Aku bertanya kepada mereka apakah mungkin untuk menunda pembayaran pajak, namun tampaknya tidak ada preseden untuk pengecualian seperti itu.

 

Aku kemudian bertanya apa akibatnya jika tidak bisa membayar pajak. Sepertinya, mereka harus mengumpulkan sesuatu yang berharga dan menjualnya untuk mendapatkan uang tunai. Jika mereka tidak dapat mengelola pajak dengan itu, negara akan menghukum mereka dengan penyitaan wajib.

Namun, tidak ada satu pun keluarga di desa tersebut yang memiliki barang berharga. Jika mereka melakukannya, mereka tidak akan berjuang untuk membayar pajak sejak awal. Dalam kasus seperti ini, tampaknya paling umum untuk menjual seseorang sebagai budak.

 

Ketika tunanganku mendengar itu, dia adalah orang pertama yang sangat menentang gagasan itu. Aku juga menentang pemikiran menjual seseorang sebagai budak. Tunanganku kemudian menawarkan untuk mencoba dan menjual barang-barang berharga kami di kota.

Untungnya, kami memiliki beberapa barang berharga—barang yang kami bawa dari dunia modern. Pakaian dan asesoris bisa dijual dengan harga sangat tinggi. Ketika tunanganku menyatakan kesediaannya untuk menjual harta milik kami, penduduk desa jelas menghela napas lega.

 

Barang-barang itu adalah barang yang telah kehilangan kegunaannya segera setelah kami tiba di dunia ini.  Tidak ada gunanya menahan mereka selamanya. Aku juga tidak menentang hal itu.

Ayah dari anak yang kelahirannya di lihat olehku menyebutkan bahwa dia memiliki kerabat dengan toko di ibukota, jadi kami memutuskan untuk menjual barang-barang kami di sana.

 

Kami segera berangkat ke ibukota. Aku bertanya-tanya mengapa ibukota berada di jarak yang berada dengan jalan kaki dari pegunungan, namun ternyata tempat itu adalah negara yang sangat kecil. Dari bagaimana penduduk desa menggambarkannya, negara itu hanya seukuran beberapa kota di jepang yang berkumpul bersama. Desa itu berada di dekat pegunungan di perbatasan negara, tapi jika kami pergi dengan matahari terbit, kami akan tiba di ibukota pada pagi hari berikutnya.

 

Rombongan yang menuju ke ibukota terdiri dari beberapa orang bersenjatakan alat pertanian, dan tunanganku serta aku yang memiliki barang yang akan dijual. Sang ayah bergabung dengan kami. Dia lahir di ibukota dan akan membawa kami ke toko kerabatnya.

Kami tiba di ibukota tanpa masalah apapun. Meskipun tempat itu adalah ibukota, tempat iti hanyalah ibukota negara kecil. Tempat itu bahkan tidak seukuran kota kecil di Jepang. Dari pemandangan kota yang bisa kulihat, tingkat peradabannya adalah abad pertengahan yang ada di bumi.

 

Kami tidak punya uang untuk tinggal lebih lama di ibukota, jadi kami segera pergi untuk menjalankan bisnis kami. Kami berjalan ke toko yang disebutkan di atas dan memulai negosiasi.

 

Namun, kami tidak mengeluarkan setiap barang kami sekaligus. Kami menunjukkan barang-barang kami dalam jumlah kecil dan mengamati reaksi mereka. Karena barang kami tidak ada di dunia ini, harganya bergantung pada seberapa banyak toko bersedia membayarnya.

Kami tidak tahu berapa banyak dana yang dimiliki toko, dan mengeluarkan semua barang kami sekaligus akan mengurangi kebaruannya. Kami khawatir hal itu akan menghasilkan harga yang lebih murah.

