Blessing of the Spirits – Chapter 7 : 「Tamu yang Tidak Di Inginkan」
Pada suatu hari, setelah Rio tinggal di desa lebih dari enam bulan ....
Di bagian barat hutan belantara, di pegunungan tertentu, seekor grifin tengah mengapakan sayapnya, melayang tinggi di udara.
Grifin disebut juga dengan singa surga, terkenal karena menjadi penguasa langit kedua setelah naga. Mereka adalah makhluk yang sangat pandai, tetapi memiliki temperamen liar dan sebagian besar hidup di pegunungan. Karena tubuh bagian atas mereka adalah burung pemangsa, salah satu ciri khas mereka adalah pekikan bernada tinggi.
Namun, bagi beberapa warga negara, mereka adalah binatang buas yang harus dipelihara sebagai hewan tunggangan.
“Reiss-san. Apa tidak apa-apa sampai sejauh ini?”
Dua manusia menunggangi grifin. Satu dari mereka, seorang anak laki-laki dengan penampilan petualang, bertanya pada pria berjubah hitam bernama Reiss, duduk di belakangnya dengan kendali di tangannya.
“Iya, tidak apa-apa. Tapi ... jika hanya seperti ini saja membuatmu takut, maka mungkin kau tidak cocok untuk menjadi anggota pasukan tentara bayaran kami, hmm?”
Reiss menghela nafas panjang, pertanyaan yang dia jawab beberapa kali.
“Ti-Tidak, bukan itu yang ingin aku katakan! A-Aku hanya ingin tahu kemana kita akan pergi. Beberapa hari berlalu sejak kita memasuki hutan belantara.”
Anak itu segera menjelaskan, membuatnya tampak semakin takut.
Alam memenuhi pemandangan di depan mata mereka. Bahkan tidak ada jejak kehadiran manusia, hanya ada hewan buas berbahaya yang berkeliaran di daerah tersebut, jadi wajar saja jika seorang petualang yang masih muda seperti dia takut.
Baru-baru ini, anak itu menjadi bagian dari kelompok petualang kecil yang berarung melawan monster lemah untuk mendapatkan uang saku. Sebagai pemula, banyak rintangan yang menghadangnya, sampai suatu hari, dia didatangi oleh Reiss, yang mengundangnya ke pasukan tentara bayaran terkenal yang diberi nama grifin: Sang Singa Surga. Dia menganggap Reiss sebagai sosok yang agak ramah pada awalnya, tetapi begitu Sang Singa Surga dibesarkan dan dia diberi tahu bahwa mereka mengintai petualang muda untuk berlatih secara pribadi, dia memutuskan untuk setidaknya mendengarkannya.
Dengan demikian, setelah ditunjukkan lambang Sang Singa Surga dan bahkan grifin itu sendiri, keinginan anak itu untuk menjadi pahlawan digoyahkan dan menemukan dirinya dengan senang hati bergabung dengan pasukan tersebut tanpa disadarinya. Begitu dia melakukannya, dia segera diberikan misi untuk diselesaikan sebagai tugas inisiasi.
Peristiwa terus berlangsung tepat di depan matanya yang bingung, sampai akhirnya dia mendapati dirinya dengan santai menaiki punggung Grifin, setengah menyesali segalanya.
“Fufu, kita sudah sampai di tujuan. Kita akan turun di sini.” kata Reiss, mengendalikan kendali di tangannya untuk menurunkan grifin di lereng gunung.
Gunung tempat mereka mendarat terbuat dari batuan dasar yang terbuka dan kurang banyak tumbuh-tumbuhan.
[ Jika aku akan melakukannya, aku pasti melakukannya dengan benar! Aku akan menjadi lebih baik! ]
Pada saat mereka tiba di tujuan dan mendarat di tanah, anak itu telah mengambil keputusan.
“Ayo pergi.” ucap Reiss, tiba-tiba berjalan pergi.
“Iya!”
Anak itu mengangguk dengan antusias, berlari mengejarnya. Setelah berjalan menuju puncak selama sekitar satu jam, mereka tiba di sebuah gua besar tepat sebelum puncak.
“Oh, apa kita akan masuk ke sana?”
“Betul. Investigasi awal telah selesai. Pemilik dari gua ini seharusnya sedang mencari makan saat ini dan tidak akan kembali untuk sementara waktu, jadi tidak perlu khawatir.”
