Her Crusade – Chapter 8 : 「Pembunuhan」

 

Kira-kira satu jam setelah rapat strategi, lima anggota tim pengintai—termasuk Rio dan Gilbert—telah berhasil menyusup ke ibukota wilayah Greille. Atau lebih tepatnya, mereka mengenakan pakaian pengelana dan berjalan langsung melewati gerbang.

 

"Lebih mudah untuk masuk daripada yang kuharapkan...." Rio berkata dengan kaget, melihat sekeliling ke jalan tepat melewati gerbang.

 

Ada beberapa orang awam bersenjata yang berjaga di pintu gerbang, namun mereka hanya mengajukan beberapa pertanyaan sebelum membiarkan mereka lewat. Kota itu telah di ambil oleh musuh, jadi tidak aneh jika gerbangnya tertutup untuk semua orang luar. Hal itu agak antiklimaks.

 

"Para penjaga gerbang tidak mengenakan seragam militer pasukan Duke. Kota ini pasti telah di kuasai. Meskipun agak sembrono....."

 

"Mereka tampak seperti orang awam bagiku. Kemampuan musuh tidak bisa jauh lebih baik."

Kata tentara pasukan Duke Gregory kepada Rio.

 

Dari mereka berlima, Rio adalah yang termuda, tapi dia juga berstatus tertinggi. Duke Gregory menganggapnya sebagai musuh, namun bawahannya harus memperlakukannya dengan hormat.

 

[ Bisa masuk dengan bebas berarti penghuni bisa keluar dengan bebas, kan? Semua orang berjalan-jalan dengan normal, sulit dipercaya bahwa kota ini telah ditempati..... ]

 

Sepertinya mereka tidak berniat melindungi kota yang telah mereka rebut. Bahkan jika Saint itu dapat mengendalikan Divine Beast itu, bukankah hal ini sedikit terlalu tidak berdaya bagi mereka? Hal itu hampir seperti mereka terpikat, memberi Rio kesan menakutkan. Bagaimanapun—

 

"Mungkin sudah jelas, tapi gedung itu adalah gedung konsulat Duke Gregory, benar?"

Rio bertanya, menunjuk ke benteng megah yang berdiri di belakang kota. Gedung itu adalah bangunan terbesar di kota, dan tampaknya dibangun dengan sangat kokoh.

 

"Ya, tepat."

 

[ Aishia, bisakah kamu melihat gedungnya lebih dulu? ]

 

[ Oke. ]

Atas perintah Rio, Aishia mulai bergerak sendirian dalam wujud rohnya. Pada saat yang sama.....

 

"Jika terus seperti ini, rencana ini seharusnya mudah untuk dijalankan."

 

"Benar." Dua Ksatria Duke Gregory saling berbisik.

 

"Sungguh menakutkan....." Kata Gilbert.

 

"Apa?" Rio telah berdiri di sampingnya, jadi dia mendengar perkataannya.

 

"Tidak, bukam apa-apa. Rasanya saja seperti mereka meminta kita untuk sengaja masuk."

 

"Apa menurutmu ini jebakan?"

 

"Ya, tapi itu tidak masalah. Kita tidak sedang berlibur di sini, jadi kita tidak bisa berbalik arah. Kita hanya bisa memenuhi tugas ini."

 

"Benar." Gilbert memiliki pendapat yang mirip dengan Rio, namun mengetahui kalau hal itu adalah jebakan,  tidak berarti mereka dapat menghentikan tugas mereka.

 

"Oke, kita akan bergerak secara terpisah dari sini. Saat lonceng kota berbunyi dua kali, berkumpullah di alun-alun di ujung jalan ini. Amakawa-dono, tolong selidiki gedung konsulat di distrik bangsawan. Kami akan berkeliling pasar dan menanyai penduduk."

 

"Oke. Sampai jumpa saat itu."

Rio berpisah dari empat lainnya. Dia menuju ke gang yang sepi untuk terbang ke langit dan terbang ke distrik bangsawan.

 

"Ayo selesaikan misi kita juga."

Begitu Rio benar-benar hilang dari pandangan mereka, keempat oramg yang tersisa menuju alun-alun yang sangat ramai itu.

