Hero's Rhapsody – Chapter 5 : Keberangkatan dan Pengejaran

 

Tiga hari berlalu sejak Rio membawa Christina dan Flora ke rumah batu, dan sudah lima hari berlalu sejak keduanya menghilang. Kondisi Flora telah pulih sepenuhnya, dan akhirnya tiba saatnya bagi mereka untuk berangkat menuju Galarc.

 

"Conditum."

Mereka keluar dari rumah batu di pagi hari, dan Rio melafalkan mantra untuk menyimpan kembali rumah batu di gelang penyimpanan ruang waktu miliknya. Permukaan udara di sekitarnya terdistorsi, membuat batu besar menghilang dalam sekejap.

 

"..........."

Christina dan Flora berkedip berulang kali karena terkejut.

 

Penjelasan tentang gelang penyimpanan ruang waktu telah dijelaskan kepada mereka selama tiga hari terakhir, tetapi kenyataannya begitu terlepas dari apa yang tidak tampak seperti akal sehat, mereka masih kesulitan menerima apa yang mereka lihat.

 

Rio berbalik ke arah mereka.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi?"

 

"Baik."

 

"Terima kasih atas bantuanmu, Haruto-sama."

Christina dan Flora sama-sama menundukkan kepala.

 

"Aku akan menggendong kalian berdua dengan cara yang sama seperti yang aku lakukan tiga hari lalu..... Apa tidak masalah dengan itu?"

Rio mengkonfirmasi hal itu kepada Christina. Dengan kata lain, Rio akan menggendong Christina di punggungnya dan Flora di lengannya.

 

"Aku tidak keberatan......"

Christina mengangguk dengan wajah memerah, mengingat saat dia digendong di punggung Rio.

 

"Ngomong-ngomong, bagaimana caramu membawa kami ke sini?"

Flora tidak sadarkan diri sampai mereka berdua memasuki rumah batu, jadi dia memiringkan kepalanya dengan rasa penasaran.

 

"Dengan segala hormat, aku menggendong Putri Christina di punggungku dan Putri Flota di tanganku. Apa kamu tidak masalah dengan hal itu kali ini?"

Kata Rio, menjelaskan kepada Flora.

 

"H-Heeh? Ah, t-tapi..... Ya. B-Baik. Itu tidak apa-apa."

Flora tersipu dan memerah di wajahnya karena terkejut, tetapi dia segera menyadari tidak akan ada cara lain baginya untuk dibawa. Faktanya, dia telah dibawa kembali dengan cara yang sama ketika Lucius menculiknya di Amande, jadi tidak ada yang membuatnya terkejut. Padahal, hal itu tetap memalukan.

 

"Baiklaj, tidak ada gunanya berdiri di sini terlalu lama. Putri Christina, silakan naik terlebih dahulu."

Kata Rio, menawarkan punggungnya ke Christina.

 

"O-Oke..... Permisi."

Dengan rona memerah di pipinya, Christina naik ke atas punggung Rio.

 

[ Seharusnya baik-baik saja hari ini. Aku sudah mandi pagi hari ini, jadi aku tidak perlu khawatir dengan aromaku. ]

Pikir Christina di dalam hatinya.

 

{ TLN : wkkwwkwkwk }

 

Bahkan jika Christina harus berpegangan erat di punggung Rio, dia tidak perlu meratapi pikiran yang sama yang mengganggunya tiga hari yang lalu. Namun, dia masih sangat gugup. Apakah Rio bisa mendengar suara detak jantungnya? Itu adalah salah satu kekhawatiran yang muncul dalam dirinya.

 

[ Sekarang aku jadi memikirkannya, dalam posisiku ini, dadaku terus-menerus ditekan ke punggung Amakawa-dono....... ]

 

Christina mengenakan gaun tipis sekarang, jadi sensasinya lebih jelas daripada gaun yang dia kenakan tiga hari lalu.

 

[ I-Ini seharusnya baik-baik saja, kan? Aku tidak boleh terlalu khawatir..... Ya, lebih baik begini. Lagipula punya Flora lebih besar dariku..... ]

Ekspresi Christina menegang karena merona merah di wajahnya, tubuhnya membeku di saat dia menempel di punggung Rio.

 

"Putri Flora — kamu selanjutnya."

 

"B-Baik."

 

"Aku akan menggendongmu."

Kata Rio, sedikit membungkuk ke depan untuk meletakkan tangannya di bawah punggung dan lutut Flora untuk mengangkatnya dengan ringan.

 

Flora tersipu malu, melihat ke bawah ketika dia berbaring di lengan Rio.

"Eek..... A-Apa aku berat?"

 

"Tentu saja tidak. Kalian berdua sangat ringan."

 

"Syukurlah......" Flora menghela napas lega.

 

"..........."

Sebaliknya, Christina menempel erat di punggung Rio dalam diam.

 

"Aku tidak akan bergerak terlalu cepat, tapi tolong pegang erat-erat agar kalian tidak jatuh."

 

"Baik!" Flora menjawab dengan malu-malu tapi penuh semangat.

 

Sebagai catatan, mantel yang terbuat dari kulit Black Wyvern telah robek di beberapa tempat selama pertarungannya dengan Lucius, jadi Rio menggantinya dengan mantel lain.

Flora memegang mantel itu dengan erat.

 

"Umm, aku tidak keberatan jika kamu memegang mantelku, tapi akan lebih aman jika kamu memegangku."

Rio mengatakannya dengan canggung. Jika Flora tidak mengamankan bagian atasnya tubuhnya dengan berpegangan padanya, dia bisa sedikit terdorong oleh gerakan tiba-tiba.

 

"Heeh.....? Ah, baik! A-Apa seperti ini?"

Flora dengan gugup melingkarkan tangannya di pinggang Rio.

 

"Flora, gerakkan tanganmu ke tempat perutku berada."

Kata Christina dari punggung Rio.

 

"Terima kasih, Onee-sama."

Flora meletakkan wajahnya di dada Rio dan melingkarkan lengannya di punggungnya.

 

Kami pasti terlihat terlalu dekat......

Pikir Rio dalam hati, membuat ekspresi canggung.

 

Jika Rio menurunkan pandangannya sedikit, dia akan melihat wajah Flora, dan napas Christina di lehernya, sedikit menggelitiknya. Tapi dia tidak bisa membiarkan hal itu mengganggunya — tidak ada cara lain yang masuk akal untuk membawa mereka.

 

"Ini seharusnya baik-baik saja. Sekarang, ayo kita pergi — Perhentian pertama, Kerajaan Rubia."

 

Cara itu adalah upaya untuk pergi, tetapi Rio berhasil berangkat. Dia menendang tanah dan kakinya seperti menumbuhkan sayap, mengangkatnya ke udara dengan kecepatan perlahan. Pemandangan di sekitar mereka berubah dalam sekejap mata.

 

"W-Whoaa! Ini luar biasa, Haruto-sama!"

Flora berteriak kegirangan. Sementara itu, Christina —yang menikmati pemandangan yang sama tiga hari yang lalu— Matanya melebar sekali lagi.

 

"Sungguh, ini indah...... Ini pemandangan yang berbeda dari apa yang aku lihat di pesawat."

Kata Flora dengan kagum.

 

"Aku akan bergerak dengan kecepatan ini, dan tolong beritahu aku jika aku bergerak terlalu cepat."