Reiss menjelaskan dengan nada santai, membuat anak itu menghela napas lega.
“Kamu boleh menunggu di sini. Aku akan segera kembali.”
Dengan itu, Reiss tidak mengatakan apa pun lagi dan memasuki gua dalam diam. Kemudian, tepat seperti yang dikatakan sebelumnya, dia kembali dari dalam gua beberapa menit kemudian.
[ Syukurlah. Sekarang kita bisa kembali. ]
Pikir anak itu. Tapi ketika rasa lega membanjiri dirinya, dia melihat benda yang dibawa Reiss dengan kedua tangan lalu menegang karena syok.
“Reiss-san, apa itu?”
“Kau sudah tahu sendiri, kan? Ini telur.” jawab Reiss acuh.
“Te-Telur apa?”
“Oh, apa kau tertarik?”
“Ah, tidak ...”
Takut untuk mencari tahu kebenarannya, anak itu secara refleks menggelengkan kepalanya.
Meskipun itu hanya telur, ia memiliki diameter lebih dari 30 sentimeter. Cangkangnya sangat tebal, sepertinya akan membutuhkan senjata tumpul untuk meretakkannya dan beratnya mungkin mencapai 100 kilogram.
“Ini. Aku serahkan telur ini padamu.”
“Eh?”
Anak itu mengeluarkan suara tercengang.
“Kau harus pegang telur ini, lagipula aku harus mengendarai grifin. Aku ingin memasukkannya ke dalam tas, tapi kita tidak bisa membuang makanan untuk perjalanan kembali, bukan?”
“ ... Be-Benar.”
Tidak dapat membantah penjelasan Reiss, anak itu mengangguk canggung.
“Bagus. Sekarang, ayo kembali ke grifin.”
Reiss berjalan pergi, anak itu mengikuti tepat di belakangnya. Dia tidak ingin menatap di sana lebih lama lagi dan dia benar-benar mati rasa saat kembali ke tempat grifin berada.
“Ti-Tidakkah orang tuanya akan marah? Bagaimana jika ia mencoba mengambil telurnya? Maksudku ...”
Anak itu bertanya dengan senyum berkedut sebelum naik, dilanda kekhawatiran.
“Tentu saja baik-baik saja.”
Reiss menyisipkan senyum menyeramkan di wajahnya saat dia menjawab.
“Menurutmu berapa jauh jarak dari sini ke Strahl?”
“Benar ... Tentu saja ....”
“Ayo kita kembali. Pastikan kau memegang telur itu dengan erat, mengerti?”
Setelah menerima anggukan persetujuan dari anak itu, Reiss memerintahkan griffin untuk pergi.
Namun, arah yang mereka tuju bukanlah Strahl, tapi hutan besar tempat tinggal penduduk desa Seirei no Tami. Malamnya, ratapan yang luar biasa dan menakutkan menggema di gua yang dikunjungi Reiss.
∆∆∆∆
Akhirnya, hari Festival Roh Agung tiba.
Tahap utama dari ritual itu akan diadakan di kuil roh yang dibangun di dekat akar pohon raksasa yang dilindungi Dryas. Butuh setengah jam (atau kira-kira satu jam reguler) untuk berjalan ke sana dari desa. Dengan pengecualian tingkat keamanan minimum, hampir semua penduduk Seirei no Tami, lebih dari sepuluh ribu orang berkumpul di tanah megah kuil.
Roh pohon raksasa, Dryas, berdiri di atas altar yang diletakkan di atas panggung dansa kuil, memandang ke bawah pada para tetua yang bersujud di hadapannya, di antaranya adalah Syldora, Dominic, dan Ursula.
“Di bawah restu ilahi dari roh agung, semoga rahmat dan perlindungannya menyertai Seirei no Tami untuk selamanya ...”
Suasana khusyuk mendominasi seluruh area ketika Syldora dan yang lainnya mengucapkan doa mereka.
Setelah doa ritual selesai, para Tetua turun dari atas panggung. Kemudian, Sara, Orphia, dan Alma muncul di panggung menggunakan pakaian upacara dan memulai nyanyian dan tarian penghargaan mereka terhadap Dryas.
Dryas menatap mereka bertiga dengan gembira.
“Mereka begitu cantik ....”
Di bawah panggung dansa, Latifa menonton tarian mereka yang seakan menyihirnya, dengan penuh kekaguman.