 

Negosiasi dilakukan oleh tunanganku dan diriku sendiri.  Hasilnya, kami dapat mengamankan dana pajak setelah menjual hanya satu stel pakaian. Aku yakin kebaruan berperan di dalamnya, namun itu juga mencerminkan betapa tingginya kualitas pakaian dari bumi.

Kami pertama kali diberi harga murah, namun ketika aku mengatakan bersedia menyerah pada penjualan karena aku terikat dengan barang itu, mereka segera menaikkan penawaran mereka. Mereka bertanya apakah kami memiliki barang lain, namun kami menepisnya tanpa menunjukkan barang lain kepada mereka. Kami memutuskan akan lebih baik menyelamatkan mereka untuk masa depan. Dengan demikian, transaksi jual beli berakhir.

 

Harga pembelian lebih dari yang mereka miliki, jadi diputuskan bahwa kami akan menerima setengahnya di muka dan setengahnya setelah pakaian itu dijual kembali. Karena mereka bersaudara, ayah dari bayi itu mengambil peran untuk kembali mengambilkan jumlah yang tersisa.

Keesokan paginya, kelompok kami meninggalkan ibukota dengan satu anggota lebih sedikit dan kembali ke desa dengan setengah pembayaran. Perjalanan pulang kami berjalan lancar, dan kami kembali ke desa pada pagi hari setelah kami berangkat.

 

◇◇◇◇

 

Satu minggu telah berlalu sejak kami kembali ke desa....

 

Aku mengunjungi pegunungan sekali lagi; Itu adalah kunjungan pertamaku sejak kembali dari ibukota.  Tujuanku bukan untuk menyelidiki—aku sudah mencari di area sekitar secara ekstensif. Jadi mengapa aku tiba-tiba di sini lagi? Sebenarnya kemarin, tunanganku melamarku lagi.

 

"Apa pendapatmu tentang menikah?"

Kami telah bertunangan sejak sebelum kami datang ke dunia ini, namun kami telah menunda pernikahan kami karena kami belum menyerah untuk kembali ke bumi.

 

Tidak ada alat kontrasepsi di desa ini. Menikah pasti akan menghasilkan anak, dan begitu kami memilikinya, secara alami kami tidak akan dapat bergerak bebas untuk sementara waktu.

Dengan kata lain, lamaran pernikahan itu melambangkan menyerahnya pencarian kami untuk kembali ke bumi.

 

Sejujurnya, jawabanku cukup banyak. Namun......

 

"Bisakah kamu memberiku waktu?"

Aku selalu seperti ini...... Sejak aku masih kecil. Perasaanku semakin kuat, tapi aku ragu-ragu untuk menjawab secara spontan.

 

Itulah mengapa aku mengunjungi tempat di mana kami pertama kali tiba di dunia ini. Jika aku datang ke sini, aku akan mencari tahu apakah aku masih memiliki keinginan untuk kembali ke bumi, atau apakah aku bersedia dimakamkan di dunia ini.

 

Aku menerima jawabanku. Aku datang ke sini dan melihat kembali kehidupanku saat di bumi, dan menemukan kalau aku tidak memiliki keterikatan yang tersisa. Tunanganku ada di sini bersamaku. Selama dia ada di sini, aku bisa tinggal di mana saja. Perasaanku benar-benar dipadatkan.

 

Aku akan memberikan jawabanku segera setelah aku kembali ke desa. Dengan keputusan itu, aku bergegas kembali.

Tubuh dan kemampuan fisik seorang hero sangat mengagumkan. Kami membutuhkan waktu berjam-jam untuk menuruni gunung ketika kami pertama kali tiba di dunia ini, namun sekarang aku dapat melakukan perjalanan hanya dalam sepuluh menit. Dan sekali aku melakukannya.....

 

"Ah..... Ah..... Ah..... Ah....."

 

Aku tidak bisa berbicara.

Aku hampir tidak bisa mempercayai yang dilihat oleh mataku.

