Two Amethyst – Chapter 8 : 「Keberadaan Amethyst」
Sementara itu, saat Rio sedang menuju ke Kerajaan Paladia berdasarkan informasi yang dia dapat dari Nidoll......
Christina pergi menuju Galtuuk, Ibukota Kerajaan Galarc, untuk memberikan salam sebagai perwakilan baru dari Restorasi. Kunjungannya juga agar dia bisa memberikan permintaan maaf dan penjelasan atas tindakan Charles dalam mengerahkan tentara Beltrum di perbatasan. Dia ditemani oleh Flora, Hiroaki, dan Roanna. Setelah semua masalah diselesaikan, tibalah waktunya untuk kembali ke Rodania.
Saat ini, Christina dan rekan-rekannya berada di dalam kapal sihir yang terbang di antara dua kapal pengawal lainnya. Christina telah memeriksa beberapa dokumen penting bahkan setelah naik ke kapal, tetapi begitu dia mencapai tempat yang baik untuk berhenti, dia memutuskan untuk istirahat dengan Flora. Tidak ada seorang pun selain mereka dan Vanessa di ruangan itu.
"Akhirnya, kita bisa kembali."
Kata Christina, menghela napas lelah sebelum meminum tehnya.
"Ya." Jawab Flora, yang merasa lelah juga.
"Haruskah kita istirahat begitu kita kembali?"
"Iya!" Flora mengangguk senang.
"Kita mungkin tidak dapat mengambil cuti terlalu lama, tetapi apakah ada yang ingin kamu lakukan selama itu?"
Christina bertanya kepada Flora.
"Aku sudah cukup senang karena bisa bersamamu.... Tapi bagaimana dengan pesta makan malam atau pesta teh? Umm, dan kita bisa mengundang Hiroaki-sama dan Roanna." Setelah membalas dengan itu, Flora memperhatikan reaksi Christina.
"Tentu...." Christina mengangguk dengan khawatir.
Dia telah memarahi Hiroaki setelah latih tandingannya dengan Rio karena kehilangan kendali atas Divine Arms-nya dan menyebabkan bencana, jadi Christina sekarang sepenuhnya sadar kalau tidak akan mudah untuk menghadapinya lagi. Dia telah mencoba mengembangkan hubungan mereka dengan mengadakan beberapa acara, tetapi bahkan jika dia menghadirinya, sikapnya yang masih kesal dengannya terlihat sangat jelas. Selain itu, ketika Flora mencoba memberitahunya alasan mengapa dirinya marah—
"Tentu saja aku akan memihakmu."
Itulah apa yang dia katakan sebelum menjauhkan diri dari tunangannya Flora. Hari-hari ini, Hiroaki selalu bersama dengan Roanna. Tahanan rumahnya telah dicabut, jadi dia bisa pergi ke Kerajaan Galarc bersama mereka, tetapi bahkan sekarang dia telah mengurung dirinya di ruangan lain sendirian dengan Roanna.
Ada batasan untuk apa yang bisa dimaafkan, bahkan untuk seorang Hero. Mengampuni tindakan yang tak termaafkan hanya akan merusak kepribadian Hiroaki, jadi dia harus mempelajari perbedaan ini sebelum dia akhirnya membuat lebih banyak musuh.
Itulah kebenaran sederhana yang Christina ingin katakan padanya. Namun bahkan sesuatu yang begitu sederhana seperti itu tetaplah sulit. Dia telah mencoba menjelaskan berbagai hal secermat mungkin, seperti dengan memberikan contoh nyata, tetapi kata-katanya sepertinya tidak tersampaikan ke Hiroaki. Mungkin perkataannya hanyalah gangguan yang tidak diundang baginya. Dia mungkin tidak memiliki ketertarikan untuk melakukannya sejak awal.
[ Tidak ada yang bisa aku lakukan untuk itu..... ]
Christina menghela napas dengan lesu.
"Permisi."
Pintu terbuka tanpa suara ketukan.
"Dasar kurang ajar! Beraninya kau mengganggu Christina-sama dan Flora-sama?!"