 

Kecepatan mereka saat ini kira-kira tiga puluh kilometer per jam. Kecepatan itu tidak secepat kecepatan berlari Rio, tapi rasanya lebih cepat dari yang sebenarnya. Kedua Putri tidak terbiasa terbang, jadi kecepatan ini seharusnya tepat untuk mereka.

 

"Aku baik-baik saja."

 

"Benar."

 

Mereka berdua melihat ke sekeliling langit dengan tatapan kagum saat mereka menjawabnya, mereka berus tampaknya menikmatinya.

 

"Kalau begitu, tolong nikmati perjalanan ini."

 

Dengan demikian, Rio dan para Putri berangkat ke Ibukota Kerajaan Galarc tanpa masalah. Atau, begitulah yang mereka pikrikan.

 

"Baiklah. Sudah waktunya bagiku untuk pergi juga."

 

Mengamati mereka bertiga dari jarak satu kilometer jauhnya adalah Reiss, yang akan memulai pengejarannya.

 

◇◇◇◇

 

Perjalanan melintasi langit berlanjut beberapa jam setelah itu, dengan Rio turun secara teratur untuk memungkinkan Christina dan Flora beristirahat di permukaan tanah.

 

Istirahat itu sering terjadi sebagian untuk Christina dan Flora, dan sebagian karena mereka berdua tidak tahu jumlah pasti esensi sihir yang dimiliki Rio. Meski Rio telah menjelaskan tentang spirit art kepada mereka, tetapi dia tidak memberitahu mereka kalau esensinya tidak mempunyai terbatas. Mereka akan menyadari hal itu kalau Rio memiliki esensi yang luar biasa dari banyak spirit art yang Rio gunakan selama pertarungannya dengan Lucius, tetapi Rio tidak menjelaskan apapun kepada mereka.

 

"Kita akan segera melintasi perbatasan Rubia. Ayo kita masuk ke kota berikutnya yang kita lihat untuk mendapatkan pemahaman yang akurat tentang lokasi kita berada."

Kata Rio kepada mereka berdua saat dia terbang.

 

"Oke. Jika itu sebuah kota, seharusnya di sana memiliki artefak sihir untuk transmisi, jadi kita dapat menuju ke kediaman gubernur segera setelah kita mengonfirmasi kalau kita sudah berada di dalam Rubia."

Kata Christina, mengusulkan rencana itu begitu mereka tiba di kota.

 

"Oke.”

 

Hanya beberapa menit kemudian mereka melihat sebuah kota di arah Rio terbang. Tampaknya kota itu adalah kota berbenteng — dikelilingi oleh dinding batu dan sebuah bangunan seperti benteng berdiri di tengahnya.

 

"Aku berpikir untuk mendarat di sana. Apa itu terdengar bagus untuk semuanya?"

Rio bertanya pada Christina.

 

"Ya, silakan."

 

"Baiklah. Aku tidak bisa mendarat di tengah kota, jadi kita akan turun di jalan. Ini hanya akan berjalan sebentar, jadi harap diingat."

Kata Rio, lalu mulai turun ke jalan.

 

◇◇◇◇

 

Setelah berjalan kaki sebentar, mereka sampai di kota benteng dan langsung menuju bangunan yang terlihat seperti benteng. Kota itu adalah kota di Kerajaan kecil, jadi tidak terlalu besar. Mereka bertiga mencapai benteng itu setelah hanya beberapa menit berjalan. Rio memimpin di depan, diikuti oleh Christina dan Flora. Ada tiga penjaga di depan gerbang, dan salah satu dari mereka memanggil mereka bertiga saat ketiganya mendekat.

 

"Berhenti. Orang luar tidak diizinkan melewati batas ini. Tempat ini bukan tempat wisata. Pergilah."

 

Secara alami, mereka ditolak di pintu.

 

"Namaku Haruto Amakawa, Ksatria Kehormatan dari Kerajaan Galarc, sekutu dari Kerajaan Rubia. Aku ingin bertemu dengan gubernur. Bisakah kamu menyampaikan pesan itu?"

Kata Rio, yang tidak memiliki janji bertemu sebelumnya. Para penjaga itu saling bertukar tatapan.

 

"T-Tolong tunggu sebentar....."

 

Ketiga penjaga itu memunggungi mereka bertiga dan mulai berbisik satu sama lain. Rio dan para Putri saat ini mengenakan pakaian perjalanan kasual, jadi mereka tidak terlihat seperti bangsawan. Tetapi reaksi para penjaga berubah saat Rio memberitahukan gelarnya.

 

"Oi, bukankah Kerajaan Galarc......."

 

"Itu salah satu sekutu kita, seperti yang dia katakan."

 

"Setelah diperiksa lebih dekat, gadis-gadis di belakangnya juga sangat cantik. Mereka pasti wanita bangsawan atau semacamnya."

 

"Apa lebih baik membiarkan mereka masuk?"

 

"Ya. Tapi kita perlu semacam bukti terlebih dahulu."

 

Para penjaga saling berbisik dalam waktu singkat, sebelum mereka berbalik dan menanyai Rio dengan sopan.

 

"Terima kasih telah menunggu. Apa kamu memiliki bukti identitas dirimu?"

 

"Ya. Ini adalah emblem yang diberikan Yang Mulia kepadaku."

 

Rio mengeluarkan emblem dari saku dadanya dan menunjukkannya kepada mereka. Para penjaga tidak tahu seperti apa lambang Keluarga Kerajaan Galarc, tetapi itu jelas merupakan benda yang mahal, jadi mereka menganggapnya asli.

 

"Memang, ini asli. Siapa kedua lainnya?"

 

"Mereka adalah wanita berpangkat tinggi yang berada dalam perlindunganku."

 

Untuk menghindari keributan, Rio menghindari mengungkapkan identitas Flora dan Christina sebagai Putri Kerajaan Beltrum.

 

Para penjaga saling bertukar tatapan dan salah satunya melangkah keluar untuk membimbing mereka.

"Tolong, lewat sini. Aku akan menunjukkan jalan kepadamu."

 

"Aku minta maaf atas masalah ini."

Rio membungkuk dengan sopan dan mengikuti penjaga yang memimpin jalan. Christina dan Flora melanjutkan untuk mengikuti Rio. Dua penjaga yang tersisa mencuri pandangan kepada mereka berdua saat mereka lewat.

 

"Oi..... Apa kau melihatnya?"

 

"Y-Ya. Aku belum pernah melihat gadis cantik seperti itu sebelumnya."

 

"Rambut mereka berdua punya warna yang sama dan wajah mereka terlihat mirip.... Apa mereka bersaudara?"

 

"Mungkin saja."

 

Tidak banyak yang bisa digosipkan di kota berbenteng yang ada di pedesaan, dan para penjaga memiliki pekerjaan yang sangat menganggur. Bahkan ada beberapa hari di mana tidak ada yang mengunjungi tempat itu. Dengan demikian, dua penjaga yang ditinggalkan mulai mengobrol satu sama lain dengan gembira melihat kecantikan Christina dan Flora.

 

Namun, begitu Rio dan yang lainnya tidak terlihat, orang lain mendekati gerbang. Dia adalah Reiss. Kedua penjaga itu mulai saling berbisik.