 

◇◇◇◇

 

Rio naik ke langit dari gang dan terbang langsung menuju gedung konsulat. Butuh waktu kurang dari satu menit baginya untuk mencapai distrik bangsawan, di mana jalan-jalan itu sepi.

 

[ Dengan semua penduduknya di usir pergi, tempat ini benar-benar kosong. ]

Pengikut Duke Gregory yang awalnya tinggal di distrik bangsawan telah diusir dari kota, jadi tentu saja tidak ada tanda-tanda siapa pun di sekitarnya.

 

[ Tapi aku tidak berpikir kalau tidak akan ada satu pun penjaga di sini..... ]

Rio memeriksa rumah dan jalan di distrik bangsawan satu per satu, namun tidak ada seorang pun yang terlihat. Gerbang yang menghubungkan distrik bangsawan dan rakyat jelata ditutup, namun tidak ada yang menghentikan mereka untuk menyusup dengan berjalan kaki.

 

[ Seolah-olah mereka mengundang kami untuk masuk. Mungkinkah Saint itu sudah meninggalkan kota? ]

Tidak adanya penjaga di sana membuat berbagai hal terasa benar-benar mencurigakan. Karena seperti ini, lebih masuk akal untuk berasumsi bahwa mereka telah meninggalkan kota setelah merebutnya.

 

[ Aishia, apa kamu sudah memasuki gedung? ]

Rio melakukan kontak dengan Aishia, yang sudah mulai menyelidiki dalam bentuk rohnya.

 

[ Ya. ]

Sebuah balasan segera datang.

 

[ Tidak ada seorang pun di tempat ini. Bagaimana denganmu? ]

 

[ Aku belum selesai memeriksa setiap ruangan, tapi hampir tidak ada seorang pun di sini. ]

 

[ Hampir..... Artinya ada beberapa orang di sana? ]

 

[ Ada sebuah keluarga beranggotakan lima orang yang terkunci di sebuah ruangan yang dijaga oleh dua orang. Aku pikir mereka mungkin para sandera, tapi aku tidak melihat ada Saint itu di sana. ]

Sepertinya konsulat juga sebagian besar kosong, namun tidak mungkin Saint itu pergi jika para sandera itu masih dijaga.

 

[ Sandera itu mungkin adalah putra Duke Gregory.....

Dan jika hanya ada sedikit orang di dalam gedung, aku mungkin bisa menyelinap masuk juga. Aku akan segera ke sana. ]

 

[ Oke. Aku akan selesai memeriksa sisa ruangan terlebih dahulu. Tunggu aku di atap. ]

 

[ Oke. ]

Karena itu, Rio turun ke gedung konsulat. Dia mendarat di atap dan menunggu kurang dari satu menit.

 

"Haruto."

Aishia muncul kurang dari satu menit kemudian.

 

"Apa kamu menemukannya?"

 

"Tidak. Tidak ada seorang pun di dalam gedung selain para sandera dan penjaga mereka."

 

"Begitu ya...."

Rio menutup mulutnya dengan tangannya, memikirkan apa yang harus dilakukan. Akhirnya, dia mengambil keputusan.

 

"Kalau begitu mari kita berikan ilusi kepada para penjaga dan menanyai mereka."

 

"Oke. Aku akan melemparkannya saat dalam wujud rohku."

 

"Tolong yah."

Setelah keduanya menyetujui sebuah rencana, mereka memasuki gedung. Aishia memimpin jalan melalui koridor dalam bentuk humanoidnya, berhenti di sudut sebelum tujuan mereka. Di sana, dia kembali ke bentuk rohnya.

 

[ Mereka berdua adalah penjaganya? ]

 

[ Ya. ]

Mereka beralih untuk berkomunikasi satu sama lain secara telepati.

 

Kedua penjaga di koridor sepertinya tidak mengira adanya penyusup, karena mereka mengobrol santai sambil duduk di kursi yang mereka bawa ke luar ruangan. Jelas mereka sangat santai.

 

[ Aku akan melemparkan ilusinya. Siap? ]

 

[ Kapan pun kamu siap. ]

 

[ Aku akan memberitahumu setelah aku selesai. ]

Dengan itu, Aishia berangkat untuk memulai rencananya. Beberapa detik kemudian, dia muncul di belakang dua penjaga yang duduk tanpa peringatan apapun.