Setelah ketiga gadis tersebut menyelesaikan penampilan mereka, Syldora naik ke atas panggung sekali lagi dan mulai berbicara dengan nada megah.
“Para hadirin sekalian! Festival Roh sekali lagi dimulai dengan aman. Ini semua berkat upaya tak kenal lelah kalian, doa harian, dan pengabdian kepada roh selama setahun terakhir. Jangan sampai rasa terima kasihmu kepada roh-roh berkurang.”
Syldora sama sekali tidak berbicara dengan keras, tetapi efek penguatan seni roh angin dengan mudah membawa suaranya ke seluruh area.
“Sekarang, mari kita mulai ritualnya.” suara Syldora bergema, membuat Latifa tersentak.
Setiap tahun selama Festival Roh Agung, sudah menjadi kebiasaan bagi anak-anak Seirei no Tami yang mencapai usia tertentu akan diperkenalkan kepada semua orang di desa dan menerima berkat dari Dryas. Latifa merupakan salah satu dari anak-anak tersebut.
Selain itu, mereka yang menerima berkat Dryas akan mendapat sedikit peningkatan Ode dan afinitas seni roh, meskipun tidak sebanyak yang diberikan roh kontrak. Rio menyadari kegugupan Latifa lalu memegang tangannya dengan lembut. Sebagai balasannya, Latifa mengangkat kepalanya dan memberikan senyum pemberani.
Syldora memanggil nama anak-anak untuk naik ke atas panggung dansa. Di sana, perkenalan dan salam sederhana diberikan kepada penduduk desa untuk membiasakan diri dengan anak-anak. Selanjutnya, Dryas menempatkan ciuman berkat di dahi mereka dan tubuh anak-anak tersebut akan bersinar dengan cahaya lembut.
Nama Latifa dipanggil setelah semua anak-anak lainnya menerima berkat mereka.
“Setengah tahun yang lalu, salah seorang saudara kita datang untuk bergabung dengan kita: Manusia rubah, Latifa.”
Setelah namanya dipanggil, Latifa naik ke atas panggung, tubuh kecilnya gemetar.
“Dia telah sangat menderita di tangan manusia yang tidak berperasaan, tetapi pada saat yang sama, dia di sini bersama kita hari ini berkat manusia baik hati yang mengulurukan tangannya untuk membantu. Dia adalah anak yang mengagumkan dan baik hati.”
Pada perkenalan Syldora, Latifa membungkuk dengan canggung. Kemudian, seperti anak-anak lain sebelum dia, Latifa berjalan menuju altar Dryas.
“Lewat sini, Latifa.”
“I-Iya.”
Di desak oleh Dryas, Latifa langsung menghampirinya.
“Dengan ini kamu sudah menjadi penduduk resmi desa ini. Aku harap kamu menemukan kebahagiaan di rumahmu ini.” kata Dryas, sebelum tiba-tiba mengangkat Latifa dalam pelukannya.
Ini jauh lebih banyak kontak dibandingkan dengan yang lain, yang hanya menerima ciuman. Kerumunan bergumam pelan.
Latifa, dengan syok, tanpa sengaja menyalak.
“Fweh?!”
“Fufu. Kamu sudah sangat menderita sampai saat ini, aku pikir akan memberikanmu sedikit perlakuan khusus. Aku hanya bisa melakukan ini untukmu, tapi aku harap kamu dapat menemukan kekuatan dalam hatimu.”
“B-Baik!”
Latifa mengangguk, penuh emosional.
Dryas lalu menempatkan ciuman lembut pada dahi Latifa; cahaya redup segera mulai bersinar dari tubuh Latifa. Meskipun kejadian tak terduga terjadi, Latifa juga menerima berkat Dryas.
Dan dengan itu, ritual pemberkatan selesai.
Jika Festival yang diadakan saat ini mengikuti Festival sebelumnya, di sinilah upacara penutupan akan diadakan sebelum pindah ke perjamuan.
Tetapi—
“Terakhir, aku akan memperkenalkan orang yang menyelamatkan Latifa. Kesalahpahaman satu sisi kita menyebabkan banyak masalah baginya di masa lalu, tetapi dia memaafkan kita dan memungkinkan kita memulai dari awal lagi. Karena itu, kita sangat berhutang budinya kepadanya. Izinkan aku memperkenalkan sang dermawan yang menolong Latifa, Rio-sama.”
