Ballad of Vengeance – Chapter 1 : 「Cobaan Berat Untuk Kedua Putri Kembar」
Pada suatu sore, tiga hari setelah Rio melawan Nidoll di Kastil Proxia, di dalam ruangan di sebuah kapal sihir yang terbang di langit dekat perbatasan Beltrum–Galarc.....
"Instans Motus."
Melalui kristal teleportasi yang digunakan oleh ketiga penyusup yang menyerang kapal sihir, Christina dan Flora langsung menghilang dari ruangan mereka.
Para penyusup itu menggunakan kristal teleportasi lain untuk tiba-tiba menghilang dari tempat kejadian. Satu-satunya yang tersisa di ruangan itu adalah Vanessa, yang telah tertikam di bagian perutnya dan mengeluarkan banyak darah.
Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka.
"Nee! Suara apa itu?!"
Roanna dan Hiroaki yang sebelumnya mengendap-endap masuk ke dalam ruangan. Begitu mereka melihat ada bagian dari ruangan itu yang rusak dan Vanessa terbaring di genangan darahnya sendiri—
"Ap......"
Mata Hiroaki melebar kaget saat dia terdiam. Dia perlahan memutar lehernya untuk melihat sekeliling ruangan, tetapi Christina dan Flora tidak bisa dia temukan.
"Apa yang terjadi.....?"
Setelah melihat keadaan ruangan dari belakang Hiroaki, Roanna langsung memucat.
"O-Oi, apa artinya ini.....?"
Suara Hiroaki menjadi pecah dalam kebingungannya.
"Vanessa!"
Roanna berlari ke arahnya dengan tergesa-gesa.
"Urgh..... Christina-sa...."
Vanessa menatap kosong ke depannya dengan penglihatan buram dan tidak fokus, ketika dia mengeluarkan suara kesakitannya.
"Dia masih bernafas!"
Roanna memastikan kalau Vanessa masih hidup.
Namun, bagian perut seragam Ksatria-nya benar-benar berlumuran oleh banyak darah yang ada di lantai. Kalau terus begini, dia akan mati karena kehilangan banyak darah.
"Oi! Apa yang telah terjadi?! Ad di mana Christina dan Flora?! Oi!" Masih dalam keadaan terkejut, Hiroaki menanyai Vanessa dengan histeris.
"Ah.... Mereka......"
Vanessa berbicara dengan semua yang dia bisa.
"Tolong jangan terus berbicara! Kamu bisa mati!"
Roanna tidak memaksanya untuk berbicara dan malah mencabut pisau dari pinggang Vanessa. Dia melanjutkan untuk membuka jaket berkancing yang dikenakan Vanessa, lalu kemeja berkancing di bawahnya juga untuk memperlihatkan tubuh bagian atas Vanessa tanpa izin terlebih dahulu.
"O-Oi, Roanna! Apa yang sedang kamu lakukan?!"
Hiroaki bertanya dengan kaget ketika dia melihat keadaan Vanessa yang setengah telanjang.
"Aku sedang memeriksa lukanya. Satu-satunya tempat dia ditikam adalah perutnya, tapi..... I-Ini...... Cura."
Roanna menggunakan sedikit gerakan untuk memastikan luka di tubuh Vanessa, lalu melafalkan mantra untuk mulai menyembuhkan luka diperutnya.
[ Apa dia ditusuk dengan pisau yang kemudian dipelintir dengan itu? ]
Perutnya terlihat telah dicungkil menjadi bubur berwarna merah cerah.
"Ugh, itu brutal......"
Hiroaki pasti merasa mual, saat dia memucat dan memalingkan wajahnya dari Vanessa.
"Aku mungkin tidak bisa menyelamatkannya sendirian. Hiroaki-sama, tolong berteriaklah mencari bantuan di lorong. Penyerang mungkin masih berada di kapal ini, jadi pastikan kamu tidak melangkah keluar."
Kata Roanna, memberikannya instruksi dengan ekspresi memucat.
Fakta kalau para penyerang itu tidak terlihat mungkin berarti mereka sudah melarikan diri, tetapi kemungkinan mereka masih ada juga mungkin. Terlepas dari situasinya, Roanna tidak akan meninggalkan kehidupan yang masih bisa diselamatkan.
"O-Oke..... O-Oi! Apa ada orang di sana?!"
Hiroaki mengangguk dengan gugup dan menuju ke depan pintu, di mana dia berteriak di koridor yang sunyi untuk mencari bantuan.
".........."
Namun, tidak ada yang tanda² balasan keluar dari salah satu ruangan di sepanjang koridor. Tentu saja tidak ada balasan, karena semua tentara di dekatnya telah disergap dan dibunuh oleh para penyusup, kemudian tubuh mereka disembunyikan ke ruangan² terdekat.
"Oi! Oi! Siapa saja! Apa yang kalian semua lakukan?!"
Hiroaki terus berteriak dalam kesusahan.
[ Bukankah penyerang akan datang ke ruangan ini jika aku mulai berteriak? ]
Rasa cemas melonjak dalam dirinya saat dia berteriak, meningkatkan kecemasannya saat ini.
"Oi! Oi! Oooiiiii! Kenapa tidak ada yang merespon?!"
Hiroaki terus berteriak, menyusuri koridor ruangan yang telah dipenuhi oleh mayat.....
"Tidak ada yang datang....."
Katanya lemah setelah beberapa waktu.
"Apa yang sebenarnya terjadi di sini.....?"
Tidak ada seorang pun di kapal sihir ini yang tahu jawabannya. Tidak lama setelah itu, awak kapal yang selamat melihat ketidaknormalan di atas kapal.
