Two Amethyst – Chapter 6.5 : 「Konsultasi」
Di Ibukota Kekaisaran Proxia, Nidgard, di sebuah ruangan tertentu di Kastil kekaisaran......
Setelah kalah dalam pertempuran di perbatasan Kerajaan sebelumnya dan melarikan diri dari gadis-gadis roh rakyat dengan demi nyawa mereka. Arein, Lucci, dan Ven menemui orang tertentu untuk memberikan laporan mereka.
Namun, perbedaan orang itu jika dibandingkan terakhir kali mereka melihatnya begitu dramatis, Arein dan yang lainnya hanya bisa menelan ludah mereka dengan gugup pada suasana di ruangan itu. Orang itu berbicara kepada mereka dengan suara yang sangat tidak senang, menanyakan apa yang mereka inginkan.
Udara di ruangan itu membuat mereka sulit untuk mengakui kalau mereka telah dikalahkan oleh beberapa anak nakal, tetapi mereka tidak punya pilihan selain melaporkan kebenaran. Kemudian, begitu mereka sampai pada topik Rio—
"Apa yang baru saja kalian katakan.....?"
Kemarahan meluap dari orang itu.
"Eek......."
Ketiga laki-laki menjadi lumpuh karena ketakutan yang membuat jantung mereka berdebar.
"Oi. Ada di mana si bajingan Reiss itu, sekarang?"
Orang itu bertanya kepada mereka.
"Reiss-sama pergi menemui kaisar......"
Jawab Arein dengan napas yang tertahan.
Orang itu segera berdiri.
"Bajingan itu adalah mangsaku. Sialan kau, Reiss."
Dia mengutuk dengan suara pelan ketika dia meninggalkan ruangan dan meninggalkan Arein, Lucci, dan Ven di belakangnya.
Sejujurnya, sulit untuk mengatakan apakah mereka masih hidup. Mereka telah merasakan ketakutan yang lebih besar untuk hidup mereka sekarang daripada selama pertarungan mereka sebelumnya dengan Rio dan yang lainnya. Karena itu adalah pertama kalinya mereka melihat orang itu begitu marah sebelumnya.
Ruangan itu menjadi sunyi untuk waktu yang lama. Akhirnya, mereka bertukar tatapan dan cukup tenang untuk berbicara lagi.
"Yah, sungguh sial. Apa yang terjadi pada komandan saat kita tidak melihatnya?"
Lucci bergumam sambil berekspresi masam.
◇◇◇◇
Sementara itu, di balkon lantai atas bangunan di Kastil utama......
"Aku terkejut kau menunjukkan wajahmu lagi, tetapi untuk berpikir kau memiliki lebih banyak untuk didiskusikan...… Kau seperti hantu, datang dan pergi sesukamu. Atau mungkin aku harus mengatakan seperti iblis saja?" Kata Kaisar Nidoll Proxia berkata kepada Reiss, yang berdiri di dekatnya.
"Ini menyedihkan. Semua itu karena kamu tidak bisa bergerak bebas sehingga aku harus mengabdikan diriku untuk bekerja di belakang layar. Meskipun namaku mulai tersebar baru-baru ini, berkat seorang anak laki-laki tertentu..... Sungguh merepotkannya."
Kara Reiss, mengeluh sambil menghela napas lelah.
"Aku mengerti. Jadi pembahasanmu ini ada hubungannya dengan bocah itu?"
"Memang. Namun, mari kita tunggu dia bergabung dengan kita dulu. Aku mengirim Arein dan yang lainnya untuk memberinya laporan, jadi dia akan segera tiba—oh, bicara tentang iblis."
Tatapan Nidoll dan Reiss tertuju ke sudut balkon.
"Oi, Reis."
Lucius tampaknya muncul entah dari mana, dan tiba di balkon.
"Wah, lama tidak bertemu, Lucius-sama. Kami sudah menunggumu. Aku senang melihatmu dalam keadaan sehat."
