"Apa.....?!"
Anak panah yang ditembakkan Orphia melengkung di udara dan turun ke arah Alfred dengan ketepatan yang tak tertandingi. Alfred segera bereaksi dan menghentikan anak panah, tetapi dia jauh lebih terkejut dari sebelumnya.
"Tidak ada gunanya!"
Mengatakan itu, Orphia menembakkan panahnya lebih cepat lagi dari sebelumnya.
"Guh......"
Alfred telah menebas jatuh panah cahaya itu satu per satu, tetapi semakin banyak anak panah datang ke arahnya dari segala arah. Akhirnya, kecepatannya terlampaui, jadi dia menyimpulkan kalau lebih baik menghindari serangan itu daripada menebasnya. Alfred menunggu saat yang tepat dan kemudian pindah ke samping, tetapi—
"Apa.....?"
Anak panah yang seharusnya dia hindari malah mengikutinya. Akibatnya, dia tidak punya pilihan selain berurusan dengan semua anak panah cahaya itu.
"Alfred! Apa kau sedang bercanda?!"
Melihat Alfred hanya membela diri, Charles memarahinya dengan suara keras.
Alfred mengerutkan keningnya dengan ekspresi kesal.
"Sepertinya aku juga meremehkan kemampuanmu. Kurasa aku tidak punya pilihan."
Mengatakan itu, dia langsung menerjang ke arah Orphia.
".........."
Orphia memperhatikan gerakan Alfred dengan hati-hati dan menunggu saat yang tepat untuk menuangkan esensi sihir di busurnya dan menembakkan panah cahaya cukup tebal. Alfred mencoba memotong anak panah yang telah ditembakkannya, tetapi anal panah itu berhamburan menjadi bagian kecil yang jumlahnya tak terhitung seperti menembakkan senapan mesin.
"A-Aah!"
Sesaat, mata Alfred dipenuhi dengan keheranan. Tapi tubuhnya tidak berhenti bergerak – dengan mengayunkan pedangnya dengan ringan, dia berhasil menghapus semua anak panah itu yang datang ke arahnya.
"Jadi serangan itu juga tidak berhasil."
Kata Orphia sambil tersenyum masam.
"Jadi kamu juga bisa menembakkan banyak anak panah sekaligus..... Menyusahkan sekali."
Jawab Alfred dengan sedikit ketidaknyamanan.
"Apakah kamu khawatir dengan itu?"
[ Jika ya, maka aku mungkin akan berhasil menghadapinya sendiri. ]
Gadis itu menanyakan pertanyaan itu sambil memikirkan itu, tapi—
"Aku. Aku tidak bisa lagi menahan diri untuk menangkap kalian." Begitu Alfred mengatakan itu, dia maju sekali lagi.
"U.... Urgh.....!"
Orphia langsung bereaksi, tapi Alfred lebih cepat dari sebelumnya. Saat dia menembakkan anak panahnya, Alfred sudah berada di depan matanya. Saat itu, perutnya mendapat pukulan berat.
"Orphia?!"
Celia berteriak ngeri saat melihat Orphia jatuh.
"Ugh..... Sakit sekali." Orphia memegang perutnya untuk menahan rasa sakit itu.
"Aku mencoba membuatmu pingsan dengan satu pukulan, tapi sepertinya penguatan fisik dari busur sihir itu tidak buruk sama sekali. Maaf – aku akan membuatmu beristirahat dengan pukulan berikutnya."
Alfred mendekati Orphia dengan tatapan acuh.
"Ka-Kakak!"
Vanessa menyerang Alfred dari jarak dekat dengan sekuat tenaga. Namun, Alfred dengan mudah memblokir serangannya dengan perisai yang dipasang di lengan kirinya.
"Guh!"
Vanessa terus menyerang dengan tekad, tapi kali ini Alfred membalas. Pedang mereka bertabrakan dan Vanessa terlempar karena benturan kerasnya.
Vanessa melepas tudungnya dan memperlihatkan wajahnya.
"Kamu.... Dan warna rambutmu itu?"
