Two Amethyst – Chapter 1 : Melintasi Perbatasan

 

Beberapa menit kemudian, Rio membangunkan Alfred dan membawanya ke tempat Rui dan Charles berada di samping Christina. Celia masih merawat luka Orphia dan untuk memastikannya sembuh, sedangkan Sara dan Alma berjaga-jaga di dekat Alfred kalau-kalau terjadi sesuatu.  Sementara itu, Vanessa juga sudah sadarkan diri dan mengawasi bawahan Charles, bersama dengan Kouta dan Rei.

 

Untungnya, tidak ada orang yang bertarung dengan Rio yang kehilangan nyawa mereka.

Namun, ada sejumlah besar orang yang telah dikirim terbang oleh spirit art angin miliknya dan mendarat dengan keras, mengakibatkan mereka luka parah.Orang-orang itu telah ditahan, dan yang terluka parah diizinkan disembuhkan oleh para penyihir.

 

"Kamu sudah selesai sekarang......"

Christina memelototi Charles dengan tatapan dingin.

 

"Apa yang kau katakan itu? Itu seharusnya menjadi kata-kataku. Aku seharusnya tidak diizinkan untuk menghadiri perjamuan itu. Karena itu kau berhasil bermain di belakangku dan meminta bantuan monster seperti itu." Kata Charles, mencibir dengan lemah. 

 

Semangat bertarungnya telah benar-benar hancur, namun tampaknya dia telah mendapatkan sedikit ketenangan dan dapat melakukan percakapan yang benar lagi. Dia melontarkan ekspresi kebenciannya kepada Rio.

 

"Tarik kembali kata-katamu itu dan minta maaflah. Amakawa-dono bukanlah monster."

Kata Christina, memerintahnya dengan kesal.

 

"Ha! Hahaha!" 

Charles tertawa dengan liar, lalu merendahkan suaranya menjadi nada kesal. 

"Kalau saja..... Kalau saja monster itu tidak ada di sini......."

 

[ Dia tidak menyadari kalau Celia-lah yang menghubungkan Putri Christina denganku? ]

 

Rio tidak memedulikan kebencian yang diberikan Charles dan hanya menatapnya dengan ekspresi kosong, Rio hanya tebakan hal itu berdasarkan kata-katanya. Mengapa Reiss tidak menjelaskan hal itu kepada Charles, Rio tidak mengetahuinya.......

 

Christina sepertinya memikirkan hal yang sama, dan sekilas menunjukkan keraguan.

 

"Kita masih berada di perbatasan Kerajaan Beltrum sekarang. Sementara kita telah menangkap targetnya, bukan hal yang baik untuk berlama-lama di sini dan dikelilingi oleh tentara musuh. Semakin cepat kita melawati perbatasan, akan lebih baik, tapi apa ada sesuatu yang ingin kamu lakukan?"

Rio bertanya pada Christina.

 

Dia melihat Christina di antara Charles, bawahan Charles di dekatnya, dan para tentara yang menunggu di atas bukit. Semua keputusan bergantung kepada Christina untuk memutuskan bagaimana menangani mereka, dan tindakan apa yang harus dia diambil selanjutnya.

 

Christina berpikir sesaat, sebelum dengan cepat membuat keputusan. 

"Kita akan membawa Charles dan Alfred sebagai tahanan. Kita bisa mengurus detailnya nanti."

 

"Oh? Lalu bagaimana denganku?" 

Rui bertanya, mengangkat bahunya sambil bercanda.

 

"Kami tidak bisa membawa seorang hero sebagai tawanan. Jika kamu yang ingin ikut kami atas kemauanmu sendiri, itu akan menjadi masalah lain....."

Christina tidak bisa melakukan apapun kepada Hero, menyerahkan hak untuk memilih kepada Rui. Menawan seorang Hero bisa dianggap sebagai serangan politik, karena alasan itu, Christina harus mengambil sikap yang netral jika itu adalah Hero.

 

"Begitu ya......"

Rui menatap punggung Kouta dengan eskpresi sedih saat dia mengatakan itu. 

 

"Jika begitu, aku akan kembali ke ibukota."

Kouta menghindari tatapan Rui dengan mempertahankan wajahnya ke depan, dia tidak pernah berbalik sekali pun saat Rui berdiri melihat mereka.

 

"Apa kamu yakin......?" 

Christina mempertanyakan, ketika dia menatap punggung Kouta.

 

"Iya. Karena aku punya pacar yang menunggu kepulanganku." Rui mengangguk ketika menjawabnya.

 

"Ngh......"

Punggung Kouta sedikit bergetar. Rio dan yang lainnya tidak dapat melihatnya ekspresi dari posisi mereka, tapi Rei menghela napas kesal di samping Kouta.

 

"Kouta." Kata Rui, memanggilnya. Namun Kouta tidak menanggapinya.

