Tachi of Wind – Prolog
Di dalam hutan yang luas dan lebat, jauh dari peradaban manusia.....
Liselotte dan Aria telah dibawa beberapa kilometer jauhnya dari ibukota Republik Demokratik Suci Erica oleh Aishia. Pertarungan sengit antara Rio dan Divine Beast itu begitu sengit, mereka bisa melihatnya bahkan sejauh ini dari ibukota.
Namun, dengan mata telanjang, mereka hanya bisa melihat serangan skala besar pada jarak ini. Mereka bisa melihat Rio menghindari serangan cahaya berskala besar itu ketika mereka menggunakan peningkatan kemampuan fisik untuk meningkatkan penglihatan mereka, namun serangan yang lebih besar telah berhenti beberapa menit yang lalu. Langit berwarna biru jernih saat ini.
Aishia baru saja kembali kepada Rio beberapa saat yang lalu. Sementara mereka berhasil mengambil kembali Liselotte, suasana mereka saat itu bukanlah suasana yang pas untuk sebuah perayaan.
"..............."
Liselotte dan Aria sama-sama menatap ibukota dengan napas tertahan; mereka tetap seperti itu selama beberapa waktu.
"Sepertinya mereka sudah kembali."
"Ah.....!"
Aria melihat Aishia lebih dulu, mendekat dari jauh dengan Rio di pelukannya. Sesaat kemudian, Liselotte melihat mereka juga. Dia mulai berlari untuk memperpendek jarak di antara mereka sebanyak mungkin, dengan Aria mengikutinya. Jarak antara mereka segera tertutup, dan Aishia mendarat di depan mereka berdua. Rio berbaring lemas di pelukannya.
"Aishia-sama! Apa Haruto-sama baik-baik saja?!"
Liselotte berkata dengan panik, terengah-engah saat dia mengkhawatirkan keselamatan Rio. Dia bersandar kepada Aishia, Rio tidak sadarkan diri.
"Dia baik-baik saja. Hidupnya tidak dalam bahaya."
Aishia memberitahunya dengan jelas.
"Tapi......"
Ada noda merah di mulutnya, seolah-olah Rio batuk darah. Dia telah cukup terluka dalam pertarungan yang membuatnya tidak sadarkan diri — hal itu lebih dari cukup alasan bagi Liselotte untuk tetap khawatir. Dia harus segera diizinkan untuk beristirahat. Dan untuk meyakinkan Liselotte.....
"Ya, aku ingin membiarkan Haruto beristirahat."
Suara Aishia biasanya monoton, tapi dia mengangguk dengan tegas dan membaringkan Rio di tanah.
Dia kemudian mulai mendorong esensi sihirnya ke dalam tanah, menyiapkan fondasi untuk rumah batu. Batu-batu kecil di tanah tenggelam ke dalam tanah, dan medan yang tidak rata rata dalam sekejap mata.
"..............."
Aria akrab dengan pemandangan itu dari perjalanannya bersama Rio, namun mata Liselotte melebar kaget melihatnya untuk pertama kalinya. Meski begitu, ada hal-hal yang lebih penting untuk ditangani saat ini, jadi dia hanya melihat dengan tidak sabar.
Mengabaikan Liselotte, Aishia mengangkat lengan Rio. Itu adalah lengan yang memakai gelang penyimpanan ruang dan waktu; tapi gelang itu hanya dapat diaktifkan oleh orang dengan panjang gelombang esensi terdaftar.
Maksimal dua orang bisa didaftarkan. Ban lengan yang biasanya digunakan Rio memiliki panjang gelombang esensi Celia di slot lain, jadi Aishia tidak terdaftar, tapi...
"Dissolvo."
Aishia mengucapkan mantranya dan mengaktifkan penyimpanan ruang dan waktu itu. Hal itu adalah prestasi yang hanya mungkin terjadi karena Aishia dikontrak ke Rio dan esensi sihirnya mengalir melalui dirinya.
"Ayo masuk." Katanya.
"Baik."
Aishia mengangkat Rio dengan perlahan dan mulai berjalan menuju rumah batu yang baru berdiri. Karena khawatir kepada Rio, Liselotte berlari ke pintu masuk sebelum Aria membukakan pintu untuk mereka.
◇◇◇◇
"Kalian berdua beristirahatlah di sini. Aku akan menjaga Haruto."