Mayatnya dipajang di tengah desa. Di samping tubuh yang mengenakan pakaian yang familiar adalah kepalanya yang terpenggal. Tanah di banjiri oleh darah. Penduduk desa yang seharusnya dekat dengan kami melemparkan batu ke tubuhnya sambil berteriak marah.

 

"Mereka sudah mencurigakan sejak awal!"

 

"Beraninya mereka mencuri dari seorang bangsawan!"

 

Mereka tidak masuk akal.

 

Mencuri dari bangsawan?

 

Siapa yang melakukan itu?

 

Saat aku berdiri membeku, menyaksikan pemandangan mayatnya dari jauh, aku bertatapan dengan mata ayah dari bayi yang kelahirannya aku saksikan. Dialah yang mengatakan dia akan berhutang budi kepadaku selamanya karena telah menyelamatkan istri dan anaknya.

 

"I-Itu dia! Itu wanitanya!"

Ayah dari bayi itu menunjuk ke arahku dengan ekspresi pucat. Dia dikelilingi oleh kerabat pedagangnya dari ibukota, seorang laki-laki yang berpakaian bagus, dan beberapa laki-laki seperti Ksatria dengan pedang dan Gada. Untuk beberapa alasan, semua barang kami dari bumi telah dibawa keluar.

 

"Bawa dia ke sini."

Perintah laki-laki berpakaian bagus itu.

 

Tiga dari lima Ksatria di sekelilingnya bergerak.

 

"Aaah.... Aaah....."

Aku mewujudkan tongkatku dan mendekati orang-orang itu sendiri.

 

Lebih tepatnya, aku mendekati mayat tunanganku.

Perlahan, selangkah demi selangkah.

"Hentikan dia!"

 

"Berhenti! Ap-?!"

 

"A-Apa-apaan kekuatan wanita ini ?!"

Para Ksatria mencoba menangkapku, tapi aku mendorong maju. Langkah kakiku semakin cepat dan aku menyingkirkan para Ksatria yang menyambarku. Aku tidak ingat kata-kata yang diucapkan mereka saat itu dan seterusnya.

 

Laki-laki berpakaian bagus itu meneriakkan sesuatu dengan seringai. Aku mengabaikan Ksatria yang diposisikan untuk melindunginya.

 

Yang ingin aku lakukan hanyalah mendatangi tunanganku. Aku berlari menuju mayatnya tanpa melirik orang lain. Mereka pasti terkejut denganku.

 

"Tidak..... Tidak..... Jangan mati....."

 

Aku mengambil kepalanya yang terpenggal dan mengaktifkan kekuatan penyembuhanku di tubuhnya. Aku dengan hati-hati mencoba menghubungkan leher dan tubuhnya, membawa cahaya tongkat ke dekat lukanya.

 

"Ku... Mohon....."

Saat aku bergumam pada diriku sendiri seperti kaset rusak, seseorang memukulku dari belakang dengan sekuat tenaga. Orang itu adalah Ksatria dengan gada.

 

Aku terlempar ke samping sambil membawa kepalanya yang terpenggal. Para Ksatria mengepung tubuhku yang jatuh, menikamku dengan pedang mereka dan ujung Gada yang runcing.

 

"Ah.... Ah..."

 

Kesadaranku memudar.

 

Pada hari itu, pada saat itu.....

 

Aku terbunuh.

 

Aku pasti mati.

 

Dan lagi......

 

◇◇◇◇

 

Aku melihat sebuah mimpi.

 

Sepertinya, aku telah awakened.

 

Seseorang muncul dalam mimpiku dan menganugerahkan kekuatan yang lebih besar kepadaku.

 

Mereka mengajariku cara menggunakannya.......

 

Tapi aku tidak peduli tentang semua itu.

 

Yang aku inginkan bukanlah kekuatan.

 

Bukanlah kekuatan.....

 

◇◇◇◇

 

Aku terbangun.

 

Penglihatanku gelap gulita.

