Knight's Respite – Chapter 7 : 「Pergolakan di Pesta Teh?」

 

Sementara itu, percakapan yang hidup juga terjadi di tempat lain di Kastil Galarc, di pesta teh yang diselenggarakan di Mansion baru Rio.

Acara itu adalah pertemuan di mana banyak orang belum pernah bertemu satu sama lain sebelumnya, namun meski begitu mereka dapat mengobrol satu sama lain dengan gembira, karena Charlotte dapat membawa mereka ke dalam percakapan secara alami.

 

Sebelum mereka menyadarinya, satu jam telah berlalu dan suasana canggung telah menghilang. Mereka belum berteman baik satu sama lain, namun meski begitu bahkan bagi mereka yang baru saja bertemu dapat berinteraksi tanpa syarat.

 

Topik saat ini adalah keterampilan memasak Rio.

 

"Hmph, sangat tidak adil semua yang ada di sini telah mencobanya. Aku ingin mencoba masakan Haruto-sama juga." Kata Charlotte dengan cemberut.

 

[ Haruto-sama, Haruto-sama. Tolong masak untuk aku juga. ]

Charlotte memohon dengan tatapannya.

 

"Aku tidak begitu hebat dalam hal itu, tapi..... jika kamu mau, aku bisa membuatkan satu hidangan untuk makan malam malam ini?"

Rio menyarankan kepada Charlotte, menggaruk pipinya.

 

"Benarkah?!" Charlotte menjadi cerah secara dramatis.

 

"Tentu. Aku akan pergi sekarang untuk memeriksa dapur melihat bahan-bahan yang bisa aku gunakan. Aku akan berbicara dengan koki dan melihat apakah mereka dapat menangani persiapannya juga."

Kata Rio, berdiri dari sofa.

 

"Apa kamu butuh bantuan, Haruto?"

Orphia dan Miharu segera menawarkan, karena mereka adalah juru masak terbaik dari kelompok itu.

 

"Tidak perlu, karena akulah yang menerima permintaan Putri Charlotte. Kalian harus tinggal di sini dan bersantai. Aku akan kembali paling cepat dalam satu jam atau lebih."

Rio menolak dan meninggalkan ruangan.

 

◇◇◇◇

 

Pintu tertutup di belakang Rio saat dia pergi, menutup ruangan di belakangnya dengan sekejap.

 

"Kurasa sekarang adalah waktu yang tepat. Sementara Haruto-sama pergi, aku ingin menanyakan sesuatu kepada semuanya."

Kata Charlotte tiba-tiba, melihat sekeliling.

 

"Apa itu?" Christina bertanya lebih dulu.

 

Mendengar itu, mata Charlotte berbinar gembira.

"Hubungan seperti apa yang ingin dimiliki semuanya dengan Haruto-sama di masa depan?"

Charlotte bertanya kepada semua gadis yang hadir.

 

"............."

Sebagian besar dari mereka terkejut, dan ruangan menjadi sunyi.

 

"Aku akan menjawabnya! Aku ingin bersama dengan Onii-chan selamanya!" Latifa menjawab, mengangkat tangannya terlebih dahulu.

 

"Sebagai adik perempuannya, maksudmu? Aku pikir kamu tidak memiliki hubungan darah dengan Haruto-sama......" Kata Charlotte

 

"Sebagai adik perempuannya, dan...... Seorang perempuan.....!" Latifa tidak goyah di bawah tatapan penuh perhitungan Charlotte. Dia menjawabnya dengan berani.

 

"Aku juga akan bersama Haruto selamanya."

Kata Aishia.

 

"Maksudmu itu sama seperti Suzune-sama, sebagai seorang perempuan, kan......?"

Charlotte meminta untuk mengkonfirmasi, memiringkan kepalanya pada kata-kata Aishia. Dia mungkin tidak bisa membayangkan seseorang yang berhati murni seperti Aishia dalam hubungan intim dengan Rio.

 

"Aku seorang perempuan, kamu tahu?" Aishia juga memiringkan kepalanya dengan rasa penasaran.

 

"Mm, bukan itu yang aku maksudkan. Aku bertanya apakah kamu ingin berada di hubungan sebagai laki-laki dan perempuan dengan Haruto-sama. Seperti menikah dan mempunyai keluarga. Apa kamu ingin bersamanya dengan cara itu?"

Charlotte menanyakan pertanyaannya lagi, kali ini mengatakan lebih banyak untuk menjelaskan niatnya.

 

"Apa pun jenis hubungannya, aku akan tetap berada di sisi Haruto. Selama dia menginginkanku di sana."

 

"Aku mengerti......." Terkesan oleh sesuatu, mata Charlotte melebar dengan heran.

 

"Bagaimana dengan yang lain?"

Charlotte bertanya pada yang lain sekali lagi.

 

Tapi tidak ada siapapun lagi yang dengan berani menjawab setelah Latifa dan Aishia. Miharu, Celia, Satsuki, Liselotte, Sara, Orphia, Alma, Christina, dan Flora semuanya terdiam.

 

"Hmm, aku mengerti. Itu berarti satu-satunya yang memiliki perasaan yang jelas untuk Haruto-sama adalah Suzune-sama, Aishia-sama, dan aku sendiri."

Charlotte melihat sekeliling pada semua orang sebagai konfirmasi, sebelum dengan santai mengungkapkan perasaannya sendiri kepada Haruto.

 

"Ayolah Char-chan, kamu tidak bisa menempatkan yang lainnya di tempat seperti itu. Tidak ada yang mengerti mengapa kamu menanyakan hal seperti itu." Protes Satsuki dengan pandangan sekilas ke arah Miharu.

 

"Ara, nampaknya kamu benar. Sepertinya aku terlalu bersemangat. Ada beberapa orang di sini yang sudah mengetahui hal ini sebelumnya, namun seperti yang baru saja aku katakan, aku jatuh cinta dengan Haruto-sama sebagai lawan jenis dan ingin menikah dengannya jika memungkinkan. Jadi, aku ingin tahu bagaimana perasaan para gadis yang ada di sekitar Haruto-sama tentang dirinya."

Kata Charlotte dengan suara yang jelas.

 

[ Char-chan jelas-jelas menghilangkan penjelasan itu dengan sengaja. ]

Satsuki menyipitkan matanya kepada Charlotte. Dia mungkin mencoba mengejutkan mereka untuk menyuarakan reaksi mereka. Satsuki bisa memahaminya dengan cukup baik sekarang.

 

"Aku sangat senang mendapatkan informasi kalau Suzune-sama dan Aishia-sama adalah rival yang jelas. Meskipun aku tidak tahu bagaimana perasaan yang lainnya......."

Charlotte menyeringai ketika dia melihat sekeliling ke wajah mereka yang tidak menjawab, menyelidiki lebih jauh reaksi mereka.