 

"Oi, ada orang lain di sini."

 

"Kau benar. Dia terlihat seperti seorang pengembara, tetapi ada sesuatu yang menyeramkan di auranya."

 

Selama waktu itu, Reiss mendatangi mereka.

 

"Halo. Namaku Jean Bernard, penasihat dari Putri Sylvie dan bangsawan Istana."

 

Untuk memasuki tempat itu setelah Rio, Reiss mengungkapkan posisinya di Kerajaan Rubia.

 

◇◇◇◇

 

Rio dan Kedua Putri dibawa ke ruang tamu kota berbenteng. Ketiganya duduk di sofa dan menunggu.

 

"Halo, halo, maaf menunggu. Aku mendengar Ksatria Kehormatan Galarc ada di sini? Aku adalah gubernur kota ini, Marco Tonteri. Aku yakin kalau tidak salah kamu mengatakan namamu adalah....."

 

Pintu ke ruang tamu terbuka untuk memperlihatkan ada seorang pria gemuk berusia tiga puluhan. Ada lapisan keringat di dahinya saat dia dengan rendah hati mencari jabat tangan dari Rio terlebih dahulu. Ketika dia melihat Christina dan Flora, cahaya redup bersinar di matanya.

 

Rio berdiri untuk menerima jabat tangan dari Marco.

"Haruto Amakawa. Aku minta maaf karena berkunjung tanpa pemberitahuan."

 

"Tidak apa-apa. Urusan apa yang akan dimiliki oleh seorang Ksatria Kehormatan terhormat dengan seorang gubernur pedesaan sepertiku?"

Marco memiringkan kepalanya heran. Dia melirik Christina dan Flora, yang berada di kedua sisi Rio di sofa.

 

"Aku memiliki pesan penting yang harus aku kirim ke Ibukota Kerajaan Galarc. Bolehkah aku menggunakan alat transmisi di Kota ini untuk menghubungi Ibukota?"

Rio bertanya kepadanya.

 

"Aku mengerti. Jika itu permintaan Ksatria Kehormatan dari Kerajaan sekutu, maka itu akan menjadi kehormatan untukku." Marco setuju dengan mudah.

 

"Terima kasih banyak. Jika aku boleh bertanya, berapa lama waktu yang dibutuhkan sebuah pesan untuk mencapai Galarc dari Rubia?"

 

"Pesan itu bisa tiba paling cepat hari ini, tetapi jika kamu mengharapkan balasan dari pihak lain, maka itu mungkin akan tiba besok......"

 

Jika pesan yang akan dikirim Rio mencapai Istana Kerajaan Galarc, tidak ada cara bagi Galarc untuk mengkonfirmasi kebenaran pesan tersebut. Karena penerima tidak akan dapat memverifikasi identitas dari pengirim, kredibilitas pesan menjadi masalah.

 

Karena hal itu, baik Galarc maupun Restorasi tidak akan dapat mengabaikan informasi apapun tentang Christina dan Flora dalam keadaan mereka saat ini, jadi hal itu setidaknya akan menunda berbagai hal dari mengambil giliran yang tidak akan membantu sebelum mereka dapat kembali.

 

Saat itu sudah sore. Matahari terbenam akan terbenam sedikit lagi, akan mulai gelap dalam beberapa jam, jadi akan aneh bagi mereka untuk meninggalkan kota pada jam ini untuk melanjutkan perjalanan mereka.

 

"Kalau begitu, bolehkah aku mengunjungi kota berbenteng ini lagi besok pagi?"

 

Mereka mampu menunggu satu malam untuk balasan dari Kastil Galarc sebelum berangkat di pagi hari.

 

"Tentu saja— Itu tidak akan menjadi masalah. Apa kamu punya rencana setelah ini?"

 

"Tidak secara khusus. Aku sebenarnya sedang mengantar kedua wanita ini dalam perjalanan, tapi kami tidak akan bepergian lebih jauh hari ini, jadi aku berpikir untuk mencari penginapan untuk kami menginap."

 

"Aku akan menahan diri untuk tidak mengintip lebih jauh, karena sepertinya kamu memiliki keadaanmu sendiri yang sedang kamu hadapi..... Aku tidak bisa membiarkan tamu kami dari Galarc pergi tanpa perlindungan, tapi aku khawatir tempat ini tidak dilengkapi dengan kamar tamu untuk bangsawan. Aku akan mengatur tempat untuk kalian di sebuah penginapan, jadi silakan tinggal di sana." Kata Marco.

 

Christina telah menjelaskan di jalan kalau itu adalah etiket yang seorang bangsawan untuk menerima tawaran tempat dari tuan rumah jika mereka tidak memiliki pengaturan sebelumnya — meskipun akan lebih nyaman untuk tinggal di luar kota di rumah batu.

 

"Kami akan menerima tawaran baikmu."

Kata Rio, membungkuk ke arahnya.

 

"Kota ini adalah kota yang sederhana tanpa apa-apa untuk bisa kalian lihat, jadi izinkan aku untuk menyiapkan beberapa hiburan untuk kalian setelah kalian selesai mengirim pesan. Maukah kalain bergabung denganku untuk makan malam?"

 

"Ya, terima kasih banyak atas tawarannya."

 

Rio sangat tidak nyaman berbicara dengan bangsawan yang tidak dikenalnya, tetapi menolak tawaran seseorang yang membantu mereka adalah tindakan yang tidak sopan. Selain itu, Marco sangat kekurangan informasi mengenai kelompok Rio. Mereka berhasil sejauh ini dengan mulus hanya dengan kemungkinan Rio sebagai Ksatria Kehormatan dari Kerajaan besar sekutu, tapi Marco mungkin ingin tahu lebih banyak.

 

Jika Rio menolaknya di sini, mereka akan tampak mencurigai mereka. Percakapannya dengan Marco pun tak terhindarkan.

 

"Sekarang, tolong tuliskan pesanmu di kertas ini. Ah, aku yakin kamu sudah mengetahui hal ini, tetapi artefak transmisi hanya dapat mengirim maksimum seratus huruf pada satu waktu, jadi harap diingat."

Marco menyerahkan alat tulis dan kertas kepada Rio untuk menulis pesannya.

 

"Terima kasih banyak. Jika kamu tidak keberatan....."

 

Rio pasti sudah memutuskan pesannya terlebih dahulu, saat tangannya bergerak tanpa jeda.

 

Raja Francois.

Kedua VIP yang kamu inginkan aman. Dalam perjalanan kembali sekarang. Ksatria Kehormatan – Amakawa Haruto.

 

"Tolong kirim ini."

Rio memberikan kertas itu kepada Marco.

 

"Dimengerti."

Marco menerima kertas itu dan membaca kata-katanya dengan hati-hati. Tidak ada pesan yang tertulis yang tidak boleh dibaca — pesan itu akan diungkapkan ke setiap kota di sepanjang jalur transmisi, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan di sana.

 

Saat itu, suara ketukan datang.

 

"Permisi."

Seorang Prajurit di kota berbenteng bergegas masuk.

 

"Aku sedang rapat dengan tamu penting di sini."

Marco memelototi prajurit itu untuk memarahi kurangnya perilakunya.

 

"T-Tolong maafku aku. Tapi ada masalah yang membutuhkan perhatian mendesakmu, Tuan."

