Two Amethyst – Prolog : 「Setelah Pertarungan」
Rio mencengkeram leher Charles Arbor dan menyeretnya menuruni bukit di depan 5.000 orang tentara.
Christina melihat pemandangan itu dengan mempertahankan ekspresi tenangnya sambil menggigit bibirnya dengan keras. Tak lama kemudian, Rio berada tepat di sampingnya dan melemparkan Charles ke tanah tanpa sepatah kata pun.
"Ha.... Haha....."
Charles benar-benar kehilangan keinginannya untuk bertarung. Satu-satunya hal yang keluar dari mulutnya adalah tawa datar.
"Apa semuanya baik-baik saja?"
Tanya Rio, ketika dia menatap Celia dan Orphia. Mereka berdua berada di tanah bersama Vanessa ketika dia tiba.
"Iya. Aku hanya terpukul sedikit, tapi aku baik-baik saja."
Jawab Celia.
"Vanessa hanya tak sadarkan diri, jadi nyawanya tidak dalam bahaya. Dan Orphia...... Esensi sihirnya disegel dengan kalung sihir, tapi aku melepasnya dengan sihir Dispello."
Celia menyentuh perut Orphia dengan tangannya sambil mengucapkan mantra penyembuhan. Tepat di sebelah gadis elf itu adalah kalung yang dikenakan Charles kepadanya – itu adalah artefak sihir yang dikenal dengan nama kalung penyegel.
Seperti namanya, kalung itu memiliki kemampuan untuk menyegel esensi sihir penggunanya. Sederhananya, kalung itu membuat tubuh korban tidak bisa mengeluarkan esensi sihir.
Namun, lebih tepat untuk mengatakannya kalau kalung itu adalah artefak yang menyerap esensi sihir dari pemakainya dan mengaktifkan mantra yang melemahkan kontrol esensi mereka untuk mencegah mereka bertindak bebas. Inilah sebabnya mengapa artefak dapat diaktifkan secara otomatis selama artefak itu memiliki beberapa esensi sihir untuk diserap.
"Aku baik² saja. Sihir penyembuhan Celia-san bekerja."
Jawab Orphia dengan senyuman polos.
Saat itulah, Christina yang selama ini menyaksikan pertarungan itu sambil mengecek kondisi Vanessa, mendekati Celia.
"Tolong diam sebentar, Sensei. Cura."
Christina meletakkan tangannya di pipi Celia dan mengaktifkan sihir penyembuhannya untuk memastikan kalau area yang dipukul oleh Charles tidak membengkak. Celia mengatakan dia baik-baik saja, tapi, itu mungkin karena dia terlalu fokus pada penyembuhan Orphia sehingga dia tidak menyadari keadaan pipinya.
"Terima kasih banyak, Christina-sama."
Celia terkejut, hampir seolah-olah dia tidak menyadari rasa sakit itu sampai sekarang.
"Bukan masalah."
Jawab Christina dengan ekspresi agak bersalah.
Sementara itu, Rio mengambil kalung penyegel yang ada di sebelah Orphia dan memakainya pada Charles.
"Hahaha......."
Charles tidak menolak sama sekali dan hanya tertawa seperti orang gila seperti dia mencoba melarikan diri dari kenyataan.
Rio menggeledah Charles dan menemukan dua kalung penyegel lagi. Dia juga memiliki tali pengikat, jadi Rio menggunakannya untuk menahan lengan Charles.
"Sara, Alma." Kata Rio.
"Iya?" Mereka berdua menanggapi.
"Bisakah kalian melucuti senjata orang-orang yang tergeletak di sekitar? Kemudian ikat dengan tali atau yang serupa. Mungkin masih ada seseorang yang memiliki keinginan untuk bertarung, jadi berhati-hatilah."
"Oke."
"Serahkan saja kepada kami!"
Sara dan Alma mengangguk tegas dan segera pergi. Musuh yang telah dikalahkan Rio sebelumnya semuanya tergeletak di mana-mana.
"Rei-san, Kouta-san."
Rio memanggil kedua anak laki-laki yang berdiri di sana yang sedang tidak melakukan apapun.
"Y-Ya?"
"Bisakah kalian juga melucuti senjata musuh dan mengumpulkan senjata mereka di satu tempat?"
".....Baik."
Kouta dan Rei agak gugup, tapi mereka mengangguk dan mulai pergi. Setelah mereka pergi, Rio menghampiri Alfred yang masih pingsan.
[ Aku akan memborgolnya dengan dua kalung, untuk berjaga-jaga....... ]
Jika kontrol esensi dari orang yang memakai kalung itu luar biasa, ada kemungkinan dia bisa menggunakan esensinya dan membebaskan diri dari belenggu kalung itu. Sulit untuk menggunakan sihir tingkat lanjut dalam keadaan seperti itu, tetapi Rio memutuskan untuk menggunakan dua kalung penyegel dengan mempertimbangkan kemampuan Alfred.
Kemudian, dengan seutas tali, dia mengikat tangan dan kaki Alfred, dan meninggalkannya di tanah setelah mengambil pedang sihirnya.
Adapun dengan Rui....
Rio berjalan menuju Rui dan berhenti dengan ekspresi yang rumit. Haruskan dia menahan Rui sang Hero dan murid dari Enam Dewa Bijaksana, seperti seorang tahanan? Selain itu, mereka berdua memiliki hubungan yang cukup dekat.
Ada sesuatu yang mengganggunya juga — Rui telah goyah selama pertempuran sebelumnya.
Ketika mereka melakukan percakapan kecil sebelum Rio menjatuhkannya, sepertinya Rui tampak tidak ingin bertarung.
Tampaknya tidak mungkin Rui akan menolak dan segera mencoba melawan ketika dia bangun setelah mengetahui situasinya sekarang. Setelah berpikir sejenak, Rio mengangkat Rui dengan hati².
Pada akhirnya, Rio memutuskan untuk tidak menahannya. Jika Rui masih ingin bertarung, maka tidak ada pilihan selain menaklukkannya.
"Mmgh....." Rui tersadar dan membuka matanya.
"Selamat pagi."
Rio menyapanya dengan sedikit tidak nyaman.
"Haruto-san..... Ah, jadi begitu."
Rui segera memahami situasinya.
"Aku tidak ingin melakukan kekerasan lagi, jadi apa kamu berencana untuk melawan?"
"Tidak, aki tidak punya niat untuk melawanmu."
Rui dengan lemah mengangguk.
"........"
Rio tidak mengatakan apa-apa lagi dan kembali ke Celia dengan membawa Rui bersamanya. Rui membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu — dan untuk beberapa alasan, dia cukup senang.
"Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku.... Aku menghadapi seseorang secara langsung dan aku kalah."
"Aku menyesal untuk itu. Aku tidak bisa mengendalikan diri dan harus membuatmu pingsan."
"Tidak, situasi ini anehnya menyegarkan. Kalau aku memikirkannya, ini adalah pertama kalinya seseorang menggendongku seperti seorang pengantin seperti ini. Setidaknya itu yang aku ingat."
Rui menatap matahari terbenam yang cerah dan mulai tertawa.
"Tolong maafkan aku......"
"Tolong jangan katakan itu. Aku merasa malu jadinya."
Tawa Rui membuat Rio juga tertawa bersamanya.
"Aku senang kamu adalah lawanku, Haruto-san. Sungguh......."
Rui mengatakan itu sambil menatap ke langit.