Ballad of Vengeance – Chapter 7 : Sebelum Pertarungan Kematian

 

Segera setelah Lucius berteleportasi ke Duran, Christina melangkahkan kaki ke desa di samping hutan dengan Flora — yang tidak sadarkan diri — di punggungnya.

 

Desa itu sangat sepi, tetapi dia bisa melihat penduduk desa berjalan di sana-sini. Penduduk desa yang sedang berjalan itu juga memperhatikan Christina dan menatapnya dengan cermat, tetapi ada suasana terpencil yang menyelimuti desa yang membuatnya sulit untuk memanggil mereka.

 

"Um......"

 

Faktanya, ketika Christina melihat mereka dan berbicara, mereka mengalihkan pandangan mereka dengan ekspresi jijik. Tapi Christina tidak bisa merasa malu. Dia mendekati penduduk desa berikutnya yang dilihatnya;  yaitu pria itu berusia dua puluh tahunan dan sedang bekerja di samping kabin, jadi dia tidak memperhatikan pendekatan Christina.

 

"Permisi, apa kamu punya waktu sebentar?"

Christina memanggilnya dari punggungnya.

 

Penduduk desa itu tersentak dan berbalik. Ketika dia melihat Christina dengan Flora di punggungnya, dia jelas membeku di tempat. Sepertinya pria itu tidak mengharapkannya untuk berbicara dengannya, ketika dia melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada orang lain di dekatnya sebelum menjawab.

 

".....Uh, ya. Kau siapa?"

 

"Apa ada seorang dokter di desa ini?"

Christina bertanya dengan sopan.

 

"Seorang dokter..... Itu pasti kepala desa."

Jawab pria itu dengan agak ragu.

 

"Bisakah kamu membawaku kepadanya? Adikku digigit laba-laba berbisa dan demam."

Kata Christina dengan singkat.

 

".....Baiklah."

Pria itu melihat gaun compang-camping keduanya dengan ekspresi curiga, tetapi mengangguk pelan sebelum berjalan pergi. Christina mengikuti di belakangnya. Mereka hampir tidak bertukar kata di sepanjang jalan, tetapi pria itu terus melirik dengan rasa penasaran saat dia memimpin jalan untuk mereka.

 

[ Aku pikir pakaian ini benar-benar menonjol. ]

Christina menatap pakaiannya dan merasa canggung.

 

"Ada satu hal yang ingin aku tanyakan."

 

"Apa itu?"

Penduduk desa itu tersentak sebelum berbalik.

 

"Kita berada di daerah mana?"

Christina mencoba mengkonfirmasi lokasi mereka dengan pertanyaan yang tidak jelas.

 

"Daerah? Kurasa ini ada di sebelah barat Kerajaan Paladia...? Aku tidak pernah benar-benar meninggalkan desa, jadi aku juga tidak mengetahuinya."

Jawab pria itu, memiringkan kepalanya dengan rasa penasaran atas pertanyaan aneh itu.

 

Ekspresi Christina sedikit menegang sebelum dia memberikan respon yang canggung.

"Aku mengerti......"

 

[ Tempat ini cukup jauh dari Rodania. Dan merupakan Kerajaan sekutu dengan Kekaisaran Proxia..... ]

 

Mereka akhirnya berhasil keluar dari hutan, tetapi situasi mereka tidak menjadi lebih baik. Pengaruh Kerajaan Beltrum, salah satu kekuatan terbesar di wilayah Strahl, tidak akan berguna sama sekali di sini — jika ada, pengaruh itu, mungkin menjadi penghalang.

 

[ Tempat ini bukanlah jarak yang bisa aku tempuh sambil membawa Flora. Apa yang harus aku lakukan......? ]

 

Dihadapkan dengan kenyataan pahit seperti itu, ekspresi Christina semakin menegang. Untuk saat ini, dia harus melakukan sesuatu tentang racun yang menggerogoti adiknya, tetapi dia tidak mempunyai ide bagus tentang apa yang harus dilakukan setelah itu.

 

Pada akhirnya, mereka tiba di tempat kepala desa sebelum Christina bisa membuat rencana untuk kembali ke Beltrum.

 

"Ini adalah tempat kepala desa. Aku akan menjelaskan situasinya, jadi kau tunggulah di sini sebentar."

Kata Penduduk desa itu dan memasuki rumah itu sendirian.

 

Christina menunggu di depan pintu masuk dan penduduk desa itu kembali satu menit kemudian.

"Kepala desa akan menemuimu. Masuklah ke dalam."

 

"Terima kasih. Permisi, kalau begitu."