Penjaga itu mendekati Marco di kursinya di samping pintu dan mulai berbisik di telinganya.

 

"Apa.....? Baiklah. Aku akan segera ke sana."

 

Marco terengah-engah dengan tatapan cemberut dan menghela napasnya.

"Maaf karena mengganggu pembicaraan kita, Amakawa-dono — Aku bahkan belum menyapa kedua temanmu dengan benar. Aku khawatir beberapa urusan mendesak telah muncul."

Dia menundukkan kepalanya kepada tamu-tamunya di seberangnya.

 

"Tidak apa, aku yakin kamu memiliki banyak tugas sebagai gubernur. Kami hanya orang yang tanpa pemberitahuan, jadi tolong prioritaskan pekerjaanmu."

Kata Rio atas kedua lainnya.

 

"Terima kasih banyak. Aku akan kembali setelah mengirim pesan ini. Apa kalian tidak masalah dengan bersantai di ruangan ini sampai aku selesai?"

Marco melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam sakunya.

 

"Ya, kami akan dengan senang hati melakukannya. Terima kasih telah memperhatikan pesannya."

Tinggal di kamar akan menjadi pilihan yang paling tidak melelahkan bagi Rio dan kedua gadis itu.

 

"Permisi."

Dengan kata-kata itu, Marco meninggalkan ruangan bersama prajurit itu.

 

◇◇◇◇

 

Marco keluar dari ruang tamu, meninggalkan Rio dan para gadis di belakangnya. Begitu dia melakukannya, dia didekati oleh sosok yang menunggu di lorong.

 

"Lama tidak bertemu, Tonteri-dono."

 

"Wah, bukankah ini Jean Bernard-dono. Lama tidak bertemu." Kata Marco kepadanya.

 

Dia adalah Reiss, meskipun dia menggunakan nama alias bangsawan Rubia dengan nama Jean Bernard.

 

"Aku minta maaf karena memanggilmu di tengah pertemuanmu." Reiss meminta maaf dengan sopan.

 

"Tidak masalah. Urusan apa yang dimiliki seorang bangsawan Istana Putri Sylvie di sini?"

 

"Aku punya sesuatu untuk didiskusikan denganmu mengenai tamu yang baru saja kamu temui."

 

"Apa itu?"

Marco melihat kembali ke pintu ruang tamu dan memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung.

 

"Ada seorang anak laki-laki dan dua anak perempuan. Anak itu adalah Ksatria Kehormatan Kerajaan Galarc bernama Haruto Amakawa — apa aku benar?"

 

"Y-Ya..... Bagaimana kamu bisa tahu itu?"

 

"Apa tujuan mereka di sini? Apa kamu mendengar sesuatu tentang rencana mereka?"

Reiss bertanya dengan senyuman licik.

 

"Mereka ingin mengirim pesan ke Kerajaan Galarc melalui artefak transmisi kami. Aku akan mengatur penginapan untuk mereka tinggali sementara mereka menunggu balasan, tapi sepertinya mereka berencana meninggalkan kota ini besok......"

Marco mengeluarkan kertas pesan dari sakunya dan mengangkatnya.

 

"Aku mengerti. Lalu apa pesannya?”

 

"Ini laporan untuk Raja Galarc. Dikatakan kalau dia telah mengamankan dua tokoh penting dan akan segera membawa mereka ke Kastil. Aku yakin yang dia maksud adalah dua gadis yang bersamanya, tapi..... Apa ada yang salah dengan itu?" Marco bertanya, mencurigai implikasi di balik pengintaian Reiss.

 

"Ini sangat rahasia, tapi......"

Marco melambaikan tangan kepada para prajurit di dekatnya.

 

"Kamu bisa pergi." Reiss memastikan tidak ada orang yang tersisa di lorong.

 

"Untuk saat ini, jangan kirim pesan itu ke Galarc. Tetapi beri tahu mereka kalau kamu telah melakukannya."

Perintah Reiss kepadanya.

 

Marco terkejut sejenak, tapi kemudian tertawa canggung.

"Kamu pasti bercanda. Jika mereka tahu aku melakukan hal seperti itu, Kerajaan Galarc mungkin akan membalas kita, kan?" Marco bertanya.

 

"Ini bukan lelucon. Aku juga tidak punya waktu untuk menjelaskannya."

Kata Reiss dengan nada yang benar-benar serius. Dia kemudian meraih kepala Marco dengan tangan kanannya.

 

"A-Apa?! Sungguh tidak sopa.....!"

Marco berjuang agar Reiss melepaskannya, tapi tangan kanan Reiss seperti catok di kepalanya. Cahaya redup bersinar dari telapak tangan Reiss.

 

"Ugh......"

Tubuh Marco tersentak, lalu ambruk ke llantai

 

"Whoa, dia..... Aku bisa mengerti dia seberat ini dengan sosok itu." Reiss menangkapnya dengan lembut

 

Tubuh Marco cukup besar, Reiss meminjamkan bahunya untuk bersandar. Dia kemudian mengambil kertas itu dari tangan Marco dan mulai menyusuri lorong.

 

"Apa ada orang di sana?"

Reiss memanggil. Dia berbelok ke sudut dan pergi ke lorong.

 

"Ya.....? Hah? Gubernur?"

Seorang tentara yang sedang berpatroli melihat mereka berdua dan bergegas.

 

"Kamu..... Seorang tamu, kan?"

Prajurit itu bertanya kepada Reiss dengan ragu.

 

"Benar. Namaku adalah Jean Bernard, dan aku seorang bangsawan Istana. Aku sedang mendiskusikan hal-hal penting dengan Tonteri-dono tiba-tiba pingsan —Sepertinya dia kurang tidur. Di mana aku bisa menemukan kamar tidurnya?"

Reiss menjelaskan situasinya kepada prajurit itu dengan nada putus asa.

 

"Hah....." Prajurit itu memiringkan kepalanya, bertanya-tanya apakah itu mungkin.

 

"Zzz..... Zzz......" Marco mendengkur dalam tidurnya.

 

"Hahaha..... begitu ya. Sungguh pendengkur yang mengerikan." Prajurit itu mencemoohnya dengan tidak tepat, sebelum menutup mulutnya dengan terkesiap.

 

"Ah, tolong berpura-puralah tidak mendengarnya."

 

"Tentu saja. Aku juga berpikiran sama."

Reiss setuju sambil tertawa.

 

"Heeh. Benar juga, jadi kamar gubernur ada di sana.  Biarkan aku membantumu."

Prajurit itu hampir mencibir lagi, tetapi dengan cepat bergerak untuk mendukung Marco di sisi lain Reiss.

 

Mereka tiba di kamar tidur Marco dalam waktu kurang dari satu menit dan membaringkannya di tempat tidur.

 

"Kerja bagus. Dengan Tonteri-dono seperti ini, aku akan pergi ke wakil gubernur dan menjelaskan situasinya. Kamu harus menuju ke ruang tamu dan memberitahu tamu Tonteri-dono kalau ada urusan mendesak yang akan datang, lalu tunjukkan mereka ke sebuah penginapan. Oh, dan beri tahu mereka kalau pesan mereka sudah terkirim." Kata Reiss.

 

{ TLN : Njir licik banget wkwkkw, si Rio lagi lengah sepenuhnya memang ini }

 

"Baik, Pak. Silakan lewat sini."