◇◇◇◇
Sementara itu, di sisi barat Kerajaan Paladia, sebuah Kerajaan kecil yang terletak di timur laut wilayah Strahl yang bersekutu dengan Kekaisaran Proxia.....
Setelah di teleportasi secara paksa oleh para penyerang di kapal sihir yang mereka naiki, Christina dan Flora saat ini berdiri membeku di dalam hutan lebat, mengenakan gaun mereka.
"Heh.....? Apa?!"
Perubahan pemandangan yang tiba-tiba membuat Flora dalam kebingungan. Begitu dia mengerti kalau mereka berada di dalam hutan yang mengerikan, dia segera mendekati kakak perempuannya dengan ketakutan.
".....Ada di mana kita?"
Christina menyentuh kerah penyegel sihir yang dikenakan oleh salah satu penyerang kepadanya dan melihat sekeliling dengan bingung. Matanya mengembara, mengamati tumbuh-tumbuhan yang tumbuh dengan sangat lebat.
Mereka telah diserang oleh tiga penyerang di kapal sihir yang mereka naiki, jadi mengapa mereka bisa berada di hutan sekarang? Apa ini mimpi? Namun, sensasi dingin yang Christina rasakan di lehernya mengatakan sebaliknya.
Dia melihat sekelilingnya, tetapi tidak ada siapapun yang terlihat. Hanya ada tanaman hijau yang tertiup oleh angin. Ketika dia mendengarkan dengan seksama, dia bisa mendengar pekikan burung dan lolongan binatang buas dari kejauhan. Jantungnya mulai berdebar kencang di dadanya.
[ Artefak sihir berbentuk kristal yang dilemparkan orang² itu kepada kami di kapal sebelumnya..... Apa kristal itu tertanam oleh sihir ruang-waktu? ]
Christina berusaha setenang mungkin dalam situasi yang tidak realistis seperti itu, mati²an memeras otaknya untuk mencari penjelasan.
Sihir luar angkasa adalah sihir dengan level ultra-high yang tidak mungkin bisa digunakan dengan sihir modern di wilayah Strahl, tapi dia pernah membaca tentang keberadaan artefak kuno semacam itu selama masa sekolahnya, dan batu suci yang memanggil para Hero juga dikatakan tertanam sihir ruang-waktu. Akan sangat sulit untuk menjelaskan situasi saat ini dengan cara lain.
Namun, anehnya mereka di teleportasi jauh² ke sini tanpa ada yang menunggu kedatangan mereka. Orang-orang itu juga mengatakan kalau mereka tidak tahu apa yang akan terjadi begitu mereka tiba di sini......
[ Mereka mengatakan kalau mereka ingin membunuh kami, mereka sudah melakukannya. Mereka juga mengatakan semakin hambatan, semakin baik — apa mereka akan menggunakan kami sebagai sandera? Tapi tidak ada kehadiran siapapun di sekitar sini...... ]
Ada beberapa orang yang bisa dia pikirkan, yang ingin menggunakannya sebagai sandera Kerajaan, tetapi dia tidak memiliki cukup informasi untuk memahami situasi dengan jelas.
"Onee-sama.....?"
Flora berteriak pelan, khawatir dengan kesunyiannya.
Christina tersenyum lembut untuk menenangkannya.
"Maaf, aku mencoba mencari tahu situasinya. Bahkan aku bingung dengan situasi kita ini."
"Ada di mana kita? Vanessa, Hiroaki-sama, Roanna.... Dan semua orajg di kapal..."
Bayangan gelap menutupi wajah Flora.
"Kapal sihir yang kita naiki itu masih terbang dengan normal, jadi orang-orang di kokpit seharusnya aman. Hiroaki-sama dan Roanna juga. Seseorang akan menemukan Vanessa dan memberinya perawatan medis. Jadi... Mari kita fokus dengan diri kita sendiri untuk saat ini."
Kata Christina, kemudian memeluk Flora di dekatnya dan mengusap kepalanya dengan lembut.
Kata-katanya itu tidak ditujukan untuk adik perempuannya, melainkan untuk dirinya sendiri.
Entah dia masih terguncang, atau dia bisa merasakan bahaya yang samar-samar dari situasi yang tidak terduga ini, karena tangannya bergetar dengan samar.
"Oke......" Flora mengangguk perlahan.
"Jika kita menunggu di sini, orang-orang itu dan sekutu mereka mungkin muncul..... Tapi kita tidak akan membiarkan diri kita jatuh ke tangan mereka dengan mudah. Sebelum kita pergi dengan sembarangan, mari kita telusuri kawasan ini terlebih dahulu. Kita mungkin bisa menemukan semacam petunjuk."
Dengan demikian, mereka berdua mulai menjelajahi lingkungan di sekitar mereka. Kemudian, dalam beberapa menit—
"Ada sebuah kabin di sana, Onee-sama!"
"Ya, aku bisa melihatnya."
Mereka menemukan sebuah kabin berdiri sendirian di dalam hutan dan tidak jauh dari tempat mereka di teleportasi.
[ Kabin itu berada dekat dengan tempat kami di teleportasi. Wajar kalau aku menganggap kalau tempat ini milik orang-orang itu, tapi..... ]
[ Mungkin ada seseorang di dalamnya. Jika tidak, maka masih ada kemungkinan besar untuk mendapatkan beberapa petunjuk. ]
Christina memikirkan itu ketika dia melihat kabin di depannya.
"Kita akan memeriksanya dari luar, dan jika tampaknya tidak ditempati, maka kita akan melihat ke dalam. Ikuti di belakangku dengan tenang."
"Baik."
Menatap sekeliling mereka dengan waspada, mereka berdua mendekati kabin itu.