Dengan mengendong Flora di punggungnya, Christina membungkuk kecil sebelum masuk. Seorang pria paruh baya sedang menunggu di ruang tamu tepat melewati pintu masuk.

 

Penduduk desa yang memimpin jalan untuk mereka berdua ke sini berdiri di samping pria paruh baya yang tampaknya adalah kepala desa. Di sampingnya ada pria lain yang usianya sama dengannya. Dia menatap pakaian mereka yang kotor dengan rasa penasaran ketika mereka mendekat.

 

".....Selamat datang, aku adalah kepala desa ini. Aku telah mendengar penjelasan umumnya — kau sedang membutuhkan dokter, bukan?"

Pria paruh baya itu memperkenalkan dirinya dan membungkuk dalam-dalam.

 

"Ya. Adik perempuanku digigit oleh laba-laba berbisa di hutan. Bisakah kamu memeriksanya dan apakah kamu memiliki obat penawar untuk mengobatinya?"

 

"Aku bisa melakukan itu, tapi..... Apa kalian berdua ini seorang bangsawan?"

Kata kepala desa itu, memandang Christina dengan tatapan ingin tahu.

 

Meskipun pakaian mereka cukup kotor, gaun yang dikenakannya pasti membuatnya berasumsi seperti itu.

 

"Ya."

Meskipun secara teknis Christina adalah bangsawan, dia mengangguk tanpa mengoreksinya.

 

"Aku mengerti, jadi begitulah adanya. Aku akan menangani sisanya, jadi kalian berdua bisa pergi."

 

Kepala desa itu memerintahkan kedua pemuda di sampingnya untuk pergi, tetapi mereka tetap berdiri di sana karena enggan melakukannya. Kepala memelototi keduanya dengan tidak sabar.

 

"Kalian hanya menghalangi. Dan kalian seharusnya tidak berada di sini untuk menyaksikan pemeriksaan medis seorang wanita bangsawan. Pergilah."

 

"B-Baik."

Kedua pria itu bertukar tatapan sebelum menyeret kaki mereka keluar.

 

Kepala desa menundukkan kepalanya.

"Aku minta maaf untuk para anak-anak muda itu."

 

"Tidak, akulah yang seharusnya meminta maaf karena telah membuat keributan."

Kata Christina, menundukkan kepalanya sebagai balasan.

 

"Sekarang, biarkan aku melihat adikmu. Ada ruang tamu di belakang lantai ini, jadi silakan ke sana. Aku akan menawarkan diri untuk menggendongnya, tapi aku khawatir punggungku tidak seperti dulu......"

 

Kepala desa mendesak mereka untuk pindah ruangan, dia tersenyum masam pada bagian akhir dari kata-katanya. Jadi, mereka berdua menuju ke ruang tamu.

 

"Ngomong², bolehkah aku bertanya apa yang dilakukan dua bangsawan seperti kalian di hutan? Kalian tampaknya hanya berduaan saja......"

Kepala bertanya di sepanjang jalan.

 

"Kami sedang bepergian dengan kendaraan tumpangan kami ketika kami diserang oleh bandit. Adikku dan aku melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa kami dengan lari ke hutan, tapi....."

Christina menjawab dengan bijaksana.

 

"Oh, astaga..... Betapa mengerikannya hal itu bagi kalian. Bukankah akan ada keributan besar atas kepergianmu sekarang?"

Kepala desa bertanya dengan cemas, seolah-olah dia baru saja memercayai ceritanya.

 

Perkataannya itu adalah kata-kata bangsawan — selama tidak ada kontradiksi yang jelas atau faktor yang mencurigakan, hal itu tidak akan dicurigai. Meskipun kerah di leher Christina membuatnya penasaran.....

 

"Ya, kemungkinan besar."

 

"Mempertimbangkan keadaan adik perempuanmu, kau harus tinggal di sini untuk malam ini. Tempat ini mungkin tidak sesuai dengan selera bangsawan, tapi kami juga memiliki makanan hangat di sini."

 

"Terima kasih banyak."

 

Mereka tiba di ruang tamu, dan kepala desa mempersilakan mereka masuk.

"Sekarang, masuklah. Baringkan adikmu di sana."

Christina bergerak ke samping tempat tidur dan menurunkan Flora dengan perlahan.

 

".....Flora?"

Flora tersadar kembali dengan samar-samar dan membuka matanya.

 

"Dokter di desa ini akan memeriksamu."

Christina tersenyum lembut untuk meyakinkannya.

 

Flora melihat kepala desa berdiri di ssamping

"Terima kasih banyak....." Katanya dengan nada lemah.

 

Kepala desa yang merupakan dokter itu menggelengkan kepalanya dan memulai pemeriksaannya.

