Ballad of Vengeance – Extra Story
WAJAH TERTIDUR RIO
Suatu hari, beberapa hari sebelum berangkat ke Kekaisaran Proxia, Rio mengunjungi rumah batu sendirian; Celia dan Aishia tetap berada di Rodania.
Karena makan dengan Liselotte direncanakan untuk besok, dia memberi tahu para penghuni rumah batu kalai dia tidak akan kembali ke Rodania malam itu.
"Apa itu berarti kamu akan menginap, Onii-chan?!"
Latifa bertanya dengan gembira. Dia telah mengamankan tempat duduk di samping Rio di ruang tamu.
"Ya, itulah rencananya."
"Asyik!"
Latifa menempel dengan Rio sambil bersorak gembira.
"Kamu terlalu erat memelukku, Latifa."
Kata Rio dengan ekspresi sedih.
"Itu artinya kita harus mengadakan pesta malam ini."
Kata Orphia sambil tersenyum.
Latifa langsung mendukung ide tersebut.
"Setuju! Aku juga akan membantu!"
Gadis-gadis yang lainnya juga menawarkan bantuan memasak.
"Aku akan membantu melakukan sesuatu juga."
Kata Rio, menambahkan.
"Kamu baru saja kembali, jadi kamu harus istirahat. Kami yang akan memasak malam ini."
Kata Sara kepadanya.
Alma mengangguk setuju.
"Itu benar. Dan ini masih terlalu awal untuk makan malam."
"Kamu harus mandi dan bersantai dulu."
Kata Miharu, mendorong Rio untuk beristirahat juga.
"Baiklah..... Aku akan menerima tawaran itu."
Jadi, telah diputuskan kalau semuanya akan membuat makan malam untuk Rio. Dia mandi di rumah batu untuk pertama kalinya, untuk menghilangkan rasa lelahnya, lalu kembali ke ruang tamu dengan rambut masih basah. Sepertinya para gadis mulai memasak di dapur, karena dia bisa mendengar mereka mengobrol satu sama lain dengan harmonis.
[ Agak sulit untuk bersantai sambil menyerahkan semua pekerjaan rumah kepada semuanya..... ]
Rio berpikir sambil duduk di ruang tamu.
Rio membagi pekerjaan rumah secara merata dengan Celia di Rodania, tetapi meskipun begitu Celia selalu membersihkan semuanya terlebih dahulu, jadi memiliki waktu luang seperti itu adalah hal baru.
[ Mungkin aku harus membaca buku. ]
Dengan keputusan itu, Rio berdiri dan menuju ke rak buku di ruang tamu, memilih buku secara acak dan kembali ke sofa.
Sambil mendengarkan suara gadis² yang bersemangat itu, dia membuka buku itu dan dalam diam mengalihkan pandangannya ke setiap halaman di dalamnya. Namun, karena dia telah mandi sebelumnya, hal itu pastinya telah menghangatkan tubuhnya dan membuatnya mengantuk, karena tak lama setelah itu dia mulai tertidur. Beberapa menit kemudian, matanya terpejam saat dia tertidur di sofa.
Beberapa waktu berlalu.
"Zzz......."
Rio bernapas pelan dalam tidurnya.
"Haruto-san.....?"
Miharu datang ke ruang tamu, memperhatikan Rio tertidur di sofa. Dia berjalan ke arahnya dan memanggil namanya, memastikan kalau tidak ada jawaban, sebelum membawa selimut dari ruangan lain dan dengan perlahan menutupi tubuh Rio dengan itu.
"Hehe."
Miharu tersenyum bahagia saat melihat wajah polos Rio; dia akan membangunkannya ketika sudah mendekati waktu makan malam. Dia akan kembali ke dapur dengan pemikiran itu, tetapi dia enggan untuk meninggalkan pemandangan berharga dari wajah Rio yang sedang tertidur di belakangnya dan terus menonton.
Namun, Miharu tidak bisa menunda kepergiannya terlalu lama, jadi dengan tekad kuat, dia berbalik untuk kembali ke dapur, ketika—
"La-?!"
Sebelum Miharu menyadarinya, Latifa berdiri di belakangnya, menutupi mulutnya.
"Ssst! Kamu bisa mengagetkan Onii-chan jika kamu berteriak begitu."
Latifa berbisik kepadanya, duduk di samping Rio dan memeluknya seolah itu adalah hal yang paling biasa yang sering terjadi.
"A-Apa yang sedang kamu lakukan, Latifa?"
Miharu bertanya, berkedip berulang kali.