 

Christina, Orphia, Alma, dan Liselotte mempertahankan ekspresi poker face di wajah mereka, namun sisanya memiliki ekspresi yang menyiratkan kalau mereka memiliki perasaan terhadap Rio. Matanya cukup tajam untuk melihat sebanyak itu.

 

[ Aku tidak tahu tentang Putri Christina, Orphia-sama, Alma-sam, dan Liselotte, namun tidak ada keraguan tentang perasaan yang tersisa kepada Haruto-sama. ]

Charlotte terkikik untuk menunjukkan kegembiraannya.

 

"Aku yakin Haruto-sama akan menerima banyak lamaran pernikahan mulai sekarang, jadi aku sangat menyarankan kalian yang menyembunyikan perasaan kalian untuk segera lebih jujur ​​pada diri kalian sendiri."

Katanya membuat bingung mereka yang belum menjawab. Mereka tetap diam, namun ekspresi mereka masing-masing sedikit lebih panik. Charlotte mengamati semua reaksi mereka dan tersenyum dengan berseri-seri gembira.

 

[ Yah, aku tidak ragu ayah akan menolak sebagian besar proposal lamaran itu. ]

Tetapi karena Charlotte mengatakan itu untuk memicu rasa panik mereka dengan sengaja, dia tidak akan meyakinkan mereka dengan informasi itu.

 

"Apa ini pernyataan perang, Putri Charlotte?"

Latifa bertanya, matanya menyala dengan rasa persaingan.

 

"Kamu tidak perlu memanggilku dengan gelarku. Aku hanya satu tahun lebih tua darimu, jadi aku tidak keberatan jika kamj memanggilku Char Onee-chan, seolah-olah aku adalah kakak perempuanmu. Aku mungkin benar-benar menjadi kakak perempuanmu suatu hari nanti." Charlotte tampaknya benar-benar menikmati situasinya, menyeringai begitu lebar hingga dia harus mengendalikan otot-otot wajahnya agar tidak mengendur.

 

"Hmph. Tolong jawab aku, Putri Charlotte."

Latifa mendesaknya untuk menjawab, menggembungkan pipinya.

 

"Jika Haruto-sama hanya memilih satu orang, maka itu akan menjadi deklarasi perang. Namun, karena itu bukan satu-satunya kemungkinan, aku ingin menjalin hubungan kerja sama dengan kalian, dengan pertimbangan untuk masa depan."

 

"Kemungkinan apa lagi......?"

 

"Poligami. Dengan kata lain, Haruto-sama akan menikahi banyak wanita. Namun dalam hal ini, akan ada posisi terbatas yang tersedia untuk para istri, jadi mungkin ada persaingan di sana."

Meskipun mengatakan dia ingin membentuk hubungan kerja sama, Charlotte memastikan untuk menambahkan komentar tambahan untuk merangsang rasa panik, karena dia tampaknya menemukan hal-hal yang lebih menyenangkan seperti itu.

 

"Hmm..... Kurasa Haruto bukan tipe orang yang bisa menerima poligami." Kata Satsuki.

 

"Kenapa kamu berpikir begitu?"

 

"Dia terlalu canggung untuk melakukan hal semacam itu, bukan? Kurasa begitu dia jatuh cinta pada seseorang, dia hanya akan mencintai orang itu sampai akhir."

 

"Aku pikir juga begitu. Bagian dari dirinya itu luar biasa, bukan?" Charlotte menghela napas sambil merenung.

 

Latifa mengangguk setuju. Sementara itu, Celia, Sara, dan Flora juga mengangguk kecil pada kata-kata Satsuki.

 

"Umm, jika kamu juga berpikir begitu, maka tidak ada gunanya melanjutkan dengan asumsi dia akan menikahi banyak istri, kan?" Kata Satsuki lelah.

 

"Tidak, tidak, masih ada kemungkinan dia akan menerima gagasan menikahi banyak istri."

Charlotte sangat optimis.

 

"Yah, sepertinya aku tidak tahu apa yang dipikirkan Haruto. Aku hanya menebak." Satsuki menghela napas seolah-olah untuk menghilangkan kekhawatirannya.

 

"Amakawa-sama memang mengatakan kalau dia menentang gagasan memiliki banyak istri."

Kata Christina.

 

"Ara, begitukah? Aku akan senang mendengar lebih banyak tentang itu."

Kata Charlotte, segera mengaitkan informasi itu.

 

"Semuanya tergantung pada niat Amakawa-sama sendiri, jadi aku khawatir aku tidak bisa mengatakan apapun selain kesan awalku."

 

"Aku sangat, aku sangat ingin tahu, tapi kurasa tidak ada gunanya." Charlotte cemberut tetapi menerima penolakan bermasalah Christina dengan enggan.

 

"Secara realistis."

Kata Charlotte, beralih ke topik baru.

 

"Jika dia hanya memilih satu istri dalam hubungan monogami, aku tidak terlalu percaya diri untuk dipilih. Apa itu sama untuk semuanya? Kecuali ada seseorang di sini yang sudah memiliki hubungan seperti itu dengan Haruto-sama......"

 

"Hmph........" Bahkan Latifa tidak bisa langsung menjawab dengan berani. Yang lainnya juga diam.

 

"Sepertinya belum ada orang seperti itu, jadi aku sangat lega. Itu artinya aku masih punya kesempatan, bagaimanapun juga."

Kata Charlotte dengan ekspresi cerah.

 

"Namun, masalahnya terletak kepada, apakah Haruto-sama benar-benar melihat kita sebagai lawan jenis. Menurut pendapatku, Haruto-sama agak terlambat dalam hal itu, dan pada saat yang sama sangat sopan, jadi dia tidak pernah menunjukkan tanda-tanda semacam itu."

Kata Charlotte, menambahkan dengan ekspresi muram. Tidak ada cara baginya untuk mengetahui apakah dirinha dilihat sebagai lawan jenis.

 

"Kamu memahaminya dengan baik, Putri Charlotte....."

Latifa terkesan, menatap Charlotte dengan tatapan mengakui. Latifa menyadari kalau dia tidak bisa meremehkannya sebagai saingan dalam cinta—dengan potensi kalau Charlotte sebagai kuda hitam.

 

"Terima kasih banyak. Aku tidak dilahirkan dan dibesarkan sebagai bangsawan untuk sebuah alasan. Aku senang mendengarnya dari adik perempuannya sendiri." Charlotte berterima kasih padanya dengan seringai menawan.

 

"Bahkan ketika Onii-chan berada di sekitar orang-orang yang dekat dengannya, dia tidak melakukan apapun untuk menutup jarak itu sendiri. Dan tampaknya hal itu telah sedikit berubah sejak dia kembali dari perjalanannya...... Sampai sekarang, kami selalu harus menjadi orang yang proaktif mendekatinya jika kita ingin menutup jarak kami. Meski begitu, aku tidak tahu apakah dia melihat kami sebagai lawan jenis."