"Tidak perlu berterima kasih kepadaku. Sekarang, di bagian mana dia digigit oleh laba-laba itu? Tolong beritahu aku semua tentang situasi ketika dia mulai digigit, dan berapa banyak waktu yang telah berlalu sejak dia tergigit."

 

"Dia digigit di leher oleh laba-laba di pagi hari. Dia segera menggunakan sihir detoksifikasi segera, tetapi tampaknya tidak berefek apapun. Kami berjalan sepanjang sore, yang sepertinya membuat racun menyebar..... Lalu dia pingsan karena demam."

Jawab Christina mewakili Flora.

 

"Aku mengerti. Permisi..... Hmm, jadi begitu."

Kepala desa mendekati Flora dan menggerakkan rambutnya untuk memeriksa tempat yang terkena gigitan itu. Dia segera melihat tanda bengkak seperti memar.

 

[ Tanda menghitam, ya? Aku ingat ada laba-laba berbisa di hutan yang bisa melakukan ini. Jika tidak diobati, memar hitam ini secara bertahap menyebar hingga berubah menjadi nekrosis. Memar hitam ini dapat diobati segera setelah gigitan dengan mengoleskan alkohol yang kuat, tetapi aku tidak tahu bagaimana mengobatinya setelah berkembang sejauh ini..... Aku pernah mendengar kalau gejalanya dapat menular jika sudah sangat parah...... ]

 

Kepala desa itu menatap lekat memar hitam di leher Flora. Jika racun yang memakan tubuh Flora adalah jenis yang menular, maka gejala itu sangat berbahaya.

Pikirannya tentang racun yang bisa menyebar ke seluruh desa itu menakutkan, jadi dia ingin mereka pergi sesegera mungkin. Tapi dia ragu untuk mengatakan itu langsung kepada bangsawan.

 

"Apa Flora akan baik-baik saja?"

Christina bertanya kepadanya.

 

"......Kelihatannya tidak akan baik."

Jawab kepala desa dengan ekspresi sedih.

 

Ekspresi Christina langsung memucat.

"K-Kamu tidak bisa mengobatinya?"

 

"Sayangnya begitu, aku tidak memiliki sarana untuk merawatnya. Mungkin jika kau memiliki seorang tabib hebat..... Mungkin saja gejala ini bukanlah racun."

Kata kepala suku dengan ragu.

 

"Bukan racun.....?"

 

"Aku khawatir kalau itu mungkin penyakit menular. Jika dibiarkan, kulitnya secara bertahap akan menghitam dan membusuk. Gigitan laba² itu mungkin dapat diobati segera setelah gigitan, tetapi aku belum pernah mendengar ada orang yang pulih dari gejala ini setelah sekian lama waktu berlalu. Meskipun sangat disesalkan untukku karena mengatakan ini......."

 

"Itu tidak mungkin......."

Ekspresi Christina semakin memucat.

 

"............"

 

[ Aku khawatir penyakitnya akan menular, jadi bisakah kau meninggalkan desa? ]

Kata-katanya itu ada di ujung lidahnya, kepala desa itu menelannya kata-katanya itu depan para bangsawan.

 

"Apa Flora..... Akan mati?"

Christina bertanya dengan napas tertahan.

 

"Aku tidak yakin. Aku pernah mendengar kalau nekrosis menyebar dengan cepat..... Dan karena gigitan itu ada di lehernya, itu bisa menjadi lebih parah. Ada juga ketakutan akan penyebaran penyakit karenanya, jadi sebaiknya jangan terlalu dekat......"

 

"Apa......"

 

Jangan terlalu mendekat?

Tidak mungkin Christina bisa melakukan itu.

Christina hampir ingin membantahnya dengan marah, tetapi dia bisa merasakan kalau kepala desa terganggu dengan kehadiran Flora sebagai sumber penyakit dan menelan kata-katanya.

 

Tiba-tiba, dua pria yang telah pergi sebelumnya muncul kembali. Mereka pasti berlari ke sini, karena mereka mengeluarkan napas terengah-engah.

 

"A-Ayah! Ada berita besar!"

Kata mereka dari sisi lain pintu yang terbuka.

 

"A-Apa itu?"

Kepala desa bertanya dengan ekspresi bingung, melihat suasana kedua pria itu yang serius.

 

"Beberapa orang penting dari Kerajaan telah datang ke desa kita!"

 

"Apa katamu......?"

Kepala desa perlahan menoleh untuk melihat ke arah Christina dan Flora.

 

[ Apa mereka datang mencari kami? Jika begitu, artinya Kerajaan Paladia terlibat dalam insiden ini..... ]

 

Christina segera memproses pikirannya, tetapi dia kekurangan informasi untuk membuat kesimpulan.