Kata prajurit itu dengan hormat, lalu mulai menunjukkan jalan kepada Reiss.

 

Setelah itu, Reiss pergi mencari wakil gubernur kota berbenteng itu dan menjelaskan hal-hal yang diperlukan. Setelah dengan hati-hati memilih kata-katanya untuk mencegah masalah terjadi kemudian, dia meninggalkan tempat itu. Begitu dia keluar dari sana, dia pindah ke hutan terdekat.

 

"Instans Motus."

Mengambil kristal teleportasi dari saku dadanya, dia menghilang seketika. Tujuannya masih di dalam Kerajaan Rubia — sebuah kamar di rumah Jean Bernard di Ibukota. Tempat itu pada dasarnya adalah rumah kosong tanpa adanya yang mengelola tempat itu.

 

"Sekarang, saatnya untuk membawa Hero dan Putri Sylvie dengan Putri Estelle sebagai hadiahnya. Aku juga harus membawa Arein dan yang lainnya. Waktunya untuk menyelesaikan sesuatu."

Reiss meninggalkan kediaman miliknya dan menuju ke Kastil.

 

◇◇◇◇

 

Setelah itu, Reiss mengunjungi Kastil Rubia. Posisinya sebagai Jean Bernard meski dibuat-buat, tetapi itu juga berguna di dalam Kastil. Kebanyakan orang tidak mengetahui keadaannya dan menghormatinya sebagai seorang bangsawan.

 

"Yang Mulia, Reiss telah tiba. Dia menunggu di ruang tamu....."

Reiss telah melewati gerbang Kastil untuk bertemu dengan Sylvie. Atas nama Ksatria pribadinya, Elena pergi ke ruangan tempat Sylvie mengurung dirinya untuk melaporkan situasinya.

 

"Aku akan segera menuju ke sana."

 

Sylvie telah duduk di sofa menatap keluar jendela dengan ekspresi muram, tetapi ketika dia mendengar kata-kata Elena, dia berdiri dan menghela napasnya dengan berat. Butuh beberapa menit baginya untuk bergerak dari tempatnya.

 

"Maaf membuatmu menunggu."

Sylvie memasuki ruang tamu dan menyapa Reiss dengan datar.

 

"Tidak masalah. Terima kasih telah tiba begitu cepat."

Kata Reiss, berdiri dari kursinya dan menjawab dengan senyum ramah.

 

"Apa kau di sini untuk Renji?"

Sylvie memotong basa basinya untuk menanyakan tujuannya ada di sini untuk bawahannya. Dia berjalan ke kursi di seberang Reiss dan duduk. Pada saat itu, Reiss juga duduk kembali.

 

"Itu bagian dari itu juga, tapi aku pikir hubungan kita bisa berlanjut ke tahap berikutnya juga."

Kata Reiss sambil tersenyum.

 

Sylvie segera mengerutkan keningnya.

"Tahap selanjutnya dari hubungan kita......?"

 

"Keadaan Kerajaan Rubia saat ini sangat tidak stabil, bukan begitu?"

 

"Menurutmu itu salah siapa?"

Sylvie berkata dengan dingin.

 

"Itu karena Kerajaan Rubia adalah negara kecil, tentu saja." Kata Reiss tanpa rasa takut.

 

"............."

Sylvie memelototi Reiss dengan amarah yang mendidih. Dia biasanya bisa menahannya hanya dengan alis berkerut di wajahnya, tapi auranya lebih bermusuhan dari biasanya hari ini.

 

"Dengan kesehatan Raja yang buruk, kamu menangani setengah dari tugas Kerajaan ini sekarang. Aku yakin kamu lebih dari sekadar sedikit terlalu banyak bekerja."

Kata Reiss dengan ekspresi dingin.

 

"Aku sedang dalam suasana hati yang mudah tersinggung sekarang. Aku tidak berniat menghibur ucapanmu yang bertele-tele dan menghina. Langsung ke intinya."

 

"Kalau begitu, aku akan bertanya terus terang: apa kamu berpihak kepada Kerajaan Galarc, atau apa kamu menukar kesetiaanmu dengan Kekaisaran Proxia? Aku akan menghargai jawaban langsung darimu."

Kata Reiss dengan berani.

 

"Aku khawatir aku tidak bisa membuat keputusan itu sendiri." Jawab Sylvie.

 

"Dan aku katakan sudah saatnya kamu berhenti membuat alasan. Seperti yang aku katakan, sudah waktunya kita pindah ke tahap selanjutnya dari hubungan kita."

Kata Reiss, tidak akan membiarkan Sylvie mengabaikan pertanyaannya.

 

"Kalau begitu, berhentilah melakukan tindakan itu. Seperti yang sudah aku katakan, langsung ke intinya."

Sylvie menatap langsung ke arah Reiss.

 

"Aku tidak sedang berakting, tapi..... Ah, kurasa ini pasti kebiasaan burukku. Izinkan aku untuk mengulangi pertanyaanku. Apa Kerajaan Rubia memiliki niat untuk mengubah kesetiaannya dari Galarc ke Proxia?"

 

"Itu tergantung pada kondisi."

 

"Yah, itu perubahan yang disambut baik dari sikapmu di awal. Kita belum saling kenal selama itu, tapi kurasa semua interaksi kita telah menambah sesuatu."

Kata Reiss, tersenyum senang.

 

Sebaliknya, Sylvie mencemoohnya.

"Haaa."

 

"Aku kira perubahan hatimu adalah karena kekalahan dari sang Hero tempo hari."

 

"Aku tidak berubah sama sekali. Aku masih membencimu seperti dulu. Cara-caranya negaramu juga." Kata Sylvie, dengan jelas menyangkal pengamatan Reiss.

 

"Aku menemukan kontras dari rasa tegasmu yang sangat menguntungkan. Kurangnya sisi licikmu membuatmu sangat mudah untuk dihadapi."

 

"Itu karena aku membenci orang sepertimu, yang tidak memiliki apapun selain sisi licik."

 

"Aku sudah sering mendengarnya."

 

"Bukan itu yang penting sekarang. Cepat kembali ke intinya." Kata Sylvie, menghela napasnya.

 

"Terus terang adalah apa yang kaku inginkan, ya? Lalu jika aku boleh bertanya, seperti apa kondisi akan membuatmu bertukar kesetiaan dari Galarc ke Proxia?"

 

"Ada beberapa..... Tapi pertama-tama, kami tidak ingin membentuk aliansi dengan negara yang tidak kami mengerti. Kelebihan apa yang akan diperoleh pihak Proxia dengan memiliki hubungan dengan Kerajaan kecil seperti Rubia sebagai sekutu? Mengapa kau begitu tertarik dengan Kerajaan kami?"

Sylvie tidak akan membiarkannya berbohong dari ini, dan dia menatapnya untuk menekankan hal itu.

 

"Hmm..... Kalau begitu mari kita bicara dari hati ke hati, oke? Namun, jawabannya sangat sederhana — Alasan mengapa Rubia cukup menarik perhatianku adalah karena kamu mulai menjalin persahabatan yang baik dengan sang hero, Renji." Jawab Reiss dengan lancar.

 

"A-Apa...?"

Jawaban tak terduga itu membuat Sylvie tercengang. 