 

"Hmm.....?"

Dia menyentuh mereka berdua di belakang kepala mereka. Kedua penjaga itu segera memiliki tatapan kosong di wajah mereka.

 

"Haruto, ilusinya berhasil." Panggil Aishia ke koridor.

 

"Terima kasih."

 

"Mereka percaya kamu adalah salah satu sekutu mereka yang baru saja kembali dari patroli."

 

"Aku mengerti. Kalau begitu..... Ada yang ingin kutanyakan kepada kalian."

Kata Rio kepada kedua penjaga itu.

 

"Oh, kau sudah kembali?"

 

"Ada apa?"

Seperti yang dikatakan Aishia, keduanya percaya kalau Rio adalah salah satu sekutu mereka yang baru saja kembali. Mereka berdua melihat ke bawah, namun mereka mengangkat wajah mereka saat mendengar suara Rio.

 

Rio ragu-ragu tentang nada seperti apa yang harus dia gunakan saat berbicara dengan mereka, namun dia memutuskan untuk pergi dengan pendekatan biasa sebagai sekutu.

 

"Err, ke mana Saint Erica-sama pergi lagi?"

 

"Saint Erica-sama keluar untuk mengamati kota."

 

"Dia pergi ke kota? Tepatnya di mana?"

 

"Aku tidak tahu banyak. Mungkin distrik rakyat jelata yang lama."

 

"Ok.... Jadi kapan dia akan kembali?"

 

"Kami kurang hal itu. Dia hanya bilang akan kembali pada malam hari."

 

"Aku mengerti....."

Rio mengira lebih mungkin dia berada di dalam konsulat, namun tampaknya kunjungannya sia-sia.

 

"Siapa sandera di dalam?"

Karena Rio sudah ada di sini, dia memutuskan untuk mengumpulkan beberapa informasi tambahan.

 

"Keluarga bangsawan yang mengatur kota ini. Kalau tidak salah namanya adalah Greg-apalah itu....."

 

"Duke Gregory."

 

"Itu dia."

 

[ Jadi sandera itu adalah anaknya...... ]

Untuk sesaat, Rio mempertimbangkan untuk segera menyelamatkan mereka. Tapi jika dia melakukan hal itu, para penjaga akan menyadari hilangnya mereka segera setelah ilusi itu menghilang. Mobilitasnya akan berkurang jika dia menyelamatkan para sandera sekarang, mencegahnya menyelidiki dengan benar.

 

"Apa Saint Erica-sama mengatakan apa yang harus dilakukan dengan para sandera?"

Jika mereka tidak dalam bahaya dibunuh, Rio tidak harus segera menyelamatkan mereka. Dengan mengingat hal itu, Rio bertanya setelah mengetahui status para sandera.

 

"Tentara Kerajaan ini bisa menyerang kita, jadi kita biarkan mereka hidup untuk sementara waktu."

 

"Aku mengerti....." Dalam hal ini, tidak perlu segera menyelamatkan mereka.

 

"Aku punya pertanyaan lain. Ini tentang orang-orang lain yang datang bersama kita......"

 

Kurangnya keamanan juga mengganggunya, jadi Rio memutuskan untuk lebih banyak menanyai mereka tentang pasukan di pihak mereka dan mengumpulkan informasi.

 

◇◇◇◇

 

Ditemani oleh tujuh rekannya, Erica mengunjungi area pemukiman di distrik rakyat jelata kira-kira sepuluh menit sebelumnya.

Tujuan kunjungannya adalah untuk menyembuhkan yang sakit dan terluka. Dia mengumpulkan orang-orang yang mengalami patah tulang, sakit punggung, atau cedera lainnya, dan merawat mereka semua secara gratis. Antrean panjang terbentang dari rumah kosong yang diubahnya menjadi klinik sementara.

 

"Ooh....."

Saat ini, di dalam rumah, seorang laki-laki yang kakinya patah setelah jatuh dari atap tempat dia bekerja sedang menatap cahaya suci yang bersinar dari ujung Divine Arms milik Erica.