 

"Apa kau sedang memikirkan seseorang?"

 

"Aku tidak tahu....."

Christina menggelengkan kepalanya dengan gugup.

 

"Yo."

 

"Kami masuk."

 

Dua orang baru muncul dari balik ambang pintu. Orang² itu adalah Lucius dan Duran.

 

"Ap—?! Ngh....."

Christina berdiri dan secara refleks menguatkan dirinya.

Namun, dia terlambat mengingat akan kenyataan kalau sihirnya telah disegel oleh kerah di lehernya.

 

Mata Duran melebar tertarik.

"Oh. Sungguh semangat yang berapi-api yang kami lihat di sini."

 

"Dia kakak perempuannya, Christina Beltrum."

Kata Lucius, memberitahunya. Mereka berdua berbaris ke dalam ruangan tanpa peduli sekelilingnya.

 

"Kalau begitu yang berbaring di sana pasti adik perempuannya, Flora Beltrum. Hmm, sepertinya dia dalam keadaan darurat yang tidak bisa ditolong....."

Tatapan Duran beralih ke Flora, yang berbaring di tempat tidur.

 

"Hahaha! Pasti telah diracuni oleh makhluk hutan yang menyebalkan."

Kata Lucius, tertawa terbahak-bahak, membuat tebakan akurat yang menakutkan tentang situasinya.

 

"Benarkah?"

 

"........."

Christina terdiam mendengar pertanyaan Duran.

 

"Hei, kepala desa. Bagaimana keadaannya."

Lucius bertanya.

 

Diliputi suasana mencekam di ruangan itu, kepala desa memberikan jawabannya dengan gemetar ketakutan.

"Y-Ya, tuan! Dia sepertinya telah digigit oleh laba-laba di hutan! Aku baru saja memberitahu mereka kalau gigitan itu tidak dapat dirawat di sini....."

 

"Begitu..... Hee, ini sebabnya kalian seharusnya menunggu dengan tenang di dalam kabin. Sekarang kau telah melalui semua upaya ini untuk meninggalkan hutan sebelum ditemukan. Upaya yang cukup sia-sia."

Kata Lucius dengan nada mengejek.

 

"Ngh......"

Christina menggigit bibirnya dan mengepalkan tinjunya.

 

Christina tidak bisa menyangkal hal itu. Jika mereka memilih untuk menunggu di dalam kabin yang ada di hutan, Flora tidak akan digigit laba-laba. Itu adalah pikiran yang ada di benaknya, namun—

 

"I-Itu tidak sia-sia. Ini kesalahanku. Aku hanya memperlambat Onee-sama....."

Flora bergabung dengan percakapan dari tempat dia berbaring di tempat tidur, untuk melindungi kakak perempuannya.

 

"Oh, jadi kau sudah bangun."

Kata Lucius melihatnya di tempat tidur.

 

"Suaramu..... Terdengar tidak asing."

Kata Flora dengan nada lemah.

 

"Aku merasa terhormat kau masih ingat. Dan ini pertama kalinya aku bertemu dengan Putri Pertama. Salam kenal — Namaku Lucius Orgueil."

Lucius memperkenalkan dirinya di nada sombong dan tersenyum mengerikan.

 

"K-Kau adalah orang yang mencoba menculik Flora di Amande....." Kata Christina, menatapnya dengan tajam.

 

"Ya, namun aku diganggu oleh bajingan itu."

Lucius teringat akan waktu itu dan merendahkan suaranya karena kesal.

 

Duran menepuk bahu Lucius untuk menenangkannya sebelum melihat ke arah Flora.

 

"Simpanlah kemarahanmu itu saat dia tiba. Lebih penting lagi, kita mungkin bisa merawat Putri Kedua di Kastil Paladia."

 

"Apa.....?"

Hati Christina terguncang. Adik perempuannya yang berharga bisa diselamatkan.

 

"Bayarannya akan menjadi satu malam di tempat tidur dengan Putri Pertama. Bagaimana?

Kata Duran, menambahkan itu.

 

{ TLN : Arrghhhh }

 

"K–..... K-Kau bedebah!"

Christina memelototi Duran, wajahnya yang memerah.

 

"Hah! Meskipun, pemandangan menyedihkan dari gaun kotormu membuatku kehilangan nafsu makanku. Siapa yang akan membayangkan jika Putri Kerajaan besar jatuh sejauh ini? Kalian terlihat lebih buruk daripada pelacur yang ada di pinggiran. Tidak, aku hanya bisa melihatnya sebagai pengemis."

Kata Duran, mencemoohnya.

 

".........."