Alfred menunjukkan keheranan ketika melihat adik perempuannya dengan warna rambut yang berbeda.
"Itu tidak penting sekarang!"
Vanessa menyerang kakaknya, yang dengan mudah memblokir serangannya dengan pedangnya. Tapi, setelah bertukar beberapa serangan sesaat, Alfred mundur sedikit.
"Ketika kamu menghabiskan semua kekuatanmu, inilah yang terjadi."
Vanessa terhuyung-huyung ke depan dengan lemah. Alfred menggunakan kesempatan itu untuk menendang kakinya dan membuatnya terguling.
"Nngh......"
Sekarang setelah berada di tanah tanpa senjata, Vanessa mengertakkan gigi dan berteriak marah.
"Kenapa?! Kenapa kamu melakukan ini?!"
"Melakukan apa?"
"Kenapa kamu di sini!? Lupakan Charles! Kamu adalah Sword King!"
".....Aku hanya mengikuti perintah Raja."
"Itu bukanlah apa yang aku maksud! Tidak, apa kamu benar-benar berpikir ini adalah kehendak Raja, kakak?!"
"Aku tidak punya apa-apa untuk dikatakan kepadamu saat ini. Ini adalah satu-satunya belas kasih yang bisa aku berikan kepadamu – tidurlah."
Sambil mengatakan itu, Alfred memukul bagian belakang leher Vanessa.
"Ugh......."
Cahaya di mata Vanessa perlahan memudar dan gadis itu mulai pingsan.
"Semuanya, mundur......"
Celia mulai mundur saat dia bersiap untuk mengaktifkan sihirnya saat itu juga. Jelas kalau pada jarak ini Alfred akan menyerangnya sebelum dia bisa melakukan apa pun. Para penyihir bertarung tanpa membiarkan lawan mereka mendekat.
"Bagus sekali, Alfred. Hmph......"
Charles tersenyum dan mendekatinya dengan wajah puas. Setelah mencapai tempat Orphia berada, dia mengangkat kepalanya dan memasang kerah penahan esensi di lehernya.
{ TLN : Arggghh bangsat kau }
"Urgh....."
Orphia secara diam² menyembuhkan dirinya sendiri dengan spirit art, tapi sekarang esensi sihirnya telah disegel. Perutnya pasti masih terasa sakit ketika dia membuat ekspresi kesakitan saat Charles mengangkat kepalanya.
"Aku tidak bisa mengatakan kalau aku sangat terkejut dengan sikap kasarmu terhadap seorang gadis muda itu." Rui mendekati Charles dan mengucapkan kata² itu padanya sambil mengerutkan keningnya.
"Sayangnya, kita tidak akan mengambil resiko yang terlalu besar jika kita membiarkan dia menggunakan sihir. Aku akan memastikan perutnya sembuh dengan benar." Charles tertawa ketika dia melihat wajah Orphia.
Kemudian dia menunjuk ke arah Celia.
"Oi, Alfred. Lepaskan tudung gadis kecil itu."
"Uh....." Celia mundur perlahan.
"Photon Projectilis!"
Dari belakang Celia, Christina melafalkan mantra dan dengan cepat menembakkan serangkaian peluru sihir ke arah Charles.
[ Ini baik. ]
[ Akhirnya, mereka menyerang Charles. ]
Pikir Alfred. Meskipun menjadi komandan, dia tidak lebih dari pengganggu.
"Apa......"
Charles membeku, tidak mengharapkan serangan itu ke arahnya. Alfred tidak punya pilihan selain bergerak untuk melindungi Charles.
"Jangan lengah."
"A-Aku tahu! Aku tahu kamu akan melindungiku, jadi aku tidak melakukan apa-apa. Itu saja. Dan untuk berpikir kalau dia akan punya nyali untuk menyerangku....."
Charles mengertakkan giginya. Jika bukan Christina yang menembakkan itu, dia mungkin akan memukulinya sampai mati.
"T-Terra Carcerem!"
Untuk mengunci Alfred dan Charles, Celia meletakkan tangannya di tanah dan mengucapkan mantra itu. Pada saat itu, lingkaran sihir muncul di bawah kaki mereka.