"Jangan panggil aku dengan gelar yang tidak tulus itu— rasanya sepertinya kau tidak merasa hormat padaku. Sungguh memuakkan. Setiap kali kau memanggilku seperti itu, biasanya kau memaksakan situasi yang mengerikan padaku."
Kata Lucius terus terang, menatap muak pada sapaan Reiss yang terlalu ramah.
"Tapi aku sudah berusaha untuk mempertahankan gelar itu sambil menyapamu di depan anggota regu lainnya..... Ya, sudahlah. Apa kamu sudah mendengar cerita dari Arein dan yang lainnya?"
"Kau bilang kepadaku tidak akan ikut campur adalah pilihan yang terbaik, lalu kau sendiri yang bergerak kepada bajingan itu." Kata Lucius, memelototi Reiss dengan tatapan tajam di matanya.
"Tapi aku tidak punya pilihan lain. Dia terus muncul di waktu yang paling buruk untuk menghalangi rencana kita. Dan itu sering terjadi, hampir terasa seperti kami terhubung oleh takdir." Kata Reiss, mengangkat bahunya secara berlebihan.
"Bajingan itu adalah mangsaku. Jangan melakukan sesuatu yang tidak perlu....."
"Jangan menatapku seperti itu dong. Bagaimanapun, kamu perlu memulihkan diri sampai kamu terbiasa dengan bagian baru dari tubuhmu. Selama waktu itu, aku harus terus bergerak untuk menjalankan rencana — berkat inilah, aku dapat menemukannya, tahu?"
"Di mana bajingan itu sekarang? Rodania? Atau Amande?"
"Aku belum bisa memberitahumu. Jika aku melakukannya, kau pasti akan langsung berlari ke arahnya, bukan?"
"Kau mengatakannya, padahal kau hanya ingin melangkahiku."
"Omong kosong. Jika ada, aku mencoba mempersiapkan kesempatan bagimu untuk bersatu kembali dengannya. Jika kamu mengikuti instruksiku, itu saja."
"......Aku tidak bisa mempercayaimu."
Lucius memandang Reiss dengan curiga.
"Kita seharusnya tidak berinteraksi dengannya. Aku memang berpikir seperti ini, tetapi setelah membandingkan kerugian mengganggunya melawan kerugian meninggalkannya sendirian, risiko untuk yang terakhir kebetulan muncul di atas. Itu sebabnya, aku mengkhawatirkan diriku sendiri tentang apa yang harus dilakukan, dan akhirnya memutuskan untuk berurusan dengannya. Jika dia berakhir di medan perang tahap akhir dari rencana kita, akh khawatir tidak akan ada pemulihan dari situasi ini."
Nidoll mengungkapkan ketertarikannya untuk pertama kalinya pada kata-kata itu.
"Apa bocah itu memang kuat?"
Reiss meletakkan tangan di mulutnya dan sebelum memberikan penilaiannya tentang kemampuan Rio.
"Hmm, ya..... Awalnya aku mengira kalau dia sekelas dengan para Hero yang bertarung selama era perang suci, tapi setelah menyaksikannya bertarung, aku sadar kalau aku telah meremehkannya. Dia mungkin ada berada di atas level para kelas hero, atau — mungkin sesuatu yang dekat dengan yang level tertinggi dari hero di masa lalu."
"Menarik......."
Mulut Nidoll menyeringai ke atas.
"Bajingan itu adalah mangsaku."
Lucius memperingatkan Nidoll dengan keningnya yang berkerut.
"Huh. Kau sudah mengalami kekalahan telak sekali, bukan? Di mana kau kehilangan mata dan lengan kirimu." Kata Nidoll melihat di antara wajah dan lengan kiri Lucius dan menghinanya.
Ada penutup mata di atas mata kirinya. Lengan kirinya telah dibakar menjadi abu oleh Rio, tetapi entah bagaimana masih tetap ada di sana.
"Sebagai kompensasi untuk mata dan lengan, bagaimana kalau aku menghabisimu dulu?"
