Tachi of Wind – Chapter 4 : 「Bolak Balik」
Lucci sibuk menghadapi Ifritah. Tidak, lebih tepatnya, dia sibuk mengejar Ifritah yang mengitari penghalang sihir Celia.
"Berhentilah berlari dasar kau hama!" Teriaknya, mengarahkan tebasan kegelapan ke Ifritah.
"Grrr!"
Meski besarnya beberapa meter, Ifritah adalah seekor singa. Dia bisa bergerak cepat dengan mudah dan menghindari serangan dengan menjauhkan diri dalam sekejap.
Namun, dia tidak sepenuhnya berfokus dengan melarikan diri. Ketika Lucci mencoba untuk mengabaikan Ifritah dan menyerang penghalang Celia, Ifritah menghembuskan api dari mulutnya untuk membunuh Lucci.
"Grah!"
"Cih....." Lucci mengayunkan pedangnya, menebas api itu dengan kegelapan dari pedangnya.
"Grrr!" Tampaknya Ifritah sangat waspada terhadap kegelapan yang bisa dilepaskan Lucci dari pedangnya.
Itu sebabnya fokusnya dengan berlarian tanpa menghadapinya dengan benar. Ketika Lucci menjadi tidak sabaran dengan permainan kejar-kejaran dan mencoba mengabaikannya, serangan api itu akan kembali mengganggunya.
Serangan itu juga menyerang tentara bayaran yang mencoba untuk memecahkan penghalang ketika dia memiliki sisa hembusan api. Karena itu, tentara bayaran berjuang untuk membuat kemajuan melawannya.
[ Jika aku terus melawan hama ini, aku akan kehabisan esensi sihir lebih dahulu. Apa itu tujuannya? Apa yang harus aku lakukan? Biarpun aku bisa menggunakan serangan ruang dan waktu dengan pedangku, aku tidak bisa mengikuti gerakannya sekarang. Aku harus mendekatinya saat dia berhenti bergerak..... ]
Jika pertempuran berakhir, Lucci akan menjadi pihak yang dirugikan. Satu-satunya pilihannya adalah menghindari pertarungannya dengan Ifritah atau melenyapkannya sama sekali, tapi dia kekurangan sarana untuk melakukan itu.
Sementara Lucci dan tentara bayaran berjuang untuk menyerang melalui pertahanan Ifritah.....
"Alma......" Dengan ekspresi tegang, Celia memikirkan bagaimana cara membawa Alma dari tempatnya berbaring.
"Aku akan pergi membantunya." Louise, yang berdiri di depan penghalang untuk memimpin para Ksatria, berbalik untuk berbisik di telinga Celia.
"Louise-san?"
"Sekarang waktunya untuk menyelamatkannya, di saat musuh sedang dalam kekacauan."
"Tapi......." Celia ragu-ragu.
Meskipun Ifritah berlarian, ada kira-kira sepuluh tentara bayaran yang mengelilingi mereka. Bahkan jika mereka memperkuat kemampuan fisik mereka dengan sihir, para Ksatria memiliki sedikit kesempatan untuk mengikuti gerakan mereka. Satu langkah salah dan Louise bisa berakhir sama.
Meskipun itu merupakan serangan mendadak, pedang sihir Lucius telah menjatuhkan salah satu lawan mereka. Dengan pedang yang sekarang mengejar Ifritah, tentara bayaran lainnya mulai merasa lebih percaya diri. Alma tergeletak hanya sepuluh meter dari penghalang yang dipasang Celia, namun situasinya membuat jarak itu terasa lebih jauh.
"Aku belum berkontribusi apa pun untuk pertarungan ini. Izinkan aku melakukan ini demi Alma-donk, yang telah melindungi kami sampai sekarang. Ini adalah tugas Ksatria untuk menghadapi bahaya."
Desak Louise, tekad membara di matanya.
Celia tampak gelisah, namun akhirnya mengangguk.
"Aku mengerti..... Kumohon selamatkan dia."
"Tentu. Semuanya, tembakkan sihir kalian pada musuh mana pun yang mencoba mendekatiku setelah aku meninggalkan penghalang. Aku akan fokus maju dan menghindar."
Louise memberi perintah, melafalkan mantra untuk meningkatkan kemampuan fisiknya, lalu mengaktifkan sihirnya. Dia memperhatikan gerakan tentara bayaran dengan hati-hati.
"Sekarang!"
Melompati dinding tanah yang dibangun Alma untuk melindungi mereka, Louise melompat keluar dari lubang depan penghalang. Dia langsung menuju tempat Alma terbaring. Lucci adalah orang pertama yang memperhatikannya.
"Hmm?"
Lucci menghentikan serangannya kepada Ifritah dan memfokuskan esensi sihirnya ke dalam pedangnya dengan tujuan menghabisi Louise.
"Grrah!"
