Knight's Respite – Epilog : 「Saint of Vegeance」

 

Sangat berbeda dari Kerajaan Galarc ada sebuah Kerajaan kecil jauh di tepi wilayah Strahl. Tempat itu sudah usang; dingin dan kering, dan hampir tidak ada hujan sama sekali. Tanahnya telah layu, dan penduduknya kekurangan makanan.

 

Satu-satunya yang makmur adalah bangsawan kelas atas. Hanya Keluarga Kerajaan dan bangsawan yang mampu hidup makmur, dan jumlah mereka kurang dari satu persen dari populasi. Mayoritas penduduk Kerajaan banyak yang kelaparan. Begitulah Kerajaan itu sampai sekarang.

 

Orang kaya bukanlah dewa. Tidak ada yang bisa bertahan selamanya. Akhir bisa datang tiba-tiba.

 

Perubahan sedang berusaha terjadi; perubahan pertama yang akan sangat mengguncang wilayah Strahl terjadi tepat pada saat ini.

 

"Raaaaaaargh!"

 

Di Ibukota Kerajaan kecil yang sangat miskin itu, terdengar suara-suara aungan marah.

 

Sepuluh ribu orang dari total seratus ribu populasi bergerak maju. Mereka memiliki senjata dan baju besi yang lusuh—sebagian besar memegang alat pertanian. Beberapa tidak memegang apapun.

 

Beberapa menit yang lalu, orang-orang itu telah menembus gerbang menuju distrik bangsawan dan sekarang berkerumun itu menuju istana Kerajaan. Banyak bangunan di distrik bangsawan menjadi puing-puing di sepanjang jalan.

Yang memimpin jalan ke Kastil adalah seorang perempuan berambut hitam dalam gaun suci, memegang tongkat uskup yang cantik seperti tongkat. Dia tampak berusia sekitar pertengahan hingga akhir dua puluhan.

 

"Ayo, orang-orang terpercayaky yang taat. Sekarang waktunya. Ikutilah aku!"

Perempuan itu mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi di udara dan memanggil orang-orang. Suaranya hampir tidak terdengar oleh suara-suara amarah, dan hanya mencapai sepuluh orang tepat di belakangnya.

 

"Hari ini, mulai saat ini, aku akan memberikan penghakiman dewa ke Kerajaan busuk ini. Para penguasa yang menimbun kekayaannya atas nama dewa akan merasakan hukuman ilahi yang sesungguhnya!"

Perempuan itu mengangkat tongkatnya ke arah Kastil, yang berdiri di tebing, di ujung terdalam dari distrik bangsawan, dan mengangkat suaranya.

 

"Kemarahan kalian adalah kemarahanku! Pembalasan kalian adalah pembalasanku! Jadi, aku akan menjatuhkan palu keadilan kepada para penguasa busuk di dunia ini! Sekarang, semuanya! Lepaskan semua amarah kalian yang meluap! Kirimkanlah semuanya kepadaku!"

 

Tidak ada yang bisa menghentikannya—baik dari suaranya, atau langkahnya ke depan. Langkah mereka hanya setengah lari, namun mereka semakin dekat dan semakin dekat ke Kastil.

 

"Kirimkan kemarahan kalian kepadaku! Dan aku..... aku..... aku akan menghapus semuanya! Menghapus semuanya, dan membangunnya lagi! Rakyat, dan kehidupan sosial untuk rakyat! Kita harus membuang mereka semua! Dari korupsi, para penguasa busuk itu! Kita akan menciptakan revolusi untuk rakyat dengan tangan Kita! Kita akan menciptakan demokrasi!"

 

Satu-satunya hal yang terpantul di matanya adalah Kastil di tebing. Dia mengucapkan kata-katanya seolah-olah itu dipinjam dari orang lain, meneriakkannya dengan kosong ke kerumunan yang marah. Namun, kemarahan di matanya tidak salah lagi. Dan tidak diragukan lagi dia merasakan kebencian yang kejam terhadap sesuatu.