Lucius mengangkat lengan kirinya mengancam.
"Oh?"
Nidoll tersenyum menantang, menimbulkan suasana bermusuhan di antara mereka.
"Hentikan itu, kalian berdua. Sekarang bukan waktunya untuk berkelahi."
"Aku tidak pernah ingat bergabung dengan orang ini."
Kata Lucius membentak, ketika Reiss menghentikan mereka berdua.
"Astaga..... Apa kamu menang ingin melawannya?"
"Tentu saja. Karena dia adalah mangsaku. Aku tidak akan membiarkan orang lain menghalangi."
"Dalam keadaanmu saat ini, kamu hanya ada di kelas Hero biasa yang ada di perang suci. Kamu masih kekurangan kekuatan untuk melawannya secara langsung."
"Aku tidak yakin dengan itu." Kata Lucius, memelototi Reiss, menolak untuk mundur sedikit pun.
[ Bagiku, dia lebih sinting dari yang aku harapkan. ]
[ Meski begitu, kamu akan membutuhkan kekuatannya untuk mengalahkan bocah itu. Hmm.... Apa yang sebaiknya harus aku dilakukan...... ]
Reiss memikirkan itu, kemudian menggelengkan kepalanya dengan gagah.
"Baiklah. Untuk saat ini, kamu harus ikut denganku ke Kerajaan Rubia. Ada urusan yang harus aku urus di sana. Jika kamu memberiku bantuanmu, aku akan menyiapkan panggung bagi kalian berdua untuk bertarung tanpa gangguan. Aku akan menjelaskan rencanaku untuk ini setelah masalahku yang lain diselesaikan." Kata Reiss, menawarkan hal itu kepada Lucius sebagai kompromi.
Lucius memelototi Reiss dalam diam untuk beberapa saat, tetapi akhirnya menganggukkan kepalanya.
"Ya."
"Bagus. Kita akan membawa Arein, Ven, dan Lucci, jadi beri tahu mereka untuk mempersiapkan perjalanan. Aku akan segera datang untuk menjemput mereka."
"Hmph."
Lucius mendengus dengan kesal, lalu berbalik dan melompat dari balkon tanpa sepatah kata pun.
"Jadi begitulah ceritanya, jadi bisakah aku meminta bantuanmu juga, Nidoll?"
Reiss berbalik ke arah Nidoll dan berkata dengan riang.
"Ekspresi yang menjijikkan. Aku juga sudah mulai bosan dengan kehidupan di Kastil ini. Saran ini lebih baik memberikan beberapa bentuk hiburanku, oke?"
Nidoll bertanya dengan kesal.
"Tentu saja. Ada kemungkinan yang sangat tinggi kalau bocah itu akan masuk ke dalam Kastil ini. Namun, akan buruk baginya untuk terlalu penasaran dengan Kekaisaran Proxia. Di situlah, aku ingin memintamu untuk menyampaikan pesan ini kepadanya."
"Oh? Ayo kita dengarkan."
Suasana hati Nidoll tiba-tiba terangkat.
◇◇◇◇
Sementara itu, Lucius kembali ke ruangan tempat Arein dan yang lainnya berada.
"K-Komandan!"
Mereka bertiga segera berdiri ketika melihat sosoknya.
"Hei, Lucci. Kumpulkan sebanyak mungkin kristal teleportasi sekali pakai — segera. Dan rahasiankan itu dari Reiss."
"Heh.....?" Lucci menjadi bingung dengan perintah mendadak dari Lucius.
"Apa yang sedang kau lakukan? kita akan segera berangkat. Cepatlah. Reiss akan segera datang."
"B-Baik!" Dimarahi oleh Lucius, Lucci dengan cepat berlari keluar ruangan.
[ Aku tidak berniat menjadi pionmu, Reiss. ]
Pikir Lucius dengan ekspresi marah, menjatuhkan dirinya ke sofa dengan kasar.