Gaun dan sepatu hak tinggi. Apa yang mereka kenakan, bukanlah pakaian yang cocok untuk berjalan melewati hutan, dan terlihat sangat mencolok, jadi sangat tidak cocok untuk bergerak secara diam-diam. Pertama, pijakan di dalam hutan yang tidak stabil, sangat sulit untuk dilalui. Meskipun begitu, mereka berada dalam jarak sepuluh meter dari kabin.
"Aku akan sedikit lebih mendekatinya. Kamu bersembunyilah di sini."
Kata Christina, mendekati kabin sendirian. Flora pergi ke belakang bukannya ke depan dan mendengarkan dengan cermat arahannya.
[ Aku bisa mendengar apapun di dalam. ]
Tidak ada suara percakapan di dalam sana, lantai berderit dengan suara langkah kaki, atau jenis tindakan apapun yang sedang dilakukan. Hanya ada suara keheningan total.
[ Jendelanya tertutup, tapi..... ]
Christina mencoba membuka jendela kayu kecil yang terletak sedikit di atas kepalanya. Kemudian, dengan suara berderit pelan, jendela itu terbuka. Dia meregangkan tubuhnya ke atas untuk mengintip ke dalam ruangan.
[ Tidak ada seorang pun di sini. ]
Lampu dimatikan sehingga ruangan menjadi redup, tapi dia bisa melihat ada meja dan kursi. Christina mengelilingi bagian luar kabin dan membuka jendela untuk memeriksa keadaan interior dengan hati-hati. Akibatnya, dia memastikan kalau tidak ada lampu yang menyala di ruangan mana pun dan kabinnya benar-benar tidak berpenghuni.
"Flora, datanglah kemari."
Christina berdiri di depan pintu masuk dan memanggil Flora yang bersembunyi dengan bayangan dari pepohonan.
"Apa tidak ada orang di dalam?"
"Ya. Aku merasa malu karena bertingkah seperti seorang pencuri, tapi ayo kita masuk ke dalam. Pintunya tidak terkunci. Sekarang, kita harus mencari informasi sebanyak mungkin — serta persediaan yang kami perlukan untuk bertahan hidup di hutan ini."
"Oke....."
Flora pasti merasa bersalah, ketika dia mengangguk ragu-ragu sebagai balasannya.
"Aku akan membukanya sekarang."
Christina mencengkeram kenop pintu dan perlahan membuka pintu itu. Suara pintu berderit lebih keras daripada ketika dia membuka jendela. Meskipun mengetahui kalau tidak ada seorang pun di dalam, mereka berdua masih merasakan sedikit kaget.
Begitu mereka membuka pintu masuk itu, ada sebuah ruangan yang tampak seperti ruang makan dan dapur.
"Ayo kita masuk ke dalam."
Christina masuk lebih dulu, diikuti oleh Flora.
"Maaf mengganggu....."
"Flora. Bisakah kamu menggunakan sihir untuk membuat cahaya?"
Christina menyentuh kerah penyegel sihir di lehernya ketika dia bertanya kepada Flora.
"Baik! Radialem."
Flora segera mengulurkan tangannya dan membacakan mantranya. Rumus mantra berpola geometris muncul melewati tangannya, berubah menjadi bola cahaya. Sihir yang digunakannya tidak memiliki kekuatan penghancur, tapi itu adalah sihir yang dikembangkan untuk menerangi kegelapan. Kecerahan cahayanya bisa disesuaikan oleh pengguna, dan sihir itu juga memancarkan sedikit panas yang dapat digunakan untuk menghangatkan diri.
"Mari kita periksa apakah setiap ruangannya kosong, untuk berjaga-jaga."
"Baik."
Kabin itu bukanlah bangunan besar. Ada ruang makan dan dapur tepat di luar pintu masuk, kamar tidur dengan tiga tempat tidur, ruangan kecil untuk penyimpanan, dan toilet. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk melewati setiap sudut ruangan dan memastikannya benar-benar kosong sebelum kembali ke ruang makan.
"Kelihatannya tempat ini terpelihara dengan baik......"
Kata Christina. Dia telah menyentuh tempat tidur dan perabotan lainnya dan tidak ada yang tertutup debu.
"Apa itu berarti seseorang pernah tinggal di sini?"
"Kalau itu, ya, mungkin saja orang² itu mengantisipasi kita akan menemukan kabin ini dan menyuruh teman mereka membersihkannya terlebih dahulu."
".........."
Wajah Flora menegang saat dia terdiam.
"Maaf karena membuatmu takut. Ruang makan, dapur, dan kamar tidur, semuanya rapi dan tidak memiliki perasaan kurang nyaman, jadi aku rasa tidak ada orang yang tinggal di sini sekarang. Meskipun kita masih tidak bisa terlalu santai......."
Kata Christina dengan tatapan bermasalah.
"A-Apa yang harus kita lakukan?"
Flora bertanya dengan panik.
"Tidak ada yang bisa kita lakukan. Aku merasa tidak enak jika kabin ini milik seseorang yang tidak ada berhubungan dengan orang-orang itu, tetapi kita akan mencari-cari makanan atau persediaan yang berguna. Ikutlah denganku Flora."
Christina menuju ke dapur terlebih dulu. Dia membuka lemari untuk menemukan beberapa peralatan dapur dan peralatan makan sederhana. Dan juga ada juga kayu bakar di sana.
"Sepertinya ada satu set peralatan dapur di sini. Yang tersisa untuk di cari, apakah ada makanan atau tidak. Mari kita periksa ruang penyimpanan."
"Baik."
Keduanya pergi ke ruang penyimpanan.
"Aku akan memeriksa semuanya. Kamu hanya perlu berdiri di sana dan menerangi ruangan."