 

Tubuhku diremukkan.

 

Itu sangat mencekik. Aku berjuang dengan seluruh kekuatanku.

 

Kemudian, aku melihat cahaya redup jauh di kejauhan.

 

Cahaya itu adalah bulan di langit malam.

 

Sepertinya, aku telah dimakamkan di luar desa. Mayatku masih dalam pakaian berlumuran darah yang sama saat aku mati.

Aku menemukan mayat tunanganku terkubur di sampingku, jadi aku mencoba menyembuhkan mayatnya lagi. Satu-satunya pikiran di benakku adalah untuk menyembuhkannya. Aku diam-diam terus memegang cahaya penyembuhan padanya.

 

Berapa lama waktu berlalu seperti itu? Akhirnya, aku menyadari jika dia tidak bisa hidup kembali.

 

Setelah itu, aku menuju desa.

 

Mengapa aku masih hidup?

 

Mengapa hanya aku yang hidup?

 

Mengapa mereka membunuhnya?

 

Aku pergi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu.

 

Berdasarkan situasinya, yang paling mungkin mengetahui hal itu adalah ayah dari bayi itu. Rumahnya berada di pinggir desa.

Malam hari telah menyelimuti desa, dan di luar benar-benar gelap. Tidak ada yang berada di luar malam-malam begini. Aku berhasil sampai ke rumahnya tanpa menemui siapa pun. Aku mengintip ke dalam rumah dari celah di depan pintu masuk.

 

Tempat itu adalah rumah kecil dengan satu kamar untuk keluarga yang terdiri dari tiga orang. Ayah dan ibu dari bayi itu duduk di meja makan sementara bayi mereka tidur di tempat tidur yang ditinggikan.

 

"Kita melakukan pekerjaan dengan baik. Sekarang aku akan bisa membuka tokoku sendiri. Aku bisa memberimu dan anak ini kehidupan yang lebih baik."

Ketika sang ayah mengucapkan kata-kata itu, sang ibu bereaksi dengan sangat gembira. Mereka pasti bermimpi untuk melarikan diri dari kehidupan miskin mereka di desa ini.

 

Sebelum aku menyadarinya, kakiku bergerak dengan sendirinya. Pintu yang sudah kumuh itu terbuka dengan suara berderit. Pasangan itu memperhatikan suara itu dan melihat ke pintu masuk. Ketika mereka melihatku dengan pakaianku yang berlumuran darah—

 

"Eek!" Sang ibu gemetar ketakutan.

 

"B-Bagaimana caramu bisa hidup.....?"

Sang ayah juga berbicara dengan nada ketakutan.

 

"Kembalikan dia....."

 

"Hah?"

 

"Kau bilang kau telah berhutang budi kepadaku selama sisa hidupmu."

 

".............."

Ketika aku menyuarakan permintaanku, sang ayah membuat ekpresi yang mengerikan. Apa dia merasa bersalah tentang sesuatu? Dia mengalihkan pandangannya dariku.

 

"Jika kau berhutang budi kepadaku selama sisa hidupmu, maka kembalikan dia. Kembalikan dia kepadaku. Hidupkan dia kembali."

 

"Eek......!"

Sang ibu melompat dari kursinya dan mundur dariku karena ketakutan.

 

"J-Jangan mendekat!"

Teriak sang ayah. Bayi yang sedang tidur itu terkejut hingga menangis.

 

"Anak yang imut." Aku mengambil bayi itu.

 

"A-Apa yang kau lakukan?! Jangan coba-coba kau letakkan tanganmu itu kepada bayiku?!" Sang ayah memelototiku seolah-olah aku adalah iblis.

 

"Letakkan tanganku? Mengapa kau berpikir kalau aku akan melakukan hal seperti itu? Yang aku lakukan hanyalah menggendong bayi yang sedang menangis."

 

"Itu karena......!"

 

"Karena apa?"

Aku mendekati sang ayah yang tampak panik itu.