Vanessa secara refleks menjadi marah, meraih pedang yang masih tersarung di pinggangnya. Masuk ke ruangan seorang bangsawan tanpa mengetuk lebih dari sekadar hal yang sangat tidak sopan.
"Ya, aku tahu itu."
Kata orang yang masuk dengan tidak memedulikannya.
Selain itu, ada dua orang lagi datang menerobos di belakangnya. Mereka bertiga mengenakan jubah hitam dengan topeng kain, sehingga wajah mereka tidak terlihat.
"Augendae Corporis! Siapa kalian ini?"
Vanessa melafalkan mantra untuk meningkatkan kekuatan fisiknya sebelum menghunus pedangnya dan menuntut identitas mereka. Christina berdiri di antara Flora dan orang² berjubah itu untuk melindunginya.
"Tidak ada yang cukup bodoh untuk menjawabnya dengan jujur, kan?"
Orang di depan mencibirnya kemudian menyeringai.
"Seharusnya ada Ksatria yang berjaga kapal ini."
Kata Christina, mendorong Flora untuk berdiri di belakangnya.
"Setiap orang yang kami temui dalam perjalanan telah dikirim dengan damai ke kuburan mereka. Mereka terlalu mudah, bukan begitu? Hanya karena kalian berada di atas kapal terbang bukan berarti tidak ada musuh."
Dua orang lain di belakang orang itu tertawa mengejek.
"Christina-sama, Flora-sama. Tetaplah di belakangku di pojok ruangan." Kata Vanessa, memegang pedangnya dengan ekspresi tajam.
"Ayo, Flora."
Christina segera meraih tangan Flora dan membawanya ke pojokkan ruangan, lalu membuatnya berdiri di belakangnya untuk melindunginya. Vanessa segera bergerak ke sudut ruangan itu dan berdiri sebagai dinding untuk melindungi mereka.
"Ohoho! Tanggapan standar ketika diserang di sebuah ruangan adalah untuk memperkuat pertahananmu. Yah, seseorang mungkin akan menyadari keributan ini jika kita terlalu lama, jadi mari kita selesaikan ini dengan cepat. Oi."
Orang di depan memberi isyarat dengan dagunya, dan dua di belakangnya pindah ke kiri dan kanan untuk mengepung mereka. Orang² itu juga semakin dekat dengan Christina, Flora dan Vanessa.
".........."
Kewaspadaan Vanessa meningkat, dengan cepat mengarahkan ujung pedangnya di antara ketiga orang itu sebagai ancaman untuk menjatuhkan yang pertama bergerak, bahkan jika itu berarti mempertaruhkan nyawanya sendiri.
"Ooh, betapa menakutkannya."
Kata orang yang bertubuh besar, mengejeknya.
[ Apa alasan orang-orang ini tidak menghunus pedang mereka karena mereka akan menangkap Christina-sama, Flora-sama hidup-hidup, bukan mati? ]
Vanessa berpikir dalam hati, memperhatikan para orang yang mendekat tanpa menghunus pedang mereka.
"Christina Onee-sama......"
"Tenanglah Flora. Aku akan melindungimu."
Christina mencengkeram tangan yang digenggam Flora dengan gugup di lengan bajunya.
"Haaah!"
Orang yang berdiri di depan berteriak, mendorong mereka bertiga untuk menyerang Vanessa sekaligus. Vanesaa tidak bisa menangani ketiga serangan mereka sekaligus.
"Ngh......"
Vanessa menyesuaikan posisi pedangnya dengan gerakan kecil, lalu mengayunkan pedangnya secara horizontal untuk menebas ketiganya sekaligus.
Tujuan dan waktunya sama-sama sempurna.
Tubuh orang pertama terpotong, tubuh orang kedua terperangkap dalam momentum pedang dan mengirim orang ketiga menabrak di sampingnya. Itulah yang segera disimulasikan Vanessa di kepalanya, tapi—
Clank!!
Sebagai gantinya, suara benturan logam yang tak terduga bisa terdengar.
"Apa?!"
