Two Amethyst – Chapter 3 : 「Kecemburuan」
Di waktu Rio telah menyelesaikan diskusinya dengan Liselotte. Hiroaki dibawa ke ruangan lain oleh Cosette dan mengundang Flora dan Roanna bersamanya untuk menghilangkan rasa kebosanannya.
Biasanya, Roanna akan mengangkat topik, kemudian Hiroaki akan mengoceh tentang topik itu, Roanna akan mengajukan pertanyaan yang mudah dijawab oleh Hiroaki dengan menyombongkan dirinya, dan Hiroaki akan melanjutkan obrolan dari sana.
Roanna adalah rekan percakapan yang responsif dan selalu bereaksi dengan cara yang nyaman untuk yang mengobrol dengannya, jadi Roanna adalah seseorang yang benar-benar sangat nyaman ketika diajak bicara oleh Hiroaki.
"Dulu aku pernah berpikir tentang luasnya ruangan pribadi yang aku tempati, tapi aku tidak pernah benar-benar tahu akan hal ini."
Kata Hiroaki sambil duduk di sofa untuk tiga orang, yang agak sempit. Flora dan Roanna duduk di kedua sisinya sementara lengannya terlentang.
Biasanya, mereka semua akan duduk di sofa untuk satu atau dengan nyaman berbagi tiga kursi duduk untuk berdua sementara yang ketiga duduk di sofa untuk satu orang, namun ruang tamu di tempat itu hanya memiliki sedikit perabot.
"Ya, terserahlah. Ayo kita duduk."
Kata Hiroaki, setelah menempatkan dirinya di tengah sofa dan memberi isyarat kepada Flora dan Roanna, sehingga mereka bertiga duduk bersama.
"Ruang pribadi?"
Roanna bereaksi terhadap kata-kata Hiroaki, membuat ekspresi agak bingung.
"Ah, itu jarak di mana orang lain terlalu dekat untuk merasa nyaman. Semakin dekat kami dengan orang lain, semakin pendek jarak ini, dan semakin sedikit kamu mengenalnya, semakin lebar jarak itu. Kamu juga tidak ingin duduk di sini dengan orang yang tidak kamu kenal, kan?"
"Ya, aku lebih suka menolaknya jika terjadi.... Tapi aku tidak bisa mengeluh untuk saat ini."
Kata Roanna, membawa dirinya lebih dekat ke bahu Hiroaki. Sementara itu, Flora menjaga jarak dari Hiroaki untuk menghindari kontak dengan tubuhnya.
"Ruang pribadiku dulu sangat luas, aku merasa jengkel ketika seseorang memasuki restoran kosong ketika aku duduk sendirian, orang itu duduk depanku dan menghalangi pandangku. Dan aku juga tidak menyukai fasilitas kita saat ini."
Hiroaki berkata dengan kesal ketika dia meraih bahu Roanna dan memeluknya lebih dekat.
"Ara, pasari karena dia laki-laki, bukan?"
Roanna bertanya dengan ekspresi cemberut imut.
"Yah, ada kalanya aku membencinya karena orang itu perempuan juga. Apalagi kalau masih ada tempat duduk lainnya yang masih kosong, namun orang itu sengaja duduk di dekatku. Aku hanya ingin makan dengan tenang, tetapi mereka mulai mengoceh tentang topik bodoh."
"Jadi bagaimana denganku......?"
Roanna mungkin berpikir, apakah Hiroaki tidak suka kalau dirinya menempel begitu dekat saat ini.
"Aku penasaran dengan itu?"
Hiroaki menyeringai, menghindari tatapan Roanna sambil tertawa. Saat itu, dia tahu kalau Roanna semakin mendekatinya. Dia hanya tertawa puas.
"Sofa ini cukup sempit, tapi pengalaman seperti ini terkadang terasa cukup menyenangkan juga, bukan?"
"Tapi aku tidak keberatan jika kita terus seperti ini sepanjang waktu."
Jawab Roanna dengan sedikit cemberut.
"Hahaha!"
Hiroaki tertawa terbahak-bahak. Lalu dia menghela napasnya sesaat dan berkata :
"Ah, hal yang terbaik adalah memiliki seseorang yang memahamimu ketika dirinya merasa lelah dan merasa tidak nyaman. Karena nyatanya, dengan bersama perempuan yang hanya mempunyai penampilan saja dan tanpa pemahaman itu sangat menjengkelkan."