"Kamu terlihat seperti ingin dimanjakan oleh Onii-chan, jadi aku menunjukkan kepadamu contoh bagaimana melakukannya."
"A-Aku tidak berpikir seperti itu."
Kata Miharu, membantahnta dengan bisikan bingung.
"Mm..... Latifa?"
Rio secara alami terbangun karena suara kebisingan itu dan memperhatikan Latifa duduk di sampingnya.
"Ya. Aku akan membangunkanmu ketika waktunya makan, jadi kamu bisa terus tidur."
"Oke."
Rio tertidur kembali tanpa memperhatikan kehadiraj Miharu, mungkin karena dia terbiasa dengan Latifa yang menempel padanya, atau mungkin karena dia penjagaannya sedang turun.
Setelah itu, Latifa terus menempel kepada Rio sampai dia puas.
"Dan beginilah caramu bersikpa manja di sekitar Onii-chan."
Kata Latifa kepada Miharu dengan sombong, yang sedang berdiri diam tanpa suara.
"Kamulah satu-satunya yang bisa melakukan itu, Latifa....." Jawab Miharu sedikit jengkel dan sedikit iri.
LEMARI CELIA SENSEI
Sebelum Rio berangkat ke Kekaisaran Proxia, di Mansion yang diterima Rio dari Restorasi di Rodania.....
Suatu pagi, Celia mengenakan sedang memakai pakaian dalamnya, menatap pakaian yang tersebar di tempat tidurnya. Pakaian² itu semua adalah pakaian kasual yang di belinya di toko cabang Ricca Guild, dan setiap bagiannya di desain dengan imut.
"Hmm, yang mana ya yang harus aku pakai?"
Celia bergumam dalam pikiran, mencoba memutuskan pakaiannya untuk hari itu.
"Celia."
Aishia tiba-tiba muncul di dalam ruangan itu; dia telah tidur di kamar Celia dalam bentuk rohnya tari malam. Dia muncul sambil menguap mengantuk, seolah-olah dia baru saja bangun.
"Oh! Selamat pagi, Aishia."
Celia memakai pakaian dalamnya, tetapi dia tampak benar-benar terbiasa dengan situasi ini.
"Pagi. Apa kamu sedang memilih pakaian?"
"Ya. Aku tidak bisa memutuskan mana yang terbaik untuk dipakai saat aku berbelanja hari ini. Aku tahu — bisakah kamu memberikanku pendapatmu tentang pakaian mana yang harus aku kenakan?"
"Kamu membeli semua yang ada di sini dengan Haruto, jadi aku yakin dia akan senang dengan apapun yang kamu pilih."
Kata Aishia, menebak dengan tepat persyaratan Celia.
"A-Aku tidak pernah mengatakan kalau aku sednag memilihnya demi Rio!"
Celia membantah dengan ekspresi memerah.
Celia kemudian melanjutkan ucapannya dengan nada yang agak pelan.
"T-Tapi..... Aku akan pergi dengan Rio, dan saat kita bersama dia harus melihatku, jadi tidak ada salahnya untuk memakai sesuatu yang sesuai dengan selera Rio."
"Jika begitu, apa kamu ingin menanyakannya kepada Haruto?"
"I-Itu tidak perlu. Aku yakin dia memiliki persiapan sendiri untuk dilakukan."
"Kamu tidak perlu memanggilnya ke sini. Aku dapat secara telepati membagikan apa yang aku lihat dan aku dengar dengan Haruto dari jarak dekat."
"Kamu bisa melakukannya hal itu?"
Kemungkinannya sangat tidak terbatas dengan spirit art, banyak hal yang berhubungan dengan spirit art yang mengejutkan Celia bahkan sampai hari ini.
"Ya. Hal itu hanya dimungkinkan untuk roh dan pemegang kontrak dengan jalur yang terhubung."
"Mudahnya!"
"Hal ini memiliki lebih banyak batasan daripada hanya berbicara secara telepati, tapi aku seharusnya bisa menunjukkanmu kepada Haruto dari jarak ini."
Kata Aishia, menatap Celia dengan penuh perhatian.
"Begitu ya... Kalau begitu mungkin aku akan menerima tawaranmu..... Tunggu, aku memakai sedang memakai pakaian dalam! B-Berhenti! Jangan lakukan itu! Kamu tidak menunjukkannya kepada Haruto seperti apa aku sekarang, kan ?!"
Pagi itu adalah pagi yang penting bagi Celia.
ELEMENTAL ☆ FESTIVAL MUSIM PANAS!
Di musim panas kali ini, Amakawa Haruto pergi ke festival Tanabata bersama teman-temannya. Dia berangkat ke tempat pertemuan yang sudah dijanjikan di dekat lokasi festival ketika langit mulai redup.