 

"Itu seharusnya cukup. Bisakah kau berdiri?"

Erica bertanya.

 

"Tentu......"

Laki-laki itu pertama-tama berdiri dengan meletakkan berat badannya di kakinya yang tidak terluka, lalu perlahan-lahan menurunkan kakinya yang sebelumnya patah dan dengan hati-hati menambah beban di atasnya.

 

"Apa.....?!"

Rasa sakit yang dia takutkan tidak bisa ditemukan.

 

"S-Sudah tidak sakit! Sakitnya telah hilang!"

Laki-laki itu menginjak kakinya sekali, lalu dua kali. Dia kemudian mulai berjalan di sekitar ruangan dengan gembira.

 

"Oh, itu luar biasa, sayang!"

Seorang perempuan yang tampaknya adalah istrinya berseru, memukul punggungnya.

 

"B-Benar. Itu sakit. Nanti kau akan mematahkan punggungku."

 

Perempuan itu memukul punggungnya lebih keras.

"Jangan konyol!"

 

"Oww! Dasar, aku bilang itu menyakitkan....."

Laki-laki itu terkekeh terlepas dari kata-katanya.

 

"Ayo, berterima kasihlah kepada Saint-sama dengan benar."

 

"Ya. Terima kasih, Saint Erica-sama!"

Erica menoleh ke laki-laki itu dengan senyuman palsu.

 

"Aku senang bisa membantu."

 

"Anda yakin tidak mau dibayar?"

Laki-laki itu bertanya dengan cemas.

 

"Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku tidak membutuhkannya. Aku mungkin mengambil beberapa koin perunggu sebagai pembayaran lain kali, namun tujuanku hari ini adalah untuk mengenal penduduk kota ini. Itulah sebabnya ini semua gratis."

 

"Begitukah. Anda benar-benar sangat membantu."

 

"Penguasa baru wilayah ini luar biasa, bukan? Kudengar biasanya membutuhkan koin emas untuk menerima penyembuhan sihir."

 

"Ya, kita hanya putus asa tentang bagaimana kita bisa bertahan sampai kakinya sembuh."

Tidak ada yang namanya asuransi di dunia ini, jadi jika terjadi sesuatu pada pencari nafkah keluarga, mereka biasanya dibiarkan tanpa sarana penghidupan.

 

"Aku sudah merawat banyak orang sejak pagi ini, namun tampaknya banyak keluarga yang berjuang untuk mencari nafkah. Aku sedang berpikir untuk memberi penduduk uang saku dalam waktu dekat, jadi tolong gunakan ini untuk menambah keuanganmu."

Erica memberitahu mereka.

 

"Hmm? Apa anda memberi kami sesuatu?"

 

"Ya. Itu bisa dalam bentuk uang tunai, atau sesuatu yang bernilai tinggi yang bisa kau menjualnya sendiri."

 

"Mengapa kami menerima sesuatu seperti itu darimu, penguasa baru?" Meskipun mereka telah membayar pajak berkali-kali di masa lalu, mereka belum pernah menerima uang dari tuan tanah sebelumnya. Pasangan itu memiringkan kepala mereka dengan bingung.

 

"Ini hadiahku untuk semua orang, untuk merayakan pelantikanku sebagai penguasa baru kota ini. Anggap saja sebagai bagian dari pajak yang telah kalian bayarkan sampai sekarang dikembalikan kepada kalian."

 

"Apa anda yakin.....?"

 

"Ya. Detailnya akan aku bahas di kemudian hari. Aku harus menyembuhkan orang berikutnya sekarang, jadi silakan pergi."

 

"Baik........"

Pasangan itu meninggalkan rumah itu, masih bingung.

Tapi tepat sebelum mereka keluar dari pintu depan, mereka saling bertukar tatapan dan berbalik untuk melambaikan tangan dengan gembira.

 

"Terima kasih, Saint Erica-sama!" Mereka berkata.

Erica tersenyum riang saat dia melihat pasangan itu pergi.

 

"Orang berikutnya sedang menunggu, masuklah."

Serunya dari pintu. Saat pasien berikutnya hendak masuk, seorang laki-laki berlari masuk, terengah-engah.