Orang-orang yang terlintas dalam pikiran Hiroaki adalah gadis-gadis yang tidak ada di ruangan ini sekarang — kecuali Christina. Dia tidak senang dengan kenyataan kalau mereka tidak secara aktif mencoba dekat dengannya, sang Hero. Hanya mengingatnya sudah membuat rasa jengkelnya kembali.
"Kurasa itu artinya aku seorang perempuan yang pengertian, ya?" Roanna langsung menanyakan itu.
"Tidak." Hiroaki menggelengkan kepalanya.
Kemudian, dia menambahkan :
"Kamu bisa mengerti dan kamu sangat imut. Seorang perempuan yang benar-benar menawan bagiku."
"Mou~." Roanna tersipu malu.
"Ada apa denganmu, Flora? Kamu terlihat diam daja selama ini." Puas dengan reaksi Roanna, Hiroaki menoleh ke Flora, yang sama sekali tidak berpartisipasi dalam percakapannya itu
"Heh....? Ah..... Tidak...."
Flora tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun saat ini. Dia tampak linglung, tampak seperti pikirannya tidak ada di sana.
"..........."
Hiroaki menghela napas kecewa.
"Umm, aku sedang memikirkan kakakku dan Haruto-dono..... Aku bertanya-tanya apa yang sedang mereka berdua lakukan."
Jawab Flora dengan kejujuran yang agak naif.
"Entalah? Christina seharusnya sedang berbicara dengan Duke Huguenot, bukan? Tapi kenapa menyebut nama orang itu?"
Hiroaki mengerutkan keningnya dengan jengkel ketika Flora secara terbuka menyebut nama Rio.
[ Jangan lagi nama orang itu. ]
Pikir Hiroaki dalam benaknya.
"Bukan begitu, akau hanya memikirkan kalau banyak yang telah terjadi saat mereka bersama."
"Christina dengan bajingan itu?"
{ TLN : Kita tunggu aja nasib Hero lucknut ini ke depannya :V }
"Bukan itu maksudku, tapi Celia Sensei juga ada di sana......" Kata Flora terdiam dan mulai kehilangan kata²nya.
"Hmm......."
Bahkan dengan menyebut nama Celia, Hiroaki bergumam dengan tidak tertarik.
Tapi di dalam hatinya, rasa tidak senangnya dengan cepat berkembang.
"Apa itu hal yang hebat? Karena dia mengalahkan Sword apalah namanya itu? Sepertinya orang-orang membuat keributan yang cukup besar hanya karena itu."
Kata Hiroaki, mengungkapkan keraguannya terhadap kemampuan Alfred.
"Emarle-dono telah diakui oleh Raja sebagai pengguna pedang terkuat di Kerajaan Beltrum. Dia bisa menggunakan pedang sihirnya untuk melepaskan tebasan cahaya yang sangat kuat, dan kekuatannya begitu terkenal sehingga orang² mengatakan dirinya pasukan satu orang."
Kata Roanna dengan ragu-ragu, mengetahui jawabannya itu bukanlah yang ingin didengar Hiroaki.
"Namun orang itu dan bajingan Rui itu dipukuli oleh bajingan lain yang baru saja naik daun. Bajingan Rui itu — kekalahannya juga berdampak kepadaku karena dia telah menodai nama Hero."
Hiroaki berkata dengan ekspresi cemberut.
[ Jadi si Sword King itu telah menggunakan tebasan cahayanya untuk menyerang? Kedengarannya seperti menggunakan senjata suciku dengan kekuatan penuh. Lagipula si Satsuki sudah kalah darinya dalam latihan sparring, dan bajingan Takahisa itu juga memiliki waktu yang buruk ketika melawannya. ]
[ Bajingan itu selalu muncul sekitar waktu yang sama dengan para Hero, dan bajingan itu lebih menonjol dari kami semua. Kalau terus begini, dia akan dihargai lebih tinggi dari kami semua. Bahkan namanya juga sangat mirip dengan nama orang jepang. ]
Andai saja ada sesuatu yang bisa dia lakukan....
Hiroaki memikirkan itu saat merasakan bahaya dari tindakan yang Rio baru-baru ini.
[ Hmm. Apa ada yang bisa aku lakukan untuk menjatuhkan karakter protagonis bajingan itu? Dengan membuatnya kehilangan muka atau semacamnya...... ]
Dia melipat tangannya karena tidak puas, terdiam dalam pikirannya.
Sementara itu, Roanna bisa melihat suasana hatinya dan diam-diam menunggu Hiroaki mulai berbicara lagi, sementara Flora dengan canggung tetap diam.