"Amakawa Senpai."
Sebuah suara imut memanggil namanya. Haruto menoleh ke arah suara itu.
"Rikka-chan."
Gadis itu adalah Minamoto Rikka, juniornya dari SMA-nya. Rambut panjangnya yang biasanya dia turunkan, saat ini diikat dengan gaya pendek, dan dia duduk di bangku dengan mengenakan yukata putih bermotif bunga. Di tangannya ada kipas uchiwa yang telah dibagikan di jalan-jalan dekat festival; dia menggunakannya untuk mengipasi dirinya dengan angin yang sejuk.
"Selamat malam, Amakawa Senpai."
Rikka menyapa Haruto dengan suara cerah.
"Selamat malam, Rikka-chan. Kamu datang dengan memakai yukata-mu."
"Ya. Apa itu terlihat bagus?"
"Ya, sangat cocok untukmu. Kamu memberikan perasaan yang berbeda ketika rambutmu terikat — Aku terpesona karenanya."
"Terima kasih."
Kata Rikka dengan senyum malu-malu.
"Apa sudah ada yang lainnya di sini?"
Haruto melihat sekelilingnya.
"Belum. Yang lainnya belum datang, jadi aku yang pertama tiba. Dan itu menjadikanmu yang kedua, Amakawa Senpai. Kemari, duduk dekatku."
Rikka menunjuk ke ruang kosong di bangku di sampingnya.
"Jika kamu tidak keberatan, permisi."
Haruto duduk tepat di sebelah Rikka.
"Aku senang hari ini cerah."
"Ya. Namun, hari ini agak panas."
Haruto mencatat kalau dia berkeringat meskipun dia hanya berjalan dari jarak pendek.
"Kalau begitu aku akan berbagi angin sejuk ini denganmu." Kata Rikka mengipasi uchiwa di tangannya ke arah Haruto.
"Terima kasih. Rasanya menyenangkan."
Kata Haruto sambil tersenyum.
Haruto dengan santai melihat sekeliling dan melihat sebuah kios yang menjual minuman.
"Rikka-chan. Apa kamu menyukai ramune?"
Haruto bertanya kepadanya.
"Heh? Ya." Rika mengangguk.
"Tunggulah sebentar."
Kata Haruto, berdiri dan menuju ke kios.
Dia menyerahkan beberapa uang kembalian kepada pemilik kios dan menerima sebotol ramune dan dua cangkir kertas sebelum kembali.
"Satu botol terlalu banyak untuk satu orang, jadi maukah kamu meminumnya bersamaku? Ini juga terima kasihku karena telah mengipasiku."
Katanya, menyerahkan cangkir kertas itu kepada Rikka.
"Terima kasih banyak. Dengan senang hati aku menerimanya."
Rikka tertawa kecil, menerima cangkir itu.
"Ini."
Haruto pertama-tama menuangkan ramune ke dalam cangkir Rikka.
"Aku akan menuangkannya untukmu juga, Amakawa Senpai."
Kata Rikka, meletakkan cangkir dan uchiwanya di bangku dan mengambil botol dari Haruto, menuangkan minuman ke cangkir kertasnya.
"Terima kasih."
"Ramunenya enak, tapi aku tidak benar-benar mendapat kesempatan untuk meminumnya di luar festival. Ketika aku masih kecil, aku meminumnya setiap kali aku pergi ke festival."
Kata-kata itu sepertinya benar, saat Rikka menuangkan minuman itu dengan lancar sambil menjaga ciri khas kelereng yang ada pada minuman ramune yang tertahan di rongga botol.
"Aku tidak benar-benar ingin memainkannya, tetapi aku ingat mengambil kelereng dari minuman setelah itu dan menyimpannya."
"Aku bisa memahaminya. Aku juga menyimpan semua kelereng itu dari kecil di dalam laci di rumah."
"Kupikir aku juga memilikinya di rumah. Baiklah, selamat minum."
"Terima kasih untuk minumannya. Mm, hal ini sangat membawa kenangan."
Rikka mengintip ke dalam cangkirnya dan tersenyum bahagia, lalu meminum minumannya.
"Hah..... Aku merasa telah dihidupkan kembali."
Haruto meneguk ramune-nya dan bernapas lega.
"Ya, itu sangat bagus."
Kata Rikka, menatapnya dengan penuh arti.
"Aku akan terus mengipasimu sebagai ucapan terima kasih atas ramune-nya, Senpai."
Rika melanjutkan mengipasi angin sejuk ke arah Haruto dengan uchiwa-nya.