 

"Kekaisaran Proxia menginginkan seorang hero, kamu tahu, tapi sayangnya di sana tidak satu pun hero yang dipanggil di dalam perbatasan kaki. Jadi aku mengawasi semua hero yang dipanggil di negara-negara terdekat, dan saat itulah aku menemukannya."

Reiss melanjutkan penjelasannya tanpa memperhatikan keadaan syok Sylvie.

 

"Kurasa aku menemukannya sesaat sebelum bertemu denganmu, kan? Tapi terbukti kalau Renji memiliki kepribadian yang sulit untuk dihadapi. Fakta kalau dia telah bekerja sebagai petualang berarti dia mungkin tidak berniat bersekutu dengan Kerajaanmu, tapi saat aku mencoba mencari solusi, aku mengetahui kalau dia telah bertemu denganmu dan menjalin persahabatan denganmu. Jadi aku berpikir bisa menggunakannya."

Kata Reiss, menyimpulkan.

 

"Menjijikkan. Kau benar-benar sangat hina."

Kata Sylvie, mencemoohnya.

 

"Oh, apa aku sedikit terlalu langsung? Aku pikir kamu ingin memahami niatku."

 

"Terserahlah..... Dan aku masih tidak mengerti. Menurutmu apa yang bisa kau gunakan?"

 

"Tentu saja, aku berpikir kalau aku bisa menggunakan sandera."

 

"Maksudmu Estelle?"

 

"Benar sekali. Orang dapat berfungsi sebagai sandera bahkan tanpa diculik. Selain Estelle, kamu juga menjadi keberadaan yang tak tergantikan bagi sang hero, apa kamu sadar? Cukup baginya untuk bertarung demi dirimu." Kata Reiss dengan sadar.

 

"Apa kau telah memprediksi situasi ini sejak kau menculik Estelle.....?"

Dengan kata lain, apakah Reiss memikat Renji untuk menyaksikan situasi penyanderaan, lalu membuatnya kalah dari Lucius untuk mendapatkannya sebagai bawahannya?

 

"Tepat. Berkat itu, selama Kerajaan Rubia bergabung dengan Proxia, kami akan dapat menekan risiko sang hero akan memberontak. Tidakkah kamu setuju?"

Reiss berkata dengan lancar, seolah-olah jelas itulah alasan di balik tindakan Kekaisaran Proxia.

 

Sylvie membuang perasaannya dengan pahit.

"Kau, Kau sangat hina......"

 

Rupanya perkataan itu seperti pujian untuk Reiss, yang mengucapkan terima kasih sambil tersenyum.

"Aku merasa terhormat menerima pujian seperti itu."

 

"............."

Sylvie mengerutkan keningnya, tidak dapat berbicara lebih jauh.

 

"Apa aku telah memenuhi syaratmu untuk memahami niatku?" Reiss bertanya.

 

Sylvie mengangguk dengan alis berkerut.

"Aku kira kau bisa mengatakan itu......"

 

"Kalau begitu, izinkan aku menawarkan beberapa manfaat menarik untuk mengantisipasi kerja sama di antara kita."

Kata Reiss, mengubah topik pembicaraan.

 

"Pertama, jika Kerajaan Rubia pernah menghadapi konflik dengan musuh selanjutnya, Kekaisaran Proxia akan mengirimkan Ksatria udara untuk membantu melawan pasukan musuh. Kami juga akan mengirim lebih dari demi-dragon untuk membentuk skuadron kecil untuk pasukanmu. Selain itu, kami akan menyediakan sejumlah besar dana dan sumber daya untuk membantu pengembangan teknologi Kerajaanmu."

Kata Reiss, menjelaskan daftarnya.

 

Sylvie sedikit tertegun terlepas dari dirinya sendiri. 

"Itu tawaran yang tidak bisa dipercaya......"

 

Memang benar, tidak pernah terdengar bagi negara besar untuk menawarkan kondisi yang menguntungkan seperti itu kepada negara kecil. Kerajaan Galarc jelas tidak melakukan banyak hal untuk Rubia.

 

"Aku dapat menawarkan lebih banyak manfaat dari itu. Seperti mengembalikan orang yang paling kamu inginkan secara pribadi, misalnya."

Kata Reiss dengan sugestif.

 

Silvi terkesiap.

"Kau akan mengembalikan Estelle kepada kami.....?"

 

"Tentu saja. Jika kmau mau bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang aku hadapi saat ini, aku dapat mengembalikannya sedini mungkin — Bahkan tanpa jawabanmu resmi dari Kerajaanmu.

Kata Reiss, menyeringai dengan seram.

 

"..........."

Ekspresi Sylvie menegang — dia menahan diri untuk secara refleks menyetujui kondisinya.

 

"Bagaimana dengan itu? Masalah yang aku hadapi agak mendesak, kamu tahu. Bahkan jika aku menerima bantuan dari hero, aku masih harus pindah ke tempat bawahanku yang lain sedang menunggu. Jika aku tidak dapat menerima jawaban darimu malam ini, aku khawatir kembalinya Putri Estelle harus ditunda ke hari lain......" Kata Reiss, secara tidak langsung menekan Sylvie untuk mendapatkan jawaban.

 

"Aku tidak bisa membuat keputusan tanpa mendengar detailnya. Ceritakan lebih banyak."

Kata Sylvie dengan ekspresi serius.

 

Reiss tertawa, lalu mulai menjelaskan situasinya.

"Wah, tidak ada yang tidak bisa diselesaikan selama Kerajaan Rubia bersekutu dengan Proxia. Kamu tahu, ada seorang Ksatria tertentu dari Kerajaan Galarc yang berada di dalam wilayah Rubian sekarang......"

 

◇◇◇◇

 

Malam itu, seseorang dari benteng mengatur sebuah penginapan untuk Rio, Christina, dan Flora untuk tinggal. Mereka harus menunggu balasan dari Galarc di pagi hari, tetapi jika mereka belum mendapat balasannya, malan jawabannya bisa datang di siang hari, jadi mereka  berangkat ke kota berbenteng sedikit lebih awal. Penginapan yang mereka tinggali adalah yang terbaik di kota, dan mereka tiba di kota berbenteng dalam waktu singkat.

 

"Apa kalian tidur nyenyak semalam?"

Rio bertanya kepada Christina dan Flora selama perjalanan singkat yang mereka lakukan.

 

"Memang tidak sebagus tempat tidur yang ada di rumahmu, tapi aku tidur nyenyak." Kata Christina.

 

"Aku juga. Aku sudah terbiasa mandi beberapa hari terakhir ini, jadi yang di sini rasanya kurang memuaskan." Jawab Flora sambil tertawa kecil.

 

"Aku merasakan hal yang sama tentang tentang kamar mandinya. Mengingat bagaimana kita harus kembali ke Rodania, kamu harus lebih terbiasa dengan fasilitas itu. Lagipula di Rodania tidak ada fasilitas seperti itu."

Kata Christina sambil tersenyum masam.

 

Saat itu, gerbang kota berbenteng mulai terlihat. Mereka menyeberangi jembatan sebelum gerbang untuk menemukan penjaga gerbang yang sama seperti kemarin berdiri di sana.

 

"Silakan jalan terus."

Penjaga itu melihat wajah mereka dan membiarkan mereka lewat tanpa ribut-ribut.