Syldora memulai perkenalannya.
Dengan anggukan ringan, Rio menaiki tangga panggung. Begitu Rio sudah berada di sampingnya, Syldora melanjutkan.
“Rio-sama telah mengajarkan kita banyak resep makanan yang menarik. Semuanya sangat lezat dan akan disajikan di pesta nanti, jadi silakan dinantikan.”
Suasana di atas kuil sedikit melunak.
“Rio-sama telah mengontrak roh humanoid. Ini adalah kebenaran yang sudah dikonformasi oleh Yang Mulia Dryas-sama, jadi tidak ada kesalahan ... Mohon tenang!”
Bentak Syldora ke arah penduduk desa yang kebingungan, kata-katanya menjadi penyebab meledaknya obrolan yang berisik.
Sampai sekarang, kontrak Rio dengan roh humanoid telah dirahasiakan dari orang-orang desa selain dewan. Tetapi mereka memilih untuk memainkan tangan mereka pada saat ini. Hasilnya sempurna.
“Sebagai anggota dewan desa, aku tidak akan membiarkan seseorang yang mengontrak roh humanoid tidak dihargai, tidak peduli dia adalah seorang Seirei no Tami atau bukan.”
Atas kata-kata Syldora, para Tetua mengangguk setuju. Tujuan dari tindakan mereka adalah untuk mengekspresikan kesatuan pendapat dewan tentang masalah tersebut.
“Rio-sama adalah dermawan kita. Kepribadiannya yang luar biasa telah dibuat semakin jelas sejak enam bulan terakhir tinggal di sini. Karena itu aku mempertimbangkan untuk menerima Rio-sama sebagai teman sumpah dari kita, yaitu Seirei no Tami. Apakah ada keberatan?”
Syldora bertanya dengan suara keras, menyebabkan keheningan jatuh di atas tanah kuil. Dianggap tidak ada keberatan, Syldora terus berbicara.
“Kalau begitu, aku ingin dengan rendah hati meminta agar Yang Mulia Dryas-sama memberi Rio-sama ciuman sebagai simbol teman sumpah kita. Rio-sama, Yang Mulia Dryas-sama.”
Atas permintaan Syldora, Rio mendekati altar tempat Dryas berada.
“Fufu. Ayo berteman, Pahlawan manusia.”
Dryas tersenyum. Begitu dia memberikan ciuman di dahi Rio, tubuh Rio mulai bersinar dengan cahaya lembut. Setelah hening beberapa saat, hentakan dan tepuk tanga pecah.
“Sekarang, ritual sudah selesai! Saatnya jamuan makan malam! Ayo kita mulai!”
Dominic mengumumkan akhir dari upacara saat tepuk tangan mereda.
Segera, kesibukan penduduk desa diarahkan ke makanan dan staf pengurus jamuan memulai persiapan dengan bingung. Mereka bisa menggunakan spirit art untuk memandu orang-orang, mengatur area perjamuan, dan mendistribusikan makanan dan minuman secara efisien.
Seorang Elf laki-laki muda dan Werebeast bersayap terbang di udara, bertugas sebagai pembawa pesan, mengirimkan perintah kerja dan memamdu penduduk desa dengan suara yang diperkuat spirit art. Laki-laki Dwarf menggunakan sprit art nya untuk memanipulasi tanah, membuat meja dan kursi darurat di seluruh halaman kuil dengan langkah cepat.
Sementara itu, Orphia dan gadis Elf lainnya menggunakan Artefak penyimpanan ruang waktu untuk mengeluarkan hidangan yang telah masak dan minuman satu demi satu, ketika para lelaki berlomba-lomba membawa semua itu ke meja. Dengan demikian, pekerjaan berjalan dengan mulus dan tak lama semua persiapan selesai. Perjamuan dimulai dengan bersula keras.
“Gahahaha! Kamu harus minum hari ini, Rio!”
Dominic memegang segelas sake di tangannya sambil terbahak-bahak pada Rio, yang sedang minum bersamanya.
“Tentu, aku biasanya tidak minum ini karena aku berlatih, tapi ku pikir setidaknya hari ini harus minum dengan bebas. Alkohol di desa ini pasti berkualitas tinggi.” kata Rio, mengangkat cangkir ke mulutnya.