"Percuma saja. Pedangku bisa menyerap esensi sihir."
Alfred menusukkan pedangnya ke tanah dan menghilangkan lingkaran sihir itu.
"Putri Christina, Kouta, Rei! Larila–..... "
Celia mendesak mereka bertiga untuk melarikan diri sementara dia akan mengulur waktu, tetapi segera tidak bisa berkata-kata. Tidak ada tempat untuk lari. Ada banyak Ksatria yang menunggangi Griffin di langit dan berputar-putar di atas mereka.
Alfred ada di depan mereka dan beberapa Ksatria lain baru saja mendarat di samping. Tidak tahu harus berbuat apa, gadis itu menoleh ke belakang, tetapi ada lebih dari seribu pasukan yang sedang mendekati mereka. Jantungnya serasa berhenti berdetak.
"Hmph, apa kau berharap aku membiarkan kalian pergi begitu saja? Rencananya sempurna. Semua perlawanan yang itu sia-sia. Psh..... "
Charles berjalan ke Celia dan menamparnya dengan sekuat tenaga. Dia tahu kalau Terra Carcerem adalah sihir penjara bumi yang tidak digunakan untuk melukai targetnya, tapi karena dia masih marah oleh serangan Christina, dia memutuskan untuk mengeluarkan amarahnya kepada Celia.
{ TLN : Arggghhh Celia di tampar @$@8 }
"Aah!"
Celia terlempar ke samping dan jatuh ke tanah.
Tudung jubahnya mulai turun dari kepalanya.
".......Hm?"
Charles menyipitkan matanya ketika dia melihat wajah Celia. Awalnya dia berasumsi kalau Celia adalah bocah nakal biasa, tapi penampilannya setara dengan Orphia – mungkin dia seharusnya tidak begitu kasar kepadanya, itulah yang terlintas dikepalanya.
Karena Celua memiliki warna rambut yang berbeda, Charles tidak menyadari kalau orang yang dia pukul adalah mantan tunangannya, yang beberapa kali Charles berikan kata-kata manisnya.
"Hah? Mungkinkah dia......?"
Alfred membuat ekspresi ragu ketika dia melihat Celia dan akhirnya menyadari sesuatu. Tapi tepat pada saat itu......
"C-Charles-sama! Seseorang mendekati kita dengan kecepatan luar biasa!"
Salah satu Ksatria yang terbang di menunggangi Griffin meneriakkan peringatan mendadak itu.
"Apa.....?"
Charles tampak ragu sesaat, tetapi ekspresinya segera berubah menjadi terengah-engah.
"A-Ala itu orang yang Reiss-sama bicarakan?! Apa dia telah mengalahkan mereka?! Ugh, tembakkan semua sihir kalian bersamaan dan hentikan dia!"
Mendengar perintah itu, sepuluh Ksatria udara yang berada di langit mulai melafalkan mantra mereka.
"Ignitis Iecit!"
Lingkaran sihir mulai muncul di tangan mereka, kemudian muncul bola api yang ditembakkan.
Targetnya adalah bayangan hitam yang mendekat dengan kecepatan penuh.
"Pasukan D-Darat! Jika dia mendekat, bentuk tembok dengan perisai kalian dan gunakan mantra sihir kalian untuk mendorongnya mundur!"
Charles meneriakkan perintah itu dengan panik kepada para Ksatria di sekitarnya dan pasukan yang mendekat dari bukit. Para Ksatria di sampingnya segera bereaksi dan membuat perisai dari tanah yang membentuk dinding untuk melindungi Charles.
"Itu dia."
Rui melihat sosok yang mendekat dengan kecepatan yang tidak manusiawi dan menatap Kouta dan Rei dengan ekspresi ragu-ragu. Kemudian dia melangkah ke belakang tembok para Kesatria dan mengarahkan busurnya ke langit.