Latifa tampaknya memiliki pemikirannya sendiri tentang itu, karena ekspresinya agak bertentangan.

 

"Begitukah...... Kalau begitu, sepertinya kita harus mengesampingkan pembicaraan poligami untuk saat ini dan pertama-tama memastikan apakah Haruto-sama benar-benar melihat kita seperti itu." Charlotte mulai menyusun rencana untuk menangkap Rio.

 

"Tapi tidak sesederhana itu....." Sara bergabung dalam percakapan dengan ekspresi penuh tekad.

 

"Dia takut kehilangan hubungannya dengan orang-orang terdekatnya. Bukannya dia benci berhubungan dengan seseorang. Aku yakin ada bagian tersembunyi dari dirinya yang takut terlibat terlalu dalam dengan orang lain."

Celia juga memberikan analisisnya tentang Rio secara alami. Dia berbicara sebagai reaksi atas tanggapan Sara, tetapi itu bukan seolah-olah dia telah dipicu untuk melakukannya.

 

"Ini sangat membantu." Charlotte tampak senang dengan alur percakapan.

 

"Jika kamu ingin mendekati Onii-chan, kamu harus secara proaktif menekannya. Jika tidak, kamu tidak akan bisa sekali, bahkan tidak sedikit pun." Latifa mencontohkan poin paling vital dalam mendekati Rio.

 

Meskipun Flora tidak aktif dalam percakapan, dia juga mendengarkan dengan tatapan serius di wajahnya. Di sampingnya, Christina dan Liselotte juga mendengarkan dengan penuh minat.

 

[ Semuanya sangat menyukai Haruto..... Aku tahu Putri Charlotte berkata sebanyak itu terakhir kali kami meninggalkan Kastil, tapi dia serius dengan Haruto..... ]

Miharu yang hanya diam sampai sekarang, namun dia punya banyak pikiran yang terjadi di dalam dirinya. Seperti orang lain yang hadir dan suasana di ruangan itu mulai membuatnya gelisah.

 

Setelah perjamuan, perasaannya terhadap Rio secara tidak sengaja terungkap ketika Takahisa hampir menculiknya. Tapi tidak ada yang berubah dalam hubungan mereka sejak saat itu.

Dia baik-baik saja ketika mereka bersama dalam kelompok besar, namun ketika dia sendirian dengan Rio, dia akan ingat bagaimana dia menyadari perasaannya dan menjadi terlalu malu untuk bertindak. Selain itu, mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka terpisah setelah perjamuan sebelumnya.

 

[ Aku tidak bisa terus seperti ini, kan? ]

Miharu berpikir dengan semangat baru. Rio mengatakan mereka akan memiliki lebih banyak waktu bersama mulai sekarang, namun dia samar-samar menyadari kalau hubungan mereka tidak akan berubah pada tingkat saat ini.

 

[ Ya. Aku tidak bisa lari hanya karena aku malu. Karena aku juga jatuh cinta pada Haruto...... ]

Miharu sangat menyadari perlunya perubahan. Karena dia mencintainya—dia jatuh cinta padanya. Tidak hanya dengan Amakawa Haruto dari teman masa kecilnya di bumi, tetapi dengan Rio dari dunia ini juga. Itu sebabnya, dia tidak punya niat untuk menyerahkannya kepada orang lain. Dia tidak mau.

 

Charlotte telah merangsang rasa bahayanya dan membuatnya mengingat bagaimana perasaannya selama di perjamuan sebelumnya.

 

"Aku punya satu saran yang ingin kusampaikan."

Kata Charlotte, seolah-olah dia telah menunggu saat yang tepat. Perhatian semua orang tertuju padanya.

 

"Untuk memastikan apakah Haruto-sama melihat kita sebagai lawan jenis yang memenuhi syarat, bagaimana kalau kita menggunakan hari ini untuk memasang suatu jebakan?" Charlotte memberi sarannya.

 

"Apa kamu berasumsi kalau semua yang ada di sini jatuh cinta kepada Haruto?" Satsuki menyela dengan tatapan tidak terkesan.

 

[ Semua orang yang tinggal bersama Haruto selain, Putri Christina dan Putri Flora juga ada di sini, kamu tahu? ]

Satsuki memandang mereka berdua seolah mengatakan hal itu.

 

"Tentu saja aku tidak berasumsi seperti itu. Itulah sebabnya, partisipasi akan murni opsional. Jika kalian menyukai Haruto-sama, silakan bergabung. Dan misalnya jika kalian memiliki motif lain..... Contonnya jika kalian ingin bergabung karena menarik, aku juga tidak keberatan." Jawab Charlotte dengan jelas.

 

"Aku mengerti..... Tapi jebakan macam apa yang kamu rencanakan?" Tanya Satsuki.

 

"Hmmm. Pendekatan yang paling langsung adalah mengangkat topik percintaan di depan Haruto-sama. Misalnya, kita bisa bertanya kepadanya siapa di antara kita yang merupakan tipenya..... Itu mungkin menarik untuk disaksikan."

 

"Apa menurutmu Haruto akan menjawabnya?"

 

"Memang, Haruto-sama mungkin akan waspada jika aku yang menanyakan hal seperti itu di depan semuanya. Dalam hal ini, mungkin lebih realistis jika orang-orang di sini membentuk kelompok-kelompok kecil dan mendatangi Haruto-sama untuk berbicara dengannya. Karena itu, akan sangat tidak wajar jika kita mengunjunginya berturut-turut untuk berbicara tentang cinta, jadi kita harus memikirkan topik yang berbeda setelah kita dibagi menjadi beberapa kelompok. Dan juga........." Charlotte meletakkan tangannya di atas mulutnya sambil berpikir.

 

"Mungkin lebih baik memiliki beberapa yang tidak perlu tahu apakah Haruto-sama melihat mereka menarik untuk berpartisipasi. Ini akan menjadi kamuflase yang lebih baik. Mari kita lakukan ini sebagai acara untuk memperdalam hubungan kita dengan Haruto-sama. Ada hal-hal yang hanya bisa kita katakan karena suasana di sini sekarang." Kata Charlotte dengan singkat.

 

"Aku pikir itu ide yang bagus!" Latifa langsung setuju.

 

"Terima kasih. Apa ada yang lain? Jika ada yang ingin duduk di luar, silakan angkat tangan."

 

".............."

Tidak ada yang mengangkat tangan mereka.

 

"Kalau begitu mari kita putuskan kelompok kita dan apa yang akan kita bicarakan sebelum mendatangi Haruto-sama."