 

"K-Kau aneh! Ada sesuatu yang tidak normal pada dirimu! Kau jelas berbahaya bagi kami sekarang!"

Sang ayah meneriakkan hinaan samar padaku.

 

"Kau tidak mengizinkanku menggendong bayi ini karena aku terlihat seperti bahaya? Lalu apa kau lebih suka jika aku melepaskannya? Aku hampir tertawa terlepas dari diriku sendiri. Sebaliknya, aku mencengkeram tengkuk bayi ini dan mengangkat tanganku ke depan orang tuanya. Jika aku melepaskannya, bayi ini akan jatuh ke lantai."

 

"Hentikan!"

 

"Tolong jangan lepaskan dia!"

Kedua pasangan itu berteriak bersamaan. Bayi itu tersentak dan menangis lebih keras.

 

"Kalau begitu, kenapa kita tidak bicara sedikit? Katakan kepadaku mengapa dia harus dibunuh. Apa sebenarnya yang kami lakukan sampai kami mendapatkan hal semacam ini?"

 

"A-Aku tidak tahu!"

 

"Kaulah yang membawa mereka dari ibukota, bukan? Kau baru saja berbicara tentang bagaimana kau telah melakukan pekerjaan dengan baik."

Sang Ayah memucat mendengar kata-kataku. Dia pasti percaya bahwa aku telah mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan baginya. Yang aku dengar hanyalah penyebutan singkat tentang pekerjaan, namun jelas sang ayah ini telah melakukan sesuatu agar hal ini terjadi pada kami.

 

"I-Ini bukan salahku."

Meski mengatakan itu, sang ayah akhirnya menyerah dan mulai berbicara.

 

Ini tidak masuk akal.

Semua yang dia katakan benar-benar tidak masuk akal.

Pemicunya adalah ketika pakaian kami terjual lebih tinggi dari yang diharapkan. Pembelinya adalah laki-laki berpakaian sangat bagus di pusat desa sebelumnya. Dia dan putrinya—yang belum datang ke desa—ingin tahu siapa yang membuat pakaian yang mereka beli.

 

Singkatnya, sang ayah sebelum aku mengatakan bahwa kami memiliki lebih banyak barang langka seperti pakaian yang dijual. Bahwa kami memiliki peralatan yang belum pernah dia lihat sebelumnya, logam mulia, dan tongkat dengan kekuatan penyembuhan.

Bangsawan dan putrinya sangat tertarik dengan barang-barang kami. Laki-laki itu sangat ingin tahu tentang tongkat penyembuh yang aku miliki.

 

Pada hari itu, sang ayah kembali ke rumah kerabatnya tanpa diskusi lebih lanjut dengan kami. Tapi keesokan paginya, seorang utusan dari bangsawan memanggilnya kembali. Ketika dia tiba di Mansion—

 

"Kerja bagus. Berkatmu, barang curian temanku akhirnya ditemukan. Kebetulan, apakah kau tertarik bekerja sama untuk memastikan proses pengambilan berjalan lancar? Kau akan dibayar mahal."

Sang ayah diberi tawaran seperti itu.

 

"Jadi kau telah dibutakan oleh keserakahan. Kau menyematkan kejahatan yang tidak pernah kami lakukan."

 

"K-Kau salah!"

Sang ayah membantah dengan bingung ketika aku menatapnya dengan dingin.

 

"Aku tidak melihat bagaimana aku salah di sini."

 

"Aku diancam! Aku tidak bisa menentang seorang bangsawan, aku akan dibunuh jika aku tidak membantunya. Dan seluruh desa juga mendapat masalah! Kami diberi tahu bahwa mereka akan membebaskan kami dari pembayaran pajak untuk sementara waktu."

 

"Jadi seluruh desa telah menjual kami."

Pada saat ini, aku sangat tenang. Mungkin karena alasan panik laki-laki itu terdengar sangat lucu.