Itu bukan sanjungan, tetapi pujian dari lubuk hatinya. Ada beberapa tipe alkohol di perjamuan ini, bahkan alkohol yang dibuat secara masal dan termurah dari Seirei no Tami melebihi kualitas yang diminum oleh keluarga kerajaan dan kaum bangsawan di Strahl. Tentu saja, tak perlu dikatakan bahwa perkembangan minuman juga lebih cepat.
“Yah, tentu! Desa kami hanya membuat sake asli! Tidak seperti minuman manusia yang hanya membuat mereka mabuk saja saat meminumnya!”
Mendengar alkohol di desa itu dipuji membuat Dominic tertawa riang.
“Persis seperti yang anda katakan. Setelah aku mencoba sake ini, aku tidak akan pernah puas dengan alkohol dari Strahl.”
“Baguslah! Bahkan ini bukanlah alkohol tingkat atas yang kami buat. Tunggu saja sampai kamu mencoba kebanggaan Seirei no Tami, Soul Sake!”
Sambil menyerinngai, Dominic mengeluarkan botol anggur Mythril dan gelas. Dia menuangkan isinya ke dalam gelas tersebut lalu memberikannya pada Rio.
“Ini ....”
“Shh, minum saja.”
Rio langsung mengintip ke gelas, aroma manis yang memesona menggelitik hidungnya. Cairan kental mengisi cangkir, menarik mulut Rio ke arahnya hampir tanpa disengaja.
Saat sake menyentuh lidahnya—
“Wuh?!”
Rasanya sangat istimewa, hampir membuat rahang Rio jatuh. Dia menutup mulutnya dengan panik, tapi aroma alkohol yang kuat sudah meresap ke setiap inci tubuhnya.
Itu Sangat lezat, rasanya seperti jiwanya terlepas dari tubuhnya. Sake itu mungkin dijuluki Soul Sake karena alasan ini: Karena meminumnya menyebabkan seakan mengalami jiwa yang keluar dari tubuh, renung Rio.
Tidak dapat menahan godaan, Rio membawa cangkir ke mulut untuk kedua kalinya. Sebelum dia menyadarinya, Sake dimulutnya menghilang, seolah-olah menguap di udara tipis.
Tidak, Sake itu pasti sudah melewati tenggorokan Rio ...
Rasanya terlalu banyak baginya untuk diproses, membuatnya seolah-olah menghilang begitu saja. Untuk potensi setinggi itu, sangat mudah untuk diminum.
Ini adalah minuman kelas satu, paling layak disebut Soul Sake. Dia bahkan tidak bisa menganggap alkohol Strahl sebagai alkohol lagi.
Kehilangan kata-kata, tubuh Rio bergetar dengan emosi yang mengalir dalam dirinya. Saat itulah Dryas muncul, sambil memegang gelas di satu tangan.
“Bagaimana menurutmu? Itu terbuat dari getahku.” katanya.
“Hrrrk!”
Setelah mendengar Dryas menyebutkan getahnya, Rio tersedak.
“Kya! Eww, astaga. Apa yang kamu lakukan?”
“Ma-Maafkan aku. Aku hanya terkejut. Ini getah dari Dryas-sama?”
“Benar. Itu disebut Soul Sake, kan? Sebagai roh dari pohon raksasa, aku adalah roh yang tinggal di getah yang digunakan, itulah sebabnya namanya begitu. Getahku juga bisa digunakan sebagai ramuan.” kata Dryas, bangga.
“Be-Begitu, ya ...”
Jika getahnya memproduksi sake dengan kualitas seperti ini, maka itu pasti dapat digunakan sebagai komponen sihir untuk obat-obatan.
“Tapi aku terkesan. Hanya Dwarf yang dapat meminum sake itu dengan benar. Kamu pasti peminum berat, ya, Rio.” kata Dryas dengan mata melebar.
“Anda benar sekali, Yang Mulia Dryas-sama! Hampir memalukan pria seperti ini adalah manusia. Sekarang ayo minum, minumlah!”
Dominic setuju dengan gagasan itu sambil mengisi kembali gelas Rio. Tetua Dwarf itu sudah mengkonsumsi cukup banyak alkohol, tapi wajahnya masih tampak segar.
“Ini benar-benar alkohol yang luar biasa. Cukup menakutkan bagaimana mudahnya mengalir ditenggorokkanku.”
Rio menatap gelas yang diisi oleh Soul Sake dengan penuh hormat.