 

Dengan demikian, sebuah acara untuk memperdalam hubungan mereka dengan Rio diam-diam diselenggarakan tanpa kehadiran Rio itu sendiri.

 

◇◇◇◇

 

Setengah jam kemudian, Rio sedang menyiapkan makan malam di dapur. Sangat jarang melihat seorang juru masak seorang bangsawan atau bisa dibilang Ksatria Kehormatan sepertinya, jadi para pelayan Mansion yang sedang tidak bertugas mengawasinya dengan rasa penasaran. Di antara mereka adalah pelayan Liselotte, termasuk Aria dan Vanessa.

 

Rio tampak sedikit tidak nyaman menjadi pusat perhatian begitu banyak orang, namun keterampilannya masih cukup bagus untuk mengesankan para penontonnya. Masakan yang Rio buat adalah kroket dengan nasi dengan bahan utama jelai. Dia membuat saus yang rumit dan menambahkannya ke risotto dengan bumbu gaya ke jelai.

 

[ Oke, persiapannya sudah selesai. ]

 

Yang tersisa hanyalah menggorengnya dalam minyak sebelum menghidangkannya. Rio telah menyiapkan banyak bahan sehingga akan cukup untuk cukup banyak orang. Bahan-bahan yang tidak bisa terkena udara terbuka telah ditempatkan dalam mangkuk dan ditutup dengan kertas, lalu dipindahkan ke lemari es yang ditenagai oleh sihir.

 

"Haruto."

Suara Satsuki bergema di dapur, dan Rio berbalik saat mendengar namanya dipanggil.

 

"Halo, Satsuki-san — dan Orphia, Putri Christina, dan Putri Flora juga......."

Rio agak terkejut dengan empat orang yang berdiri di pintu masuk dapur. Dia memanggil nama mereka saat pelayan yang menonton dengan cepat keluar dari sana.

 

"Halo! Apa kami mengejutkanmu?"

Satsuki berkata dengan ekspresi sedikit canggung.

 

"Tidak bukan begitu, tapi aku merasa aneh melihat kalian berempat bersama. Apa telah terjadi sesuatu?"

 

"Tidak, hanya saja kami jarang mendapatkan kesempatan seperti ini, jadi kami berbicara tentang meluangkan waktu untuk berkelompok dalam kombinasi yang tidak biasa."

 

"Jadi begitu. Aku pikir itu ide yang bagus."

 

"Apa kamu masih di tengah persiapan makanan? Apa kamu ada waktu untuk berbicara dengan kami sebentar?"

 

"Aku baru saja selesai di sini dan akan kembali ke semuanya. Jadi, tentu saja." Rio setuju dengan mudah.

 

"Kalau begitu mari kita pergi ke ruang makan di sana."

 

"Baiklah."

 

Oleh karena itu, Rio dan gadis-gadis itu pindah dari dapur ke ruang makan yang terhubung. Mereka berlima duduk di salah satu sudut meja makan besar yang bisa menampung tiga puluh orang.

 

"Maaf karena membuatmu memasak sendirian, tapi makanan yang kamu buat benar-benar enak, jadi aku sangat menantikannya!"

Satsuki berkata kepada Rio.

 

"Itu tidak masalah. Putri Charlotte adalah orang yang memintanya, dan aku juga suka memasak. Aneh bagiku untuk menjadi satu-satunya laki-laki di ruangan itu."

Jawab Rio dengan senyum samar.

 

"Aku rasa itu tidak benar. Bukan?"

Satsuki bertanya kepada Christina, Flora, dan Orphia.

 

"Ketika kamu pergi, semuanya berbicara tentang bagaimana mereka ingin berbicara lebih banyak denganmu. Itu sebabnya, kami datang ke sini."

Jawab Orphia lebih dulu.

 

"Itu benar. Semuanya ingin berbicara denganmu."

Kata Christina sambil tersenyum.

 

"Ya. Aku juga ingin bicara denganmu lebih banyak....."

Kata Flora dengan malu-malu.

 

"Jika itu benar, maka aku merasa terhormat untuk itu."

Rio terlihat malu.

 

"Selain itu, apa yang baru saja kamu buat?"

Christina bertanya.

 

"Kroket dengan risotto jelai di dalamnya."

 

"Whoa, kedengarannya sangat menakjubkan....."

 

"Aku harap kalian menyukainya."

 

"Tentu saja! Tapi ini sangat hebat, siapapun yang akhirnya menikah denganmu akan menjadi gadis yang paling beruntung." Satsuki, yang mengangguk sambil tersenyum, tiba-tiba mengatakan ini sambil memeriksa ekspresi Rio.

 

 "Apa itu? Kenapa tiba-tiba mengatakan itu?"

 

"Yah, hanya saja kamu sangat pandai memasak. Sangat menyenangkan memiliki laki-laki yang tahu cara memasak, kamu tahu?"

 

"Terima kasih......." Kata Rio dengan malu-malu.

 

"Sementara kita membahas topik ini, apa kamu menyukai gadis yang tahu cara memasak?"

 

"Mmm..... Aku tidak akan memutuskan apakah aku menyukai seseorang dengan berdasarkan kemampuan memasak mereka."

 

"Hmm. Jadi siapapun itu tidak harus mengetahui cara memasak?"

 

"Ya."

 

"Tapi kamu akan senang jika seorang gadis membuatkanmu makanan, kan? Kamu mungkin akan lebih tertarik kepada mereka jika mereka melakukannya. Tidakkah kamu ingin memakan makanan orang yang kamu sukai?" Satsuki mengarahkan kepada Rio pertanyaan demi pertanyaan.

 

"Yah, kurasa itu mungkin benar."

Jawab Rio dengan serius.

 

"Apa kamu akan senang bahkan jika masakan mereka bukan yang terbaik?"

Christina bertanya, bergabung dalam percakapan.

 

"Hmm. Jika itu seorang bangsawan, mereka biasanya tidak pernah memasak untuk diri mereka sendiri, jadi aku akan senang kalau mereka bahkan berpikir untuk memasak untukku. Aku yakin aku pernah mengatakan hal serupa sebelumnya."

 

"Aku mengerti......."

Christina bersenandung dengan penuh minat. Flora juga mengangguk dengan serius.

 

"Apa kamu memiliki tipe perempuan ideal yang ingin kamu nikahi, Haruto?"

Orphia yang bertanya selanjutnya.

 

"Tipe ideal......."

 

"Misalnya, bentuk wajah, warna rambut, panjang rambut, atau kepribadian tertentu."

 

"Itu pertanyaan yang sulit. Bolehkan aku mengatakan siapapun yang aku cintai menjadi idealku?"

Rio menjawab dengan senyum kecut.

 

Satsuki menunjuk jari sebagai peringatan.

"Tidak. Kamu harus lebih spesifik."

 

"E-Emm......."