 

"K-Kami semua mencoba membujuk tunanganmu! Bangsawan ingin menyelesaikan masalah dengan damai jika memungkinkan! Jika dia baru saja menyerahkan segalanya, dia tidak akan terbunuh! Namun dia bersikeras menentang bangsawan....!"

 

Apa orang ini mencoba mengalihkan kesalahannya?

 

"Mengapa dia menentang bangsawan?"

 

"Itu adalah sebuah cincin! Dia bilang cincin itu untukmu, jadi dia benar-benar tidak bisa memberikannya kepada mereka!"

Sebuah cincin untukku.

 

Dengan kata lain.....

"Sebuah...... Cincin pertunangan.....?"

 

Ya, itu pasti cincin pertunangan.

Dia pertama kali melamarku sesaat sebelum kami datang ke dunia ini, tapi saat itu dia belum memberiku cincin. Dia ingin kami pergi berbelanja bersama untuk membeli sesuatu yang aku sukai.

 

Namun, aku mengatakan kepadanya bahwa aku ingin memakai cincin yang dia pilihkan untukku.

Jadi dia sudah membelinya......

 

Kami tidak punya uang untuk membeli cincin di dunia ini. Situasinya jelas. Dia telah mencoba melindunginya agar tidak dibawa pergi oleh bangsawan itu. Dan kemudian dia dibunuh karenanya.

 

"Aha! Ahaha!" Aku tertawa dengan air mata mengalir di wajahku. Aku tidak akan bisa mempertahankan kewarasanku jika seperti ini.

 

Namun, apa ada alasan untuk mempertahankan kewarasanku?

 

".............."

Pasangan di depanku memperhatikanku seolah aku aneh. Kemudian, bayi itu mulai menangis lagi. Suara tangisannya yang luar biasa.

 

"I-Itu sudah cukup, bukan?! Kembalikan anakku! Aku mengatakan yang sebenarnya kepadamu!"

 

"Setelah membunuh tunanganku dan menghilangkan harapan kami untuk memiliki anak, kau ingin anakmu sendiri kembali?"

Mungkinkah ada yang lebih egois dari ini? Apa benar membiarkan permintaan seperti itu dibiarkan begitu saja?

 

"Sudah kubilang, bukan aku yang membunuhnya! Bangsawan itu adalah orang yang membunuhnya! Para Ksatria adalah orang yang membunuhnya! Dan orangmu tidak akan terbunuh jika dia tidak menentang mereka!"

Kemungkinan besar, semua yang dia katakan itu benar.

 

"Aku tidak peduli tentang apa yang menurutmu kebenaran itu. Kaulah yang mengoceh tentang barang berharga kami dan membawa bangsawan jahat itu ke sini. Bangsawan itu memerintahkan para Ksatrianya untuk membunuh tunanganku sebagai hasilnya. Bukankah inilah faktanya?"

 

"Itu...... Karena aku tidak bisa melawan bangsawan.... Dan bangsawan itu mungkin benar tentang kau mencuri barang-barang itu."

 

"Aha! Kau bahkan mempercayai seorang bangsawan yang belum pernah kau temui sebelumnya atas orang yang menyelamatkan nyawa istri dan bayimu. Kau bilang kamu telah berhutang budi kepadaku selama sisa hidupmu, tapi kau sama sekali tidak mempercayai kami." Itu adalah alasan yang menyedihkan untuk mendengar ini di akhir cerita yang dibuatnya.

 

"Itu adalah kebenaran bagiku: sejak awal, tidak ada yang benar. Tanah tempat kami bersiap untuk menjalani hari-hari kami, desa ini, kami mengira telah mendapatkan tempat tinggal, penduduk desa yang cukup kami percayai sehingga kami menjual barang-barang kami untuk menyelamatkannya..... Namun, semua itu bohong! Kami dikhianati oleh kalian semua! Kalianlah yang membunuhnya!"