Kata Christina, menginstruksikan dengan cepat.
"Baik."
Cahaya yang Flora buat menerangi seisi ruangan saat Christina membuka tutup salah satu kotak kayu.
Di dalamnya ada makanan yang diawetkan seperti daging kering dan roti kering, sebotol minyak, toples bumbu, dan botol alkohol. Di kotak kayu lain, ada selembar kertas dengan tulisan di atasnya.
"Sebuah surat......?"
Christina bergerak ke samping cahaya yang diciptkan oleh Flora untuk membaca surat itu.
[ Makanan ini tidak diracuni, jadi jangan ragu untuk menggunakannya. Hutan dipenuhi dengan binatang buas yang berkeliaran seperti beruang dan serigala, tetapi kalian seharusnya akan tetap aman jika berada di dalam kabin. ]
"Sepertinya kabin ini benar-benar milik orang-orang itu..... Sepertinya mereka menyiapkan makanan di sini untuk kita. Meskipun dikatakan makanan ini tidak diracuni....." Kata Christina, menatap barang-barang itu dan ekspresinya terlihat tersiksa.
Mereka telah dikirim ke sini hidup-hidup dengan artefak teleportasi. Tidak ada alasan bagi orang² itu untuk keluar dari semua yang telah mereka lakukan untuk meracuni keduanya sampai mati, jadi isi surat itu mungkin bukanlah kebohongan — tetapi niat mereka masih belum jelas.
Tentu saja, sangat jelas kalau mereka berdua disandera, tetapi mengapa keduanya dibiarkan tanpa pengawasan di dalam hutan?
Masuk akal untuk melemparkan mereka jauh ke dalam hutan untuk mempersulit keduanya untuk bergerak, tetapi bukankah di sini terlalu sepi untuk itu?
Mungkinkah hal ini bukanlah kejahatan dari suatu organisasi? Keraguan seperti itu muncul.
"Kalau ada bahannya, maka kita bisa membuat makanan dari bahan itu. Sepertinya belajar memasak di Rodania adalah langkah yang tepat."
Kata Flora untuk mengangkat suasana gelap.
Biasanya tidak perlu bagi kedua Putri itu untuk belajar memasak, tetapi untuk menebus waktu yang mereka habiskan ketika tidak bersama, keduanya telah menggunakan hari libur mereka untuk belajar memasak bersama.
"Kita tidak akan bisa memanfaatkan keterampilan memasak kita dengan bahan-bahan di sini, tapi itu jauh lebih baika daripada belum pernah memasak sebelumnya." Kata Christina, mengesampingkan masalah yang tidak bisa dia selesaikan sekarang dan mengangguk sambil tertawa.
"Dikatakan kalau kita akan aman selama kita berada di dalam kabin ini." Kata Flora, ketika dia melihat surat itu.
"Ya, jika kita hanya mempertimbangkan keselamatan kita sendiri, pilihan paling logis adalah tetap diam di kabin ini, tapi......."
Orang-orang itu pada akhirnya akan menangkap mereka jika mereka tetap berada di kabin ini.
[ Perjalanan bersama Amakawa-dono sebagai pengawal kami sebelumnya mengajariku kalau bepergian bukan hanya tentang berjalan. Aku bahkan tidak bisa bertarung dengan benar dengan sihirku yang disegel sekarang, jadi aku membutuhkan pengawal yang bisa dipercaya. ]
Meskipun begitu, mereka bahkan tidak punya uang untuk bisa menginap di sebuah penginapan. Mereka juga tidak bisa menyewa pengawal untuk kembali ke Rodania, dan semua pertarungan harus diserahkan kepada Flora. Akan menjadi masalah lain jika mereka saat ini berada dalam lingkup pengaruh Restorasi.....
[ Andai saja sihirku tidak disegel..... ]
Christina menyentuh kerah penyegel sihir dengan ekspresi kesal saat dia tenggelam dalam pikirannya.
Selain itu, mereka berdua sedang berada di hutan.
Tidak ada yang tahu bahaya macam apa yang ada di luar sana. Dari sudut pandang seorang kakak perempuan yang memikirkan keselamatan adik perempuannya, mereka harus tinggal di kabin ini, meski untuk sementara.
Namun, berpikir sebagai seorang bangsawan, dia yakin mereka harus meninggalkan kabin itu. Meskipun ada bahaya jika melakukannya, kebebasan mobilitas mereka berarti mereka harus bergerak demi kebaikan kerajaan mereka. Karena itu adalah tugas dari seorang bangsawan.
Flora melihat ekspresi sedih di wajah Christina dan menebak apa yang sedang dipikirkan kakaknya. Dia mengepalkan tangannya untuk menunjukkan bantuannya.
"Onee-sama! Aku akan melakukan yang terbaik!"
"Flora......."
Mungkin orang² itu telah menyegel sihirnya untuk mencegah mereka mengambil pilihan untuk melarikan diri, karena cukup jelas kalau Flora tidak terlihat cocok untuk bertarung. Namun, Christina tidak punya pilihan selain mengandalkan Flora.
"Jika kita mencoba melarikan diri dari hutan, aku akan membebanimu karena kalung ini menyegel sihirku ini. Jika binatang buas menyerang, semua pertarungan akan diserahkan kepadamu. Apa kamu mengerti itu?"
Christina bertanya kepadanya.
"Ya." Kata Flora menelan gugupnya, tapi masih mengangguk tegas.
"Baiklah..... Kalau begitu mari kita selesaikan persiapan kita di kabin ini dan mencoba meninggalkan hutan. Setelah itu, kita akan mencari tahu tentang lokasi kita sekarang dan bertujuan untuk kembali ke Rodania."