 

"Hanya satu hal yang cukup, jadi pilihlah sesuatu. Ini sangat penting."

 

"Uhh...... Seseorang yang tidak merasa canggung berada di dalam keheningan, mungkin?"

Rio menjawab, memutar otaknya.

 

"Hmm. Jadi kamu lebih suka gadis yang pendiam?"

 

"Tidak. Aku bukan orang yang banyak bicara, jadi mungkin menyenangkan bersama seseorang yang bisa berbicara denganku. Tapi mereka tidak perlu memaksakan diri untuk terus berbicara, dan alangkah baiknya jika saat-saat yang lebih tenang bersama mereka dengan menjadi lebih santai......"

 

"Aku mengerti, aku mengerti......"

Satsuki mengangguk dalam pemahaman yang mendalam. Kelompok itu kemudian terus melontarkan berbagai pertanyaan kepada Rio.

 

[ Ada sejumlah besar pertanyaan aneh tentang pernikahan, cinta, dan tipe......... ]

Rio menjawab semuanya dengan tulus, namun dia mulai merasakan perasaan aneh di tengah jalan. Kemudian, seolah-olah dia mengerti hal itu, Satsuki angkat bicara.

 

"Kami mengobrol saat kamu pergi. Cinta dan pernikahan adalah topik khas dalam situasi seperti itu, kau tahu? Kami berbicara tentang berbagai hal, namun tidak ada yang memiliki pengalaman tentang itu, jadi kami tidak benar-benar tahu bagaimana dengan pemikiran seorang laki-laki. Karena kamu adalah orang yang paling dekat dengan kami semua, oleh karena itu kami ingin meminta pendapatmu tentang beberapa hal."

Kata Satsuki seolah-olah dia membaca dari kepala Rio.

 

"Begitukah..... Sepertinya kalian bersenang-senang di sana." Kata Rio dengan sungguh-sungguh.

 

"Kami bersenang-senang di sana. Kami gadis normal untuk usia kami, jadi hal itu normal bagi kami untuk membahas tentang hal-hal seperti itu. Benar bukan, Orphia?"

 

"Ya. Kami sering melakukannya saat Haruto tidak ada."

Kata Orphia, cekikikan.

 

"Mungkin sulit untuk menyebut bangsawan seperti Flora dan diriku sebagai 'normal', tapi kami sangat menikmati obrolan itu." Kata Christina.

 

"Ya. Kami mendengar banyak topik baru dan mengobrol seperti gadis normal, jadi itu sangat menyenangkan. Terima kasih telah mengundang kami ke pesta ini, Haruto-sama." Kata Flora, menambahkan.

 

"Tentu saja. Aku pikir kalian berdua sangat cantik, dan juga gadis normal." Kata Rio kepada mereka berdua dengan senyum lembut.

 

"Terima kasih banyak......"

Christina berterima kasih kepadanya dengan agak malu-malu. Sedangkan Flora memerah sampai ke ujung telinganya.

 

[ Dia benar-benar mengatakan hal seperti itu dengan sangat santai....... ]

Satsuki menatap Rio, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu. Dengan ketampanan, sikap sopan, dan bakatnya, tidak ada lagi yang kurang darinya. Sangat wajar, Rio akan populer seperti ini; pada kenyataannya, itu sangat jelas. Satu-satunya kelemahannya adalah bagaimana dia akan membuat komentar pujian ketika dia sendiri sangat bodoh.

 

"Dia benar-benar tahu bagaimana memberi pujian ke bagus kadang-kadang."

Kata Satsuki dengan agak cemberut.

 

"Err...... Satsuki-san?"

Rio memiringkan kepalanya ke arah tatapan Satsuki.

 

"Tidak, bukan apa-apa!"

Satsuki menjawab dengan nada bercanda.

 

"Sekarang, sudah waktunya kami menyelesaikan ini. Lagi pula, ada antrean setelah kami."

Katanya, lalu berdiri. Orphia, Christina, dan Flora mengikuti jejaknya.

 

"Apa kalian memiliki suatu urusan setelah ini?"

Rio bertanya. Dia berdiri bersama mereka, tetapi Satsuki menghentikannya.

 

"Kami sebenarnya memutuskan untuk datang dan berbicara denganmu secara berurutan. Jadi kamu harus tetap di tempatmu berada. Kelompok berikutnya akan datang ke sini begitu kami kembali."

 

"Aku mengerti...... Kalau begitu aku akan menunggu di sini." Rio tertawa dan duduk kembali.

 

"Sampai jumpa lagi, Haruto."

Satsuki dan yang lainnya pergi dengan informasi yang telah mereka kumpulkan, siap untuk membagikannya dengan kelompok berikutnya. Selain itu, ada acara memasak untuk Rio yang akan diadakan keesokan harinya—namun itu adalah cerita untuk lain waktu.

 

◇◇◇◇

 

Setelah sepuluh menit berlalu........

 

"Onii-chan!"

Pintu ruang makan terbuka, memperlihatkan wajah Latifa. Di belakangnya ada Liselotte, dan mereka berdua memasuki ruangan melalui pintu.

 

"Jadi yang selanjutnya Latifa dan Liselotte?"

Kata Rio. Mereka memang kombinasi yang langka juga.

 

"Yup! Karena kita bertiga tidak punya waktu untuk bertigaan terakhir kali kita tinggal di rumah Liselotte. Kita bertiga adalah kelompok yang ada di bus yang sama sebelum dilahirkan kembali ke dunia ini! Ada banyak hal yang perlu kita bicarakan, benar?"

Latifa berkata, mengambil tempat duduknya yang biasa tepat di samping Rio. Itu adalah topik yang hanya bisa mereka bicarakan karena mereka hanya bertigaan di ruang makan.

 

"Kita bertiga tidak pernah berbicara tentang kehidupan masa lalu kita."

Tak satu pun dari mereka yang sangat dekat satu sama lain. Mereka hanyalah penumpang dari bus yang sama yang bahkan tidak berbicara satu sama lain.

 

"Kita bertiga adalah tiga orang asing di kehidupan masa lalu kita, namun kita sekarang cukup dekat untuk bisa menginap satu sama lain. Bukankah itu luar biasa?"

Liselotte tertawa, duduk di seberang Rio dan Latifa.

 

"Kita terlahir kembali dan dibesarkan di tempat yang berbeda, namun kita masih bisa bertemu lagi. Inilah yang bisa di sebut sebagai keajaiban!"

Latifa berkata, matanya berbinar.

 

"Ya, itu benar." Kata Rio.

 

"Hal ini benar-benar membawa kembali kepada kenangan..... Aku baru mulai naik bus setelah bertemu denganmu, tahu?"

 

"Tunggu, benarkah?"

Mata Rio melebar. Dia tidak mengetahui hal itu.