 

Sungguh pria yang brengsek dan sangat kasar —Christina tidak pernah dipermalukan seperti ini sejak dia lahir.

 

"Hahaha. Seorang putri dari Kerajaan musuh. Dan yang memiliki keinginan keras juga. Mm, sungguh wanita yang luar biasa."

Kata Duran, tertawa mengejek, tetapi Christina tidak tahu apakah dia dipuji atau dihina.

 

".....Apa yang terjadi di sini?"

 

Tepat pada saat itu, Rio tiba-tiba berdiri di depan pintu, melihat sekeliling di bagian dalam ruangan. Christina, Flora, Lucius, dan Duran yang hadir.

Kombinasi macam apa ini? Rio mempertanyakannya situasi dengan ekspresi tegas dan ragu-ragu.

 

"Amakawa-dono?! Mengapa kamu ada di sini....?"

Kata Christina dengan kaget, mulutnya ternganga dengan linglung.

 

"Oho, ini sebuah kejutan. Bagaimana kau bisa sudah tiba ke sini? Setidaknya tempat ini berjarak tiga puluh kilometer dari Ibukota."

Kata Duran, menatap tajam ke arah Rio.

 

Hanya sepuluh menit telah berlalu sejak Duran berteleportasi ke sini, jadi bagaimana bisa Rio tiba secepat ini? Tapi Rio telah terbang dengan kecepatan penuh setelah meninggalkan Ibukota Paladia.

 

"Tidak ada yang perlu dikejutkan. Bajingan ini bisa bergerak dengan kecepatan mengerikan."

Kata Lucius, memelototi Rio dengan amarah.

 

"Apa maksudnya ini?"

Tatapan Rio menajam, tetapi Lucius menghunus pedangnya dan mengarahkan ujungnya ke leher Flora.

 

"Ap....."

Menghadap ke atas tempat dia berbaring di tempat tidur, Flora menegang. Rio juga menguatkan dirinya untuk bertarung kapan saja.

 

"Apa kau berniat bertarung di sini?"

Kata Lucius, melihat aura berbahaya di sekitar Rio, yang siap menghunus pedangnya.

 

"Kaulah yang memulainya lebih dulu, bukan?"

 

"Sekarang, tidak perlu terburu-buru. Aku ingin membunuhmu dengan segenap kekuatanku sejak terakhir kali kita bertemu — Aku merasakan hal yang sama denganmu."

 

Tanpa mengalihkan pandangannya dari Rio sedikitpun, Lucius menancapkan ujung pedangnya ke leher Flora hanya beberapa milimeter.

 

"........."

Rio sepertinya tidak ingin Flora terluka, saat dia mengerutkan keningnya sambil menahan rasa haus darahnya.

 

"Haa. Bagus, seperti itu. Kita bahkan tidak bisa mengayunkan pedang kita sepenuhnya di tempat sempit seperti ini. Ayo pindah ke luar ruangan."

 

".....Ya." Rio menyetujui tawaran Lucius.

 

"Pangeran Duran. Bisakah kau membawa Putri Flora?"

Lucius bertanya kepada Duran, tetapi Duran melirik Flora sekilas sebelum menolak mentah-mentah.

 

"Aku menolaknya. Dia kotor dan bau. Aku tidak tertarik memegang wanita seperti itu."

 

".........."

Baik Flora dan Christina gemetar dengan ekpresi memerah karena jengkel dan malu.

 

"Huh, sangat tidak masuk akal seperti biasanya. Oi, Putri Pertama. Kau bisa menggendong adikmu."

Kata Lucius, memberi perintah kepada Christina sebagai gantinya.

 

Mereka semua kemudian meninggalkan rumah kepala desa bersama-sama. Penonton yang penasaran telah berkumpul di sekitar rumah kepala desa, menyaksikan mereka meninggalkan rumah dengan suasana yang mencekam.

 

"Enyahlah. Ini bukan pertunjukan."

Duran mengancam para penduduk desa itu dalam mood yang tidak bagus dan para penduduk itu menyebar ke segala arah. Untuk beberapa alasan, kepala desa dan dua penduduk desa yang bersamanya mengikuti mereka, jadi Duran menoleh ke arah mereka juga.

 

"Kalian juga tidak perlu ikut. Kalian hanya akan menghalangi."

 

Ketiga pria itu mengangguk dan kembali ke dalam rumah. Setelah itu, Rio Duran, Christina, Flora, dan Lucius meninggalkan desa, berjalan dalam urutan itu.

 

"Putri Christina dan Putri Flora harus terpisah dari pertarungan kita berdua."

Kata Rio kepada Lucius saat mereka berjalan.