[ Akan sangat bagus jika seseorang bisa melakukannya dan mengalahkannya sekali. Melihat bagaimana yang disebut yang terkuat— Sword King — bukanlah tandingannya, tak seorang pun di Restorasi yang akan mampu mengalahkannya dalam pertandingan jarak dekat...... ]
Setiap orang di Restorasi tidak berguna: Mereka hanya punya nama dan tapi tidak punya cukup kekuatan.
Karena tidak ada yang "benar-benar" seperti itu. Namun, meski Rio menjengkelkan baginya, kemampuannya mungkin nyata.
Hiroaki telah menyaksikan pertarungannya denga kedua matanya sendiri dari dekat, dan kekuatan bertarungnya memang mengesankan. Dia tidak mau mengakui hal itu, tapi Rio memang kuat. Namun.......
[ Tunggu sebentar..... ]
[ Tidak perlu bertarung dalam pertarungan jarak dekat di mana bajingan itu lebih unggul, bukan? Jika aku bisa menjaga jarak sambil menyerangnya secara sepihak, maka...... ]
Ide itu tiba-tiba muncul di dalam kepala Hiroaki.
[ Benar — bertarung di atas dengannya secara langsung hanya akan menjadi omong kosong. Si bodoh Rui itu juga berusaha keras untuk melawannya dari jarak dekat padahal dia sendiri pengguna busur, atau begitulah yang kudengar. Mungkin itu sebabnya bajingan Rui itu kalah. Dia seharusnya memilih di suatu tempat yang menguntungkan dan mengalahkannya dengan serangan jarak jauh. ]
Hiroaki menganalisis penyebab kekalahan Rui dan mencibir dengan kesal.
{ TLN : Pffttt.... }
[ Menyeret lawan ke ringmu sendiri untuk menang adalah taktik pamungkas. Karena kekuatan yang aku peroleh terlalu besar bahkan dalam bentuk yang tidak lengkap, aku sudah jarang untuk mengujinya dengan benar, dan bukankah bajingan itu akan menjadi lawan yang sempurna? Jika aku mengatakan kalau aku ingin menguji kemampuanku, itu mungkin berhasil. ]
Hiroaki bisa memikirkan cara baginya untuk menang melawan Haruto Amakawa. Tentu saja, itu akan menjadi latih tanding, jadi mereka tidak akan bertarung secara nyata, dan pertandingan itu akan menjadi cara yang baik untuk menghilangkan stres baginya. Tidak ada yang tahu apakah Rio akan setuju dengan pertandingan tersebut, tapi tidak ada salahnya untuk menanyainya.
[ Ah, bagus. Pada akhirnya, aku harus menjadi orang yang menonjol. ]
Satu-satunya yang bisa mengeliminasi orang yang benar-benar kuat adalah orang yang lebih kuat.
"Ah, aku baru saja memikirkan sesuatu. Aku akan menemui Haruto."
Hiroaki segera memulai rencananya.
◇◇◇◇
Kira-kira pada waktu yang sama, ketika Chloe membawa Rio ke ruangannya setelah diskusinya dengan Liselotte berakhir.
"Ini dia — silakan gunakan ruangan ini. Ini kuncinya."
Kata Chloe, berhenti di depan ruangan dan menyerahkan kunci itu kepada Rio.
"Terima kasih banyak, Chloe-san. Jika kamu tidak keberatan aku bertanya, ada di mana Sara dan gadis-gadis yang datang bersamaku?" Rio bertanya.
"Aku menunjukkan mereka ke ruangan yang ada tepat di sana." Chloe memberi isyarat dengan tangan kanannya, menunjuk ke ruangan tempat Sara dan yang lainnya tempati.
"Aku mengerti. Kalau begitu, aku permisi."
Kata Rio, lalu mulai berjalan menuju ruangan Sara.
"Tentu."
[ Aku penasaran hubungan seperti apa yang Haruto-sama miliki dengan mereka bertiga? ]
Chloe menanyakan hal itu dalam dirinya, ketika dia memperhatikan Rio sedang mengetuk pintu sebelum dia pergi. Pintu terbuka dan Sara menjulurkan kepalanya dari dalam.
"Haruto."
"Maaf membuat kalian menunggu."
"Tidak apa. Silakan, masuk."
Setelah pertukaran singkat itu, Rio memasuki ruangan di saar Chloe pergi dengan tenang.
"Maaf sudah mengganggu."
Kata Rio sambil melangkah masuk.
"Apa yang kamu katakan itu, kami sedang menunggumu, loh."