“Ya, kan? Biasanya akan berakhir seperti itu.”
Dengan senyum yang menyenangkan, Dryas mengarahkan pandangannya ke belakang Rio, yang dia pun berbalik mengikuti pandangannya.
Di sana dia melihat—
“Or-Orphia?!”
Orphia tersandung kakinya sendiri, menuju Rio. Wajahnya sangat merah, hanya melihatnya sekilas sudah jelas jika ia mabuk.
“Riooooo Shuaaann, apa kamu ... Minu’ ...?”
Tanya Orphia dengan cadel, menjatuhkan diri ke kursi di sebelah Rio. Perbedaan antara dirinya yang lembut dan biasanya begitu hebat, Rio tercengang.
“U-Umm, Orphia, bukankah kamu minum terlalu banyak?”
Tanya Rio dengan senyum berkedut, mengirimkan kata-kata simpati.
“Ah! Aku ... Aku baik-baik sajaaaa. Ini ... bukan ... apha-aphhaa ....”
[ Kamu jelas tidak baik-baik saja! ]
—Rio ingin berteriak. Tiba-tiba, Orphia meringkuk ke arah Rio.
“Leeeebih penting lagi, Riooooo! Kapan kamu bherhenti berbhicara kaku?”
“ ... Ummm, aku berbicara dengan kaku?”
“Iyah! Kamu berbhicara seperti kamu menchoba menjaga jharakmu!”
Orphia memegang kontak matanya dengan tatapan aneh yang mantap. Dia berbicara begitu keras, mau tidak mau Rio terdorong mundur.
“Aku sudah dekhat dengan Latifa, tapi aku tidak merhasa seperti ithu dengan Rio. Sudah setengah tahun sejhak kamu datang ke sini. Ini tidak bhenar ....”
Karena bingung bagaimana menanggapi Orphia yang mabuk, Rio menatap Dominic dan Dryas untuk meminta bantuan. Tetapi mereka berdua menghilang dari tempat mereka minum beberapa saat yang lalu, berdiri cukup jauh sambil menertawakan Rio sebagai gantinya.
[ Mereka meninggalkanku!—Ah, itu Sara! ]
Tepat saat keputusasaan menghampiri Rio, dia melihat Sara datang ke arahnya lalu menghela napas lega.
“Ya ampun! Orphia, kamu membuat Rio kerepotan!” Kata Sara, memegang gelas di kedua tangannya sambil duduk dan menempelkan dirinya di punggung Rio.
Menilai dari penampilannya, Sara masih tampak dapat berpikir jernih dan sadar, tapi Rio dapat merasakan sesuatu yang aneh. Sepanjang waktu mereka tinggal bersama, dia tahu jika Orphia dan Saran bukanlah tipe yang menyentuhnya secara proaktif.
“Erm ... Apa kamu juga mabuk, Sara? Haha ...” tanya Rio, menatap mata Sara.
“I-Iya. Umm, aku mungkin sedikit mabuk.”
Mungkin benar, pipinya merona sambil mengangguk. Matanya terlihat sedikit tidak tenang dan ekornya juga bergerak-gerak gelisah. Dia menekankan dirinya lebih dekat.
“Benar ... Haruskan aku menggunakan spirit art penenang padamu?”
Merasakan tubuhnya terjepit dari kedua sisi membuat Rio menyatukan dirinya dan bertanya.
“Ti-Tidak! Aku akan semakin malu kalau kamu melakukan itu!”
Sara menggelengkan kepalanya dengan gugup.
“Ithu benar! Dengarkhan Shara.”
Orphia berbicara membawa persetujuan.
Lebih malu lagi ... Itu menyiratkan jika dia merasa malu pada tingkat tertentu saat ini. Tapi, dia masih memilih untuk menempel padanya lebih jauh. Rio dengan tenang mencoba untuk membayangkan alasannya.
Namun, kedua gadis tersebut berpegang teguh pada kedua tangannya, membuatnya sulit untuk berpikir.
[ Kenapa berakhir seperti ini? ]
Rio menyesali dirinya sendiri.
Baik Sara dan Orphia berstatus sangat tinggi, mereka dapat dianggap sebagai Putri desa ...
Dan mereka juga sangat cantik. Rio tidak tahan dengan situasi ini, tapi itu adalah jenis keadaan di mana tidak akan aneh jika semua orang di sekitarnya memelototi dengan tajam ke arahnya.