Kata Christina, memutuskan hal itu.
Namun pada saat itu, terdengar suara......
Grrr.
Suara dari perut lapar bergemuruh dengan manis. Sumber suaranya pastinya salah satu dari mereka, jadi cukup mudah untuk dikenali.
Christina menatap wajah Flora yang terkejut.
"I-Itu tidak seperti yang kamu pikirkan!"
Kata Flora, dia memegangi perutnya dan tersipu malu di wajahnya.
"Kita berangkat dari Kerajaan Galarc di pagi hari, dan ini sudah lewat waktu makan siang. Mari makan dulu di tempat ini." Kata Christina sambil tertawa ringan.
Dengan demikian, mereka makan terlebih dahulu sebelum bersiap untuk pergi.
◇◇◇◇
Setelah itu, Christina dan Flora memilih barang² yang mereka perlukan untuk keberangkatan mereka, lalu mulai memasak dengan peralatan dan bahan-bahan yang ada di kabin. Mereka membuat sup dengan merebus biji-bijian dan daging yang diawetkan, kemudian membumbuinya dengan garam. Dengan begitu, roti yang kering dan kaku bisa dimakan dengan mudah setelah dicelupkan ke dalam sup.
Tidak banyak pekerjaan yang bisa mereka bagi, jadi Christina bisa memasak sendirian. Memasaknya juga tidak memakan banyak waktu. Dia membawa hidangan yang sudah selesai ke meja makan, di mana mereka duduk berseberangan.
"Ayo, makan....."
Kata Christina dengan ragu², menatap piringnya.
Masakannya itu tidak bisa dimakan ketika dia mencicipinya sendiri, dan masakannya itu tidak sebagus makanan yang biasanya mereka makan.
"Terima kasih... Ini enak, Onee-sama!"
Flora menyendok sup itu ke dalam mulutnya dan tersenyum dengan berseri-seri, gembira.
Christina berkedip ketika melihat ekspresi wajah adik perempuannya, lalu memberikan tanggapan yang sedikit singkat tapi malu.
".....Apa memang begitu?"
[ Aku ingin terus melindungi senyumnya. ]
Pikir Christina dalam benaknya.
◇◇◇◇
Salaah satu aturan dari perjalanan yang ketat adalah berangkat di pagi hari. Namun, Christina dan Flora berangkat ke hutan setelah makan siang. Mereka mempertimbangkan untuk tinggal di kabin untuk satu malam, tetapi semakin lama mereka menunda keberangkatan mereka, semakin besar risiko para penyerang menemukan mereka.
Sayangnya, tidak ada peta di kabin yang bisa mereka gunakan untuk menentukan lokasi mereka saat ini, tetapi mereka siap untuk berkemah di luar jika perlu. Meski demikian, mereka tidak langsung berjalan ke arah yang acak begitu mereka meninggalkan kabin.
"Pohon sepertinya cocok."
Christina menemukan sebuah pohon dengan banyak cabang yang lebih tinggi dari pohon-pohon lain di sekitarnya.
"Ada apa dengan pohon itu, Onee-sama?"
Flora bertanya dengan rasa penasaran.
"Aku akan melihat ke arah mana yang harus kita tuju dari atas pohon itu. Jika pemandangannya jelas, aku mungkin bisa melihat di mana ujung hutan ini."
"Begitu ya.... Kamu memang hebat Onee-sama!"
"Kamu salah, beginilah cara Amakawa-dono mengetahui posisinya saat kami bepergian melalui hutan. Aku hanya menirunya."
Kata Christina, malu dengan pujian polos dari adik perempuannya.
"Haruto-sama melakukan hal itu......."
Ekspresi Flora sedikit melunak mendengar nama Rio.
Christina cukup yakin kalau itu bukan hanya imajinasinya.
"Sekarang, aku akan mencoba memanjatnya."
Kata Christina sambil memilih cabang tempat dia bisa mulai memanjat. Namun, Flora memintanya untuk berhenti.
"Umm..... Biarkan aku yang memanjat pohon itu, Onee-sama."
"Kamu akan melakukannya.....? Tapi kamu tidak pandai dalam aktivitas fisik, kan?"
Christina berkedip berulang kali karena tawaran tak terduga itu.
"Meski begitu, akan lebih mudah bagiku untuk memanjatnya setelah aku meningkatkan kekuatan fisikku dengan sihir."
"Memang......"
Saran Flora masuk akal, tetapi Christina ragu-ragu.
Ketika Christina mempertimbangkan kemungkinan Flora akan jatuh, dia merasa akan jauh lebih baik baginya untuk memanjat pohon itu sendiri. Sudah umum melihat penyihir yang tidak atletis kehilangan kendali atas sihir peningkatan fisik mereka dan tersandung oleh kaki mereka sendiri. Memanjat pohon tidak terlalu berat, tetapi masih membutuhkan beberapa tingkat koordinasi, jadi karena hal itu, Christina merasa khawatir.
"Aku memang tidak sepintar kamu, jadi tolong biarkan aku saja yang melakukannya. Aku akan baik-baik saja."
Kata Flora, anehnya dia bersikap tegas.
"Baiklah.... Tapi jangan terlalu memaksakan dirimu. Tidak masalah jika kamu merasa tidak yakin dan harus berhenti di tengah². Akan terlalu sulit untuk memanjat dengan sepatu hak tinggi, jadi lepaskan sepatumu dan memanjang dengan kakimu. Memanjatnya dengan gaun mungkin sulit, jadi kamu harus tahan dengan ini meskipun hal ini tidak pantas."