"Kamu sudah bekerja keras hari ini."
Orphia dan Alma menyambut Rio dari tempat mereka duduk di tempat tidur.
"Silahkan duduk."
"Terima kasih."
Rio duduk di salah satu sisi sofa dengan tiga tempat duduk yang ditawarkan Sara.
"Ada sesuatu yang harus kami katakan kepadamu, Rio."
Sara menggunakan nama asli Rio karena hanya mereka yang ada di ruangan itu.
"Apa itu?"
"Karena Putri Christina telah bergabung dengan sekutunya, kami berpikir untuk kembali ke rumah batu. Kami tidak berpikir kalau kami harus terlibat terlalu dalam dengan para manusia bangsawan — atau politik para manusia pada umumnya." Kata Sara, memulainya.
"Aku mengerti..... Aku setuju dengan itu dan itu mungkin pilihan yang terbaik."
Para gadis dari desa roh itu sudah cukup mencolok dengan penampilan mereka, dan mereka juga pasti telah menarik banyak perhatian dengan muncul dalam kelompok sambil menggunakan senjata sihir mereka.
Jika mereka terus melanjutkan pergi ke Rodania seperti ini, mereka pasti akan menerima semacam undangan dari para bangsawan manusia.
"Kami sebenarnya ingin terus menemanimu, tapi......"
Kata Sara dengan ekspresi cemas. Orphia dan Alma juga membuat ekspresi yang sama.
"Tidak apa, kalian sangat membantuku. Perjalanan ini akan pindah ke kapal sihir begitu kita sampai di Amande, jadi kalian sudah membantu cukup banyak. Aku akan sangat berterima kasih jika kalian bisa melindungi Miharu dan Latifa sebagai gantinya."
"Tentu saja!"
Gadis-gadis itu mengangguk dengan penuh semangat.
Sebaliknya, Rio memiliki bayangan gelap di sekitar wajahnya.
"Terima kasih banyak semuanya. Dan aku harus meminta maaf atas bahaya yang kalian hadapi. Khususnya untukmu, Orphia — akibatnya kamu terluka karenanya."
"Apa yang kamu katakan itu, Rio? Celia tidak hanya penting untukmu. Dia juga penting bagi kami."
Kata Sara, menolak perkataan Rio.
"Itu benar." Alma menyetujuinya.
"Kami semua telah pulih sepenuhnya dan tidak ada hal buruk yang terjadi. Kita semua sangat senang bisa bersamamu dan belajar tentang dunia denganmu. Kami belum pernah memiliki kesempatan untuk berjalan kaki sebelumnya, jadi semuanya terasa baru bagi kami."
Kata Orphia sambil tersenyum malu-malu.
"Kamu bahkan meminta Rio untuk menggendongmu dengan pose pengantin di bagian itu."
"Itu benar.... Tunggu! Apa yang kamu katakan, Alma-chan?!" Orphia memprotes dengan wajah memerah.
Sara memperhatikan mereka berdua dan menghela napas lelah.
"Kami belajar banyak dari perjalanan ini, terutama dalam pertarungan terakhir dengan para tentara bayaran. Jika kamu tidak mengajari kami cara bertarung melawan manusia, kami mungkin akan mengalami waktu yang jauh lebih sulit." Kata Sara, mengingat kembali ke pertarungan sebelumnya.
"Sangat menyenangkan kami bisa mendapatkan pengalaman bertarung yang nyata."
"Ya. Dan sekarang kami juga tahu kalau ada banyak manusia kuat di luar sana juga. Yang aku lawan juga sangat sulit."
Alma dan Orphia menambahkan kata-kata itu dengan ekspresi serius.
"Sword King....... Mereka memanggilnya begitu, kan? Dari apa yang kamu rasakan tentang pertempuran itu, kami tidak akan bisa menang melawannya — tidak dengan batasan pertarungan di mana kami berpura-pura menggunakan senjata kami sebagai katalisator untuk menggunakan sihir."
Kata Sara, menganalisis dengan tatapan tegas.
"Namun, jika kalian bisa menggunakan spirit art kalian dengan bebas, prajurit yang terampil seperti kalian bertiga seharusnya bisa menggunakan spirit art kalian sendiri. Jika keadaan menjadi sangat berbahaya, jangan ragu untuk bertarung menggunakan spirit art kalian. Aku tidak ingin melihat ada lagi terluka karena pertempuran."
Kata Rio, memintanya dengan ekspresi cemas.