 

"Itu kurang tepat — mereka berfungsi dengan baik sebagai sandera sekarang, bukan? Kau bertarung di Amande demi Putri Kedua juga, bukan? Lagupula, Reiss mengejar keduanya untuk beberapa alasan atau hal lainnya. Meskipun dia terus menerus digagalkan olehmu."

Kata Lucius, tertawa dingin, menusukkan bilah pedangnya ke leher Christina.

 

"........."

Christina berkeringat dengan gugup saat merasakan bahaya yang bisa dia rasakan di lehernya. Seperti yang Lucius katakan: tidak peduli bagaimana dia melihatnya sekarang, mereka adalah hambatan yang menahan Rio.

Christina merasa tidak enak karena itu.

 

"Ngomong-ngomong, bajingan ini memiliki hubungan yang agak aneh dengan kalian berdua Putri Kembar. Aku juga tertarik dengan itu, jadi aku memutuskan untuk memilih kalian berdua sebagai sandera."

Kata Lucius, menambahkan perkataannya itu dengan lancar.

 

"Apa yang kau katakan itu......?"

Kata Rio, mengerutkan keningnya.

 

"Oh, aku baru saja mengingat penderitaanmu mirip dengan penderitaan ayahmu. Kau tidak memiliki kewajiban untuk menyelamatkan keduanya, namun di sinilah kau sekarang. Bukankah keduanya cukup membalas kebaikanmu dengan kejahatan?"

Lucius bertanya, mengisyaratkan sesuatu.

 

Christina dan Flora menahan napas sesaat ketika mereka mendengarkan.

 

"Lalu? Bagaimana dengan itu?"

 

"Itu bukan sesuatu yang bisa diabaikan, bukan? Aku berbicara tentang alasan mengapa seorang anak yatim piatu yang berasal daerah kumuh meninggalkan Akademi Beltrum dan pergi melintasi perbatasan, kemudian mengubah namanya menjadi Haruto. Apa kau tidak paham maksudku, Rio?"

 

"......Dan aku bertanya: bagaimana dengan itu?"

 

Identitasnya telah terungkap setelah Rio menyembunyikannya dari Christina dan Flora, tetapi ekspresi Rio tidak goyah sama sekali — dia sepenuhnya sadar kalau Lucius sedang mencoba memprovokasi dirinya. Namun, Christina dan Flora tidak terlihat baik. Lucius dengan sengaja berjalan di samping Christina untuk mengintip keduanya.

 

"Hahaha! Para Putri ini terlihat lebih kesal darimu. Oi, Putri. Apa nama 'Rio' terdengar asing bagimu? Anak laki-laki yang kalian pandang rendah, dituduh atas kejahatan tak berdasar, lalu dibuang dan menjadi bajingan ini. Apa kau tidak penasaran dengan masa lalunya? Apa kau tidak memiliki sesuatu yang ingin kau katakan?"

Lucius dapat melihat ke dalam pikiran Christina dan Flora dan memilih kata-katanya untuk memicu rasa bersalah mereka. Ekspresi keduanya semakin terlihat sangat bersalah dan kaku.

 

"Seperti biasa, kau bahkan lebih jahat dariku."

Kata Duran, menghela napasnya sambil menggelengkan kepalanya.

 

"Seram sekali, Rio. Aura pembunuhmu bisa menakuti para Putri ini."

Kata Lucius, mencemooh Rio.

 

".........."

Rio terus mengabaikannya.

 

"Dengarlah ini, Tuan Putri. Orang tuanya dulunya berasal dari wilayah Yagumo. Karena beberapa keadaan yang tidak dapat dihindari, mereka pindah ke wilayah Strahl, dan tempat yang mereka pilih untuk menetap kebetulan adalah Ibukota Beltrum."

Kata Lucius, melanjutkan sendiri, memaparkan masa lalu Rio kepada Christina dan Flora.

 

"Ayahnya, Zen..... Dia benar-benar orang yang mampu. Dia menggunakan keahliannya untuk membedakan dirinya sebagai seorang petualang, begitulah caranya untuk menarik perhatianku ketika aku masih tinggal di Ibukota Beltrum. Aku berhasil mendapatkan kepercayaannya setelah itu, tetapi yang paling mengejutkanku adalah kenyataan kalau ibunya Rio adalah seorang bangsawan dengan yang terlindung. Dan sepertinya, Zen adalah pengawal pribadi Ayame."

 

Ibu Rio adalah seorang bangsawan. Fakta ini membuat wajah poker face Christina hancur, tatapannya bergetar karena terkejut.

