Saint’s Gospel – Chapter 3.5 : 「Percakapan Antara Penguasa dan Saint」

 

Di Kastil Kekaisaran Proxia, di sebuah arena bertarung di mana Rio pernah bertarung dengan Nidoll saat menyusup ke sana untuk mencari keberadaan Lucius......

 

Ada seorang anak laki-laki pendek dengan tombak dan seorang laki-laki bertubuh kurus. Anak laki-laki itu adalah Kikuchi Renji, yang telah bekerja sebagai petualang setelah dia dipanggil ke dunia ini. Laki-laki bertubuh kurus itu tidak lain adalah duta besar Kekaisaran Proxia, Reiss.

 

Renji memegang Divine Arms-nya— yaitu tombaknya—sambil berlari mengelilingi arena itu.

 

"Haaa!"

 

Renji saat ini sedang dalam pelatihan tempur. Reiss telah memposisikan dirinya di kursi penonton di tempat dengan pemandangan yang bagus, menciptakan bola cahaya yang tak terhitung jumlahnya dan menembakkannya ke Renji dari jauh.

 

"Haaagh!"

 

Renji berlari melalui jaring cahaya yang mengarah kepadanya, sesekali mengayunkan tombaknya untuk menebas mereka yang mendekati.

 

[ Hmm...... Dia sudah bisa bergerak dengan baik sekarang. Penilaiannya tentang situasi juga menjadi lebih akurat. ]

 

Reiss memuji pertumbuhan Renji sambil mengendalikan partikel bola cahaya itu. Namun pada saat itu—

 

"Vulfe-sama."

 

Seorang Ksatria berlari ke arah Reiss. Dia tampak terburu-buru, karena dia sedikit terengah-engah.

Sebagai catatan, "Vulfe" adalah nama keluarga Reiss ketika dia bekerja sebagai duta besar Kekaisaran Proxia.

 

"Ada apa?"

 

"Kaisar telah memanggilmu. Silakan pergi ke aula pertemuan segera."

 

"Aula pertemuan......." Reiss meletakkan tangannya di atas mulutnya sambil berpikir.

 

[ Aku tidak menerima peringatan apapun sebelumnya, jadi hal ini pasti pengunjung yang tidak terduga. Seseorang yang ingin orang itu temui saat dia tidak tertarik dengan urusan pemerintahan..... Entah itu tamu yang sangat penting, atau tamu yang langka atau juga tamu yang tak terduga. ]

 

Reiss menebaknya sebanyak itu dalam sekejap dan tersenyum. Kemungkinan besar Nidoll ingin Reiss hadir untuk pertemuan itu.

 

"Aku mengerti. Aku akan segera menuju ke sana. Tolong beri tahu Renji kalau dia harus berlatih sendiri untuk saat ini."

Dengan kata-kata itu, Reiss berhenti melemparkan bola cahaya yang tak terhitung jumlahnya dan pergi.

 

[ Apa......? Pelatihan hari ini sudah selesai? Padahal aku sudah panas...... ]

Terkejut dengan akhir serangan yang tiba-tiba, Renji melihat ke atas dari arena itu dan melihat Reiss pergi dengan ekspresi kecewa.

 

◇◇◇◇

 

Sepuluh menit kemudian, Reiss telah tiba di aula pertemuan yang ada di Kastil Kekaisaran Proxia. Di ujung terjauh ruangan, menghadap pintu, adalah platform di mana Kaisar Nidoll Proxia duduk di atas takhta, menatap pengunjung di aula di bawah tangga.

 

Hanya ada dua orang di ruangan itu selain Reiss. Reiss bersembunyi di posisi yang tidak bisa dilihat oleh tamu itu untuk melihat yang terjadi itu.

 

[ Hmm, ini adalah tamu yang agak langka. ]

Reiss menatap pengunjung itu dan memutar mulutnya membentuk sinar yang bengkok. Pengunjung itu adalah seorang perempuan berambut hitam dalam gaun berwarna putih. Biasanya, seseorang tidak akan diizinkan untuk mengangkat kepala mereka di depan Nidoll tanpa izin, tapi........

 

"Negara macam apa yang bahkan tidak bisa menawarkan kursi kepada tamunya? Betapa tidak sopannya apa yang disebut Kekaisaran Proxia ini."

 

Perempuan itu tidak menunjukkan rasa hormat terhadap Nidoll dan sebaliknya dengan tegas menyatakan ketidaksenangannya. Nada suaranya tenang dan sopan, namun isi kata-katanya sangat provokatif. Contohnya seperti buku teks tentang kesopanan yang dangkal.

 

"Bwahaha, orang kasar yang menerobos masuk untuk pertemuan tanpa janji mau mengajarkan sopan santun? Sungguh lucu."

Nidoll tampaknya tidak terganggu oleh kata-kata dan sikap perempuan itu dan hanya tertawa terbahak-bahak.

 

[ Orang itu tampaknya menikmatinya. ]

 

Setelah mengenalnya sejak lama, Reiss dapat menebak isi pikiran Nidoll dengan baik. Nidoll biasanya menyesali kebosanan tinggal di dalam Kastil sepanjang waktu, jadi dia mungkin menganggap kemunculan pengunjung yang tiba-tiba ini yang berbicara agresif itu lucu.