Rio merasakan amarah ketika dia melihat melihat Orphia dan Celia yang tergeletak di tanah dekat dengan Charles dan yang lainnya.
Desa roh memang telah menetapkan aturan kepada mereka bertiga untuk menyembunyikan spesies dan spirit art mereka sebanyak mungkin saat mereka pergi, tetapi aturan itu bukanlah sesuatu yang perlu mereka khawatirkan dengan mengorbankan nyawa mereka sendiri. Setidaknya, itulah yang diyakini Rio.
"Terima kasih banyak, Rio....."
Sara dan yang lainnya bertukar tatapan sebelum berterima kasih padanya dengan ekspresi malu.
Mereka tahu kalau Rio benar-benar sangat mengkhawatirkan mereka.
"Kalian tidak perlu berterima kasih kepadaku....."
Kata Rio sambil tersenyum sedih.
"Aku sangat senang ketika kamu marah karena Celia dan diriku."
Kata Orphia, menutup matanya sesaat dan meletakkan tangan di atas perutnya yang sudah sembuh.
".....Karena menurutku itu adalah hal yang benar untuk dilakukan." Kata Rio dengan canggung.
Jika memungkinkan, Rio tidak ingin orang lain melihatnya marah dan bertindak kasar, karena dia biasanya memberikan gambaran orang yang rasional dan ramah. Dia sebelumnya telah menakuti Ruri dan Sayo seperti itu juga.
"Kami bisa melihatmu dengan cara yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya, tapi itu versi dirimu yang sangat keren, loh?"
Kata Orphia sambil tersenyum, menatap wajah Rio.
"Tolong jangan mengejekku....."
Mata Rio melebar sebelum dia menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan rasa malunya.
"Orphia benar. Itu mengingatkanku ketika kamu sedang melindungi Latifa ketika kawanan wyvern menyerang desa." Alma setuju dengan tertawa kecil.
"Ah, aku juga ingat itu."
Kata Sara sambil kembali mengingat kenangan itu.
"Sudah lama sekali ya."
"Sudah empat atau lima tahun sejak saat itu."
Orphia dan Alma bernostalgia ketika mereka mengingatnya kembali. Mungkin itulah sebabnya ruangan itu dipenuhi dengan kesunyian yang cukup nyaman.
"Kalau dipikir-pikir, apa yang kamu bicarakan dengan Liselotte-san, Rio?"
Tanya Sara, mengubah topik pembicaraan.
"Kami sedang membuat rencana untuk bulan depan. Liselotte-sama berpikir untuk membawa Satsuki ke Mansionnya dan mengadakan acara makan malam, dan mengundangku hadir bersama semua orang di rumah batu......" Kata Rio.
"Oh. Kami ingin sekali hadir, tapi......"
"Kami baru saja memutuskan kalau lebih baik bagi kami tidak terlibat dengan bangsawan manusia dan urusan politik mereka."
Sara dan yang lainnya agak tertarik dengan undangan itu. Politik yang terlibat dalam menghadiri acara makan malam yang diselenggarakan secara pribadi oleh Liselotte adalah benar-benar berbeda dengan tindakan pergi ke Rodania, tetapi fakta kalau mereka saling bertentangan sudah terlihat jelas. Jika Rio bertanya di lain waktu, mereka mungkin menjawabnya berbeda, tapi.......
"Apa yang akan kita lakukan?"
Alma bertanya pada Sara dan Orphia.
"Kami akan melewati acara itu. Meskipun makan bersama seharusnya tidak memiliki pengaruh politik apa pun, membuat pengecualian dengan begitu mudah dapat menyebabkan kesulitan untuk membuat lebih banyak pengecualian di masa mendatang......"
Sara mengatakannya dengan menyesal, nadanya sangat serius.
"Sayang sekali, tapi kamu benar." Orphia setuju.
"Tidak ada yang bisa kami lakukan tentang itu."
Alma mengangkat bahunya dengan ekspresi sedih.
"Namun, karena kami melewatkannya kali ini, kami pasti akan berpartisipasi lain kali! Jika ada waktu berikutnya! Pastinya!" Kata Sara, menambahkan syarat untuk penolakan mereka.
"Bukankah itu sama saja kamu setuju?"
Kata Alma, menertawakan Sara.
"Bukan begitu maksudku! Kita harus bisa mengendalikan diri kita di sini, sehingga lain kali kita bisa menghargai diri kita sendiri karena melakukannya."
Kata Sara, memalingkan wajahnya dengan gusar.
"Kamu benar." Orphia tertawa kecil.