 

Perempuan itu melangkah maju. Dia mendekati Kastil di ujung distrik bangsawan. Namun, begitu dia mendekat dalam jarak beberapa ratus meter dari kaki Kastil, dia tiba-tiba berhenti.

 

Orang-orang yang mengikutinya secara kolektif juga berhenti.

 

"Pembalasan adalah milik kami! Aku akan membalasnya!”

Wanita itu menatap Kastil di tebing sambil bberteriak

 

"Pembalasan adalah milik kami! Pembalasan adalah milik kami!" 

Gerombolan orang-orang itu meneriakkan hal itu.

 

"Pembalasan adalah milik kami! Aku akan membalasnya!"

Wanita itu berteriak sambil mengangkat staff-nya.

 

"Pembalasan adalah milik kami! Pembalasan adalah milik kami!"

 

Teriakan marah akhirnya memenuhi seluruh ibukota.

"Pembalasan adalah milik kami! Pembalasan adalah milik kami!"

 

Perempuan itu merasakan teriakan marah orang-orang dari punggungnya. Kemudian, setelah beberapa saat, dia mengayunkan Staff-nya ke bawah.

Saat ujung Staff-nya menyentuh tanah, tanah meledak, dengan keras naik ke atas. Energi ledakan berkumpul ke arah depan, meniup tanah ke atas dan menuju sisi tebing tempat Kastil itu berada.

 

"Raaaaaagh!"

Orang-orang menyaksikan hal itu sambil berteriak dengan penuh semangat. Tanah yang membengkak naik seperti gelombang, mendekati tebing.

 

◇◇◇◇

 

Sementara itu, di lantai tertinggi istana Kerajaan.......

 

" A-Apa? Apa yang terjadi? Apa memangnya yang pernah aku lakukan kepada mereka?"

 

Raja Kerajaan gemetar. Pandangan kalau hanya mereka yang berkuasa yang bisa menyaksikan sampai kemarin tidak ada lagi di Ibukota. Beberapa menit yang lalu, gerbang menuju distrik bangsawan dihancurkan, gedung-gedung di distrik bangsawan dihancurkan, dan kerumunan yang kejam sekarang semakin dekat.

 

"A-Aku takut. Aku takut....... Menakutkan, ini sangat menakutkan......" Raja gemetaran dengan hebat.

 

Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut. Aku takut.

 

Hanya satu emosi yang memenuhi hatinya, kepalanya—bahkan semuanya. Ada seribu tentara yang melindungi Kastil, namun tidak ada yang tahu apakah mereka cukup untuk mempertahankan benteng.

 

Seribu dari mereka bisa terbunuh dalam sekejap.

Saat itu, pintu ruangan tempat raja bersembunyi terbuka. Komandan Ksatria muncul.

 

"Y-Yang Mulia! Tolong lari—"

 

Komandan ksatria mencoba berteriak, namun kata-katanya terputus sebelum dia bisa menyelesaikannya.

Hal terakhir yang dilihat Raja adalah ledakan yang melibatkan komandan dan semua batu di sekitarnya.

 

◇◇◇◇

 

Kembali di kaki tebing........

 

"Aaaaaah!"

 

"Sampai saat ini, Kerajaan ini telah memperoleh keselamatan! Para Keluarga Kerajaan dan bangsawan busuk sudah pergi!"

Perempuan itu menyatakan dengan bangga.

 

"Whoooooo!"

 

Segerombolan orang-orang itu bersorak. Mereka melihat pemandangan suci dari perempuan itu—tidak, orang suci itu—dan bersorak. Perempuan itu mengangkat tongkatnya sekali lagi.

 

"Mulai sekarang, aku akan menjadi tombak kalian, tongkat kalian, pemandu kalian menuju jalan yang benar. Sekarang, mari kita bangun negara kita sendiri di tanah ini!"

 

Sementara suara orang suci ditenggelamkan oleh sorak-sorai orang-orang, pernyataannya untuk mendirikan sebuah bangsa tidak sama sekali.