 

"Tolong! Ini darurat!" Laki-laki itu bukan salah satu bawahan yang dibawa Erica dari negara mereka, jadi dia mungkin penduduk kota ini.

 

"Apa yang terjadi?"

 

"Para bangsawan telah berkumpul di alun-alun! Mereka mengatakan untuk segera membawa Saint-sama!"

 

"Jadi mereka sudah datang."

Kata Erica, menyeringai pada dirinya sendiri.

 

Dia kemudian menoleh ke arah laki-laki itu.

"Ayo pergi. Tunjukkan jalannya dengan cepat."

 

Dengan itu, Erica bergegas menuju tempat keributan, membawa bawahannya sebagai penjaga. Beberapa warga mengikuti mereka dengan rasa penasaran, membuat kawasan pemukiman ramai dengan aktivitas.

Ada seorang laki-laki yang menyaksikan semuanya terjadi dari bayang-bayang.

 

[ Orang itukah sang Saint? ]

 

Laki-laki itu adalah Gilbert, assassin bayaran yang disewa oleh Duke Gregory.

Dia belum pernah melihat wajahnya sebelumnya, tapi wanita yang berlari melewatinya cocok dengan deskripsi yang diberikan kepadanya.

 

[ Aku pikir dia akan berada di gedung konsulat, tapi dia tiba-tiba berada di dekatku. Betapa beruntungnya Duke Gregory. ]

Berbaur dengan para penonton yang penasaran, dia mengikuti Erica.

 

◇◇◇◇

 

Alun-alun tempat keributan itu terjadi berjarak beberapa menit dari klinik sementara Erica.

Tiga bawahan Duke Gregory telah menyandera seorang ibu muda dan putrinya. Kerumunan penduduk dari kota menonton dari jauh. Akhirnya, kerumunan di alun-alun terpecah untuk mengungkapkan sang Saint.

 

"Oi...."

Perhatian ketiga laki-laki itu tertuju pada Erica. Ketika Erica melihat orang tua dan anak yang ditangkap, dia menutup mulutnya dengan ngeri.

 

"Oh, sungguh tidak manusiawi....."

 

"Jadi, kau adalah Saint itu!"

Teriak salah satu anak buah Duke Gregory.

 

"Ya, begitulah semua orang memanggilku. Aku mohon, tolong lepaskan keluarga itu."

Teriak Erica kepada ketiga laki-laki itu.

 

"Hmph. Dengar, kalian semua! Perempuan ini bukanlah Saint! Dia iblis!" Laki-laki itu berteriak keras agar terdengar dengan jelas di alun-alun itu.

 

Namun tidak ada kredibilitas pada kata-kata seorang laki-laki yang telah menyandera ibu dan anak yang tidak berdaya. Bagi para penonton, sudah jelas sisi mana penjahat yang harus mereka tatap.

Namun, bagi orang-orang yang menyandera keluarga, antipati warga sipil tidak penting. Selama Saint itu terbunuh, orang-orang bisa dibungkam nanti.

 

"Kerajaan tidak akan tinggal diam atas perebutan kota bersejarah ini. Tentara sedang berbaris menuju kota sekarang, dan mereka akan merebut kembali kota ini atas perintah kami! Kalian telah memicu kemarahan Duke Gregory. Dia menyesalkan kelambanan kalian warga negara yang bodoh—atas kegagalan kalian merebut kembali kota ini, kalian tidak akan diberi ampun!"

Bawahan Duke Gregory mencela Erica sambil mengancam penduduk di alun-alun. Ekspresi warga menegang.

 

Laki-laki itu memperhatikan ketakutan mereka dan melanjutkan.

"Namun, Duke yang baik hati telah memutuskan untuk memberi kalian semua kesempatan! Jika kalian tidak ingin dituduh makar, segera bunuh perempuan itu! Maka kalian semua akan diampuni!"

 

"............"

Tatapan penduduk tertuju kepada Erica. Semua orang tampak gugup. Orang-orang yang menemani Erica ke sini dari tanah air mereka mengelilinginya untuk melindunginya.

 

"Apa aku benar-benar..... iblis?"

Erica berkata ke alun-alun yang sunyi, kata-katanya sepertinya tidak ditujukan kepada siapa pun.