 

"Ehehhehe, itulah kenyataannya! Setelah aku ketinggalan halte dan kamu mengantarkanku pulang, Ibuku bilang aku bisa mulai naik bus. Aku terlalu malu untuk berbicara denganmu sampai kematianku, namun aku benar-benar ingin lebih dekat denganmu."

Kata Latifa dengan malu-malu.

 

"Jadi apabila kamu tidak mulai naik bus, kamu tidak akan mengalami kematiankah......?"

Rio bertanya dengan tatapan agak bersalah.

 

"Jika kamu pikir itu salahmu karena aku mati, aku akan marah. Jika aku tidak dilahirkan kembali, aku tidak akan sedekat ini denganmu."

 

"Kurasa itu benar......"

 

"Aku mengagumimu di kehidupan masa laluku. Laki-laki tampan yang menyelamatkanku. Itulah mengapa, aku tidak menyesal naik bus itu sama sekali! Aku juga sangat menyukai versimu di dunia ini!"

Latifa memeluk Rio, mengungkapkan kasih sayangnya secara langsung dengan senyuman riang.

 

"Gadis muda yang melihat Haruto dengan malu-malu di dalam bus sekarang bisa menyampaikan perasaannya dengan cara yang lugas. Aku pikir itu indah." Liselotte memperhatikan Latifa dengan senyum menawan.

 

"Aku tidak ingin menyesali apapun. Aku ingin Onii-chan tahu persis betapa aku mencintainya."

 

"Kurasa aku cukup tahu itu." Kata Rio senang.

 

"Sungguh?"

Latifa memberi Rio pandangan mencari.

 

"Ya."

 

"Hmm..... Aku mencintaimu sebagai kakakku, tapi aku juga mencintaimu seperti yang dirasakan Endo Suzune kepada Amakawa Haruto, tahu?"

 

Sampai saat ini, Latifa terus-menerus mengungkapkan betapa dia mencintai Rio. Meskipun dia agak bisa menyampaikan perasaan itu dengan sikapnya, dia sengaja menghindari mengatakan apapun secara langsung tentang mencintainya sebagai lawan jenis.

Namun, percakapan sebelumnya dengan Charlotte tampaknya menjadi pemicu. Kata-kata itu keluar secara alami.

 

"Aku mengerti...... Terima kasih." 

Rio membeku sejenak dengan mata melebar, namun dia kemudian mengangguk dengan senyum lembut. Itu tidak merepotkan. Dia tidak kesal karenanya. Dia merasa senang mendengarnya, tapi—

 

"Aku minta maaf...... Aku tidak akan bisa memberimu jawabanku dengan segera."

Rio tidak dalam keadaan pikiran yang benar sekarang untuk jatuh cinta dengan seseorang. Rio menceritakan perasaannya yang sebenarnya, tanpa mengacaukan kata-katanya.

 

"Tidak apa-apa untuk saat ini....."

Latifa memeluk Rio lebih erat untuk memahaminya.

 

"Umm..... Apa aku mungkin mengganggu kalian berdua?" Liselotte bertanya dengan senyuman kecut.

 

"Sama sekali tidak. Kurasa aku tidak akan bisa mengatakannya jika aku berduaan dengan Onii-chan. Aku hanya bisa mengatakannya karena kamu ada di sini dan kita sedang membicarakan kehidupan masa lalu kita. Aku merasa sangat malu sekarang, ehehe hehe......"

Sepertinya Latifa benar-benar merasa malu, karena dia memiliki rona memerah cerah yang jarang terlihat.

 

"Begitu ya......" Liselotte tersenyum lembut.

 

"Sebagai adik perempuanmu, bisa memperkenalkan diriku sebagai Suzune Amakawa atau Amakawa Suzune membuatku sangat senang. Jadi itu cukup untuk saat ini. Hee..... hee....! Apa kamu tidak cemburu, Liselotte Onee-chan?"

 

"Yup, aku benar-benar cemburu."

Liselotte mengangguk, masih dengan senyum lembut.

 

"Jika kamu menikahi Onii-chan, kamu akan memiliki nama belakang Amakawa juga."

 

"H-Heeh?"

 

"Ah, lihatlah Onii-chan wajah Liselotte Onee-chan menjadi memerah!"

 

"I-Itu karena kamu tiba-tiba mengatakan sesuatu seperti itu...... Bahkan jika aku tidak memikirkannya sebelumnya, aku bisa membayangkannya di pikiranku."

Liselotte memprotes dengan suara mencicit.

 

"Amakawa Rikka. Liselotte Amakawa."

 

"H-Hentikan itu!"

Liselotte semakin tersipu malu ketika Latifa menyebut namanya dengan nama belakang Rio.

 

"Ayolah, Latifa. Berhentilah menggoda Liselotte."

Rio memarahinya dengan ekspresi lelah.

 

"Baik!"

Latifa mengangguk dengan jujur, lalu bergumam pada dirinya sendiri :

"Aku juga harus menganggap Liselotte Onee-chan sebagai saingan, jika seperti ini....."

 

Liselotte mendengar apa yang Latifa gumamkan dengan gerakan bibirnya, tapi dia tetap diam seolah dia tidak mendengarnya.

 

"Hmm. Yang tersisa hanyalah..... Itu benar!"

Latifa bertepuk tangan seolah mengingat sesuatu.

 

"Apa itu?"

 

"Sebenarnya, ada sesuatu yang belum kukatakan pada Liselotte...... Aku berpikir untuk mengatakannya saat melihatmu lagi, tapi......" Latifa menatap wajah Rio.

 

"Apa itu?"

Duduk di seberang Rio, Liselotte tampak bingung.

 

"Erm....... Tentang telingaku dan semacamnya...."

Bisik Latifa di telinga Rio.

 

"Oh..... Kamu seharusnya bisa memberitahu Liselotte. Aku yakin dia akan menyimpan rahasia ini. Hal itu terserahmu, apakah kamu ingin memberitahunya atau tidak." Kata Rio tanpa ragu-ragu.

 

"Jika kalian berdua ingin aku merahasiakannya, aku tidak akan memberitahu siapapun."

Liselotte bersumpah dengan tatapan tulus.

 

"Oke, baiklah. Aku berharap kamu tidak akan terlalu terkejut dengan ini......."

Latifa memutuskan untuk mengungkapkan kebenaran tentang spesiesnya, dan Liselotte menghabiskan waktu lama membelai telinga dan ekor Latifa dengan mata berbinar.

 

◇◇◇◇

 

"Giliran kami selanjutnya. Apa pendapatmu tentang kombinasi kami berempat?"

Setelah Latifa dan Liselotte pergi, kelompok berikutnya yang mengunjungi Rio di ruang makan adalah Charlotte, Sara, Alma, dan Celia. Charlotte dan Alma duduk di kedua sisi Rio, sementara Celia dan Sara duduk di seberang mereka.