 

[ Kami baru saja datang kemarin, jadi tidak aneh jika dia mengingat wajah kami, tapi..... Bukankah ekspresinya sedikit kaku? Apa dia bekerja sepanjang malam? ]

 

Rio memperhatikan wajah penjaga itu yang anehnya tegang saat Rio melewatinya. Namun, Rio tidak memedulikannya lebih jauh dan memimpin jalan melewati gerbang. Ada halaman terbuka melewati gerbang di mana matahari bersinar terang.

Tidak ada tanda-tanda orang lain di halaman, tetapi ketika mereka maju lebih jauh ke dalam kota berbenteng, mereka menemukan tiga swordman dengan pedang ditangannya yang mengenakan mantel.

 

Selanjutnya, tembok benteng dan menara pengawas dipagari dengan kerumunan tentara. Di antara mereka adalah Marco, gubernur yang menyambut mereka kemarin. Dia memandang rendah mereka dengan ekspresi yang bertentangan.

 

[ Apa yang terjadi? ]

 

Pada titik inilah Rio meningkatkan kewaspadaannya;  dia melepaskan esensi sihirnya ke udara dan menggabungkannya ke atmosfer. Dia kemudian mengaktifkan spirit art-nya untuk mencari dalam radius lebih dari sepuluh meter.

 

Kemudian, pintu gerbang masuk terbanting di belakang mereka.

"Heh?"

 

"Eek!"

Suara terguncang Christina dan Flora bisa terdengar dari belakang Rio.

 

[ Ada tentara di luar gerbang, tapi tidak ada di belakang kami. Mereka menutup gerbangnya, jadi mereka tidak akan masuk. Musuh hanya ada di depan dan di sepanjang dinding..... ]

 

Rio telah mengumpulkan informasinya sejauh itu, ketika para prajurit di dinding benteng menarik kembali busur mereka dan menembakkan panah mereka sekaligus.

 

"Tetaplah di belakangku."

Kata Rio kepada dua di belakangnya. Tembakan anak panah yang tak terhitung jumlahnya datang ke arah mereka bertiga.

 

"Heh?!"

 

Rio menghunus pedangnya dan menciptakan lingkaran angin di sekitar Christina dan Flora, melindungi mereka berdua. Hujan panah membuat lintasannya diubah oleh dinding angin dan membuat anak panah itu tertusuk ke tanah. Para prajurit menatap pemandangan itu dalam keheningan dan ekspresi tercengang.

 

"Bajingan! Beraninya kau membunuh kapten!"

 

Yang terbesar dari tiga swordman yang memakai bermantel berdiri sepuluh meter sebelum Rio melepas tudungnya dan berteriak padanya.

 

[ Dia adalah orang yang bersama Reiss saat kami pergi dari Cleia ke Rodania..... ]

 

Arein, Luci, Ven. Tiga bawahan Lucius. Mereka bertiga menghunus pedang mereka dan melantunkan melafalkan mantra bersama.

 

"Augendae Corporis!"

 

[ Jika tidak salah, mereka bertiga menggunakan pedang sihir mereka bersama dengan peningkatan kemampuan fisik mereka untuk meningkatkannya menjadi dua kali lebih kuat. ]

 

Rio segera mengingat cara mereka bertiga bertarung dan menuangkan esensi sihir ke dalam pedangnya. Di saat yang sama, Arein dan yang lainnya berpencar dan mendekati Rio dari tiga arah.

Rio menguatkan pedangnya dan mengayunkannya bukan ke arah mereka bertiga, tetapi ke arah langit di atas. Ledakan luar biasa bergemuruh, mengirimkan angin dingin yang ganas ke seluruh area.

 

"Apa?!"

 

Serangan Rio telah diarahkan ke arah seorang anak laki-laki yang memegang tombak. Dia telah bersembunyi di atas gerbang untuk menyergap mereka. Matanya melebar saat melihat betapa mudahnya serangan mendadaknya dihentikan.

Terlepas dari kenyataan kalau dia telah mengayunkan tombaknya dengan momentum jatuh dari atas, dia kehilangan kekuatan dan didorong mundur jauh.

 

"Guh!"

 

Renji terlempar, sedikit kehilangan keseimbangan dan mendarat kembali di atas gerbang. Saat itulah Rio bisa melihat wajah lawannya — dia adalah Kikuchi Renji, laki-laki dari Jepang yang dipanggil sebagai hero.

 

"Hero kelima......?"

Kata Rio kepada dirinya sendiri ketika dia melihat penampilan Jepangnya yang jelas dan tombak yang tampak seperti divine arms di tangannya.

 

Renji menatap Rio dengan tatapan tajam.

 

"Oi, pemula! Seranganmu itu menyedihkan!"

Lucci berteriak marah pada Renji.

 

"Hmph......"

Renji mendengus kesal dan mengangkat tombaknya.

 

[ Distorsi mana dan serangan angin dingin yang dia lancarkan....... Dia bisa mengendalikan udara. ]

 

Rio menuangkan esensi ke pedangnya sekali lagi.

"Photon Projectilis!"

 

Arein dan orang-orangnya menggunakan mantra sihir peluru foton untuk menyerang. Dengan perhatiannya terfokus ke Renji, Rio mendapat serangan terkonsentrasi. Namun, dia memusatkan dinding angin di sekelilingnya ke arah depan dan memblokirnya.

 

Pada saat yang sama, tombak es yang tak terhitung jumlahnya jatuh dari atas — Serangan itu berasal dari Renji. Rio mengayunkan pedangnya dan melepaskan serangan berbalut angin untuk menebas tombak es itu.

 

"Tch." Renji mundur dengan tergesa-gesa, bersembunyi dari tembakan itu.

 

[ Baik yang ada di atas, tiga orang yang di depan, maupun para prajurit di dinding tidak mendekat. ]

[ Betapa merepotkannya. Mereka hanya fokus untuk memprovokasi diriku. Untuk kelompok yang menunggu dalam penyergapan, mereka sangat berhati-hati. ]

 

Rio menganalisis taktik musuh. Karena dia harus melindungi Christina dan Flora, dia berada dalam situasi yang sama dengan ketika dia melawan Lucius. Dia bisa menghancurkan mereka satu per satu jika dia bisa bergerak bebas, tetapi dengan orang-orang yang harus dilindungi, gerakannya terbatas. Namun, mereka tidak mengancam seperti Lucius, yang mampu bergerak melalui dimensi ruang waktu.

 

"Apa kalian berdua baik-baik saja?"

Rio bertanya kepada dua orang di belakangnya.

 

"Ya." Jawab Christina. Dia memeluk Flora untuk melindunginya.

 

"Tiga orang di depanku adalah bawahan dari Lucius, dan satu orang di atas gerbang mungkin adalah hero kelima. Mereka juga tampaknya memiliki tentara dari kota berbenteng di pihak mereka..... Aku tidak mengerti apa yang terjadi." Kata Rio kepada mereka.

 

"Amakawa-dono, apa ada yang bisa kami lakukan?"

 

"Bisakah kalian berdua menciptakan sihir penghalang? Dan sebaiknya pertahankan selama tiga puluh detik?"

 

Christina dan Flora bertukar tatapan sebelum mengangguk. "Baik......"

