Battlefield Symphony – Bonus : Extra Story

 

SUASANA DI PAGI HARI

 

Saat mereka dalam perjalanan ke Rodania, di penginapan di kota tertentu....

 

Rio bangun pagi-pagi sekali dan, melihat yang lainnya belum bangun, dia menuju ke halaman untuk berlatih dengan pedangnya.

 

Latihannya itu adalah bagian dari rutinitas hariannya dan hal itu tidak akan berubah, meskipun sekarang dia sedang mengawal Celia dan Christina. Gerakan pedangnya yang tepat dan halus, yang tertanam di tubuhnya setelah pelatihan bertahun-tahun, telah mencapai titik di mana mereka bisa menganggapnya sebagai seni.

 

 .....297, 298, 299, 300.

Ketika dia menghitung jumlah ayuman pedangnya, dia berhenti mengayunkan pedangnya. Karena saat itu—

 

"Selamat pagi, Yang Mulia, Sara. Apa yang sedang kalian lakukan di tempat seperti ini?"

 

Rio menyapa Sara dan Christina, yang telah mengawasinya dari tadi. Sementara Rio merasa aneh melihat keduanya sedang bersama-sama, dia mengambil kesempatan itu untuk menanyakan apa yang sedang mereka lakukan.

 

"Kami bisa melihat halaman dari dalam kamar kami. Karena Putri Christina dan aku bangun pagi, kami memutuskan untuk datang."

Jawab Sara meringkas apa yang terjadi.

 

"Begitukah."

 

"Jika kamu akan berlatih di pagi hari, tolong ajak aku juga. Aku juga ingin berlatih denganmu." 

Sara menggembungkan pipinya dengan dengan ekspresi manis.

 

"Maafkan aku untuk itu. Karena kamu berada di ruangan berbeda dan aku tidak ingin membangunkan yang lainnya. Aku juga tidak ingin menyita waktu tidurmu yang berharga."

Jawab Rio dengan senyum yang canggung.

 

"Jadi, bolehkah aku bergabung mulai besok?" 

Menatap mata Rio, Sara menanyakan itu.

 

"Iya, tidak masalah."

 

"Yey!" 

Mendengar jawaban dari Rio, Sara memasang ekspresi sangat gembira.

 

"Amakawa-domi, apa kamu berlatih setiap pagi?" 

Christina bergabung dalam percakapan itu dengan menanyakan itu.

 

"Ya. Ini sudah menjadi rutinitasku selama bertahun-tahun, jadi aku merasa tidak enak jika tidak melakukannya."

 

"Tidak heran..... Karena gerakanmu luar biasa."

 

"Suatu kehormatan bagiku mendengarnya." 

Setelah menerima pujian Christina, Rio menunduk dan berterima kasih padanya sambil tersenyum.

 

"Jika kamu masih ingin melanjutkannya, bolehkah aku tetap di sini dan melihatnya?" Christina bertanya.

 

"Ya, tentu saja. Tapi ini tidak akan jauh berbeda dari apa yang kamu lihat sejauh ini." Jawab Rio.

 

"Kalau begitu, tidak masalah jika kita melakukan latihan tanding, ya, Haruto?" 

Ketika dia mendengar kalau Rio akan melanjutkan pelatihan, Sara segera turun tangan.

 

"Tentu."

 

"Terima kasih! Hehe." 

Sara tersenyum cerah. Terbukti kalau dia memiliki banyak kepercayaan kepada Rio.

 

Melihat ekspresi Sara—

 

[ Latihan tanding, ya. ]

[ Amakawa-dono begitu hebat sehingga banyak orang yang terampil seperti Sara meminta bantuannya.... ]

[ Kamu sangat di cintai, Amakawa-dono. ]

 

Christina memikirkannya dengan ekspresi yang sedikit rumit. Bukan hanya Sara saja. Tapi Orphia, Alma dan Celia juga sangat menyukainya.

 

Haruto dikelilingi oleh orang-orang yang menonjol karena kemampuannya dan masing-masing dari mereka sangat menyayanginya.

 

Hal itu membuatnya iri.

 

"Baiklaj, mari kita mulai. Aku tidak akan meningkatkan kekuatan fisikku, jadi alu tidak akan melakukan gerakan berbahaya, tetapi agak berisiko. Lebih baik kamu agak menjauh sedikit, Yang Mulia." Kata Rio, yang sedang memosisikan dirinya di depan Sara.

 

"Oke."

 

Christina mengangguk patuh dan berjalan ke sudut teras. Latihan tanding yang mereka berdua lakukan selanjutnya sangat hebat dan Christina terus menontonnya sampai mereka selesai.

 

SUATU PAGI YANG KHUSUS

 

Pagi-pagi sekali, saat kebanyakan orang masih tidur.....

 

"Selamat pagi, Onii-chan."

 

Rio terbangun karena Latifa memeluknya dari atas.

 

"Selamat pagi..... Apa sudah waktunya bangun?" 

Rio bertanya dengan sedikit mengantuk.

 

"Nggak! Ini masih terlalu pagi, tapi...."

Latifa menggelengkan kepalanya dengan gugup. Dia memiliki ekspresi ingin mengatakan sesuatu, yang menurut Rio cukup aneh.

 

"Apa ada masalah?" Rio bertanya.

 

"Berjanjilah kepadaku kalau kamu tidak akan tertawa, oke?"

 

"Aku khawatir tidak bisa menjanjikannya kalau kamu belum mengatakannya......."

 

Latifa menggembungkan pipinya. 

"Mmrgh..... Berjanjilah kamu tidak akan tertawa!" 