Kata Christina, ragu-ragu sebelum mengangguk, lalu menggulung gaun Flora dan mengikatnya dengan tali yang diambil dari kabin agar tidak menghalangi ketika dirinya akan memanjat pohon itu.
"Baik! Augendae Corporis!"
Flora menjawab dengan semangat tinggi, melepas sepatunya dan melafalkan mantra itu. Formula sihir mantra itu segera menyelimuti tubuhnya — bukti kalau kekuatan fisiknya telah ditingkatkan.
"Tolong berhari-hati ya? Gunakan cabang yang tebal, jangan yang tipis. Kamu tidak harus mencapai setinggi yang kamu bisa dengan segera..... Pelan-pelan saja."
Christina memanggilnya dengan ekspresi khawatir.
"Baik. Aku akan memulainya sekarang!"
Flora menjawab dengan senyum yang dipaksakan, lalu akhirnya mulai memanjat. Dia mematuhi nasihat kakaknya dengan patuh, memanjat sedikit demi sedikit tanpa mengincar yang terlalu tinggi dalam sekali jalan.
"..........."
Mengetahui jika dia memanggil Flora tanpa berpikir panjang, hanya akan mengganggu konsentrasinya, Christina hanya diam memperhatikan adik perempuannya ketika sedang memanjat.
"Heave-ho..... Heave-ho....."
Flora berseru dengan suara imut, ketika dia memanjat dengan matanya melihat ke atas.
{ TLN : Bayangin aja suara barbara genshin impact manjat tebing, ngoehehehe }
[ Sepertinya dia akan baik-baik saja. Tapi aku harus mengawasinya dengan hati-hati. ]
Christina bersumpah untuk menangkap Flora jika dia jatuh. Namun, bertentangan dengan kekhawatirannya—
"Aku berhasil, Onee-sama! Aku sudah ada di atas! Sungguh pemandangan yang luar biasa!"
Kata Flora, menyatakan kegembiraannya.
"Saat ini, matahari seharusnya naik dari selatan, jadi ingat posisinya. Dan juga, bisakah kamu melihat ke tepi hutan?" Christina harus meninggikan suaranya untuk berbicara dengannya. Flora tidak bisa melihat ke bawah karena tertutupi oleh cabang² dan dedaunan, tapi dia tampaknya terpikat oleh pemandangan di atas sana.
"Aku sudah hafal posisi matahari! Pohon² lainnya juga lumayan tinggi, jadi aku tidak bisa melihat ke tepi hutan..... Tapi aku bisa melihat ada asap dari kejauhan!"
Suaranya bergema kembali ke Christina yang ada di atas permukaan tanah.
"Pasti ada orang yang tinggal di sana..... Apa kamu tahu ke mana arah itu?" Christina pertama berbicara dengan dirinya sendiri, lalu mengangkat suaranya lagi untuk bertanya kepada Flora.
"Umm, matahari ada di arah sana, jadi..... Asap itu ada diarah timur, kurasa!"
"Terima kasih! Setelah kamu mengingat arahnya, kembalilah ke bawah."
"Baik!"
Suara ceria Flora bergema kembali.
Tidak lama kemudian, sosoknya yang turun bisa terlihat di antara cabang dan daun.
"Ketika kamu turun, fokuslah pada cabang di bawahmu daripada memperhatikan tanah di bawahmu! Pastikan kamu memilih pijakan dengan hati-hati."
Bukannya seperti Christina tidak memiliki pengalaman apa pun dalam memanjat pohon, tetapi dia memberi nasihat kepada Flora seolah-olah dia menempatkan dirinya di posisi Flora.
"O-Oke. Jangan melihat ke tanah, hanya fokus kepada cabang-cabangnya, ya....."
Flora turun dengan perlahan dan gugup.
Dia membutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk turun ke bawah daripada naik ke atas, tetapi dia berhasil membuatnya dirinya berada di jarak kira-kira dua meter di atas tanah.
"Sepertinya akan baik-baik saja."
Kata Christina lega, setelah memperhatikannya dengan ekspresi tegang.
"Iya. Jika aku mengandalkan cabangnya, maka aku sudah sejauh ini..... Eek!"
Dia baru saja berjongkok untuk menjuntai dari dahan ketika patah. Terkejut dengan sensasi jatuh yang tiba-tiba, Flora berteriak.
"Flora!"
Di saat yang sama, Christina berlari di bawahnya. Dia menangkap Flora ketika dia jatuh, tetapi beban jatuhnya terlalu berat untuk Christina tahan. Mereka terguling bersamaan, tetapi Christina cukup memenuhi perannya sebagai bantalan untuk Flora.
"Ow, ow, ow....."
Mencengkeram pelukan Christina, Flora membuka matanya dengan ketakutan ketika melihay wajah kakak perempuannya yang berada tepat di depannya.
"Apa kamu baik-baik saja.....?"
"Ya, entah bagaimana....."
"Syukurlah."
Christina menghela napas lega. Mereka tetap saling berpelukan untuk sementara waktu, berbaring di tanah dalam keadaan linglung.
"Hehe. Memeluk satu sama lain seperti ini di hutan agak aneh. Ayo kita pergi."
Kata Christina, menyarankan dengan tersenyum geli.
"Ya." Flora mengangguk malu.
"Gaunmu sudah compang-camping sekarang. Mari kita memperbaikinya sedikit sebelum kita berangkat. Dan pakai sepatumu lagi."
Christina berdiri dan memeriksa pakaian Flora, melepaskan tali yang menggulung gaunnya itu.
Dia juga mengambil sepatu adiknya dan menyuruhnya memakainya kembali. Dia mempertimbangkan untuk berjalan tanpa alas kaki, tetapi hal itu membuat mereka rentan terluka oleh cabang-cabang pohon, jadi dia menyerah pada pemikiran itu.