Ifritah pasti merasakan niatnya. Untuk melindungi master kontraknya, dia menyemburkan api ke arah Lucci.
"Cih....." Lucci mengayunkan pedangnya, memanggil energi hitam untuk memblokir api itu. Saat itu, Louise mencapai Alma dan mengangkat tubuhnya yang terluka.
"Ugh.... Maafkan aku....."
Alma meminta maaf dengan kesakitan. Dia telah menahan pendarahannya dengan spirit artnya, namun luka serius mencegahnya untuk mengaktifkan spirit art secara konsisten. Dia menderita kehilangan banyak darah dan jelas pikirannya menjadi kabur.
"Bunuh mereka!"
Tentara bayaran lainnya bergabung dengan Lucci dalam upaya untuk menyerang Louise.
[ Photon Projectilis! ]
Para Ksatria yang ditempatkan di dalam penghalang merapalkan sihir mereka untuk menghalangi tentara bayaran itu. Mereka semua bersatu dalam menyelamatkan Alma.
[ Monster ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerang para Ksatria itu..... Bahkan, tampaknya berniat untuk melindungi perempuan menyebalkan itu.
Yang artinya...! ]
Lucci menegaskan bahwa Ifritah jelas-jelas bertindak untuk melindungi Alma dan mulai memikirkan cara untuk memanfaatkannya demi keuntungannya.
Segera setelah itu, Lucci memilih untuk mendekati Louise, yang berlari dengan Alma di tangannya. Keputusannya untuk mengabaikan campur tangan Ifritah di sini adalah bukti dari akal sehatnya sebagai tentara bayaran.
Dia dengan mudah melampaui kecepatan larinya lebih dari dua kali lipat. Beberapa meter di antara mereka tertutup dalam sekejap, dan pedang hitam yang diselimuti kegelapan terangkat untuk menyerang.
Dengan dia sedekat ini, Ifritah tidak bisa mengembuskan api ke arahnya. Serangan itu bisa berakhir dengan membakar Louise bersama Lucci.
"Gaaarh!" Ifritah menerjang Lucci.
"Seperti yang kupikirkan!"
Lucci menyeringai, setelah memprediksi gerakan itu. Dia segera mengalihkan arah dari Louise ke Ifritah. Di saat yang sama, Ifritah membuka mulutnya untuk menggigit Lucci.
"Terima ini!" Pedang Lucci melepaskan gelombang kejut kegelapan, menelan tubuh besar Ifritah.
"Ifritah!"
Melihat itu membuat Celia menjerit—tapi upaya Ifritah telah mencapai satu hal.
"Ngh...!"
"Uhh..."
Louise melompati dinding tanah di depan penghalang, jatuh ke tanah. Alma jatuh bersamanya.
"Ifritah akan baik-baik saja......"
Alma berkata kepada Celia sebelum jatuh pingsan.
"Wajar untuk memprioritaskan pemusnahan monster di atas perempuan menyebalkan yang sedang terluka itu."
Lucci tertawa terbahak-bahak saat dia menikmati kemenangannya atas Ifritah. Dia kemudian menoleh ke Ven, yang terhuyung-huyung berdiri di dekat Mansion.
"Yo, Ven! Kau sepertinya mengalami kesulitan melawan seorang perempuan, yah? Perlu bantuan?"
Ven telah terkena serangan Satsuki, yang membuatnya melewati jendela beberapa saat sebelum Lucci mengalahkan Ifritah. Sesaat kemudian, rekan tentara bayarannya dan Satsuki yang memegang tombak melompat keluar dari jendela mengejarnya.
"Bacot! Urus saja posmu sendiri sialan!"
Ven berteriak kesal. Salah satu anak buahnya tidak sadarkan diri setelah serangan Latifa di dalam mansion, namun masih ada tiga orang di pihak mereka yang mampu bertarung. Mereka bertiga bergerak mengepung Satsuki.
"Semuanya....."
Satsuki melihat penghalang sihir Celia, para prajurit yang mengelilinginya, dan Alma yang tidak sadarkan diri di dalam.
"Kenapa..... Kenapa kalian bisa melakukan hal seperti ini?! Siapa kalian sebenarnya?! Hentikanlah semua ini!"
Satsuki berteriak kepada para tentara bayaran, menatap mereka dengan sekuat tenaga.
"Hahaha."
Para tentara bayaran saling bertukar tatapan dan menyeringai seolah-olah kemarahan Satsuki salah tempat.
"Seorang bajingan bernama Haruto membunuh komandan kami. Karena itulah kami ada di sini! Kami akan menyandera kalian untuk membalaskan dendam kami kepadanya. Kita tidak bisa membiarkan bajingan seperti hidup bebas." Jawab Ven.