Vanessa melihatnya dengan kaget. Orang yang melompat dari kanan telah menghunus pedangnya dan menangkap serangan dari pedangnya.
"Yah, melompat seperti ini jelas akan membuatmu berayun seperti itu. Sayangnya, kami cukup berpengalaman dalam pertarungan semacam ini. Kami berpengalaman dalam menanganinya."
Orang yang berada sebelah kanan tertawa puas.
Dengan senjatanya diblokir, tidak ada yang bisa menghentikan dua lainnya untuk melompat ke arah Vanessa.
"Tertidurlah yang panjang sama dengan yang lainnya."
Orang bertubuh besar itu menikam pisau tersembunyi yang dibawanya ke perut Vanessa. Dia kemudian memutar pergelangan tangannya dan mencabut pisau dengan paksa.
"Guh...... Ugh......"
Vanessa jatuh dengan lututnya, tidak mampu menahan rasa sakit.
"Terima ini."
"Guh......!"
Penyerang lainnya menendang sisi wajah Vanessa. Tubuhnya terlempar dengan keras menabrak furnitur di ruangan itu. Vanessa pasti terbentur di kepalanya, karena dia jatuh lemas setelah itu.
"Inpulsa Fluctus!"
Christina mengulurkan tangannya dan membacakan mantra sementara perhatian orang² sedang teralihkan. Sebuah lingkaran sihir bersinar, menembakkan gelombang kejut listrik yang kuat di depannya.
"Urgh!"
"Guh."
"Ap....."
Orang-orang itu menghunus pedang mereka dan segera melompat mundur. Namun, sengatan listrik ditarik ke arah pedang mereka, menyerang orang² itu.
"Photon Projectilis!"
Christina kemudian menembakkan serangan peluru sihir berturut-turut ke arah orang-orang itu saat mereka bergerak. Beberapa dari mereka membuat serangan langsung, mendorong mundur orang-orang itu ke belakang ruangan.
"Tetaplah di sana."
Christina memerintahkan Flora, lalu dengan takut mendekati orang-orang yang jatuh itu. Dia mengulurkan tangannya di depan mereka, siap untuk mengaktifkan sihirnya pada saat itu juga. Namun, mereka sepenuhnya jatuh dengan mata tertutup.
[ .....Apa mereka pingsan? ]
Christina menghela napas lega, melepaskan rasa ketegangan yang ada terasa di tangannya.
"Sudah tidak a-apa sekarang. Kemarilah. Ruangan ini berbahaya. Kita harus memeriksa kondisi Vanessa."
Christina berbalik ke Flora dan memerintahkannya, tapi—
"O-Onee-sama!"
Orang-orang yang seharusnya tidak sadarkan diri itu segera bangkit dan mulai berlari ke arah mereka.
"Ap......."
Orang yang paling dekat dengan Christina menahan gerakannya dari belakang, sementara dua lainnya di ruangan itu berlari ke arah Flora dan dengan mudah menahannya dari kedua sisi.
"Yah, yah. Kau sungguh putri yang kejam, menembakkan sihir seperti itu tanpa ampun."
Orang yang telah menangkap Christina dari belakang berkata dengan sedikit jengkel.
Ekspresu Christina berubah menjadi kebencian.
"Tentu saja. Aku mengaktifkan sihir tanpa memedulikan nyawamu..... Bagaimana kau bisa bertahan?"
"Sayang sekali bagimu, kami semua telah meningkatkan kekuatan fisik kami dengan senjata sihir. Kami menangkap serangan pertama dengan pedang kami dan mengimbangi esensi sihir, lalu menahan serangan kedua dengan meningkatkan kekuatan fisik kami. Yah, walau masih terasa sakit."
Orang itu mengencangkan cengkeramannya di tangan ramping yang dimiliki oleh Christina.
"Ngh..... Lepaskan aku, dasar sialan!"
Christina meringis kesakitan.
"Yah, sayangnya aku tidak bisa. Akan sangat merepotkan jika kamu mulai menyerang kami lagi, oleh karena itu......."
Clack, terdengar sebuah suara. Rasanya seperti ada sesuatu yang menekan lehernya.