 

"Kau bisa membandingkannya dengan seorang Putri Kerajaan yang menikahi seorang Ksatria. Mereka berdua pindah karena beberapa masalah terjadi, tetapi bajingan Zen itu, menjalani kehidupan yang bahagia. Ayame juga sangat mencintainya, dan mereka berdua sangat mencintai Rio. Keluarga dengan gambaran yang sempurna. Aku berteman baik dengan keluarga itu — Aku bahkan sering bermain dengan Rio kecil."

 

Lucius melebih-lebihkan nada emosionalnya ketika dia sedang berbicara, seolah-olah dia mengingat kenangan itu dengan penuh kasih. Kemudian mulutnya tersenyum dengan cara yang mengerikan.

 

"Itulah membuatku mual, jadi aku memutuskan untuk menghancurkannya — kebahagiaan itu. Aku membunuh Zen sebelum Rio cukup besar untuk mengingatnya, lalu membunuh Ayame saat Rio berusia lima tahun."

 

"Jadi kaulah yang membunuh ayahku......"

Rio menyela percakapan sendirian yang Lucius lakukan ketika dia berhenti dan berbicara dengan nada tanpa kehangatan.

 

"Bajingan itu sangat putus asa ketika dia menyadari kalau telah dikhianati oleh sahabatnya. Dia memasang ekspresi seperti yang kau miliki ketika Ayame terbunuh tepat di depan matamu."

Lucius bisa merasakan kalau kemarahan Rio perlahan meningkat dan tersenyum senang ketika dia berbicara.

 

"Mengerikan sekali......"

Kata Flora dengan ekspresi sedih, wajahnya memerah karena demamnya.

 

"Mengerikan? Kerajaanmu juga melakukan banyak hal buruk kepadanya. Dia hanya bocah nakal yang hidup bahagia dengan ibunya sampai dia berusia lima tahun. Dia mungkin menjadi kasar setelah dua tahun berjuang di daerah kumuh, tetapi kau telah memberinya banyak perlakuan kasar hanya karena dia seorang yatim piatu, bukan?"

Lucius mengambil kesempatan ini untuk mendorong rasa bersalah Christina dan Flora sekali lagi.

 

[ Apa orang ini berniat menggunakan kami sebagai sandera untuk melawan Amakawa-dono? Jika demikian, mengapa dia menggali masa lalu Amakawa-dono dan mengungkapkannya kepada kami seperti ini....? ]

 

Christina berkeringat dengan gugup ketika dia mencoba mencari tahu niat sebenarnya dari Lucius, tetapi tidak mungkin dia bisa — satu-satunya hal yang dia tahu dengan pasti adalah kalau dia dan Flora berpotensi menjadi alasan mengapa Rio terpojok sekarang.

 

"Apa yang salah? Kau menjadi bisa, Putri? Aku tidak tahu apakah dia akan menyelamatkanmu, tetapi mengapa kau tidak mencoba memohon kepada Rio untuk hidupmu? Apa kau sedang memikirkan alasan yang nyaman untuk dirimu sendiri? Kau mungkin merasa kalau dia mungkin akan menyelamatkanmu bahkan dalam situasi ini." Kata Lucius, menatap wajah Christina dan Flora, mengejek mereka.

 

"Aku......"

Rambut Christina berdiri tegak.

 

Seperti yang telah ditunjukkan oleh Lucius, sebagian dari dirinya merasa berharap — jika Rio akan menyelamatkan mereka. Dia merasa malu dengan dirinya sendiri, Christina menggigit bibirnya.

Dia sangat antusias melindungi Flora sendiri, tetapi pada akhirnya, dia tidak bisa melakukannya. Sebaliknya, dia mencari bantuan dari seseorang yang telah mereka berikakn begitu banyak masalah di masa lalu.

 

[ Meskipun aku tidak berhak untuk itu..... ]

 

Tetapi meskipun jika Christina harus mengorbankan dirinya sendiri, dia ingin melindungi Flora. Dia tidak punya pilihan selain mengandalkan Rio untuk itu.

Karena itu, Christina mencoba memikirkan cara untuk memberi Flora peluang bertahan hidup tertinggi.

Misalnya, jika mereka harus digunakan sebagai sandera, dia harus memastikan kalau Rio harus membuangnya terlebih dahulu. Maka ekspresi sedih melintas di wajah Christina untuk sesaat, sebelum dia membuat pernyataan singkat.

 

".....Itu tidak benar."

 

"Oh? Apanya yang tidak benar?"

Lucius bertanya dengan rasa penasaran.

 

"Wajar untuk mengorbankan seseorang demi Kerajaan. Jika kau ingin mengutuk itu sebagai perbuatan yang mengerikan, kau dapat mengutuknya sesukamu. Aku tidak ingat pernah melakukan sesuatu yang buruk kepadanya — setidaknya di tingkat individu, aku yakin itu.Flora mungkin tidak berpikiran sama."