Sebagai catatan, gaun Flora pasti tersangkut di dahan pohon ketika dia sedang memanjat, karena terlihat robek dan terlepas di beberapa bagian.
"Terima kasih banyak." Flora sepertinya menemukan sesuatu yang membahagiakan, ketika dia mengucapkan terima kasih dengan senyuman ceria.
"Aku tidak melakukan apapun yang layak untuk kamu berikan rasa terima kasihmu. Lebih penting lagi, apa kamu yakin masih ingat arahnya? Dasar adikku yang manja." Kata Christina dengan canggung, mengambil barang-barang mereka yang tertinggal di tanah di samping mereka.
Christina telah membuat ransel darurat menggunakan selimut dari tempat tidur di kabin sebelumnya, dia mengisinya dengan makanan, bumbu, dan peralatan memasak. Mungkin karena mereka mengenakan gaun dengan sepatu hak tinggi, tetapi penampilan mereka akan terlihat sangat tidak serasi dan lucu jika dilihat orang. Untungnya, tidak ada orang yang perlu dikhawatirkan di sini.
"Oke! Posisi matahari ada di arah sana, dan asapnya naik dari arah itu!" Flora mengambil ranselnya sendiri dan menunjuk ke lokasi yang dia ingat.
"Kerja bagus. Ayo kita pergi kalau begitu."
Keduanya berangkat untuk melarikan diri dari hutan yang menakutkan.
◇◇◇◇
Berapa banyak waktu yang telah berlalu sejak itu?
Permukaan di tanah hutan cukup sulit untuk dilalui pada awalnya, namun mereka berdua harus berjalan dengan sepatu hak tinggi mewah yang tidak cocok untuk berjalan di hutan. Gaun mahal mereka sudah berlumuran lumpur di setiap sudutnya.
Kaki mereka berat dan penuh dengan lecetan, Flora sesekali memberikan sihir penyembuhan ke kedua kakinya untuk meredakan rasa sakit saat sementara mereka berdua terus berjalan. Namun, matahari mulai terbenam dan hutan semakin gelap. Keduanya berhenti berbicara satu sama lain seiring berjalannya waktu.
[ Aku tidak bisa melihat ujung hutan ini sama sekali. Sudah berapa lama kami berjalan? Aku ragu jika Flora salah arah, tapi..... ]
Christina berpikir sambil ketika dia terus menggerakkan kakinya, melirik Flora yang berjalan di sampingnya.
Ekspresi Flora jelas menunjukkan kelelahannya.
Bidang pandang Christina dipenuhi dengan pepohonan yang sama dan telah mereka lihat sepanjang jalan.
Ketika mereka pertama kali berangkat, dia bisa melihat ke dalam hutan, tapi sekarang terlalu gelap untuk melihat lebih jauh. Dia tidak bermaksud menganggap enteng tentang hutan, tetapi dia mengharapkan mereka berhasil keluar hari ini, itulah sebabnya situasi mereka saat ini membuatnya kelelahan fisik dan mental.
"Mari kita berhenti di sini untuk hari ini. Kita akan makan, tidur, lalu mempersiapkan diri untuk besok."
Christina memutuskan untuk berkemah sebelum hutan menjadi gelap gulita. Hal itu adalah aturan lain dalam perjalanan untuk mendirikan kemah sebelum hari menjadi gelap ketika seseorang tidak dapat mencapai tujuan mereka saat matahari terbenam.
"Baik."
Flora menjawab dengan suara napas lelah yang mengusir rasa lelahnya.
"Di mana kita akan tidur? Satu-satunya pilihan yang kita miliki adalah pepohonan."
Christina melihat sekeliling, tetapi tidak ada tanah datar. Batu-batu kecil juga berserakan di sekitar tempat itu, membuatnya sulit untuk tidur di tanah. Tampaknya tidur di atas pohon adalah pilihan yang terbaik.
"Apa kamu berkemah di luar saat bepergian dengan Haruto-sama, Onee-sama?" Tanya Flora.
"Tidak. Amakawa-dono mengatur waktu dan rute perjalanan kami dengan tepat sehingga kami tidak perlu tidur di luar."
Christina menjadi terkesan saat itu, tetapi melihat kembali pada waktu itu dalam situasinya saat ini membuatnya menghargai betapa menakjubkannya apa yang telah Rio lakukan.
Saat itu, perut Flora mengeluarkan bunyi lapar yang manis. Sesaat kemudian, perut Christina juga mengeluarkan suara yang sama.
"Bagaimana kalau kita makan?"
Mereka berdua tertawa geli dan mulai makan malam.
◇◇◇◇
Malam pun tiba, di tengah hutan gelap yang benar-benar sunyi, Christina dan Flora duduk di bawah pohon tinggi, mereka menutupi tubuh mereka dengan selimut yang mereka ambil dari kabin, dan meringkuk di depan api unggun.
Pasti ada binatang nokturnal di dalam hutan, karena bisa terdengar suara menakutkan dari mereka di kejauhan yang membuat Flora gemetaran. Awalnya dia terlalu ketakutan untuk tidur, tetapi rasa lelah yang menumpuk ditubuhnya membuatnya mengantuk dan menyandarkan kepalanya di bahu Christina.
"Flora, kamu pasti sangat lelah. Tidurlah lebih dulu."
Kata Christina kepada adik perempuannya yang mengantuk.
"Tapi bagaimana denganmu, Onee-sama.....?"
Mata Flora yang sangat mengantuk dipenuhi dengan kekhawatiran. akak perempuannya tetap terjaga selama ini karena Flora tidak bisa tidur.