 

Semuanya adalah pembohong.

Kami bodoh karena mempercayai mereka.

Kami tidak pernah menjadi bagian dari desa ini.

Kami tidak punya tempat di mana pun di dunia ini.

Rumah bukanlah tempat seseorang membuatnya...

Tempat kami tinggal adalah neraka.

 

Aku secara bertahap menjadi lebih emosional dan ternoda oleh kegilaan. Bayi itu sepertinya takut akan hal itu, saat tangisannya semakin keras.

Kemudian, pada saat itu—

 

"K-Ku mohon, aku mohon..... Kembalikan anak itu..... Mohon..... Mohon..... Kami akan meminta maaf untuk semuanya, jadi ku mohon." Sang ibu memohon agar aku mengembalikan bayinya; dia mungkin takut akan yang terburuk.

 

Sementara itu-

 

"Aaaah!" Sang ayah berteriak seperti binatang buas dan menyerangku.

 

Apa dia tidak bisa menerima kesalahannya sendiri, atau dia tahu kalau dia bersalah tapi ingin melindungi anaknya, aku tidak tahu itu. Dibandingkan memikirkan itu, dia adalah laki-laki yang tidak tahu malu. Itu sebabnya dia bisa menginjak orang lain demi dirinya sendiri.

 

Kemarahan, dia mengayunkan ke arahku dengan keras dengan maksud untuk membunuh, tapi—

"Rah!"

 

Aku mewujudkan tongkatku di tangan kiriku, yang tidak memegang bayi itu, dan dengan mudah menjatuhkannya. Aku menahan kekuatanku.

 

"Ugh......"

Dia jatuh ke belakang, menjatuhkan beberapa perabot. Pengurangan kekuatanku membuatnya tetap sadar, dan dia menarik napasnya dengan kesal.

 

Aku tidak bisa memaafkannya.

Membunuhnya tidak akan cukup.

Bagaimana aku bisa menghukumnya dengan keputusasaan yang sama seperti yang aku terima?

Aku memikirkannya ketika aku berbicara dengan laki-laki yang jatuh itu.

 

"Kau bilang aku aneh. Tapi orang yang membuatku aneh adalah kau. Aku tidak akan—aku tidak akan memaafkan kalian."

Aku tidak bisa lagi menekan dorongan hatiku dengan sedikit moralitas yang tersisa. Aku meletakkan bayi di tanganku di atas tempat tidur. Ketika aku mengangkat tongkatku ke atas kepalanya, sang ibu itu yang menyerangku selanjutnya. Aku menepisnya seperti yang kulakukan oleh sang ayah.

 

Kemudian, aku mengangkat tongkatku sekali lagi.

"Berhenti.....!"

 

Aku mengayunkan tongkat itu di depan mereka berdua.

 

"Ahaha! Ahahaha!"

Aku tertawa seperti kaset rusak.

 

Tidak...... Aku yang telah rusak.

Sejak saat itu, aku bukan lagi seorang manusia dalam tubuh maupun jiwaku.

 

Yang terakhir aku bunuh adalah sang ayah.

Dia meneriakiku karena telah membunuh istri dan anaknya sampai napas terakhirnya.

Aku menerima kata-katanya tanpa emosi dengan kemarahan yang sama di hatiku.

 

◇◇◇◇

 

Para bangsawan belum meninggalkan desa, jadi aku membunuh mereka dan mengambil cincin pertunangan itu. Aku kemudian berjalan kembali ke pinggiran desa tempat tunanganku dimakamkan, membawa jenazahnya, dan menuju pegunungan.

 

Aku menguburkannya di tempat kami pertama kali tiba di dunia ini. Aku pikir itu adalah tempat terdekat untuk pulang ke bumi.

Kemudian, aku bunuh diri untuk mengikutinya.

 

◇◇◇◇

 

Jika ini adalah kisah yang berakhir dengan kematianku, masih ada keselamatan yang bisa didapat.