"Haruto melakukan apa? Tunggu.... Apa maksudmu... Apa yang kau katakan itu?! Itu karena komandan kalian lah yang membunuh orang tuanya! Dia juga pernah menculik Putri Christina dan Putri Flora! Haruto-kun lah melindungi mereka berdua. Komandan kalianlah yang salah!" Itu adalah kebencian yang tidak bisa dibenarkan, dan Satsuki mencoba memprotes dengan logika.
"Siapa yang peduli dengan itu!" Ven jelas tidak berniat mendengarkan argumen semacam itu.
"Tapi....."
"Kami hanya menerima pertarungan yang dipilih. Jika kau tidak ingin disakiti, jangan melawan dari awal. Itu saja." Hal itu sama dengan mengatakan kalau korban harus menanggung rasa sakit mereka, bahwa mereka tidak akan membiarkan alasan untuk membela diri.
Bahwa mereka bisa pergi dan menangis tentang hal itu.
"Sungguh cara berpikir yang mengerikan......"
Penilaian mereka sangat berbeda, Satsuki kehilangan kata-kata. Dia nyaris tidak berhasil mengucapkan komentar sebagai tanggapan.
"Mengerikan? Dia sama seperti kita. Orang yang sama untuk mengembalikan barang dalam bentuk barang. Itulah sebabnya dia membalas dendam kepada komandan." Kata Ven.
Satsuki balas membentak.
"Tidak. Haruto-kun tidak sama seperti kalian."
"Dia sangat sama dengan kami."
"Tidak! Haruto-kun akan mengesampingkan kebahagiaannya sendiri untuk melindungi orang-orang yang penting baginya. Dia tidak akan pernah sama dengan kalian."
"Dia mengesampingkan kebahagiaannya sendiri? Sungguh sebuah lelucon. Dia hidup bahagia di sebuah rumah besar yang dikelilingi oleh para perempuan cantik. Kebahagiaannya ada di sana—dan kita tidak bisa memaafkan itu. Melihatmu membuat kami ingin lebih mengacaukan kebahagiaannya." Ven perlahan mendekati Satsuki saat dia berbicara.
"Aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal semacam itu!"
"Maka untuk melindungi hal itu, kau harus membunuh kami semua dengan tanganmu sendiri. Aku tidak tahu apa orang yang naif sepertimu dapat membunuh manusia, aku ragu kau akan menemukan kebahagiaan dengan melakukannya!"
"Ap......."
Kemarahan Satsuki telah mencapai puncaknya.
Dia tidak lagi memiliki sesuatu untuk dikatakan, dan semua ekspresinya telah hilang dari wajahnya. Hanya bibirnya yang bergetar saat dia mengencangkan cengkeramannya pada tombaknya. Dia benar-benar siap untuk bertarung.
Saat itu, Latifa muncul di sampingnya.
"Aku juga akan bertarung, Satsuki Onee-chan!"
"Kami juga akan membantu."
Lebih banyak orang keluar dari jendela ruang tamu—Miharu, Charlotte, Christina, Flora, dan Vanessa.
"Latifa-chan, semuanya..... Mengapa.....?"
Mengapa mereka meninggalkan ruang aman? Ini berbahaya—mereka harus segera kembali.
Itu adalah kata-kata yang tak terucapkan dalam ekspresi bimbang Satsuki.
"Kami di sini untuk membuktikan kebanggaan kami sebagai perempuan. Aku hanya setengah serius, tapi kami mendengar kalian berbicara. Sebagai seorang Putri Kerajaan Galarc, aku tidak bisa membiarkan penganggu seperti kalian berkeliaran dengan bebas. Itu sebabnya kami ada di sini."
Charlotte menjelaskan dengan riang.
"Haa. Perkataanmu itu cukup kasar bocah meski wajahmu imut. Tapi apa kau yakin harus menunjukkan diri kalian di depan musuh di sini untuk menjadikan kalian sandera? Dan para Putri dari Kerajaan Beltrum bersamamu juga." Ven menatap Christina dan Flora dan mencibir lebih dingin lagi.
"Oh? Mengapa kami perlu takut kepda pengecut yang bahkan tidak bisa menghadapi Haruto-sama tanpa membawa sandera?"
Charlotte tidak akan kalah dari mereka dalam kata-kata.
"Apa katamu?"
Ven mengerutkan kening, menunjukkan sangat kesal.
"Aku tidak tahu bagaimana kau mengetahuinya, namun ku datang ke Kerajaan ini setelah mendengar kalau Haruto-sama tidak ada, bukan? Suatu prestasi yang tidak menunjukkan rasa takut akan kekuatan negara besar. Seperti yang diharapkan dari kelompok tentara bayaran kelas atas — kecuali itu juga berarti kalian memang takut akan kehadiran Haruto-sama. Aku kira bahkan pengecut mampu memiliki penilaian yang baik, bukan begitu?"
Charlotte menoleh ke Satsuki dengan tertawa kecil yang memikar Entah bagaimana, hal itu membantunya sedikit tenang.