"Aku akan tidur setelah kamu tertidur. Jika kamu merasa mengantuk, kamu lebih baik tidur dengan cepat."
"Baik. Terima kasih."
"Selamat malam."
"Ya, selamat malam......"
Flora pasti sudah mendekati batasnya, ketika dia langsung tertidur segera setelah dia menjawabnya, meninggalkan Christina sebagai satu-satunya yang terjaga.
[ Aku hampir tidak percaya kalau kami berkemah di dalam hutan. Aku memang belajar sedikit tentang berkemah saat di Akademi, tapi..... ]
Informasi tersebut sebagian besar ditargetkan untuk Keluarga Kerajaan dan bangsawan. Seperti bagaimana mengatur orang-orang di sekitar, tempat seperti apa yang cocok untuk berkemah dengan jumlah tentara yang besar, dan sebagainya.
Meskipun dia telah berpartisipasi dalam pelatihan di luar ruangan sebagai bagian dari pelajarannya tentang operasi militer, latihan itu hanyalah formalitas, karena semua personel, peralatan, dan tempat pengujian telah disiapkan sebelumnya.
Namun, situasi yang sangat tidak biasa terjadi di tahun keenamnya..... Christina mengingat pelatihan di luar ruangan yang dia ikuti ketika dia masih berusia dua belas tahun. Mereka keluar rute yang telah diberikan kepada mereka dan, akibatnya mereka diserang oleh kawanan monster yang seharusnya sudah dimusnahkan. Pada akhirnya, mereka bahkan diserang oleh Minotaur dan nyaris terhindar dari bencana.
[ Jika Amakawa-dono adalah orang yang sama dengan anak itu...... ]
Ada dua orang yang langsung muncul di benak Christina. Salah satunya adalah anak yatim piatu bernama Rio. Dan yang satunya lagi adalah seorang Ksatria kehormatan bernama Amakawa Haruto.
Tidak peduli seberapa banyak Christina mencoba membuang keyakinannya kalau keduanya sebenarnya adalah orang yang berbeda, dia selalu kembali ke pemikirannya kalau keduanya orang yang sama.
Jika Amakawa Haruto ada di sini sekarang, dia mungkin tidak akan merasa takut dengan situasinya saat ini. Meskipun dia tahu kalau itu bukanlah pemikiran yang baik, Christina mau tidak menahan diri untuk berpikir seperti itu.
Christina sadar kalau dia bukanlah orang yang sangat baik, tapi dia bahkan tidak bisa menggunakan sihir sekarang. Ketakutannya tentang apakah dia bisa melindungi Flora dengan keadaannya sekarang. Dan dia sepenuhnya menyadari betapa egois, naif , dan manja akan keinginan itu.....
[ Kenapa aku terus berharap kalau Amakawa-dono akan menyelamatkan kami dari situasi ini.....? ]
Seseorang sepertinya seharusnya tidak lebih dari orang asing bagi Rio. Dan Rio juga hanya mengarahkan kebaikannya kepada Celia, sedangkan Christina hanya menerima sisa dari hal itu. Dengan pemikirannya itu, Christina mencemooh dirinya sendiri dengan sedikit rasa bersalah yang mendalam.
[ Aku harus melakukan yang terbaik untuk membawa Flora kembali ke Rodania..... ]
Christina dengan lembut mengelus kepala Flora yang sedang tidur. Apa yang dilakukan itu sepertinya melepaskan sarafnya yang tegang, menyebabkan rasa kantuk yang tiba-tiba melanda dirinya.
Christina terus-menerus memaksakan dirinya berpikir kalau dia harus menjadi kuat untuk adik perempuannya, jadi dia sebenarnya sudah sangat lelah. Tidak dapat lagi melawan rasa kantuknya, Christina akhirnya tertidur lelap.
◇◇◇◇
Pagi selanjutnya......
Cahaya mentari baru saja mulai menyinari dengan samar² menembus pepohonan. Meskipun lingkungan tempat tidur mereka tidak nyaman, Christina dan Flora tertidur dengan lelap sepanjang malam.
Hutan terasa dingin saat mereka tidur dan kualitas tidur mereka bukanlah yang terbaik, namun keduanya mendapat jam tidur yang cukup.
Kedua putri itu membuka kedua matanya. Hal pertama yang terlihat adalah pemandangan hutan, diikuti oleh pemandangan lainnya dengan mata terpejam lelah.
Kemudian, karena rasa lelah yang mereka dapat karena berjalan belum pulih sepenuhnya, mereka segera menutup mata mereka sebagai rasa kantuk yang belum hilang, menyerahkan diri pada kehangatan selimut mereka. Mereka ingin beristirahat sedikit lebih lama, dan tika mampu menahan keinginan itu. Mereka setengah tertidur, dengan hanya sedikit rangsangan yang dibutuhkan untuk bisa membangunkan mereka lain kali.
"Mm....."
Saat merasakan sesuatu menggelitik lehernya, Flora bangun lebih dulu.
[ Apa ini....? ]
Flora berpikir, meraih lehernya.
"Oww!"
Rasa sakit yang tajam menusuk bagian belakang lehernya, membuatnya tersentak.
"A-Apa?! Apa yang terjadi?"
Jeritan tiba-tiba Flora mengejutkan Christina dan membuatnya terbangun.
"A-Ada rasa sakit di leherku....."
Kata Flora, dengan tangannya dia menyentuh di tempat dia merasakan sakit dengan ekspresi panik. Sesuatu yang kecil dikirim terbang sebagai hasilnya. Itu adalah laba-laba.
"Eek!" Flora berteriak, segera memahami situasinya sekarang dan semakin memucat karenanya.
"T-Tidak! Tidak! Tidak! Tidak!"