 

"Setelah isyaratku, berdirilah saling membelakangi di dalam gerbang dan gunakan sihir itu. Aku akan mengurangi kekuatan musuh dalam tiga puluh detik."

 

Jika musuh tidak akan melakukan gerakan terlebih dahulu, maka Riolah yang akan melakukannya. Christina tertegun karena itu.

 

"Aku mengerti. Kami siap kapan pun."

Jawab Christina kepada Rio.

 

"Lalu...... Mulai!" Kata Rio dengan lantang.

 

"Ayo lakukan, Flora!"

 

"Baik!"

 

Christina dan Flora berdiri saling membelakangi di dalam gerbang.

"Magicae Murum!"

 

Mereka berdua melafalkan mantra itu bersama. Lingkaran sihir segera muncul di hadapan kedua gadis itu, menciptakan dinding cahaya raksasa di depan mereka.

 

Rio merasakan gelombang esensi sihir di belakangnya dan mengirim semburan angin kencang ke arah tiga orang yang datang untuk menyerangnya.

 

"Ngh......"

 

Mereka bertiga melompat tinggi dan menghindari serangan itu, tetapi Rio menendang tanah dan mendekati Lucci, yang berada tepat di depannya.

 

"Haa! Ini untuk kapten!"

Lucci menyeringai sengit, mengayunkan pedangnya ke arah Rio. Pedang mereka saling bentrok, tapi Rio menang dengan kekuatan dan menjatuhkan pedang Lucci, membuatnya menabrak dinding.

 

"Urgh, bangsat....." Ekspresi Lucci berubah kesal.

 

Pada titik ini, perhatian Rio dialihkan ke Ven, yang masih di udara dari lompatannya dan tidak bisa bergerak. Rio mengirim esensi ke pedangnya dan mengarahkan ujung pedangnya ke arahnya.

 

"Ha......!"

Dia menembakkan semburan angin untuk menerbangkan Ven kembali ke dinding.

 

Sepertinya tidak ada lawan yang tangguh di antara prajurit kota berbenteng, hanya menyisakan Arein dan Renji. Dan sudah sepuluh detik telah berlalu.

 

"Pemula! Ambil para Putri!"

Arein mendarat di tanah dan berteriak kepada Renji di atas gerbang.

 

"Tch......."

Renji ragu-ragu sejenak, lalu melompat turun dari gerbang. Dia menuangkan esensi ke tombak di tangannya untuk menyerang penghalang sihir yang dimiliki Christina.

 

Christina menegang.

"Eek.....!"

 

"Apa?!"

 

Namun, ujung tombak yang diayunkan Renji membeku hanya beberapa inci sebelum menyerempet dinding. Rio telah menahan tombaknya dan menangkap tombak itu dengan pedangnya.

 

Mengangkat pedangnya secara vertikal ke atas, dia menangkis tombak itu. Dengan langkah mundur yang cepat, Renji mencoba untuk mengambil jarak dari Rio, tetapi Rio menangani tubuh Renji yang tidak terlindungi.

 

"Guuh......!"

Kekuatannya berkurang berkat backstep, tapi Renji terpukul mundur secara dramatis.

 

"A-Ada apa dengan orang ini.....?"

Renji bangkit setelah berguling-guling di tanah dan menanyai Arein di sampingnya.

 

Arein memelototi Rio dengan kebencian.

"Haah! Dialah orang yang membunuh orang yang membuatmu babak belur."

 

"Apa.....?" Mata Renji bergetar.

 

"Kalian bisa menghilangkan barrier-nya untuk saat ini. Tetaplah tersembunyi di bawah gerbang, tapi hati-hati dengan musuh di sisi lain."

Rio memperhatikan Renji dan Arein saat dia berdiri di depan gerbang, menghalangi jalan mereka menuju Flora dan Christina yang dia ajak bicara. Dia mengirim esensi ke pedangnya agar bisa bereaksi pada saat itu juga.

 

"Baik."

Segera setelah mereka menjawab, Christina dan Flora menghentikan barrier sihir yang telah mereka ciptakan.

 

"Ini memang menyebalkan, tapi dia punya kekuatan yang luar biasa. Benar-benar berbeda darimu. Kau bahkan tidak bisa melindungi Putri Sylvie dan Putri Estelle, bukan?"

Arein berkata kepada Renji dengan seringai mengejek.

 

Renji balas menatapnya.

"Diam......" Renji kemudian berbalik untuk menatap Rio.

 

[ Aku memahami permusuhan para tentara bayaran itu, tetapi mengapa sang hero memiliki begitu banyak agresif terhadapku? Mungkin aku harus mencari tahunya lebih dalam. ]

Pikir Rio dalam hati, lalu mengambil keputusan.

 

"Apa kau hero dari Kerajaan Rubia?"

Rio bertanya, menatap Renji.

 

"Hmph." Renji hanya mendengus dengan kesal.

 

"Aku gagal memberitahumu kemarin, tetapi dua orang yang bersamaku adalah Putri Christina dan Putri Flora dari Kerajaan Beltrum. Apa aku bisa menganggap serangan ini di asumsikan atas hal itu?"

 

Rio berkata kepada gubernur bersembunyi di sudut tembok benteng. Arein telah melihat gadis-gadis itu dan menyebut mereka Putri selama pertarungan berlangsung, jadi dia percaya para prajurit kota berbenteng itu telah bekerja sama dengan Arein sambil mengetahui kebenarannya.

 

"Ap......."

Ekspresi Marco berubah ketakutan saat dia mencoba membuka mulutnya. Tapi sebelum dia bisa, mantra serangan yang tak terhitung jumlahnya mulai menghujani halaman benteng.

 

"Ngh......."

Rio mengayunkan pedangnya dan melepaskan hembusan angin untuk membelah mantra sihir serangan itu dan membatalkannya. Pandangannya terbuka untuk melihat sosok Ksatria wanita yang menunggangi Griffin.

 

[ Hmm? Di mana aku pernah melihat perempuan ini sebelumnya? ]

 

Ada seorang Ksatria wanita di antara mereka yang mengenakan baju zirah berornamen yang tampak familiar baginya. Tentu saja Rio — Pernah bertemu dengannya di perjamuan di Kerajaan Galarc. Orang itu adalah Putri Pertama Sylvie.

 

"Tidak mungkin..... Kau bisa memblokir itu?"

Sylvie menatap Rio dengan mata melebar, ekspresinya terkejut.

 

"A-Amakawa-dono. Bendera yang dipegang pasukan Griffin itu adalah milik Keluarga Kerajaan Rubia! Dan orang di sana adalah Putri Sylvie!"

Christina berteriak dari bawah gerbang, menunjuk ke arah Griffin.

 

[ Yang artinya Kerajaan Rubia adalah bagian dari seluruh situasi ini. Jika tiga tentara bayaran ada di sini, maka Kekaisaran Proxia juga terlibat? ]

Rio langsung memikirkan hal itu.

 

"Semua unit, serang dari atas! Bunuh laki-laki itu apapun yang terjadi!"

Sylvie mengarahkan pedangnya ke arah Rio dan memberi perintah kepada pasukan Griffin di sekitarnya untuk menyerang, lalu segera menembakkan seberkas cahaya esensi dari pedangnya. Ksatria wanita lain yang mengendarai Griffin juga menggunakan mantra untuk membombardir Rio dengan banyak serangan.