Hal pertama yang dilakukan Aishia setelah memasuki rumah batu itu tentu saja merawat Rio. Dia memberi Liselotte dan Aria arahan untuk menunggu di ruang tamu, lalu menuju ke belakang rumah dengan Rio yang tidak sadarkan diri di pelukannya. Namun, mereka berdua tidak akan patuh begitu saja.
"U-Umm, apa ada yang bisa aku bantu?"
Liselotte bertanya dari belakang punggung Aishia, wajahnya dipenuhi penyesalan.
"Bajunya berlumuran darah, jadi aku akan menggantinya dan membersihkannya."
Aishia menyatakan niatnya seolah-olah dia terbuka untuk menerima bantuan.
"Jika kamu akan menyekanya, kamu harus membawanya ke kamar mandi. Aku akan menyiapkan bak mandi dan handuk terlebih dahulu."
Aria telah tinggal di rumah selama perjalanan ke Republik Demokrasi Suci Erica, jadi dia tahu di mana semuanya berada. Dia pergi dulu ke ruang ganti yang terhubung ke kamar mandi.
"Kamu juga, Liselotte."
"Oke!"
Aishia mulai berjalan dengan Liselotte. Aria sudah mengambil handuk dan bahan pencuci dari rak dan sedang membuka pintu kamar mandi. Di sana, dia mengutak-atik artefak sihir yang menempel di area cuci untuk mulai mengisi bak mandi dengan air hangat.
"Aku akan menopangnya saat kamu melepas mantel dan bajunya." Kata Aishia kepada Liselotte.
"Ya."
Liselotte mengangkat lengan Rio dengan lembut dan melepas mantelnya terlebih dahulu. Selanjutnya, Aishia mengangkat tangan Rio tinggi-tinggi sementara Liselotte melepas bajunya juga. Tubuh bagian atas Rio memasuki pandangan mereka.
Sebagai seorang wanita bangsawan, Liselotte belum pernah melihat laki-laki telanjang seumur hidupnya — bahkan ayahnya, Duke Cretia — tapi sekarang bukan waktunya untuk mengkhawatirkan hal itu. Dan lagi.....
"Eh....."
Liselotte menatap tubuh telanjang Rio dari dekat dan menelan napasnya. Itu bukan karena tubuhnya lebih kencang dari yang dia bayangkan, tapi.....
"Luka ini......"
Liselotte menatap bekas luka kecil yang tak terhitung jumlahnya yang Rio miliki.
"Luka itu bukanlah luka dari pertarungannya dengan Saint iru, jadi jangan cemas. Itu bekas luka lama dari masa kecilnya. Semua luka itu sudah sembuh."
Kata Aishia untuk meyakinkannya.
"Aku mengerti........"
Ekspresi Liselotte tidak tampak senang.
Jika luka diobati dengan sihir sebelum sembuh, maka tidak ada bekas luka yang tertinggal. Fakta bekas luka lama ini tetap ada berarti kalau Rio tidak menerima perawatan sihir apa pun ketika dia menderita luka itu.
Meski begitu, luka ringan secara alami akan hilang seiring waktu, namun tubuh Rio ditutupi bekas luka yang jelas terdistorsi. Mata yang tidak jeli mungkin menganggapnya sebagai luka pertempuran, tapi sayangnya mata Liselotte jeli. Dia curiga itu bekas luka dari semacam penyiksaan atau pelecehan.
"..............."
Aria memeras air dari handuk di tangannya dan menatap tubuh Rio dengan saksama. Tapi sementara ekspresi Liselotte terlihat sangat sedih, Aria memiliki ekspresi aneh di wajahnya.
"Apa ada yang salah?" Tanya Aishia, menatap mereka berdua dengan rasa penasaran.
"Bukan apa-apa.... Silakan gunakan handuk ini."
Aria menggelengkan kepalanya perlahan dan menawarkan handuk basah kepada Liselotte.
"Terima kasih."
Liselotte menerima handuk itu dan mulai menyeka lembut mulut Rio yang kotor oleh darah dan ludah.
[ Haruto-sama...... Haruto-sama....... ]
Air mata menggenang di matanya, namun tangannya tidak pernah berhenti bergerak. Dia sangat mengkhawatirkan Rio, yang telah terluka demi dirinya, sehingga gerakan tangannya yang penuh kasih sayang tampak bergetar.
"Jika kita hanya mengeluarkan gumpalan darahnya, maka seharusnya tidak perlu melepas celananya. Aku akan mencuci mantel dan kemejanya yang kotor."
Aria mengambil mantel dan kemeja Rio dan mulai mencucinya.