Christina berkata seolah-olah dia sedang membacakan pidato yang telah dihafalnya. Tidak ada tanda-tanda emosinya di balik kata-kata itu sama sekali.

Namun—

 

"Hahaha. Sangat mengerikan. Rio ditempatkan di lingkungan yang bisa membuat kemalangan rata-rata orang terdengar kecil, kau tahu? Dia bisa saja tumbuh sebagai bangsawan. Namun karena suatu kesalahan, dia menjadi anak yatim piatu di daerah kumuh pada usia lima tahun. Jika kau mengatakan itu wajar bagi seseorang sepertinya untuk digunakan untuk keuntungan politikmu, maka kau benar-benar berdarah dingin sampai ke akarmu."

Kata Lucius, tertawa kegirangan, dengan penuh semangat membicarakan kemalangan Rio.

 

"Aku tidak percaya kau yang harus menjadi orang yang mengatakan itu, karena kaulah yang membuatnya menjadi seorang anak yatim piatu..... Tapi kau telah membuat satu kesalahan. Aku tidak memiliki nilai sebagai sandera."

Kata Christina, menatap Lucius dengan jijik yang jelas meremehkannya.

 

"Apa kau dengar itu, Rio? Bagaimana menurutmu? Kedengarannya sangat mengagumkan, kan? Dia sengaja mencoba membuatmu marah — mungkin agar dia menjadi yang pertama, kan?"

Lucius tertawa, melihat rencananya.

 

"Ap......" Christina mencoba menolak, tetapi dia malah menggigit bibirnya dengan ekspresi pahit.

 

"Apa kau telah menjadi pikun karena berjalan di hutan? Bajingan ini tidak akan meninggalkanmu. Jika dia akan meninggalkanmu, dia sudah menebas punggungku dari tadi. Dia mencoba menyelamatkanmu dalam situasi ini. Kemunafikan itu menjijikkan."

Kata Lucius, meludah dengan jijik.

 

"Cukup. Seberapa jauh kita pergi?"

Kata Rio, meminta Lucius untuk berhenti.

 

Mereka saat ini berada di sebuah bukit, beberapa ratus meter dari tepi desa sebelumnya.

 

"Baiklah. Mari kita selesaikan ini."

Kata Lucius, mengarahkan bilah pedangnya ke leher Christina.

 

"Ah......."

Christina menelan napasnya dan membeku.

 

"Apa kau tidak bisa menghunus pedangmu?"

Kata Lucius, mencemoohnya.

 

"............"

Rio memelototi Lucius dengan tatapan tajam, tetapi tidak mencabut pedang di pinggangnya. 

 

"Haa.... Jika kau ingin menang melawanku, kau harus membuang segalanya selain haus darahmu. Kau sama dengan Zen — Kau mencoba bertarung sambil membawa beban berlebih bersamamu. Namun, kau kuat. Itulah yang tidak bisa aku duga. Hidup seperti kontradiksi berjalan..... Tapi itulah sebabnya kau akan mati karena tidak dapat melindungi orang-orang yang dekat denganmu. Aku akan membuktikannya kepadamu — kebodohan manusia yang membawa beban yang tidak perlu semacam itu."

 

Sampai sekarang, Lucius telah menggunakan nada yang berlebihan untuk memprovokasi Rio, tetapi rasa haus darah yang Rio tahan telah dilepaskan ketika dia balas menatapnya.

 

"Aku tidak mengerti..... Apa yang kau dapatkan dariku dengan membuang apa yang kau sebut beban berlebihan itu?"

Rio bertanya dengan nada tidak peduli. Lucius jelas sedang berbicara tentang Christina dan Flora.

 

"Kau tidak akan bisa mengalahkanku dalam pertarungan ini. Lalu.... Siapa itu Celia Claire? Dan seorang perempuan bernama Miharu — aku akan menargetkan orang² itu selanjutnya. Tentu saja, aku akan menikmatinya sepenuhnya sebelum membunuh mereka. Jangan khawatir. Aku akan membuatmu menjadi setengah hidup dan membawamu untuk menyaksikannya."

Kata Lucius, membual hal itu untuk membuat Rio kesal.

 

".........."

 

Mungkin karena nama Celia dan Miharu telah disebutkan, namun kemarahan Rio semakin membengkak. Seolah-olah untuk mewujudkan kemarahannya itu, sejumlah besar esensi sihir mengalir keluar dari tubuhnya.

 

"Haa! Kau akhirnya terlihat seperti seorang pembalas dendam yang tepat sekarang." Kata Lucius menyeringai, melepas penutup mata kirinya.