 

"Karena kau menerima pertemuan mendadak dengan orang asing, aku memiliki harapan besar kalau Kaisar Proxia akan menjadi orang yang berpikiran luas...... Kurasa aku salah. Kau hanya seorang anak kecil yang bahkan tidak bisa melihat lawan bicaramu dari ketinggian yang sama."

Kata perempuan itu dengan sedih, sengaja memprovokasi Nidoll.

 

"Kau tidak sepenuhnya tidak dikenal olehku. Kau adalah Saint yang terkenal itu, bukan?"

Nidoll tersenyum dengan ketenangan seorang kaisar, menebak identitasnya tanpa terpengaruh provokasinya.

Memang, perempuan itu adalah Saint Erica.

 

"Oh, kau pernah mendengar tentangku?"

Mata Erica melebar karena terkejut.

 

"Aku menerima kabar kakau salah satu negara bagian terpencilku telah digulingkan dan sebuah negara baru didirikan."

 

"Kabar itu sampai padamu dengan cepat ya."

 

"Itu adalah perubahan yang menarik dalam keadaan politik internasional yang membosankan. Hal itu telah meninggalkan kesan kepadaku. Lalu apa tujuanmu? Mengunjungi penguasa negara suzerain ke negara yang kau gulingkan dengan revolusi, sendirian. Langkah yang cukup aneh, sungguh." Kata Nidoll sambil tertawa.

 

"Aku hanya datang untuk mengamati negara ini dan bertemu dengan penguasanya."

Jawab Erica, dengan berani namun tenang.

 

"Mengamati apa, tepatnya?"

 

"Gaya hidup orang-orang di negara ini dan apa mereka ditindas oleh penguasa—itulah dirimu."

 

"Haha, hahaha!"

 

"Apa yang lucu?"

 

"Seorang perempun mencurigakan yang mengaku sebagai saint tiba-tiba datang dan menyatakan kalau dia menilai apakah orang-orang sedang ditindas oleh kaisar sendiri. Siapa yang tidak akan menertawakan itu? Ini tentu bukan pekerjaan orang waras......."

Nidoll menatap Erica, menahan tawanya.

 

"Tapi aku sangat waras."

Erica memiringkan kepalanya dengan rasa ingin tahu.

 

"Terserahlah...... Jadi bagaimana negara ini di mata orang sucimu sepertimu?"

 

"Aku tidak melihat negaranya, tapi orang-orang yang tinggal di dalamnya. Dengan kata lain, warga negara dan penguasa mereka."

 

"Aku menganggap itu sebagai hal yang sama. Lalu?"

 

"Akan kukatakan langsung ke intinya. Turunlah dari takhta dan serahkan negara ini kepada rakyat segera. Hal itu akan mengarah pada keselamatan rakyat."

Erica menatap dengan tatapan dingin kepada Nidoll, yang bersandar di singgasananya dengan arogan.

 

"Aku tidak bisa melihat bagaimana membuat penguasa turun dari tahtanya akan membawa keselamatan untuk orang-orang. Bagaimana jika aku menolak?"

 

"Keadilan hukum."

Erica menyatakan tanpa ragu-ragu.

 

"Oh? Apa kau ingin mencobanya di sini dan sekarang?"

Nidoll menyeringai menantang, menyambut untung bertarung. Dia mencengkeram gagang pedang yang dia bawa kemana-mana, bahkan aula pertemuan. Namun.....

 

"Tidak, sekarang bukan waktu yang tepat. Tidak ada revolusi tanpa kehendak rakyat. Rakyat bangsa ini harus belajar dulu."

Erica menggelengkan kepalanya dengan tenang.

 

"Bukan waktu yang tepat, katamu? Setelah berjalan ke jantung kekaisaran dan menyatakan perang, apa kau berharap untuk pergi dengan bebas?"

Nidoll menunjuk ke pedangnya, mengancam akan berdiri dan menariknya kapan saja.

 

"Kalau begitu, aku tidak punya pilihan."

 

Erica tidak goyah. Gada indah seperti khakkhara muncul entah dari mana, yang dia pegang di tangannya.

Dia membalas tatapan Nidoll dengan ekspresi datar, seolah dia tidak memikirkan apa pun tentangnya—seperti dia bahkan tidak pantas diperhatikan—dan mengambil posisi bertarung.

 

Udara di antara mereka berdua hampir meledak, ketika Nidoll tiba-tiba angkat bicara.

 

"Aku percaya kau hanya perempuan bodoh yang mabuk kekuasaan di luar kemampuanmu, tapi sepertinya kau bukan hanya pelawak. Kau lebih dari penyihir jahat."

Setelah menatap wajah Erica dengan curiga, Nidoll menurunkan tangannya dari gagang pedangnya. Dia menganggap Erica penyihir, bukan seorang saint.

 

"Hee. Hehehe. Menyebut seorang saint sebagai penyihir? Kata-kata yang kasar."

 

Pada saat inilah Erica menunjukkan emosi seperti manusia untuk pertama kalinya. Mulutnya memutar dalam seringai gembira.