 

Rui terus berbicara kepadanya. 

"Aku tahu alasanmu meninggalkan Kastil. Aku mengetahui hal itu, tapi aku tetap mencoba memaksamu kembali sambil menghindari hal itu, tapi.... Memang benar kalau aku bertindak karena rasa kepedulianku terhadapmu dan Saiki. Karena itulah aku datang ke sini. Aku hanya ingin melihatmu dan memastikan kalau kamu baik-baik saja di luar Kastil.  Apa kamu akan memilih hidup dengan baik di dunia ini mulai sekarang?"

 

 ".........."

 

"Jika diammu itu artinya kamu akan baik-baik saja, aku akan mempercayainya. Aku tidak akan mencoba memaksamu untuk kembali lagi. Karena aku yakin kita akan bertemu lagi suatu hari nanti dan aku akan terus menunggumu. Bagaimanapun juga, kamu adalah salah satu teman yang berharga untukku."

Rui terus berbicara meskipun Kouta hanya diam, Namun—

 

"Aku.......!"

Kouta meninggikan suaranya dengan pahit, menjaga punggungnya yang gemetar menghadap mereka.

Kata-kata yang keluar dari mulutnya bukanlah bahasa dunia ini, melainkan bahasa jepang. 

 

"Aku..... Aku selalu merasa rendah diri denganmu.  Karena kamu berasal dari luar negeri dan dipindahkan ke sekolah kami, kamu diberkati dengan penampilan yang tampan dan kecerdasan juga, terlebih lagi kamu langsung menjadi idola di sekolah. Kamu juga bergabung dengan klub yang sama denganku dan Akane. Sebelum aku menyadarinya, kamu juga lebih dekat dengan teman masa kecilku dibandingkan dengan diriku...... Aku sangat cemburu padamu. Aku tidak bisa menang melawanmu di sekolah baik dalam olahraga, atau pun penampilan. Akane setiap berbicara kepadaku dia hanya terus memuji seperti sangat hebat dirimu — setiap kali, aku mendengarnya, hal itu membuatku sangat cemburu, aku hampir membencimu."

 

{ TLN : Ah, Begitu ya wkwkwkwk, untung si Kouta gak jatuh dalam kegelapan kaya si Takahisa }

 

"Kouta......."

 

"Tapi kamu adalah orang yang sangat baik, kamu bahkan memperlakukanku seperti teman dekat— Aku tidak bisa membencimu karena itu. Bahkan di saat kita terdampar ke dunia ini dan tak mampu memahami bahasa dunia ini, kamu menghabiskan waktu berjam-jam setiap harinya untuk mempelajari tata bahasa dan kosakata untuk membantu kami..... Kamu juga selalu bersikap seolah-olah kamilah yang mengalami semua kesulitan padahal kamulah orang yang paling berat kesulitan dari kami semua. Karena itulah......."

Kata Kouta, menggigit bibirnya.

 

Semua orang memperhatikan punggungnya tanpa sepatah kata pun. Meskipun mereka bisa memahami kata-kata Rui karena efek terjemahan otomatis dari senjata sucinya, kebanyakan dari mereka semua tidak memahami apa yang Kouta katakan.

Hanya Rui dan Rei saja yang merupakan orang jepang, dan Rio — yang memiliki ingatan Amakawa Haruto di dalam dirinya — bisa memahami kata-kata Kouta.

 

Namun, sangat jelas bagi mereka yang tidak dapat memahami kata-kata Kouta mengetahui kalau Kouta sedang melampiaskan emosinya yang terpendam.

 

"Karena itulah, wajar jika Akane jatuh cinta padamu.  Dan kamu juga jatuh cinta padanya. Tapi aku tidak bisa menerimanya..... Aku bisa menjadi gila karena perasaan iri jika aku tetap bersamamu dan Akane lebih lama lagi.  Aku membenci diriku sendiri karena merasa seperti itu — ini menyedihkan. Itulah sebabnya aku lari dari kalian berdua......"

Kata Kouta, memberikan kebenaran dari perasaannya dan mengepalkan tangannya dengan erat².

 

"Maafkan aku......"

Kata Rui dengan ekspresi tertekan.

 

"Tidak....... Pasti sulit juga untukmu. Akane lambat dalam menyadarinya. Dia bahkan tidak pernah menyadari perasaanku. Tapi kamu bisa mengetahuinya, dan karena itu, kamu terjebak di situasi yang sangat sulit. Akulah yang seharusnya meminta maaf. Maafkan aku karena pergi begitu saja — dan wajar saja bagimu untuk khawatir." 

Kata Kouta, membalas permintaan maafnya, ekspresinya terlihat berantakan ketika dia menahan perasaan pahitnya.

Saat itulah, Kouta berbalik menghadap ke arah Rui untuk pertama kalinya.