 

"Wajar melihat Sara dan Alma bersama Celia, tapi menambahkan Putri Charlotte ke grup ini agak bagus."

Kata Rio, memberikan pendapat jujurnya.

 

"Aku senang mendengarnya. Dalam rumah tangga di mana para istri berhubungan baik satu sama lain, para istri berusaha untuk mencampuradukkan barisan mereka untuk memberi suami mereka perasaan segar setiap hari. Hal itu juga dikatakan untuk mencegah kamar tidur mati di malam hari."

Charlotte memiliki ekspresi cerah dan ceria, seolah-olah mengatakan kalau mereka akan dapat memberikan efek yang sama jika mereka menikah.

 

"B-Begitu ya?"

Rio berkata dengan panik, menyebabkan suaranya pecah. Pada saat yang sama, wajah Celia dan Sara memerah. Alma berpaling seolah-olah dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

 

"Omong-omong, hari ini aku perhatikan kalau kamu memanggil Celia-sama tanpa gelarnya, Haruto-sama."

Charlotte memandang Rio dengan mengembungkan pipinya dengan imut.

 

Rio selalu memanggil Celia dengan gelar ketika Charlotte tidak ada, jadi dia tidak menyadarinya sampai hari ini.

 

"Ya..... Dia mengizinkanku melakukannya dalam privasi pribadi." Rio mengkonfirmasi dengan canggung.

 

"Apa kalin setuju dengan itu, Sara-sama, Alma-sama?"

Charlotte tiba-tiba berkata.

 

"Yah, sebelumnya kami sudah membahas betapa memalukannya tiba-tiba disapa dengan hanya nama kami saja." Kata Sara.

 

"Itu benar." Alma setuju.

 

"Hmph. Aku juga berharap Haruto-sama memanggilku dengan sebutan Char."

Charlotte benar-benar jujur ​​dengan perasaannya; dia melewatkan nama panggilan tanda adanya gelar dan langsung meminta untuk disebut nama panggilan.

 

"Ahaha....." Rio tertawa lemah.

 

"Maukah kamu memanggilku dengan Char?"

Charlotte bersandar genit ke Rio dan memohon. Celia dan Sara menyipitkan mata sedikit.

 

"Tidak, aku khawatir itu sedikit......"

Rio mencoba menolaknya dengan lembut.

 

"Sedikit apa?"

Dengan jarak di antara mereka yang masih dekat, Charlotte mempertahankan senyumnya dan pura-pura tidak bersalah.

 

"Sedikit bermasalah untuk status sosial kita. Terutama jika kamu tidak memintaku untuk menggunakan namamu melainkan nama panggilan."

 

"Kalau begitu aku sebagai Putri Kedua memerintahkanmu. Panggil aku dengan Char."

 

"Uhm......?"

 

"Ayo, cepat. Jika kamu tidak memanggilku dengan sebutan Char, aku akan memerintahkanmu untuk memenuhi permintaan yang lebih radikal."

 

[ Itu sebenarnya bukan permintaan, tapi sebuah perintah...... ]

Pikir Rio dalam hati.

 

"Char....."

Rio punya firasat buruk tentang permintaan yang lebih radikal, jadi dia tidak punya pilihan selain memanggilnya dengan sebutan Char, seperti yang diperintahkan.

 

"Ya.....! Sekarang, sekali lagi. Panggil aku Char sekali lagi." Charlotte tenggelam dalam dirinya, mengulangi permintaannya untuk Rio dengan gembira.

 

"Sekali lagi, katamu?"

Rio bertanya dengan ekspresi bertentangan.

 

"Ya, tolong. Jika kamu tidak......"

 

"A-Aku mengerti...... Char."

 

"Sekali lagi."

 

"......Char."

 

Charlotte terus mengajukan permintaannya dengan ekspresi terpesona bercampur senang dan gembira. Di tengah jalan, dia meletakkan kepalanya di bahu Rio dan mulai bertingkah seperti kekasihnya.

 

"Mmmgh......!"

Rio bisa merasakan tatapan tajam dari Celia dan Sara yang duduk di seberangnya. Namun, Charlotte melanjutkan permintaannya tanpa memedulikan itu.

 

"Lagi."

 

"C-Char."

 

"Kamu masih sangat malu."

Pada titik ini, Charlotte melepaskan kepalanya dari bahu Rio untuk berpegangan erat pada lengannya.

 

"Sekarang, mari kita berlatih menghilangkan rasa malu itu. Usap kepalaku dan panggil aku Char. Ayo, gerakkan tanganmu ke sini..."

Dia mengambil tangan Rio yang satunya dan bergerak untuk membawanya ke kepalanya sendiri.

 

"P-Putri Charlotte?!"

Pada saat inilah Celia bangkit dari tempat duduknya.

 

"Mouu. Ada apa?" Charlotte memiringkan kepalanya dengan rasa penasaran.

 

"T-Tidakkah kamu berpikir kamu terlalu banyak menggoda Haruto?"

Meskipun mereka tidak memedulikan status sosial pada hari ini, Celia menahan lidahnya karena perbedaan status antara Putri Kedua dari Kerajaan asing dan Putri bangsawan. Tapi tidak ada akhir dari godaan yang dipaksa untuk disaksikannya, jadi dia akhirnya mencapai batas kesabarannya.

 

"I-Itu benar! Aku tetap diam karena kamu seorang Putri, tapi kamu bertindak terlalu jauh!"

Sara memprotes dengan keras.

 

"Tapi aku belum mau melepaskannya....."

Charlotte memegang tangan Rio dan dengan lembut mengarahkannya ke arahnya, membawanya mendekat untuk menatapnya.

 

"Cukup."

Alma, yang duduk di sisi lain Rio, menarik-narik tubuhnya. Dia tampaknya memiliki ekpresi cemberut samar di wajahnya juga.

 

"Hnn...... Mouu."

 

Charlotte sedikit kehilangan keseimbangan. Dia kemudian menggembungkan pipinya dengan cemberut yang menggemaskan.

 

◇◇◇◇

 

"Jadi, yang terakhir adalah Miharu dan Aishia ya....."

Rio menghela napas lega saat melihat dua orang terakhir muncul.

 

"Maaf, kami satu-satunya yang bukan kombinasi baru dari seperti yang sebelumnya....."

Kata Miharu meminta maaf.

 

"Itu bukan masalah. Aku sudah bepergian begitu lama sehingga kita bertiga tidak bisa menghabiskan waktu bersama. Ini sebenarnya cukup menenangkan. Sungguh........"

Kenangan tentang pertukarannya sebelumnya dengan Charlotte membuat Rio semakin tulus mengatakan itu.

 

"Begitu ya.... Baguslah, kalau begitu."