 

"Itu benar! Kau adalah iblis! Itu sebabnya kau harus mati! Bunuh dia!" Anak buah Duke Gregory menuntut.

 

".............."

Tapi tidak ada yang langsung bertindak. Mereka takut kepada tentara, namun mereka juga menentang gagasan mengotori tangan mereka sendiri—entah karena itu, atau hal itu adalah pemberontakan.

 

[ Benar-benar lelucon..... ]

Pikir Gilbert, setelah menyaksikan rangkaian peristiwa terjadi. Dia saat ini berada di kerumunan di belakang Erica, bersiap untuk membunuhnya kapan saja. Dalam situasi saat ini, itu seharusnya bukan tugas yang sulit.

 

Adapun mengapa dia harus mengikuti rencana yang menyusahkan seperti itu, Duke Gregory telah menjanjikan hadiah kepada siapa pun yang mampu menyelesaikan pekerjaan itu, yang diperebutkan oleh ketiga laki-laki itu. Jika Gilbert mengabaikan rencana mereka dan membunuh Erica di sini, dia bisa menghadapi beberapa tuduhan merepotkan nantinya.

Rencananya adalah orang lain akan memukul Erica terlebih dahulu sehingga Gilbert bisa berbaur dengan kekacauan dan membunuhnya. Tapi adegan yang harus dia tonton agak membuatnya frustrasi.

 

[ Aku menganggap ini adalah upaya mereka untuk menunjukkan perselisihan antara Saint dan orang-orang, tapi aku tidak mengerti mengapa mereka membuat pertunjukan yang begitu buruk tentang diri mereka sendiri. ]

 

Manusia adalah makhluk busuk. Itulah mengapa Gilbert mencari nafkah dengan cara membunuh, dan setelah merenggut nyawa banyak orang, dia dapat menegaskan bahwa itu adalah kebenaran. Tidak ada yang berubah hanya karena targetnya adalah murid dari Enam Dewa Bijaksana. Dia telah mengajukan diri untuk peran instruktur Satsuki dengan harapan samar bahwa hero adalah eksistensi khusus, namun Satsuki hanyalah manusia biasa. Dia akhirnya akan berakhir di tempat yang sama dengan yang lain, pikirnya kecewa.

 

[ Cepat dan tunjukkan dirimu yang sebenarnya. ]

Pikir Gilbert, menatap kerumunan dengan ekspresi dingin. Jika mereka tidak ingin diinjak-injak oleh tentara, mereka harus membunuh Erica. Itulah yang mereka semua pikirkan, namun tidak ada yang bergerak.

Mereka merasa malu membayangkan mengotori tangan mereka sendiri. Itulah suasana yang menggantung di alun-alun, sampai.....

 

"Tidak perlu semua orang untuk mengotori tangan kalian!" Erica berteriak kepada orang banyak.

Dia kemudian beralih ke tiga bawahan.

 

"Jika aku mati, apa benar kalian akan melepaskan keluarga itu?"

 

"Ya."

 

"Jika aku mati, akankah orang-orang di kota ini terhindar dari tentara yang ada di luar?"

 

"Ya, mereka akan melakukannya! Apa kau mempertimbangkan untuk bunuh diri? Jika kau benar-benar menginginkan yang terbaik untuk orang-orang bodoh ini, bunuh dirilah!"

Orang-orang itu mengejek, percaya dia tidak mampu melakukannya.

 

Namun.....

 

"Baiklah."

Erica segera mewujudkan tongkatnya, meraihnya dengan kedua tangannya. Dia kemudian mengangkatnya cukup tinggi untuk mengarahkan ujungnya ke dadanya dan menembus jantungnya tanpa ragu-ragu.

 

"Apa–!"

 

"Apa-Apaan maksudnya ini......?!"

 

Tiga bawahan Duke Gregory dan kerumunan penonton semuanya terdiam. Bahkan Gilbert telah melupakan misinya dan hanya menonton dengan kaget.

 

"Hehe."

Erica cekikikan, menatap ke langit dengan tangannya menggenggam tongkatnya. Dia hampir terlihat seperti patung yang memberikan doa kepada para dewa.