 

Namun tidak ada keselamatan.

Benar-benar tidak ada keselamatan.

Sepertinya, aku tidak bisa mati.

Bahkan ketika menembus jantungku.

Bahkan dengan leher tergorok.

Bahkan setelah mengeluarkan darah dengan memotong arteri aksilaku.

 

Meski aku melompat dari tempat tinggi atau terbakar dalam api.

Aku tampaknya tidak bisa mati.

Aku bisa sembuh dari luka apa pun.

Dia telah mati, tapi aku harus terus hidup di dunia ini.

Aku ingin mati.

Aku ingin pergi bersamanya.

Tapi aku tidak bisa.

Ini gila.

Dunia ini gila.

Aku membencinya.

Aku benci dunia ini.

Apa yang harus aku lakukan untuk bisa mati dan bertemu dengannya lagi?

 

◇◇◇◇

 

Aku akan pergi, melihat dunia ini dengan mata kepalaku sendiri.....

Tapi ke mana pun aku pergi selalu sama.

Di mana pun mereka tinggal, manusia tetap sama.

Manusia adalah makhluk yang mengerikan.

Bahkan jika mereka terlihat seperti warga kelas bawah yang tidak berbahaya, tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya mereka pikirkan. Setiap manusia adalah makhluk egois, memaksakan keadaan mereka sendiri kepada orang lain. Tetapi jika ada yang membuat mereka tidak nyaman, mereka akan memusuhi mereka tanpa mengedipkan mata. Kadang-kadang, mereka berkelompok untuk melakukan hal itu. Dan ketika manusia berkumpul bersama, mereka menjadi binatang buas yang berbahaya.

 

Namun mereka tidak memiliki kesadaran diri. Tidak ada yang menganggap dirinya salah. Itu wajar bagi orang lain untuk salah. Wajar bagi orang-orang di sekitar mereka untuk mengakomodasi keadaan mereka.

Sangat sulit untuk percaya kepada manusia.

 

Jadi mengapa seseorang begitu sering percaya pada orang lain?

Mengapa seseorang berpikir itu wajar untuk percaya pada diri mereka sendiri?

Tidak peduli kata-kata atau tindakan apa yang disampaikan, tidak ada cara untuk mengatakan apa yang dipikirkan orang lain, apa yang dilihat orang lain....

 

Namun, seseorang percaya pada orang lain.

Tidak, mereka percaya pada apa yang ingin mereka percayai.

Mereka mengalihkan pandangan mereka dari kebenaran yang tidak menyenangkan. Mereka terkadang menyembunyikannya.

Mereka terkadang merasa dikhianati, marah, dan dendam.

 

Apa manusia adalah makhluk yang bodoh?

Apa manusia adalah makhluk cerdas?

Apa manusia adalah makhluk yang hina?

Apa manusia adalah makhluk yang indah?

Aku tidak tahu apakah dunia ini memiliki dewa, namun jika memang demikian, hanya dunia ini yang tahu jawabannya.

 

Namun, sebagai hero, aku sepertinya adalah utusan dari dewa.

Jika itu masalahnya, apakah tugasku adalah untuk memberikan jawaban yang hanya diketahui oleh dewa?

Aku percaya aku dipercayakan dengan kotak Pandora oleh dewa. Apa aku tidak bisa mati karena aku belum memenuhi tugas itu?

Dalam hal ini, aku harus membuka kotak itu dan mengukirnya menjadi manusia.

 

Fakta bahwa mereka adalah makhluk paling bodoh di dunia ini.

Ini adalah balas dendamku, perangku.

Itu benar. Aku akan memulai perang.

Aku tahu tidak akan ada keselamatan di akhir ini.

Tapi aku tidak akan berhenti untuk maju.....

Karena yang paling aku inginkan adalah keputusasaan.

Aku sangat ingin mati.