Miharu tampak sedikit gugup, karena ekspresinya kaku.

 

"Erm, bagaimana jika kalian duduk?"

Rio memberi isyarat agar keduanya segera duduk.

 

"Oke......"

Miharu dengan canggung mulai berjalan ke kursi di seberang Rio—ketika Aishia meraih tangannya.

 

"Ayo duduk berjajar."

 

"Ap..... Ai-chan?"

 

"Kamu terus membiarkan yang lainnya duduk di samping Haruto, meskipun kamu selalu ingin menjadi seseorang yang duduk di sana. Tapi tidak ada orang lain di sekitar kita sekarang, jadi kamu harus duduk di sebelahnya."

 

"Pernahkah aku mengatakan sesuatu tentang ingin duduk di sebelahnya?!"

Miharu keberatan, tersipu malu.

 

"Ayo, duduk."

Aishia mendorong Miharu ke kursi di sebelah kanan Rio, lalu duduk di kursi kirinya. Miharu menundukkan kepalanya dan memalingkan muka dari Rio dalam diam. Dia jelas merasa sangat gugup.

 

Rio merasa agak tidak enak untuknya.

"Haruto....." Kata Aishia.

 

"Apa?"

 

"Miharu sangat gugup."

Kata Aishia, membuat Miharu tersentak. 

 

"Ya......."

Rio mengangguk canggung.

 

"Kamu harus memanggilnya dengan sebutan Mii-chan."

 

"Heh?" Rio tercengang.

 

"Apa yang kamu katakan itu, Ai-chan?!"

Miharu menatap Aishia dengan bingung.

 

Akibatnya, wajah Rio muncul di pandangannya, karena dia tepat di sampingnya. Ketika Miharu menyadari tatapan Rio tertuju padanya, dia dengan cepat mengalihkan pandangannya karena malu.

 

Tidak ada lagi cara untuk menyembunyikan fakta kalau Miharu memiliki perasaan terhadap Rio. Bahkan Rio, yang tidak mengetahui perasaan orang-orang yang diarahkan kepadanya, telah menyadari betapa Miharu menyukainya. Dia juga telah mendengar kebenaran dari mulutnya selama perjamuan.

 

Sejak hari itu, Miharu terlalu malu untuk berduaan dengan Rio. Dia merasakan hal itu dan telah menghindari untuk berduaan dengannya. Namun, hal itu seperti melarikan diri, dan Rio telah memutuskan kalau dia harus mengatakan hal-hal yang perlu dia katakan.

 

Itu sebabnya dia tidak akan lari dari situasi sekarang.

Tidaklah tulus jika dia terus mengabaikan posisinya dalam semua ini. Dia harus menceritakan pikirannya dengan benar, setidaknya sekali. Dia tidak akan membiarkan kesempatan langka ini untuk berbicara dengannya berduaan terlepas dari tangannya.

 

"Mii-chan......"

 

"Heeh?!"

Miharu tersentak, melihat kembali ke Rio.

 

"Aku memanggilmu seperti itu sekarang, namun pada akhirnya, orang kamu lihat sekarang bukanlah Amakawa Haruto. Karena sampai hari ini, aku hidup sebagai Rio....."

 

Itu sebabnya, Rio membalas dendamnya kepada Lucius. Dia tidak akan berubah menjadi Amakawa Haruto hanya karena dia melakukan itu.

 

"Aku...... ‘Aku’ yang saat ini adalah Rio. Aku Haruto Amakawa, tapi itu bukanlah Amakawa Haruto. Dan kami memang orang yang berbeda. Aku dibesarkan di dunia ini sebagai Rio, dan aku tidak akan membuang apa yang telah aku peroleh sebagai Rio."

 

Miharu menatap wajahnya, menunggu kata-kata Rio selanjutnya.

 

"Aku tahu kalau aku orang yang suka berdebat dan hal itu melelahkan. Aku tidak bisa menjadi Amakawa Haruto. Begitu aku menyadari itu, aku mulai berpikir akan lebih baik untuk meninggalkannya. Itulah mengapa aku mencoba menjauhimu. Tapi aku masih menyimpan ingatannya. Aku mencoba lebih menjauhimu, tapi aku tidak bisa. Aku tidak tahu apa artinya, atau apakah tidak apa-apa untuk menjadi seperti itu, tapi....."

Rio masih terlihat sedikit cemas saat dia berbicara.

 

"Aku mungkin bisa menjadi Rio...... seseorang yang memiliki ingatan Amakawa Haruto. Aku memang Rio, tapi aku tidak ingin lari dari diriku yang dulu, yang ada di jepang, dan lagi...... Itu sebabnya, bagiku, kalian berdua baik Miharu dan Mii-chan. Aku tidak bisa berinteraksi denganmu dengan sepenuhnya menjadi Amakawa Haruto, tapi ini adalah pikiranku yang sebenarnya. Inilah yang ingin kukatakan kepadamh—dirimu yang melihatku sebagai Rio dan Amakawa Haruto......"

 

"Keduanya.....  Aku pikir aku mencintai keduanya. Baik Haruto, dari sebelum dia dilahirkan kembali di dunia ini, dan Haruto yang sekarang. Aku jatuh cinta kepada orang yang sama dua kali."

 

Itu adalah kata-kata yang Miharu katakan kepada Takahisa, dan kata-kata yang meyakinkan Rio untuk hidup sebagai seseorang yang memiliki ingatan Amakawa Haruto.

 

"Y-Ya......"

Air mata mengalir dari mata Miharu saat dia mengangguk. Dia akhirnya merasa seperti Rio, yang selalu semakin menjauh ke kejauhan, dia melihatnya sebagai teman masa kecilnya lagi. Dia sangat senang.

 

"Rio."

Aishia memanggil nama Rio dengan lembut.

 

"Aishia......?"

Mata Rio terbuka lebar.

 

[ Apa ini pertama kalinya Aishia memanggilku dengan nama Rio? ]

Rio bertanya-tanya kepada dirinya sendiri.

 

"Kamu adalah Rio. Tapi kamu juga adalah Amakawa Haruto. Kamu telah memiliki kepercayaan diri. Mungkin akan ada banyak kesulitan menunggumu di masa depan. Tapi kamulah yang memberiku segalanya saat aku tidak memiliki apapun........"

Kata Aishia dengan lembut, tangannya memegangi dadanya.

 

"Terima kasih, Aishia......."

Rio tersenyum lembut. Dia kemudian menoleh ke Miharu dengan tegas.

 

"Sebagai seseorang yang memiliki ingatan dari Amakawa Haruto, ada satu hal yang harus kukatakan padamu...... sebagai Amakawa Haruto sekarang. Karena aku tidak bisa mengucapkan kata-kata ini di kehidupan terakhirku."