◇◇◇◇
Rio berlari menuju Celia dan yang lainnya dengan kecepatan penuh. Tempat itu adalah daerah pegunungan dengan tanah yang luas, jadi tidak butuh waktu lama untuk melihat pasukan besar itu yang kira² satu kilometer jauhnya. Meski begitu, dia terus maju tanpa ragu-ragu.
Para Ksatria yang menunggangi Griffin di langit tampaknya telah memusatkan kewaspadaan mereka di arah datangnya Rio.
Rio menyaksikan dari jauh ketika salah satu Ksatria dengan tergesa-gesa turun. Beberapa detik kemudian, puluhan bola api berdiameter satu meter melesat ke arahnya; jarak antara mereka adalah 500 meter.
[ Jaraknya cukup jauh,mereka mungkin hanya mencoba membuatku mundur. ]
Serangan itu sama sekali tidak akurat. Jika dia terus mendekat dengan kecepatan itu, gelombang pertama akan menghantam tanah di belakangnya. Rio melihat hujan bola api itu sekali lagi dan kemudian melihat ke tanah lagi.
[ Ini.... ]
Tepat sebelum para Ksatria membentuk dinding perisai, Rio melihat Orphia yang sedang memegangi perutnya dan Celia yang jatuh ke tanah. Ekspresinya seketika berubah menjadi sedingin es. Pada saat yang sama, gelombang pertama Ignis Iecit mendarat di belakangnya seperti yang diperkirakan.
Sekarang jaraknya tinggal 200 meter lagi.
"Magicae Displodo!"
"Photon Projectilis!"
Para ksatria yang membentuk dinding di depan Charles meluncurkan serangan sihir mereka. Sedetik kemudian, panah listrik besar ditembakkan dari langit. Serangan diarahkan ke Rio, itu adalah serangan dari Rui.
"Ignis Iecit!"
Para Ksatria yang menunggangi Griffin menembakkan bola api gelombang kedua. Kali ini, bidikan mereka menyesuaikan serangan dengan kecepatan Rio.
"........."
Rio menyaksikan rentetan serangan sihir ke arahnya dengan tatapan kosong. Biasanya orang normal akan memilih untuk bergerak ke samping untuk menghindari serangan itu, tetapi Rio memutuskan untuk mempercepat gerakannya dan terus maju ke depan.
Apa yang dilihat para Ksatria melindungi Charles adalah bagaimana Rio menerima setiap serangan yang diluncurkan ke arahnya. Photon Projectilis adalah peluru sihir yang memiliki kekuatan yang cukup untuk melumpuhkan orang normal, sedangkan Magicae Displodo adalah meriam sihir yang memiliki kekuatan yang cukup untuk memusnahkan sekelompok orang. Dan lagi—
"Apa....."
Para Ksatria itu mulai kehilangan kata² mereka.
Serangan sihir mereka benar-benar dibelokkan dari tubuh Rio seolah-olah ada penghalang tak terlihat di sekitarnya. Tidak peduli berapa banyak dia serangan itu datang, tidak ada serangan yang bisa mengenainya.
Hujan petir yang turun beberapa saat kemudian juga turun seolah berusaha menghindari kontak dengan Rio.
Dengan begitu, Rio menyerbu ke arah dinding Ksatria tanpa ragu sedikit pun.
"Aaagh!!"
Pedangnya berayun dan menebas musuh-musuhnya seolah-olah dia sedang menepuk lalat – serangannya cukup ganas untuk mengirim para Ksatria itu terbang.
Saat itu, Rio berhenti. Matanya bertemu dengan mata Rui, yang berdiri di belakang para Ksatria. Tapi Rio mengabaikannya dan pandangannya tertuju pada Orphia, Celia dan Vanessa, yang terbaring di tanah.
".....Apa mereka masih hidup?"
Pertanyaan itu tidak ditujukan kepada siapa pun secara khusus.
"Y-Ya. Mereka pingsan."
Christina menjawab dengan gugup.
Pada saat itulah Christina menyadari kalau Haruto Amakawa – yang selama ini hanya menunjukkan sisi baiknya – benar-benar sangat marah. Christina merasakan takt oleh kehadirannya dan bergidik.