Dia bersikeras. Sepertinya dia tidak akan memberitahunya sampai Rio setuju.

 

Rio menyerah dan mengangguk. 

"Baiklah. Aku tidak akan tertawa."

 

"Aku mengalami mimpi buruk dan aku tidak ingin bangun sendirian......"

 

Itulah kenapa Latita membangunkan Rio, dia menjelaskan alasannya dengan nada yang agak malu.

 

"Jadi karena itu ya...." Rio tertawa ringan.

 

"Ah, kamu tertawa!" 

Latifa mengeluh dengan tidak senang.

 

"Itu, gak benar."

Rio mulai mengusap kepala Latifa yang bersandar di dadanya.

 

"Hmph....."

Latifa mengembungkan pipinya karena keberatan, tapi tidak bisa menahan usapan tangan dari saudara angkatnya yang disayanginya, jadi dia menyerah pada akhirnya.

 

"Mimpi buruk macam apa yang kamu alami itu?"

Rio bertanya sambil terus mengusap kepalanya.

 

"Aku memimpikan masa lalu. Ketika ketika bepergian bersama, tapi tiba-tiba kamu menghilang."

 

"Jangan khawatir – aku ada di sini."

 

"Ya......." Latifa menjawab dengan sedikit cemas dan memeluk Rio lebih erat.

 

"Apa kamu ingin tidur bersama?" Rio bertanya.

 

"Ya." Kali ini, gadis itu menjawab dengan nada lega.

 

"Kalau begitu lepaskan aku dulu. Jika kamu tidur seperti ini, kamu akan masuk angin."

 

"Baik!" Latifa menurut dan berdiri di sampingnya.

 

"Ayo, masuk ke dalam selimut."

 

"Oke!" 

Latifa langsung meringkuk di samping Rio dan tersenyum bahagia. 

"Ehehe — hangat. Dan ini juga memiliki baumu."

 

"Kalau begitu. Ayo kita tidur." 

Karena Rio bangun pagi-pagi sekali, tubuhnya masih membutuhkan istirahat. Rio menguap sekali lagi.

 

"Iya. Selamat malam, Onii-chan."

Latifa menjawabnya dengan patuh dan memeluk Rio dari samping sambil menutup matanya.

 

"Selamat malam." Jawab Rio dengan nada ramah.

 

Latifa sepertinya juga mengantuk, saat dia tertidur dalam sekejap mata.

 

[ Dia mungkin sudah melupakan mimpi buruk itu. ]

 

Lega melihat wajah tidur Latifa, Rio pun memejamkan matanya. Hanya kurang dari satu menit kemudian, keduanya mulai tidur nyenyak.

 

Namun, ketika Rio bangun satu jam kemudian dan mencoba membangunkannya....

 

"Tidak, aku ingin tidur dengan Onii-chan sebentar lagi!"

Latifa memeluknya erat-erat dan menolak melepaskannya, sehingga keduanya akhirnya tertidur untuk ketiga kalinya.

 

MEMANGGILNYA DENGAN CARA BERBEDA

 

Itu terjadi dalam perjalanan ke Rodania ketika mereka sedang menyiapkan makan siang di ruang terbuka dekat jalan.

 

"Celia."

 

Karena berbagai alasan, Rio memanggil Celia tanpa sebutan kehormatan. Awalnya ada sedikit rasa malu dalam suaranya, tetapi seiring berjalannya waktu, Rio mulai terbiasa memanggilnya seperti itu.

 

"Ya, Haruto?" 

Celia benar² terbiasa sekarang karena dia tidak menunjukkan sedikitpun rasa malu dalam reaksinya.

 

"Bisakah kamu membuatkan air?"

 

"Tentu."

Rio memanggilnya dari tempat Celia sedang menyiapkan makanan dan memintanya untuk membuat air untuknya.

 

"Kita telah berjalan selama beberapa hari berturut-turut. Bagaimana keadaanmu?"

Rio bertanya sambil mengisi panci dengan air.

 

"Aku baik² saja. Bohong jika aku mengatakan kalau aku tidak kelelahan, tapi tidak ada yang sakit. Aku tidak pernah punya kesempatan untuk melakukan perjalanan seperti ini, jadi hal ini sangat menyenangkan."

Jawab Celia sambil tertawa kecil.

 

"Begitukah."

 

"Bagaimana denganmu, Haruto? Apa kamu kelelahan? Aku tahu kita tidak selalu melakukannya, tetapi sejauh ini kamu telah menggendong keduanya setiap tiga hari sekali."

 

"Itu bukan masalah besar. Aku juga bersenang-senang jalan-jalan denganmu, Celia." Rio tersenyum lembut.

 

"B-Benarkah.......?" 

Pipi Celia menjadi sedikit memerah secara samar².

 

"Syukurlah perjalanan kita berjalan lancar. Mudah-mudahan tidak ada yang terjadi sampai kita tiba di Rodania."

 

"Agak menyedihkan perjalanan ini harus berakhir, tapi..... Kamu benar." Celia mengangguk dengan tatapan jauh di matanya.

 

"Ngomong², ketika Yang Mulia mencapai tujuannya dan kita kembali ke kehidupan biasa kita, apakah aku memanggilmu sama seperti dulu?" Rio bertanya.

 

"Yah..... aku tidak masalah dengan panggilan ini. Kamu bisa terus memanggilku seperti ini. Kalau kamu mengubahnya lagi, itu akan membingungkanku."

 

Pada akhirnya Celua membuat Rio memanggilnya dengan namanya...... Itulah alasan Celia tidak mengatakannya dengan keras. 

Namun wajahnya memerah sekali lagi.